• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pendapatan Nelayan dari Hasil Tangkapan Ikan…. 80

BAB VI DAMPAK WISATA BAHARI TERHADAP

6.2 Dampak Pariwisata terhadap Kegiatan Perekonomian Neleyan…

6.2.3 Tingkat Pendapatan Nelayan dari Hasil Tangkapan Ikan…. 80

6.2.3 Tingkat Pendapatan Nelayan dari Hasil Tangkapan Ikan

Jumlah tangkapan ikan dan nilai jualnya tidak sama setiap harinya karena jumlah dan jenis ikan yang diperoleh tidak pasti setiap harinya. Jumlah tangkapan dan jenis ikan yang diperoleh akan mempengaruhi jumlah nilai jual hasil tangkapan nelayan. Harga setiap ikan berbeda-beda. Jenis ikan yang ekonomis semakin menurun jumlahnya karana banyak ditangkap oleh nelayan. Ikan kerapu dan ikan sunuk adalah ikan paling mahal di Karimunjawa namun jumlahnya semakin menurun dan susah ditemukan di perairan Karimunjawa akibat penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Berikut akan disajikan data perubahan nilai tangkapan nelayan non pariwisata dan Nelayan Pariwisata di Karimunjawa pada Tabel 21.

Tabel 21. Responden Berdasarkan Nilai Hasil Tangkapan, Desa Karimunjawa, 2012 Nilai Hasil

Tangkapan (Rp000,-/hari)

Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

n % n % n % n %

Rendah 17 68.0 17 68.0 21 84.0 23 92.0

Sedang 8 32.0 8 32.0 2 8.0 2 8.0

Tinggi 0 0.0 0 0.0 2 8.0 0.0 0.0

Total 25 100.0 25 100.0 25 100.0 25 100.0 Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa jumlah pendapatan nelayan Karimunjawa dari sektor perikanan sebelum dan sesudah adanya pariwisata masih tergolong rendah. Sebelum adanya kegiatan pariwisata, jumlah nelayan yang berpendapatan rendah paling banyak terdapat pada kelompok nelayan pariwisata.

Hal ini terjadi karena mayoritas nelayan wisata menggunakan pancing sebagai alat tangkapnya. Sedangkan nelayan non pariwisata banyak menggunakan alat tangkap

kompressor sehingga jumlah pendapatannya lebih tinggi. Sebelum adanya kegiatan wisata, jumlah pendapatan nelayan per harinya sangat bervariasi mulai dari Rp 65.000,- sampai Rp 200.000,-. Kelompok yang memiliki nilai jual tangkapan terendah terdapat pada nelayan pancing dengan pendapatan antara Rp 65.000,- sampai Rp 80.000,- sedangkan kelompok nelayan dengan penghasilan sedang terdapat pada nelayan kompressor dengan pendapatan antara Rp 90.000,- sampai Rp 100.000,-. Kelompok nelayan yang memiliki pendapatan tinggi adalah nelayan yang berstatus juragan kapal yang juga ikut melaut dan langsung menjual sendiri hasil tangkapannya tanpa melalui juragan ikan yang ada di Karimunjawa. Pendapatan nelayan ini kurang lebih Rp 200.000,- setiap kali melaut.

Setelah adanya kegiatan pariwisata, semakin banyak jumlah nelayan pariwisata yang memiliki pendapatan rendah di bidang perikanan. Kondisi ini berbeda dengan nelayan non pariwisata yang tidak mengalami perubahan jumlah nelayan pada masing-masing kategori nilai hasil tangkapan sebelum dan sesudah adanya kegiatan pariwisata. Setelah adanya pengembangan kegiatan wisata, pendapatan nelayan mengalami penurunan. Nelayan yang memiliki pendapatan rendah mengalami penurunan pendapatan menjadi Rp 30.000,- sampai Rp 50.000,-.

Sedangkan kelompok nelayan yang memiliki pendapatan sedang dan tinggi tidak mengalami penurunan, yaitu Rp 90.000,- sampai Rp 100.000,- dan Rp 200.000,-. Hal ini terjadi karena kelompok nelayan kompressor masih sering mendapatkan ikan yang bernilai jual tinggi.

Perkembangan pariwisata ternyata ikut memberikan dampak bagi pendapatan nelayan di bidang perikanan. Tingginya jumlah kunjungan wisatawan membuat tingkat permintaan akan konsumsi ikan juga meningkat sehingga nelayan juga menjual ikan yang berukuran kecil di pasar. Menurunnya jumlah tangkapan ternyata membuat harga jual ikan semakin tinggi sebab jumlah ikan yang sedikit namun permintaan semakin bertambah. Namun, tingginya harga jual ini ternyata tidak diikuti dengan peningkatan jumlah pendapatan nelayan karena jumlah ikan yang diperoleh oleh nelayan semakin menurun setiap kali melaut.

6.2.4 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan di Sektor Pariwisata

Mata pencaharian Desa Karimunjawa mayoritas sebagai nelayan dan bermukim di daerah pesisir. Bekerja sebagai nelayan dianggap sebagai pekerjaan yang sangat diminati karena nelayan tidak perlu menanam ikan, tetapi bisa langsung mengambil hasilnya setiap saat. Sebagian kecil masyarakat ada juga yang bertani padi, jambu mete dan menanam kelapa. Namun hal ini kurang mendukung karena kondisi tanah yang tidak mendukung untuk pertanian, seperti yang diungkapkan oleh tokoh masyarakat MA (49).

“Allah itu Maha Adil kok Mbak. Setiap orang ditempatkan di daerah yang tepat. Kalo dibandingkan sama pekerjaan lain, pekerjaan nelayan paling enak, ndak perlu menanam ikan, ndak perlu ngasih makan ikan tapi ikannya ada terus setiap hari, enggak habis-habis. Nelayan cuma manen saja. Tapi kembali lagi, Tuhan itu Maha Adil, tanah Karimun ndak sesubur tanah di daerah lain biar kita umatNya selalu bekerja keras dan ndak serakah. Ikan kita memang banyak, tapi kita harus membeli bahan sembako lainnya dari Jepara.”

Karimunjawa juga memiliki kekayaan dan keindahan alam yang sangat berpotensi untuk kegiatan pariwisata. Perkembangan wisata di Karimunjawa berkembang dengan adanya berbagai sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan tersebut. Keberadaan sarana dan prasarana wisata tersebut tentu saja membutuhkan sumberdaya manusia untuk mengelolanya. Berkembangnya hotel, resort, homestay, penjualan-penjualan souvenir, jasa transportasi dan jasa pemandu wisata telah membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat Desa Karimunjawa dan masyarakat di luar Desa Karimunjawa. Banyaknya peluang usaha di bidang non perikanan dan non pertanian tersebut membuat variasi pekerjaan semakin banyak.

Berdasarkan Laporan Potensi Desa Karimunjawa (2012), jumlah tenaga kerja yang berumur 15-55 tahun di Desa Karimunjawa adalah 1.947 orang dari 4.996 orang total jumlah penduduk. Namun tidak tersedia data mengenai jumlah penduduk yang bekerja di bidang wisata karena pekerjaan ini merupakan pekerjaan sampingan.

Selain itu, Dinas Pariwisata juga belum pernah melakukan pendataan tentang jumlah penduduk yang bekerja di bidang tersebut. Sebagian besar dari masyarakat hanya

aktif dibidang wisata ketika hari libur tiba. Banyaknya kunjungan wisatawan membuat pendapatan mereka juga ikut bertambah. Berikut akan disajikan data mengenai jumlah penduduk yang bekerja di bidang wisata.

Tabel 22. Data Jumlah Penduduk yang Bekerja di Bidang Pariwisata

Bidang Pekerjaan n %

Penginapan (homestay) 21 9.3

Penjual souvenir 20 8.9

Pengrajin 15 6.7

Penyewa kapal 30 13.3

Guide dan Tour leader 139 61.8

Jumlah 225 100.0

Berdasarkan Tabel 22 tersebut diketahui bahwa jumlah penduduk yang bekerja di bidang wisata adalah 225 orang dari 1.947 jumlah tenaga kerja di Karimunjawa. Hal ini menjadikan pekerjaan di dunia wisata cukup menjanjikan karena jumlah penduduk yang aktif di dunia wisata jauh lebih kecil dari jumlah seluruh tenaga kerja yan tersedia di desa Karimunjawa sehingga masih banyak lapangan pekerjaan lain yang belum dimanfaatkan. Nelayan yang aktif dalam kegiatan wisata kebanyakan bertempat tinggal di sebelah utara dan tengah desa serta di sepanjang jalan utama desa. Hal ini terjadi karena saat ini perkembangan wisata (homestay, toko souvenir dan pusat kuliner) terpusat di bagian utara, yaitu daerah dramaga utama untuk kapal penumpang dan sampai ke bagian tengah (pusat) desa.

Sedangkan nelayan yang bertempat tinggal di bagian utara dan selatan jarang ada yang ikut kegiatan wisata karena wisatawan jarang berkunjung ke daerah tersebut.

6.6 Perubahan Sosial Nelayan

6.6.1 Pranata Sosial, Norma, Adat Istiadat dan Lembaga-Lembaga yang ada di Desa Karimunjawa

Lembaga sosial atau lembaga masyarakat yang sangat berperan dalam kehidupan masyarakat Desa Karimunjawa adalah lembaga agama Islam baik sebelum ataupun setelah berkembangnya kegiatan wisata. Berdasarkan survei di lapangan,

semua responden menyatakan bahwa lembaga agama sangat berperan dalam kehidupan mereka. Lembaga agama sebagai lembaga yang selalu mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai religius kepada masyarakat. Nilai-nilai ini tidak berubah dengan adanya perkembangan wisata. Setiap hari Jumat semua nelayan tidak ada yang melaut untuk melaksanakan Shalat Jumat.

Lembaga agama di Desa Karimunjawa yang melakukan kegiatan rutin adalah adalah NU, Muhammadiah dan Al-Hikmah. Menurut petinggi desa, NT (49), dan petinggi Muhammadiah, MS (54), nilai-nilai Islam tetap tertanam dalam diri masyarakat. Masyarakat punya prinsip yang kuat sehingga tidak terpengaruh dengan budaya wisatawan seperti yang diungkapkan oleh NT (49) dibawah ini.

“Masyarakat di sini (Karimunjawa) sudah punya prinsip. Setiap pribadi sudah kuat agamanya, jadi tidak terpengaruh. Seumpama banyak wisatawan bule ke sini atau wisatawan lokal suka tidak pake baju kalau di laut. Tapi tidak ada orang Karimun yang ngikutin. Biasanya pandangan orang-orang tentang tempat wisata itu kan negatif, tapi ternyata di Karimunjawa enggak.

Ternyata pemandu-pemandu itu sebelum berangkat tour sudah memberi ceramah bagi wisatawan agar berpakain sopan kalau sudah memasuki desa.

Banyak juga wisatawan yang shalat di pulau-pulau ketika mereka ikut tour.

Saya melihat dan belajar dari mereka untuk tetap beribadah di mana pun.”

Menurut informasi dari masyarakat desa, wisatawan yang datang juga sering membawa pengetahuan bagi masyarakat, khususnya mahasiswa yang melakukan penelitian ke Karimunjawa. Mereka sering mengadakan pelatihan-pelatihan dan mengajar di sekolah. Mereka memotivasi anak-anak sekolah agar terus rajin belajar dan berjuang dalam mendapatkan pendidikan yang tinggi. Para mahasiswa juga mengajarkan tentang pentingnya kebersihan bagi masyarakat desa dengan cara membuang sampah pada tempatnya dan lama-lama masyarakat juga mengikutinya.

Wisatawan agamis juga sering berkunjung ke Karimunjawa dan berbagi informasi tentang agama Islam dengan masyarakat Karimunjawa. Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan yang datang ke Karimunjawa tidak selamanya membawa pengaruh negatif. Kehadiran wisatawan agamis menginspirasi masyarakat agar semakin cinta pada alam.

Selain agama Islam, ada juga penduduk yang beragama Kristen dan sebuah gereja di Karimunjawa. Hubungan antara kedua umat beragama sangat baik, buktinya tidak pernah terjadi konflik antara kedua umat beragama. Tingkat kriminalitas di Desa Karimunjawa juga sangat rendah. Jarang sekali ada perkelahian antar masyarakat karena hubungan kekeluargaan yang tinggi diantara sesama nelayan.

Walaupun terdapat banyak suku di Karimunjawa yang berbeda-beda, namun tidak pernah ada terjadi konflik antar suku, seperti yang diungkapkan oleh ZA (33).

“Masyarakat disini saling kenal Mbak, mulai dari Legon Lele sampai ke perbatasan Kemujan semuanya kenal. Semuanya akur. Kalau mau bangun rumah kita gotong royong. Kalau ada yang kesusahan kita bantuin.

Jenengan (Anda) tanya saja ke kantor polisi, kerja mereka pasti santai-santai karena ndak ada perkara yang mau di urus. Kalo soal keamanan, Karimunjawa nomor satunya Mbak. Ndak pernah ada kecurian. Motor di sini ditinggalin diluar sama kontaknya juga ndak akan hilang.”

Karimunjawa tidak memiliki adat istiadat dan budaya yang asli karena tidak ada penduduk asli dari Karimunjawa. Semuanya merupakan masyarakat pendatang, baik dari Jawa, Bugis, Madura, Buton dan suku lainnya. Setiap suku masih menjalankan kebudayaannya masing-masing. Hal ini terlihat dari bentuk bangunan rumah masing-masing suku serta budaya pelaksanaan pernikahan mereka. Tidak ada ketua adat di desa tersebut, yang ada hanyalah ketua masing-masing suku.

Meningkatnya pengembangan wisata serta sarana dan prasarana wisata membutuhkan suatu pengaturan yang jelas dalam pengelolaannya. Terdapat paguyuban untuk mengurus kegiataan wisata yaitu paguyuban homestay, paguyuban pembuat kerajinan asli Karimunjawa dan paguyuban kapal carteran. Paguyuban homestay dibentuk untuk mengurus homestay yang ada di Karimunjawa untuk pemerataan pendapatan dan kenyamanan wisatawan. Nelayan juga ikut menyediakan homestay di rumah mereka. Saat ini ada sekitar 30 kapal nelayan yang bergabung dalam paguyuban ini. Apabila kapal mereka tidak dipakai untuk kegiatan wisata, maka nelayan akan melaut untuk menangkap ikan.

Lembaga lain yang terbentuk di Karimunjawa yang bergerak di bidang wisata, yaitu Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) yang berdiri pada tahun 1989. Saat ini

diketuai oleh Arif Rahman, yang juga menjabat sebagai petinggi desa (kepala desa) dengan jumlah anggota 139 orang. Himpunan ini terdiri dari komponen-komponen usaha jasa wisata, tour leader, diving, souvenir shop, pemilik hotel dan juga guide.

Tour leader bekerja mengurus wisatawan yang datang, sedangkan guide bertugas mendampingi wisatawan melakukan tour. Saat ini, sekitar 85 persen anggota HPI yang juga masih aktif sebagai nelayan dan sebagian besar adalah nelayan pancing.

Setiap bulan dilakukan rapat HPI untuk membahas pengeluaran dan pemasukan dana HPI serta pembinaan guide yang masih baru.

Salah satu budaya masyarakat Karimunjawa adalah gotong royong yang dilaksanakan setiap hari Jumat. Kebiasaan ini sudah dilakukan sejak turun temurun dan masih berjalan hingga saat ini. Masyarakat bergotong royong membersihkan lingkungan rumah, desa dan jalan-jalan utama. Gotong royong membersihkan desa juga dilakukan untuk menyambut kedatangan pejabat-pejabat negara seperti bupati dan gubernur. Gotong royong juga dilakukan untuk membangun rumah-rumah warga.

Menurut responden, kepedulian warga akan kebersihan semakin tinggi apalagi semenjak kegiatan wisata makin berkembang. Warga sadar bahwa wisatawan sangat menyukai tempat yang bersih. Apabila lingkungan mereka kotor, maka wisatawan tidak akan suka berkunjung ke tempat tersebut. Namun ada juga nelayan yang berpendapat lain, yang mengatakan bahwa kegiatan gotong royong jarang dilakukan.

Masing-masing warga sudah sadar kebersihan sehingga walaupun tidak bergotong royong, mereka tetap membersihkan lingkungannya. Kegiatan gotong royong dan tolong menolong juga dilakukan apabila ada warga yang ingin membangun atau memperbaiki rumah. Hal ini dilakukan untuk memperindah desa dan mempererat hubungan dalam masyarakat. Selain itu, kegiatan gotong royong dalam membangun rumah juga dilakukan untuk memperkecil biaya pembangunan rumah tersebut.

Setelah adanya wisata, terdapat kelompok nelayan yang tidak setuju tentang partisipasi masyarakat dalam kegiatan gotong royong. Menurut mereka, Dinas Kebersihan Kota di Kecamatan Karimunjawa telah mempekerjakan para petugas kebersihan yang bertugas membersihkan kecamatan dan Desa Karimunjawa sehingga kegiatan Jumat Bersih menjadi jarang dilakukan. Namun sebagian besar responden

tetap setuju bahwa kegiatan gotong royong tetap dilakukan walaupun pelaksanaannya tidak seteratur sebelum adanya kegiatan wisata. Menurut staff TNKJ, NC (28), kegiatan bersih pantai oleh masyarakat menjadi jarang dilakukan karena hampir setiap pulau sudah ada penghuninya, yang membersihkan pantai di pulau tersebut.

6.6.2 Tingkat Migrasi masuk dan Migrasi Keluar

Kehadiran wisatawan sering membawa informasi bagi masyarakat tentang daerah lain, yang kondisinya berbeda dengan Desa Karimunjawa. Hal ini membuat penduduk termotivasi untuk pergi merantau keluar Karimunjawa. Migrasi masuk juga terjadi setelah adanya kegiatan wisata. Kebanyakan berasal dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun pemerintahan desa tidak memiliki data yang pasti tentang jumlah migrasi keluar dan migrasi masuk Desa Karimunjawa, serta jenis pekerjaan yang mereka tekuni karena pemerintah desa tidak pernah mendata jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar Karimunjawa. Secara umum hampir semua penduduk Karimunjawa adalah pendatang karena Pulau Karimunjawa tidak memiliki penduduk asli.

Masyarakat Karimunjawa tidak merasa terganggu dan tersaingi dengan kedatangan masyarakat pendatang. Hal ini terjadi karena penduduk pendatang hanya memanfaatkan pekerjaan di luar perikanan. Pekerjaan sebagai nelayan membutuhkan pengalaman dan keahlian, sedangkan masyarakat pendatang tidak bisa melakukan hal tersebut. Pendatang biasanya bekerja sebagai pedagang, tukang bangunan dan pekerja-pekerja di homestay atau hotel, seperti yang diungkapkan oleh DT, (18), pendatang asal Lampung yang bekerja di Wisma Apung.

“Saya diajakin sama Kakak kesini. Dia udah duluan kerja di hotel Dewadaru. Kalo di Lampung saya enggak punya kerjaan, daripada nganggur mending saya ngikut Kakak. Di Karimunjawa ini asal kita mau, kita pasti dapat kerjaan, Mbak.”

Hampir semua masyarakat mengatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah migrasi keluar. Migrasi keluar dipicu oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Sebagian besar penduduk yang bermigrasi keluar Karimun adalah anak

usia lulusan SD dan SMP yang pergi ke luar Karimunjawa untuk melanjutkan pendidikan di tingkat SMP, SMA dan perguruan tinggi karena di Karimunjawa hanya terdapat SMK yang berdiri sejak tahun 2002. Walaupun tidak ada data yang pasti tentang jumlah penduduk yang bermigrasi keluar Karimunjawa, namun hal ini dapat dilihat dari data jumlah siswa pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan jumlah siswa SD sebanyak 1.260 orang, siswa SMP sebanyak 324 dan siswa SMK sebanyak 274. Data ini membuktikan bahwa terjadi penurunan jumlah anak yang melanjutkan pendidikan di Karimunjawa. Anak yang yang melanjutkan pendidikannya di luar Karimunjawa biasanya tidak akan kembali untuk tinggal di Karimunjawa dan menjadi nelayan.

BAB VII

POLA ADAPTASI NELAYAN

7.1 Diversifikasi Pekerjaan

Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada terumbu karang dan perikanan serta perubahan tata ruang dan daya dukung menimbulkan dampak yang cukup besar bagi kegiatan nelayan sehingga mengharuskan nelayan untuk beradaptasi agar dapat bertahan di kawasan tersebut.

Strategi adaptasi nelayan Karimunjawa terlihat dari tindakan ekonomi-sosial dalam merespon berbagai macam perubahan ekologis serta perkembangan yang ada di kawasan TNKJ.

Pendapatan nelayan cenderung mengalami fluktuasi dan sangat tergantung kepada perubahan alam. Ketika ombak besar atau ketika terang bulang, sangat tidak memungkinkan bagi nelayan kecil untuk melaut. Hal ini terjadi karena rendahnya kualitas armada dan alat tangkap yang mereka miliki. Pada masa inilah nelayan harus dapat mencari alternatif pendapatan untuk bertahan hidup. Diversifikasi pekerjaan adalah salah satu bentuk strategi nafkah ganda yang dikembangkan masyarakat nelayan non pariwisata baik di bidang perikanan maupun non perikanan.

Penganekaragaman sumber pendapatan yang dilakukan nelayan Karimunjawa seperti berkebun, berjualan, menjadi buruh bangunan serta yang paling banyak dilakukan adalah bekerja di sektor wisata. Berikut data sebaran responden berdasarkan strategi adaptasi dalam diversifikasi pekerjaan yang dilakukan.

Tabel 23. Tingkat Diversifikasi Pekerjaan Responden, Desa Karimunjawa, 2012 Tingkat Diversifikasi Pekerjaan n %

Rendah 13 26.0

Sedang 29 58.0

Tinggi 8 16.0

Total 50 100.0

Tabel 23 menunjukkan tingkat diversifikasi nelayan secara keseluruhan, baik nelayan pariwisata maupun nelayan non pariwisata. Tingkat diversifikasi masing-masing kelompok nelayan akan dijelaskan selanjutnya. Berdasarkan Tabel 24 terlihat bahwa tingkat diversifikasi pekerjaan nelayan Karimunjawa berada pada kategori sedang. Sekitar 58 persen nelayan memilih memiliki satu pekerjaan sampingan selain menjadi nelayan, baik di sektor wisata atau sektor lainnya. Selain itu, sebanyak 26 persen nelayan memilih untuk tidak melakukan diversifikasi pekerjaan. Mereka lebih memilih untuk bekerja sebagai nelayan. Selain itu, sebanyak 16 persen nelayan memiliki dua jenis pekerjaan sampingan selain sebagai nelayan.

Berkembangnya pariwisata bahari di Pulau Karimunjawa juga dimanfaatkan oleh nelayan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat pesisir/nelayan setuju dengan pengembangan pariwisata bahari. Hal ini terlihat dari peluang yang dimanfaatkan oleh masyarakat seperti jasa penyewaan kapal, penginapan serta menjadi tour leader dan guide serta penyedia souvenir bagi wisatawan.

7.1.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Non Pariwisata

Masyarakat Desa Karimunjawa mengandalkan pencukupan kebutuhan hidupnya dari pemanfaatan sumberdaya laut. Secara historis mereka telah terbentuk menjadi komunitas masyarakat pesisir yang identik sebagai nelayan. Hampir setiap hari masyarakat mengarungi Lautan Karimunjawa guna menangkap ikan dan hasil laut lainnya. Padatnya waktu menangkap ikan ini membuat waktu mereka tidak cukup lagi untuk bekerja di sektor lain. Namun, perubahan ekologi yang dirasakan masyarakat membuat mereka harus melakukan diversifikasi pekerjaan. Nelayan Karimunjawa tidak banyak yang bekerja di sektor pertanian karena kondisi tanah yang kurang subur dan terdiri dari bebatuan serta perbukitan. Penganekaragaman sumber pendapatan di bidang perikanan seperti usaha budidaya ikan, budidaya rumput laut dan pengolahan ikan tradisional tidak berkembang karena kurangnya modal untuk pengembangan usaha tersebut. Pekerjaan non perikanan lainnya adalah menjadi buruh bangunan serta berdagang. Berikut pada Tabel 24 akan disajikan data

tentang responden nelayan non pariwisata yang mengadakan adaptasi diversifikasi pekerjaan.

Tabel 24. Tingkat Diversifikasi Pekerjaan Responden Nelayan Non Pariwisata, Desa Karimunjawa, 2012

Tingkat Diversifikasi n %

Rendah 13 52.0

Sedang 12 48.0

Tinggi 0 0.0

Total 25 100.0

Berdasarkan Tabel 24 terlihat bahwa tingkat adaptasi di bidang diversifikasi nelayan non pariwisata masih rendah. Sekitar 52 persen dari responden tidak melakukan diversifikasi pekerjaan. Mereka memilih untuk tetap menjadi nelayan.

Sedangkan 48 persen responden lainnya memiliki satu pekerjaan sampingan di bidang non perikanan. Tersedianya lapangan pekerjaan di bidang wisata ternyata hanya dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat khususnya nelayan yang ada di Desa Karimunjawa. Sebagian besar nelayan masih mempertahankan pekerjaan utamanya sebagai nelayan dan ada juga nelayan yang melakukan diversifikasi pekerjaan dengan menjadi tukang bangunan, bertani dan menjaga keramba.

Pekerjaan sebagai tukang bangunan sedang banyak digeluti oleh nelayan karena saat ini banyak warga yang membangun rumah untuk homestay dan juga hotel. Pekerjaan ini dilakukan ketika nelayan sedang tidak melaut atau setelah pulang dari melaut. Pekerjaan di bidang budidaya perikanan memang pernah berkembang di Desa Karimunjawa. Akan tetapi budidaya tersebut kurang membuahkan hasil dan membutuhkan modal yang besar. Hal ini membuat nelayan mengusahakan kebun-kebun yang mereka miliki. Hasil kebun-kebun tersebut adalah mangga, jambu, kelapa, pisang dan bersawah. Hasil kebun tersebut dijual ke pasar terdekat, yaitu Pasar Karimunjawa. Nelayan juga ada yang mengembangkan usahanya ke arah perdagangan, dua orang di antara responden non pariwisata adalah pedagang kelapa muda yang dibeli dari pemilik kebun dan di jual kembali oleh nelayan tersebut. Dua orang lainnya berjualan aksesoris untuk anak-anak. Seorang nelayan memiliki

pekerjaan sampingan sebagai pembuat kapal bersama dengan keluarganya. Saat ini di Karimunjawa permintaan kapal terus meningkat, baik untuk kapal menangkap ikan ataupun untuk carteran wisata Satu kapal harganya sekitar 50 juta, sesuai dengan

pekerjaan sampingan sebagai pembuat kapal bersama dengan keluarganya. Saat ini di Karimunjawa permintaan kapal terus meningkat, baik untuk kapal menangkap ikan ataupun untuk carteran wisata Satu kapal harganya sekitar 50 juta, sesuai dengan