• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI TERHADAP EKOLOGI DAN SOSIAL-EKONOMI NELAYAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI TERHADAP EKOLOGI DAN SOSIAL-EKONOMI NELAYAN"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI TERHADAP EKOLOGI DAN SOSIAL-EKONOMI NELAYAN

(Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)

Oleh

HELLEN CHRISTIEN BANGUN I34080011

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

ABSTRACT

HELLEN CHRISTIEN BANGUN. The Impact of Ecotourism Development to Ecology and Social-Economic of the Fishermen. (Case in Village of Karimunjawa, Jepara Regency, Central Java ). Supervised by HERU PURWANDARI.

Karimunjawa is one of tourism assets which developed by the Central Java’s Government. The ecotourism’s development has impact on ecological changes and fishermen’s social-economics life. As the result, volume of fish harvesting decrease in terms of the decreasing of income. However, there is no changing in the trip. People who interact to the tourist directly also affect their social life. Besides, both the rapid effect of migration numbers due to the tourism jobs and the educational awareness are increasing. Ecological and economical changing trigger the fishermen in building adaptation strategies in terms of diversification jobs and catching tools.

However, there is limited people who involved in tourism sector.

Keywords: tourism, ecological changes, the economy and the social fishermen, adaptation.

(3)

RINGKASAN

HELLEN CHRISTIEN BANGUN. Dampak Pengembangan Ekowisata Bahari terhadap Ekologi dan Sosial-Ekonomi Nelayan (Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah). Dibawah bimbingan Heru Purwandari.

Penelitian ini dilakukan di Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara yang bertujuan untuk: (1) Mengetahui dampak ekowisata bahari terhadap ekosistem masyarakat setempat; (2) Mengetahui dampak perubahan ekosistem tersebut terhadap struktur ekonomi dan sosial nelayan akibat adanya pengembangan wisata; dan (3) Mengetahui pola adaptasi ekonomi yang dilakukan oleh komunitas nelayan terhadap perubahan ekologi dan pengembangan pariwisata tersebut. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan kuesioner yang didukung oleh data kualitatif melalui observasi, wawancara mendalam dan penelusuran dokumen terkait dengan pembahasan dalam penelitian ini. Responden dari penelitian adalah 50 orang nelayan yang diperoleh melalui teknik penarikan sampel aksidental. Responden ini terbagi menjadi dua, yaitu 25 orang responden non pariwisata dan 25 orang nelayan pariwisata.

Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) dilakukan berdasarkan sistem zonasi, yang terdiri dari zona perikanan (92,183%), zona pariwisata (2,329%) dan selebihnya adalah zona inti, budidaya dan perlindungan. Hasil penelitian menunjukkan perubahan ekologi Karimunjawa, yaitu menurunnya ketersediaan ikan karang dari 564.542,8 kg pada tahun 2006 menjadi 512.897 kg pada tahun 2011. Hal ini terjadi karena nelayan Karimunjawa pernah menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (muroami dan potasium). Sektor kepariwisataan juga terus berkembang dan jumlah kunjungan wisatawan terus meningkat dari 11.125 orang pada tahun 2007 menjadi 35.577 pada tahun 2011. Perkembangan ini diikuti dengan pembangunan berbagai sarana dan prasarana wisata yang mengakibatkan perubahan

(4)

ekologi. Pembangunan homestay dan hotel serta akomodasi lainnya terus bertambah.

Wisatawan yang melakukan tour ke laut juga sering menginjak karang sehingga karang menjadi patah. Wisatawan yang berkunjung ke pulau-pulau juga sering meninggalkan banyak sampah dan membuat lingkungan menjadi kotor. Perubahan ekologi mengakibatkan perekonomian dan sosial nelayan juga ikut berubah. Dalam penelitiaan ini akan dilihat perubahan perekonomian sebelum adanya wisata dan setelah adanya wisata. Perubahan yang terjadi dapat dilihat dari perubahan jumlah hari melaut. Sebelum adanya wisata, jumlah hari melaut pada kedua kelompok hampir sama yaitu pada kategori tinggi. Setelah adanya wisata, nelayan non wisata tetap pada kategori tinggi sedangkan nelayan wisata mengurangi hari melautnya.

Jumlah hasil tangkapan masing-masing kelompok nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing masih rendah, baik sebelum maupun sesudah adanya pariwisata.

Perubahan jumlah tangkapan nelayan non wisata dan nelayan pariwisata juga mengalami penurunan yang signifikan. Sedangkan nelayan yang menggunakan kompressor memiliki hasil tangkapan yang lebih besar (1-2 kuintal).

Pengembangan kegiatan pariwisata juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Meningkatnya jumlah kunjungan wisata membuat masyarakat sering berinteraksi dengan wisatawan. Namun masyarakat tidak terpengaruh dengan budaya wisatawan karena masyarakat sudah punya prinsip agama yang kuat. Berbagai perhimpunan dan paguyuban juga muncul untuk mendukung pengembangan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata. Tingkat migrasi masuk dan migrasi keluar juga terus meningkat. Migrasi masuk yang meningkat terjadi karena banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia di bidang wisata. Migrasi keluar dipicu oleh peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sehingga banyak yang melanjutkan pendidikannya di luar Pulau Karimunjawa.

Hasil tangkapan yang menurun dan pendapatan yang rendah membuat nelayan harus beradaptasi dengan melakukan diversifikasi pekerjaan di luar perikanan dan di bidang wisata. Hasil pengembangan pariwisata ternyata belum merata bagi semua masyarakat Karimunjawa terutama nelayan. Tingkat diversifikasi pekerjaan nelayan non pariwisata masih rendah, artinya masih banyak yang tidak melakukan

(5)

diversifikasi pekerjaan. Nelayan non pariwisata yang melakukan diversifikasi umumnya sebagai pedagang, petani serta menjadi tukang. Sedangkan tingkat partisipasi nelayan pariwisata dalam bidang pariwisata temasuk dalam kategori sedang. Pekerjaan di bidang wisata yang dilakoni nelayan pariwisata antara lain sebagai tour leader, guide, penyewa penginapan, penyewa kapal serta menjual souvenir. Namun pendapatan yang dihasilkan dari sektor pariwisata masih rendah.

Pendapatan terendah terdapat pada nelayan penyewa kapal.

Perubahan alat tangkap juga merupakan bentuk adaptasi yang dilakukan nelayan. Namun hal ini tidak terjadi pada nelayan di Karimunjawa. Sebelum dan sesudah adanyanya pariwisata, alat tangkap tetap didominasi oleh pancing sedangkan alat tangkap kompressor semakin menurun penggunaannya karena pihak Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) mulai melakukan sosialisasi untuk penghentian pengoperasian alat tersebut.

(6)

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI TERHADAP EKOLOGI DAN SOSIAL-EKONOMI NELAYAN

(Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)

Oleh:

HELLEN CHRISTIEN BANGUN I34080011

Skripsi

Sebagai Prasyarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI TERHADAP EKOLOGI DAN SOSIAL-EKONOMI NELAYAN (Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI IN BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 17 Desember 2012

HELLEN CHRISTIEN BANGUN I34080011

(8)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama Mahasiswa : Hellen Christien Bangun

NIM : I34080011

Judul Skripsi :

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui

Dosen Pembimbing Skripsi

Heru Purwandari, S.P., M.Si.

NIP. 19790524 200701 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo. MS.

NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal kelulusan:__________________________________

Dampak Pengembangan Ekowisata Bahari terhadap Ekologi dan Sosial-Ekonomi Nelayan (Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hellen Christien Bangun adalah anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari Bapak Ramli Bangun, SP. dan Pinter Malem Ginting. Penulis dilahirkan di Limang, Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober 1990. Penulis menamatkan sekolah di SD Inpres Payanderket Kecamatan Kuta Buluh pada tahun 1996-2002, SMP Negeri I Kabanjahe pada tahun 2002-2005 dan SMA Negeri I Kabanjahe pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Angkatan 45 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama di IPB penulis aktif di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB sebagai Koordinator Komisi Persekutuan pada tahun 2010-2011 dan menjadi Koordinator Kelompok Pra-Alumni (Kopral) PMK IPB periode 2011-2012. Selain aktif di organisasi, penulis juga aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan dalam beberapa event di IPB antara lain kepanitiaan Retreat Komisi Persekutuan PMK IPB tahun 2010 dan 2011, Transfer Visi-Misi PMK IPB tahun 2011 dan Retreat Angkatan 48 PMK IPB pada tahun 2012. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pendidikan Agama Kristen tahun 2011-2012.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Pengembangan Ekowisata Bahari terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Nelayan (Kasus Ekowisata Bahari Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat pelaksanaan penelitian pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan moral dan material dari berbagai pihak yang mendukung penulis dalam menyelesaikan studi pustaka ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Heru Purwandari, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran serta kritik yang membangun sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA dan Ir. Hadyanto, M.Si sebagai dosen penguji dalam skripsi penulis pada tanggal 11 Desember 2012.

3. Bapak dan Ibu (Bpk. Ramli Bangun dan Ibu Pinter Malem Ginting) serta saudara penulis (Gloria Florentina Bangun dan Eben Ezer Bangun) yang telah memberikan dukungan baik secara moral, material serta spiritual.

4. Fevrina Leny Tampubolon dan Bryan Fahmi yang sudah bersedia menemani selama penelitian di Karimunjawa. Terima kasih atas masukan dan kritikannya dalam penulisan skripsi saya

5. Sahabat-sahabat Penulis yaitu Yakob Arfin Tyas Sasongko, Alex Raja, Desriani Natalia, Icin Trisnawati, teman-teman SKPM Angkatan 45, teman-teman anggota Permata GBKP Bogor dan Grya Ananta, Sinta Kacaribu, Lydia Sebayang, Sora Novi, Dita Barus, Era Bangun dan Rosinta Sitepu, Vera Ambarita, Kelompok Pra Alumni Angkatan 45 PMK IPB, Komisi Persekutuan PMK IPB, yang senantiasa mendukung penulis dalam moral, motivasi dan doa.

(11)

6. Rekan satu bimbingan skripsi, yaitu Anatola Essya dan Selvi Rabia Zahra yang saling memberikan semangat dan dukungan selama proses penyelesaian skripsi.

7. Bapak dan Ibu Rachel yang telah memberi bantuan di Semarang, Bapak dan Ibu Uti di Jepara, staf BTNKJ dan warga Karimunjawa serta semua pihak yang telah memberikan semangat dan motivasi.

Bogor, November 2012

Hellen Christien Bangun I34080011

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI……… xii

DAFTAR TABEL……… xv

DAFTAR GAMBAR……… xix

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Masalah Penelitian………...………. 3

1.3 Tujuan Penelitian……….. 4

1.4 Kegunaan Penulisan..……… 4

BAB II PENDEKATAN TEORITIS……… 5

2.1 Tinjauan Pustaka………...……… 5

2.1.1 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pemanfaatannya……… 5

2.1.2 Pengembangan Ekowisata Bahari………. 8

2.1.3 Perubahan Ekosistem………..………... 12

2.1.4 Perubahan Sosial dan Perekonomian Nelayan.……… 16

2.1.5 Pola Adaptasi Nelayan……….. 20

2.2 Kerangka Pemikiran……….. 23

2.3 Hipotesis……… 24

2.4 Desfinisi Operasional……… 25

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN……….. 29

3.1 Metode Penelitian……….. 29

3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 30

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data……… 30

3.2 Teknik Pengolahan dan Analisis Data……….. 32

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN………... 33

4.1 Sejarah Lokasi………... 33

4.2 Keadaan Umum Karimunjawa……….. 33

4.2.1 Letak Geografis……… 33

4.2.2 Kondisi Topografi ……… 34

4.2.3 Hidrologi………... 34

4.2.4 Keanekaragaman Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya….. 35

4.3 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya………... 37

4.3.1 Kependudukan……….. 37

4.3.2 Tingkat Pendidikan………... 39

4.3.3 Sarana dan Prasarana………. 40

(13)

BAB V KONDISI PARIWISATA DAN

PERIKANAN DI KARIMUNJAWA………. 44

5.1 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa……….. 44

5.1.1 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2005……….. 45

5.1.2 Ancaman Kerusakan Ekologi dan Perubahan Zonasi TNKJ………. 47

5.1.3 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa 2012………. 50

5.2 Kondisi Pariwisata Karimunjawa……….. 53

5.3 Kunjungan Wisatawan……….. 55

5.4 Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Wisata………. 56

5.5 Daya Dukung Kawasan untuk Kegiatan Wisata………... 63

5.5.1 Panjang Pantai Berpasir……… 64

5.5.2 Penginapan……… 65

5.5.3 Kebutuhan Air Bersih……… 66

5.6 Kondisi Umum Perikanan di Desa Karimunjawa………. 66

BAB VI BAB VI DAMPAK WISATA BAHARI TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI……….… 70

6.1 Karakteristik Nelayan Non Pariwisata dan Nelayan Pariwisata…... 70

6.1.1 Umur……….. 70

6.1.2 Pendidikan……….…… 72

6.1.3 Jumlah Anggota Keluarga………. 73

6.1.4 Pendapatan……… 74

6.1.5 Pengalaman Melaut………... 76

6.2 Dampak Pariwisata terhadap Kegiatan Perekonomian Neleyan…... 76

6.2.1 Jam Hari Melaut Menangkap Ikan di Laut……… 76

6.2.2 Jumlah Ikan yang Diperoleh Setiap Kali Melaut………….. 78

6.2.3 Tingkat Pendapatan Nelayan dari Hasil Tangkapan Ikan…. 80 6.2.4 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan di Sektor Pariwisata…... 82

6.3 Perubahan Sosial Nelayan………. 83

6.3.1 Pranata Sosial, Norma, Adat Istiadat dan Lembaga-Lembaga yang ada di Karimunjawa……….. 83

6.3.2 Tingkat Migrasi Masuk dan Migrasi Keluar………. 87

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN……….. 89

7.1 Diversifikasi Pekerjaan………. 89

7.1.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Non Pariwisata………….. 90

7.1.2 Pola Adaptasi Nelayan Pariwisata………. 92

7.2 Alat Tangkap Nelayan Karimunjawa……… 100

BAB VIII HUBUNGAN PERUBAHAN PEREKONOMIAN DENGAN POLA ADAPTASI NELAYAN ……….. 102

8.1 Tingkat Perekonomian Nelayan Karimunjawa dari Sektor Perikanan……… 102

(14)

8.2 Tingkat Adaptasi Nelayan………. 103

8.3 Hubungan Perubahan Ekonomi dengan Adaptasi Nelayan………... 104

8.3.1 Hubungan antara Lamanya Nelayan Menangkap Ikan di Laut dengan Difersivikasi Pekerjaan Nelayan………….. 106

8.3.2 Hubungan antara Lamanya Nelayan Menangkap Ikan di Laut dengan Perubahan Alat Tangkap………. 107

8.3.3 Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan Ikan dengan Diversifikasi Pekerjaan ……… 108

8.3.4 Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan ikan dengan Perubahan Alat Tangkap Nelayan Karimunjawa………….. 109

8.3.5 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Diversifikasi Pekerjaan……… 111

8.3.6 Hubungan Perubahan Tingkat Pendapatan dengan Perubahan Alat Tangkap Nelayan ……….. 112

BAB IX PENUTUP……… 114

9.1 Kesimpulan……… 114

9.2 Saran……….. 116

DAFTAR PUSTAKA………... 117

LAMPIRAN………. 120

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Karimunjawa

Tahun 2008-2011……… 37

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

di Desa Karimunjawa Tahun 2011 ……… 38 Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Karimunjawa tahun 2011…… 39 Tabel 4. Kelembagaan Perekonomian di Desa Karimunjawa Tahun 2011…. 41 Tabel 5. Jumlah Fasilitas Pendidikan di Desa Karimunjawa Tahun 2011….. 42 Tabel 6. Zonasi TNKJ 2005………. 45 Tabel 7. Zonasi TNKJ 2012………. 50 Tabel 8. Tingkat Kunjungan Wisata di Karimunjawa Tahun 2007-2012…… 55 Tabel 9. Jumlah Penginapan dan Toko Souvenir di Krimunjawa

Tahun 2007-2012……….... 59

Tabel 10. Estimasi Daya Dukung Wisatawan Berdasarkan Panjang

Pantai Berpasir………... 64

Tabel 11. Ketersediaan Penginapan di Desa Karimunjawa Tahun 2012……... 65 Tabel 12. Produksi Ikan yang Keluar dari Karimunjawa (Melalui

Rakyat dan Dermaga Perisntis) Tahun 2006-2010 ……... 67 Tabel 13. Alat Tangkap Ikan di Karimunjawa Tahun 2010………... 68 Tabel 14. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Umur,

Desa Karimunjawa, 2012 ………... 71 Tabel 15. Responden Menurut Tingkat Pendidikan, Desa Karimunjawa,

2012……….. 72

Tabel 16 Responden Menurut Jumlah Tanggungan,

Desa Karimunjawa, 2012……… 74

Tabel 17. Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan,

Desa Karimunjawa, 2012……… 75

Tabel 18. Responden Berdasarkan Pengalaman Melaut,

Desa Karimunjawa, 2012……… 76

Tabel 19. Responden Berdasarkan Perubahan Jumlah Trip Melaut,

Desa Karimunjawa, 2012……… 78 Tabel 20. Responden Berdasarkan Jumlah Tangkapan Ikan,

Desa Karimunjawa, 2012 ……….. 79 Tabel 21. Responden Berdasarkan Nilai Hasi Tangkapan,

Desa Karimunjawa, 2012……… 80 Tabel 22. Data Jumlah Penduduk yang Bekerja di Bidang Pariwisata……….. 83 Tabel 23. Tingkat Diversifikasi Pekerjaan Responden,

Desa Karimunjawa, 2012……… 89

Tabel 24. Tingkat Diversifikasi Pekerjaan Responden

Nelayan Non Pariwisata, Desa Karimunjawa, 2012…….…………. 91

(16)

Tabel 25. Alasan Nelayan Ikut dalam Kegiatan Wisata di

Desa Karimunjawa, 2012……… 93

Tabel 26. Tingkat Diversifikasi Pekerjaan Responden Nelayan Pariwisata,

Desa Karimunjawa, 2012……… 94

Tabel 27. Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Pariwisata di

Desa Karimunjawa, 2012……… 95

Tabel 28. Responden Nelayan Pariwisata Menurut Lamanya

Bekerja di Bidang Wisata, Desa Karimunjawa, Tahun 2012………. 97 Tabel 29. Responden Menurut Tingkat Pendapatan Nelayan di Bidang

Wisata, Desa Karimunjawa, Tahun 2012……….. 98 Tabel 30. Responden berdasarkan Teknologi Alat Tangkap Ikan,

Desa Karimunjawa, 2012……… 101 Tabel 31. Tingkat Perekonomian Nelayan Karimunjawa Setelah

Adanya Pengembangan Pariwisata di Desa Karimunjawa,

Tahun 2012……… 103

Tabel 32 Tingkat Adaptasi yang Dikembangkan Oleh Nelayan Karimunjawa,

Tahun 2012……… 104

Tabel 33 Persentase Tingkat Diversifikasi Pekerjaan yang

Dikembangkan Nelayan Berdasarkan Tingkat Ekonomi

Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……….. 105 Tabel 34 Persentase Tingkat Diversifikasi Pekerjaan yang

Dikembangkan Nelayan Berdasarkan Jumlah Trip Melaut

Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012………. 106 Tabel 35 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang Dikembangkan

Nelayan Non Pariwisata Berdasarkan Jumlah Trip

Melaut Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012………. 107 Tabel 36 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang Dikembangkan

Nelayan Pariwisata Berdasarkan Jumlah Trip Melaut Nelayan

di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……… 108 Tabel 37 Persentase Tingkat Diversifikasi Pekerjaan yang

Dikembangkan Nelayan Berdasarkan Jumlah Hasil

Tangkapan Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012…...……… 109 Tabel 38 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang Dikembangkan

Nelayan Non Pariwisata Berdasarkan Jumlah Hasil

Tangkapan Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……… 110 Tabel 39 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang Dikembangkan

Nelayan Pariwisata Berdasarkan Jumlah Hasil Tangkapan

Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……….. 110 Tabel 40 Persentase Tingkat Diversifikasi Pekerjaan

Sesudah Adanya Pariwisata yang Dikembangkan Nelayan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Nelayan

di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……… 112 Tabel 41 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang Dikembangkan

Nelayan Non Pariwisata Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……….. 112

(17)

Tabel 42 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang

Dikembangkan Nelayan Pariwisata Berdasarkan Tingkat

Pendapatan Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012………… 113

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir………... 24 Gambar 2. Dinamika Ekologi dan Sosial Ekonomi Masyarakat

di TNKJ………... 48

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Nama Responden……… 122 Lampiran 2. Peta Taman Nasional Karimunjawa,

Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara,

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012……… 123 Lampiran 3. Daftar Toko Souvenir di Desa Karimunjawa……… 124 Lampiran 4. Data Kepemilikan Lahan di Pulau-Pulau

Lingkup Desa Karimunjawa……….. 125 Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan……… 126

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepulauan Karimunjawa memiliki ekosistem yang masih asli dan keanekaragaman hayati yang tinggi sehingga harus dipertahankan sebagai aset nasional dan daerah. Kawasan Karimunjawa memiliki luas 111.625 ha yang meliputi 110.117,30 ha kawasan perairan dan 1.507,70 ha kawasan darat. Pada tahun 1999, kawasan ini dijadikan sebagai taman nasional yang bernama Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) dengan menggunakan sistem zonasi sebagai dasar pengelolaannya (Zonasi TNKJ 2012).

Tahun 2005 sampai 2009 terjadi perubahan dinamika ekologi, dinamika sosial ekonomi masyarakat di sekitar TNKJ serta dinamika pengelolaan kawasan TNKJ.

Biomassa ikan karang dan kelimpahan ikan karang mengalami penurunan di semua zona yang ada di TNKJ. Selama periode tahun 2007-2009 terjadi penurunan signifikan (25,5% yaitu 480,25 kg/ha pada tahun 2005 menjadi 200,30 kg/ha pada tahun 2009) biomassa ikan karang di kawasan ini. Pada periode yang sama kelimpahan ikan karang mengalami penurunan sebesar 13,4% yaitu dari 6000 individu per ha menjadi 4000 individu per ha. Ini berarti ikan yang ada di kawasan tersebut semakin banyak jumlahnya semakin sedikit dan ukurannya semakin kecil.

Biomassa ikan penting seperti kerapu, baronang, ekor kuning dan kakap juga mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan berupa cantrang, muroami, kompressor dan panah (Zonasi TNKJ 2012).

Desa Karimunjawa adalah salah satu desa terluas di Pulau Karimunjawa yang berada di kawasan TNKJ. Jumlah penduduk Desa Karimunjawa sekitar 2.476 dan 1.483 diantaranya berprofesi sebagai nelayan (Statistik TNKJ Tahun 2007).

Sumberdaya ikan merupakan penghasilan utama di desa ini yang terdiri dari berbagai jenis ikan pelagis dan berbagai ikan karang serta usaha budidaya ikan windu di tambak.

(21)

Selain kegiatan perikanan, kawasan TNKJ juga telah banyak dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, pendidikan, penelitian dan pelatihan. Potensi wisata bahari di desa ini juga sangat besar. Keindahan alam dan keaslian ekosistem yang ada di TNKJ membuat kawasan ini ditetapkan sebagai salah satu daerah tujuan wisata unggulan di Jawa Tengah. Bahkan secara nasional kawasan ini ditunjuk sebagai daerah tujuan wisata sekunder di Indonesia. Sebagai wilayah kepulauan, Karimunjawa mengandalkan terumbu karang, rumput laut dan padang lamun dengan biota laut yang beraneka ragam, hutan mangrove, gunung dan sisa hutan tropis dataran rendah. Kekayaan flora dan faunanya menjadikan daerah ini menjadi tujuan wisata khususnya wisata bahari dan sebagai Taman Nasional Laut pada tahun 1988.

Potensi ini didukung oleh tersedianya berbagai sarana penginapan (resort, homestay, hotel, wisma dan cottage) dengan jumlah yang cukup memadai serta sarana transportasi angkutan laut dan darat milik penduduk setempat.

Besar dan beragamnya potensi sumberdaya yang dimiliki Kepulauan Karimunjawa dapat menimbulkan berbagai masalah akibat kepentingan pemanfaatan.

Potensi tersebut memiliki fungsi, antara lain fungsi sosial seperti keindahan alam untuk pariwisata, fungsi ekonomi yakni penangkapan ikan bagi nelayan dan fungsi ekologis seperti tempat pemijahan dan pembesaran bagi ikan dan biota lautnya.

Apabila pemanfaatan sumberdaya ini tidak memperhatikan lingkungan maka dapat menimbulkan degradasi lingkungan. Banyak kegiatan di kepulauan ini yang menjurus pada timbulnya masalah, antara lain konflik kawasan akibat berbagai macam kepentingan sektor pembangunan, pemakaian bom ikan, penebangan mangrove atau pengambilan terumbu karang dan pencemaran (Aryono 2003).

Jumlah kunjungan wisatawan ke Karimunjawa terus meningkat mulai dari tahun 2007. Banyak homestay dan resort yang mulai dibangun sehingga pemukiman penduduk semakin padat. Kegiatan wisata yang ada di Karimunjawa juga sering menimbulkan masalah, yaitu terjadinya kerusakan karang di zona wisata. Skripsi ini akan mengkaji tentang pemanfaatan laut untuk pengembangan pariwisata di Karimunjawa dan dampaknya terhadap sosial dan perekonomian nelayan serta bagaimana mereka bisa bertahan hidup dengan mengembangkan pola adaptasi.

(22)

Kehadiran wisatawan ke daerah tersebut tentu memberikan dampak positif dan negatif terhadap nelayan lokal.

1.2 Masalah Penelitian

Karimunjawa merupakan salah satu aset pariwisata bagi pemerintah Kabupaten Jepara. Kawasan ini telah menjadi Taman Nasional sejak tanggal 22 Februari 1999. Kepulauan yang memiliki potensi sumberdaya laut dan pesisir yang masih alami sangat berpeluang bagi pengembangan ekowisata bahari. Aktifitas wisata bahari yang sering dilakukan adalah pengamatan terumbu karang dari permukaan laut (snorkeling), menyelam dan mengunjungi perkampungan nelayan. Kegiatan ini tentu saja menimbulkan dampak bagi ekosistem pesisir dan laut. Oleh sebab itu, masalah yang diteliti adalah bagaimana dampak pengembangan ekowisata bahari terhadap ekosistem setempat? Umumnya pemanfaatan itu akan menimbulkan perubahan yang sangat mempengaruhi nelayan karena kehidupan mereka langsung berhubungan dengan laut dan pesisir. Penetapan suatu daerah menjadi objek wisata bahari akan mempengaruhi perekonomian nelayan. Kehadiran wisatawan serta interaksinya dengan nelayan juga berdampak bagi perubahan kehidupan sosial nelayan tersebut. Oleh sebab itu, masalah lain yang akan diteliti adalah bagaimana dampak perubahan ekowisata bahari terhadap sosial dan perekonomian nelayan?

Pengembangan ekowisata bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan juga masyarakat setempat. Pengembangan ini akan diiringi dengan fasilitas wisatawan seperti tempat makan, penginapan, transportasi, peralatan-peralatan wisata, seni daerah dan lainnya tentu memerlukan partisipasi masyarakat lokal.

Perubahan-perubahan tersebut juga mendorong nelayan untuk beradaptasi agar bisa bertahan. Daerah yang dulunya dijadikan nelayan sebagai daerah penangkapan ikan, kini dijadikan sebagai kawasan wisata sehingga membatasi akses nelayan terhadap daerah tersebut. Oleh sebab itu, maka perlu diteliti bagaimana pola adaptasi ekonomi yang dikembangkan oleh komunitas nelayan terhadap perubahan ekologi tersebut dan pengembangan pariwisata?

(23)

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penulisan proposal ini ditetapkan sebagai berikut.

1. Mengetahui dampak pengembangan ekowisata bahari terhadap ekosistem setempat.

2. Mengetahui dampak perubahan ekosistem terhadap struktur ekonomi dan struktur sosial nelayan.

3. Mengetahui pola adaptasi ekonomi yang dikembangkan komunitas nelayan terhadap perubahan ekologi dan pengembangan pariwisata.

1.4 Kegunaan Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengantar atau sebagai pengenalan lebih lanjut mengenai pengembangan ekowisata bahari dan dampaknya bagi ekologi dan sosial-ekonomi nelayan serta pola adaptasi yang dikembangkan nelayan dengan adanya perubahan tersebut. Melalui penelitian ini juga terdapat beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu:

1. Akademisi, di mana penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji permasalahan ekologi, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan ekowisata bahari, dampaknya bagi ekosistem dan struktur ekonomi serta struktur sosial nelayan serta pola adaptasi yang dikembangkan nelayan dalam menghadapi perubahan tersebut.

2. Masyarakat, di mana penelitian ini diharapkan dapat berdampak positif bagi masyarakat, khususnya masyarakat pesisir dan nelayan, untuk menambah pengetahuan tentang kajian pengembangan ekowisata bahari yang berada di tempat tinggal mereka.

3. Pemerintah, di mana penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau dijadikan bahan pertimbangan bagi para penentu kebijakan (pemerintah) dalam merencanakan, mengambil keputusan dan membuat kebijakan tentang pemanfaatan wilayah pesisir untuk daerah tujuan wisata dan kesejahteraan nelayan.

(24)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pemanfaatannya

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.

Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), suatu wilayah pesisir (pantai) memiliki dua batas, yaitu batas yang sejajar garis pantai (long share) dan batas yang tegak lurus dari pantai (cross-share). Penetapan batas-batas wilayah pesisir yang sejajar garis pantai relatif lebih mudah untuk keperluan pengelolaan. Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (1) sumberdaya yang dapat pulih seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut serta sumberdaya perikanan laut; (2) sumberdaya yang tidak dapat pulih meliputi seluruh mineral dan geologi (3) jasa-jasa lingkungan seperti fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi) dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya (Dahuri 2001 dalam Subri 2005).

Pesisir dan laut dikenal sebagai kawasan yang mengandung kekayaan alam potensial untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pemenuhan kebutuhan tersebut diantaranya berasal dari sumberdaya perikanan, sumberdaya mineral dan tambang, sumberdaya bahan obat-obatan, sumberdaya alternatif dari arus dan gelombang, serta sumberdaya alami untuk media transportasi, pertahanan, keamanan dan pariwisata (Mukhtasor 2006). Sumberdaya yang besar ini juga bisa menambah devisa negara dan banyak dilirik oleh pemodal besar. Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.

(25)

Menurut Tuwo (2011) ekosistem pesisir dan laut terdiri dari:

a. Terumbu karang merupakan bangunan kapur besar yang dibentuk dan dihasilkan oleh binatang karang organisme berkapur lainnya sehingga membentuk suatu ekosistem yang kompak sebagai habitat bagi biota-biota laut. Ekosistem karang berfungsi sebagai tempat penangkapan ikan-ikan hias yang sangat digemari oleh para penyelam. Secara ekonomis, berperan sebagai tempat penangkapan ikan, penghasil bahan konstruksi bangunan dan kapur, penghasil obat dan bahan kosmetik serta laboratorium untuk penelitian. Secara ekologis sebagai produser pertama, pelindung pantai dan habitat bagi berbagai biota laut.

b. Ekosistem lamun yaitu satu-satunya angiospermae atau tumbuhan berbunga berdaun, batang dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut yang seringkali membentuk hamparan tumbuhan lamun yang menutupi suatu area pesisir atau laut dangkal menjadi padang lamun. Berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi memanfaatkan padang lamun sebagai tempat berlindung, memijah dan menghasilkan anak.

c. Ekosistem mangrove adalah hutan pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Manfaat ekonomi yang diperoleh dari mangrove adalah kayu untuk bahan bangunan, kayu bakar, bahan arang, dan bahan pulp. Secara ekologis berfungsi sebagai pelindung pantai dari bahaya tsunami, penahan erosi, perangkap sedimen dan lain-lain.

d. Ekosistem estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup yang berhubungan dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan melalui sungai sehingga air laut yang berkadar garam tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Daerah ini menjadi tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut dan berfungsi sebagai perangkap zat hara, habitat bagi ikan dan udang sehingga dijadikan sebagai tempat penangkapan ikan dan udang, jalur transportasi, pemukiman dan pelabuhan

Rezim kepemilikan sumberdaya pesisir dan laut bersifat akses terbuka (open access), artinya tidak ada pengaturan tentang apa, kapan, dimana, siapa dan bagaimana sumberdaya alam dimanfaatkan, serta bagaimana terjadinya persaingan

(26)

bebas (free for all) (Satria 2009). Sumberdaya alam pesisir dan laut semakin disadari banyak orang sebagai potensi yang cukup menjanjikan dalam mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan. Secara umum, wilayah pesisir dimanfaatkan oleh tiga aktor, yaitu oleh pemerintah, swasta dan juga nelayan.

Biasanya pantai dan pesisir dimanfaatkan oleh nelayan untuk menangkap ikan dan pihak swasta untuk pertambangan, pengilangan minyak, industri, pariwisata, perkapalan dan transportasi. Laut dalam dikuasai negara untuk keperluan konservasi, pertahanan dan keamanan serta kehutanan.

Nelayan memanfaatkan laut dengan menangkap ikan karang, ikan plagis dan ikan demersal. Biasanya mereka tergabung dalam armada kapal dan menggunakan kapal motor untuk memudahkan mereka menjangkau laut yang luas. Teknologi alat tangkap yang digunakan mempengaruhi pendapatan mereka. Nelayan yang menggunakan kapal motor biasanya memiliki pendapatan yang lebih tinggi dari pada nelayan yang menggunakan perahu (Patanda 2006). Masyarakat pesisir mengelola laut memang masih dengan cara tradisional. Mereka menganggap sumberdaya laut disekitarnya adalah milik mereka dan dimanfaatkan untuk kebutuhan ekonomi (Ginting 1998).

Pemerintah juga berperan dalam pemanfaatan SDK untuk budidaya perairan seperti ekstensifikasi dan konversi hutan. Keluarnya UU No. 32/2004 telah memberikan wewenang secara nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah serta kesempatan untuk meningkatkan pembangunan sesuai dengan aspirasi masyarakat. Otonomi daerah bagi berbagai kabupaten dapat menjadi peluang dalam menumbuhkembangkan pembangunan sumberdaya pesisir karena potensi wilayah pesisirnya yang besar. Provinsi diberi wewenang mengelola sejauh 12 mil laut, sementara kabupaten kota diberi wewenang 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi.

Pemerintah membuat peraturan perundang-undangan baik aturan berupa dorongan investasi atau sanksi-sanksi pelanggaran pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pengalokasian sumberdaya pesisir dengan tetap memperhitungkan daya dukung ekologis. Pengalokasian ini dilakukan dengan menetapkan zona wilayah perlindungan (hutan mangrove, taman laut daerah) dan zona wilayah pemanfaatan. Selain itu,

(27)

pemerintah juga berperan dalam menetapkan suatu kawasan konservasi di suatu daerah perairan karena telah terjadi kerusakan lingkungan dan terjadinya overfishing di kawasan tersebut (Masyhudzhulhak 2006).

2.1.2 Pengembangan Ekowisata Bahari

Pengertian pariwisata dalam arti luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil Negara berkembang. Pariwisata kemudian menjadi kanal yang tepat untuk membebaskan masyarakat dari tekanan fisik dan psikis serta semakin berkembang sejalan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik (Damanik dan Weber, 2006).

Secara ekonomi, Damanik dan Weber (2006) membagi keberadaan pariwisata muncul dari empat unsur pelaku yang terkait erat, yaitu:

a) Permintaan atau kebutuhan. Unsur penting dalam permintaan wisata adalah wisatawan dan penduduk lokal yang menggunakan sumberdaya wisata. Waktu luang, uang, sarana dan prasarana merupakan permintaan potensial yang harus ditransformasikan menjadi permintaan riil, yakni pengambilan keputusan wisata.

b) Penawaran atau kebutuhan berwisata itu sendiri; yaitu produk dan jasa. Melalui pasar, produk dijual kepada wisatawan seperti hotel, restoran, objek wisata dan lain-lain. Jasa adalah layanan yang diterima wisatawan ketika mereka memanfaatkan produk tersebut, seperti pembersihan kamar, cara penyajian makanan sampai penyediaan informasi.

c) Pasar dan kelembagaan yang berperan untuk memfasilitasi keduanya. Pasar wisata yang faktual adalah unsur-unsur industri, sering juga disebut para pelaku pariwisata yang mempertemukan permintaan dan penawaran produk dan jasa wisata.

d) Pelaku atau aktor yang menggerakkan ketiga elemen tersebut, yaitu wisatawan, industri pariwisata, pendukung jasa wisata, pemerintah, masyarakat lokal dan lembaga swadaya masyarakat.

(28)

Objek atau atraksi wisata adalah segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat, yaitu panorama keindahan alam yang menakjubkan seperti gunung, lembah air terjun, danau, pantai, matahari terbit dan terbenam, cuaca dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keadaan alam sekitarnya. Objek wisata hasil manusia juga sering digunakan sebagai objek wisata seperti monumen, candi, bangunan klasik, peninggalan purbakala, museum, seni tari, seni musik, agama, adat- istiadat dan lain-lain. Secara singkat, objek atau atraksi wisata adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan alam, kebudayaan, perkembangan ekonomi, politik dan sebagainya. Saat ini, salah satu jenis objek wisata yang sangat digemari adalah keindahan alam seperti laut, gunung, hutan, keanekaragaman flora dan fauna.

Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya alam. Ekowisata juga diartikan sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (TIES dalam Fandeli 2000). Ada tiga perspektif pandangan terhadap ekowisata yaitu:

a) Ekowisata sebagai produk yang merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam.

b) Ekowisata sebagai pasar yag merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya- upaya pelestarian lingkungan.

c) Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan yang merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan.

Kegiatan ekowisata apabila dilakukan dengan sangat baik dan terencana, maka akan memberikan keuntungan yang sangat besar bagi masyarakat dan daerah.

Kehadiran wisatawan membawa dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat lokal. Potensi kawasan ekowisata menurut Tuwo (2011) dapat berupa (1) peningkatan peluang ekonomi, seperti meningkatkan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, berkembangnya usaha baru dan kerajinan barang lokal dan lain-lain (2) perlindungan sumberdaya alam dan nilai budaya seperti perlindungan ekologis dan keanekaragaman, meningkatnya fasilitas lokal, pengembangan keuangan mandiri, melindungi dan melestarikan budaya-budaya lokal dan lain-lain (3) peningkatan

(29)

kualitas hidup seperti estetika, nilai-nilai, pendidikan, pemahaman antar budaya dan mendorong masyarakat lokal untuk menghargai lingkungannya.

Ekowisata bahari merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berhubungan dengan sasaran antara lain melihat atau mengamati terumbu karang, berbagai jenis ikan, hewan-hewan kecil di laut yang dilakukan dengan cara antara lain “diving”,

“snorkeling”, dan “swimming”. Kegiatan pariwisata ini harus didukung dengan penyediaan jasa transportasi, kapal pesiar, pengelola pulau kecil, pengelola taman laut, hotel, restaurant terapung, kawasan lepas, pantai, rekreasi pantai, konvensi di pantai dan di laut, pemandu wisata alam dan sebagainya. Kegiatan pariwisata ini juga membutuhkan fasilitas pendukung seperti jasa foto dan video, pakaian, peralatan olahraga, jasa kesehatan dan lain-lain. Konsep wisata pesisir dan bahari didasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat yang berbeda di setiap daerah (Garrod dan Wilson 2004 dikutip Tafalas 2010).

Potensi ekosistem kawasan Karimunjawa sangat beragam dan unik baik di darat maupun di laut sehingga sangat menarik bagi wisatawan untuk berkunjung.

Aryono (2003) menyatakan bahwa konsep pariwisata yang dikembangkan biasanya mengacu pada jenis pariwisata bahari, seperti yang terdapat di Karimunjawa, yaitu:

1. Kegiatan ekowisata bahari yang dikembangkan yaitu kegiatan berenang dengan menikmati perairan yang jernih dengan panorama pantai berpasir putih.

a. Scuba Diving yaitu kegiatan di perairan yang dapat menikmati prasarana dan keindahan dalam laut, karang, ikan hias, dan lain-lain.

b. Snorkelling yaitu kegiatan di perairan laut dengan menikmati keindahan panorama di bawah permukaan laut.

c. Becak air yaitu kegiatan yang bersifat rekreasi yang tidak membutuhkan keahlian khusus seperti berenang.

d. Ski air, yaitu kegiatan olah raga yang harus diimbangi dengan keterampilan sambil menikmati kegiatan rekreasi.

e. Layar, yaitu kegiatan bersifat atraktif di permukaan laut dengan menggunakan fasilitas kapal layar dan diimbangi dengan menikmati pemandangan alam laut.

(30)

2. Kegiatan wisata pantai merupakan wisata pesisir dengan memanfaatkan pantai sebagai objek dan daya tarik wisata, seperti menikmati keindahan alam pantai, olah raga pantai dan sebagainya. Kegiatan yang bisa dikembangkan adalah sebagai berikut.

a. Camping adalah kegiatan wisata yang bersifat menikmati keindahan alam langsung dan dapat mendirikan perkemahan.

b. Jogging adalah kegiatan wisata yang bersifat olah raga seperti lari-lari kecil di pasir putih atau daerah dataran yang sejuk.

c. Berjemur merupakan kegiatan santai di sepanjang pantai sambil menikmati panorama laut.

d. Sand play adalah kegiatan wisata yang menggunakan sarana pasir.

e. Photo hunting merupakan kegiatan yang bersifat atraktif dalam pengambilan dokumentasi dengan latar belakang panorama yang indah.

Perencanaan pariwisata saat ini menjadi agenda yang sangat penting.

Persaingan dalam penawaran produk wisata semakin meningkat. Perilaku wisatawan juga cenderung berubah sesuai dengan perubahan zaman. Hal ini berkaitan juga dengan minat, selera dan kebutuhan wisatawan. Oleh sebab itu perlu ditingkatkan lagi pengembangan perencanaan wisata agar mampu bersaing dengan pihak lain dan tetap memperhatikan kebutuhan konsumen wisata.

Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa sumberdaya alam dan sumberdaya budaya merupakan kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan dan harus dipelihara agar bisa digunakan lagi di masa mendatang. Pembatasan secara ketat kegiatan eksploitasi dalam pemanfaatan sumberdaya tanpa menyisakan kerusakan lingkungan hidup secara permanen harus diwujudkan dalam program pembangunan. Pembangunan sumberdaya wisata bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan wisatawan dalam jangka panjang.

Pariwisata hanya dapat berkelanjutan apabila komponen-komponen subsistem pariwisata, terutama pelaku pariwisata, mendasarkan kegiatannya pada pencarian hasil (keuntungan dan kepuasan) yang optimal. Kegiatan tersebut dilakukan dengan

(31)

tetap menjaga semua produk dan jasa wisata berkembang dan lestari dengan sangat baik.

Syarat untuk mencapai pariwisata yang berkelanjutan adalah sebagai berikut.

1. Wisatawan mempunyai kemauan mengonsumsi produk dan jasa pariwisata secara efektif, dalam arti bahwa produk tersebut tidak diperoleh dengan mengeksploitasi secara eksesif sumberdaya pariwisata setempat.

2. Produk wisata didorong ke produk berbasis lingkungan.

3. Kegiatan wisata diarahkan untuk melestarikan lingkungan dan peka terhadap budaya lokal.

4. Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan, implementasi dan monitoring pengembangan pariwisata.

5. Masyarakat juga harus memperoleh keuntungan secara adil dari kegiatan wisata.

6. Posisi tawar masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya semakin meningkat.

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Kegiatan ekowisata juga ikut mengakibatkan perubahan ekosistem sebagai basis dari kegiatan tersebut. Hal ini bisa terwujud dalam pencemaran, lingkungan yang tidak bersih, terjadinya penurunan kualitas air dan ikan dan lain-lain.

2.1.3 Perubahan Ekosistem

Masyarakat pesisir kepulauan Indonesia telah mengalami berbagai kontak dengan kebudayaan di luar komunitas mereka sehingga pengetahuan masyarakat semakin berkembang. Namun, pengetahuan dan teknologi peralatan yang cenderung eksploitatif juga ikut berkembang di masyarakat dan dijadikan sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan mereka. Eksploitasi ini mengakibatkan penurunan daya lingkungan alam yang berbanding terbalik dengan tekanan akibat jumlah peningkatan populasi manusia. Kegiatan eksploitasi yang sering terjadi adalah pembuatan lahan pertanian pasang surut, tambak-tambak udang dan ikan serta daerah pertambangan.

Reklamasi pantai untuk dijadikan tempat pemukiman, pabrik, pelabuhan dan lahan

(32)

wisata juga semakin banyak dilakukan yang mengakibatkan lahan pesisir semakin banyak kehilangan dukungan bagi keanekaragaman hayati alamiahnya dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat pesisir (Purba 2002).

Aktivitas perekonomian utama yang menimbulkan permasalahan pengelolaan sumberdaya dan lingkungan wilayah pesisir dan lautan, yaitu (1) perkapalan dan transportasi (tumpahan minyak, limbah padat dan kecelakaan); (2) pengilangan minyak dan gas (tumpahan minyak, pembongkaran bahan pencemar, konservasi kawasan pesisir); (3) perikanan (overfishing, pencemaran pesisir, pemasaran dan distribusi, modal dan tenaga keahlian); (4) budidaya perairan (ekstensifikasi dan konservasi hutan); (5) pertambangan (penambangan pasir dan terumbu karang); (6) kehutanan (penambangan dan konservasi hutan); (7) industri (reklamasi dan pengerukan); dan (8) pariwisata (pembangunan infrastruktur dan pencemaran air).

Pekerjaan nelayan dalam memanfaatkan laut dan pesisir dengan memburu ikan juga ikut berkontribusi dalam krisis ekologi pesisir. Hasil tangkapan mereka tidak dapat ditentukan kepastiannya karena semuanya hampir bersifat spekulatif. Masalah resiko dan ketidakpastian (risk and uncertainty) terjadi karena laut adalah wilayah yang dianggap bebas untuk dieksploitasi (open access) (Subri 2005).

Pemanfaatan SDK oleh berbagai aktor membuat ekosistem kawasan pesisir menjadi berubah. Kepemilikan SDK yang bersifat open access memicu terjadinya tragedy of the commons, kerusakan sumberdaya, konflik antar pelaku dan kesenjangan ekonomi (Satria 2009). Konsekuensi logis dari sumberdaya pesisir dan laut sebagai sumberdaya milik bersama (common property) dan terbuka untuk umum (open access) menjadikan pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut semakin meningkat di hampir semua wilayah. Pemanfaatan yang demikian cenderung melebihi daya dukung sumberdaya (over exploitation) (Stefanus et al. 2007).

Kegiatan pariwisata adalah salah satu kegiatan yang sangat potensial untuk pengembangan perekonomian negara dan masyarakat setempat. Namun jika pengelolaannya tidak memperhatikan lingkungan maka berpotensi menimbulkan masalah bagi lingkungan. Kemajuan pesat yang dicapai dalam pembangunan guna

(33)

peningkatan taraf hidup masyarakat ternyata diiringi oleh kemunduruan kemampuan sumberdaya alam sebagai penyangga kehidupan.

Pengembangan ekowisata juga dapat mendatangkan dampak positif berupa meningkatnya upaya reservasi sumberdaya alam, pembangunan taman nasional, perlindungan pantai dan taman laut serta mempertahankan hutan mangrove. Namun di lain pihak, pengelolaan kegiatan ekowisata yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak negatif berupa polusi, kerusakan lingkungan fisik, pemanfaatan berlebihan, pembangunan fasilitas tanpa memperhatikan lingkungan dan kerusakan hutan mangrove. Pelaksanaan pembangunan yang semakin beragam sering menghasilkan produk sampingan berupa limbah sampah dan buangan lainnya. Peningkatan pembangunan telah mengakibatkan pergeseran pola pemanfaatan lahan dan tidak sesuai dengan kaidah penataan ruangan sesuai dengan daya dukungnya serta kesesuaian lahan.

Sjafi’i (2001) menyatakan bahwa perubahan-perubahan ekosistem yang terjadi dengan adanya kegiatan wisata dapat dilihat melalui:

1. Perubahan tata ruang dalam pemanfaatan sumberdaya dalam pembangunan pariwisata juga terkait dengan pembangunan wilayah dan pembangunan sektor ekonomi. Kawasan pariwisata di wilayah pesisir telah banyak menghadirkan bangunan-banguan hotel-hotel berbintang bahkan di sepanjang jalan telah berdiri pelabuhan-pelabuhan, restoran-restoran, kios-kios tempat penjualan souvenir ataupun tempat hiburan lainnya.

2. Perubahan daya dukung wilayah pesisir. Apabila hal ini terjadi dikawasan yang padat penduduk serta melebihi kapasitas tampung, dimana tidak dimungkinkan lagi tersedianya lahan untuk pembangunan kawasan pariwisata, maka pemerintah akan mereklamasi daerah tersebut. Pengembangan suatu kawasan untuk kegiatan pariwisata bukan hanya dilihat dari kemegahan fisiknya tetapi yang lebih penting adalah bagaimana jenis, frekuensi dan kualitas dari agenda pariwisata sendiri.

Jumlah penduduk terus bertambah sedangkan luas tanah tidak pernah bertambah.

Pengembangan sarana dan prasarana wisata akan mempersempit ruang gerak penduduk untuk melakukan aktivitasnya.

(34)

Tuwo (2011) juga menyatakan bahwa pengenalan potensi ancaman yang berpeluang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan pembangunan merupakan hal penting dalam penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Ancaman dapat berupa penurunan kualitas sumberdaya alam dan jasa lingkungan. Ancaman terhadap perubahan ekosistem antara lain:

1. Sedimentasi yang disebabkan oleh kegiatan pemanfaatan lahan dan pesisir untuk kegiatan pertanian, pertambangan pemukiman dan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata serta pengusahaan hutan. Sedimen yang mengendap di daerah muara dapat menyebabkan pendangkalan yang serius di muara sungai.

2. Pencemaran daerah pesisir dapat disebabkan oleh bahan pencemar yang datang dari daerah pertanian, pemukiman, industri dan pertambangan. Limbah padat dan cair dari rumah tangga dan industri seperti industri pariwisata, merupakan bahan pencemar pesisir dan laut yang sulit dikontrol.

Hal ini sesuai dengan pendapat Amelia (2009) yang menyatakan bahwa dampak kegiatan wisata yang sering terjadi adalah menurunnya kualitas air laut (warna perairan yang berubah, menimbulkan bau tak sedap, terdapat bakteri E. Coli, tercemar logam berat), abrasi pasir, serta penumpukan sampah dari kegiatan wisatawan yang menumpuk dan menyebar akan menurunkan kualitas lingkungan.

3. Degradasi habitat merupakan salah satu masalah serius bagi daerah pesisir yang merupakan dampak negatif dari aktivitas manusia seperti erosi. Erosi pantai dapat disebabkan oleh pembukaan pantai dan pembangunan infrastruktur sehingga mengurangi fungsi perlindungan terhadap pantai. Kegiatan penambangan batu karang untuk mendirikan bangunan dan jalan dapat memberikan kontribusi penting terhadap erosi pantai.

4. Degradasi sumberdaya dan keanekaragaman hayati yang sangat menonjol di daerah pesisir dan laut adalah kerusakan hutan mangrove dan terumbu karang.

Kerusakan hutan mangrove sejalan dengan aktivitas pembangunan seperti pemukiman dan industri.

Terumbu karang mengalami banyak tekanan akibat pola pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan,

(35)

sekitar 70% karang telah mengalami kerusakan yang parah. Salah satu penyebabnya adalah adanya wisatawan yang sering mengoleksi keindahan dan keunikan karang sebagai hiasan. Padang lamun juga mengalami ancaman dari aktifitas manusia seperti alih fungsi pantai untuk pelabuhan dan limbah industri rumah tangga dan pertanian yang dibuang ke laut. Kekayaan flora dan fauna seringkali menjadi terancam dengan kehadiran wisatawan yang mengusik habitat mereka.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi krisis ekologi laut dan pesisir akibat pemanfaatannya. Dampak negatif juga timbul dari pemanfaatan yang kurang memperhatikan aspek kelestarian seperti penangkapan ikan yang berlebihan, penangkapan ikan dengan bahan peledak serta pembuangan sampah kelaut. Jika laut tercemar maka kehidupan biota yang ada di dalamnya menjadi terancam. Bagi nelayan, keadaan ini sangat berbahaya dan akan berdampak bagi kehidupan perekonomian mereka karena nelayan menggantungkan hidupnya dari hasil penangkapan ikan di laut. Apabila kerusakan ini terjadi, maka daerah tersebut akan dikonservasi oleh pemerintah.

2.1.4 Perubahan Sosial dan Perekonomian Nelayan

Satria (2009) mendefinisikan masyarakat pesisir yaitu masyarakat yang sama- sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Mereka adalah nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan bahkan penjual ikan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Subri (2005) yang mendefinisikan nelayan sebagai suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.

Pemanfaatan potensi perikanan laut Indonesia belum dapat memberi kekuatan dan peran yang kuat terhadap perekonomian serta peningkatan pendapatan masyarakat nelayan Indonesia. Kekayaan potensi perikanan memang sangat besar namun kehidupan nelayan yang dekat dengan potensi tersebut sebagian besar masih

(36)

hidup dalam kemiskinan. Kekurangberdayaan masyarakat pesisir disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih rendah, keterbatasan dalam menguasai teknologi, modal dan kelembagaan usaha. Hal ini tidak terlepas dari faktor kerentanan dan kepemilikan aset yang berpengaruh terhadap kehidupan nelayan. Kedua faktor inilah yang akan mempengaruhi aksesibilitas nelayan dalam mempertahankan hidupnya.

Sahri et al. (2006) membagi aksesibilitas sosial ekonomi nelayan kecil kedalam lima modal, yaitu modal sumberdaya manusia, modal sumberdaya alam, modal ekonomi, modal fisik dan modal sosial. Aksesibilitas paling tinggi adalah modal sosial, artinya masyarakat nelayan memiliki integritas sosial yang tinggi. Sikap sosial ini terlihat dalam konteks ekonomi (arisan) dan keagamaan. Modal fisik, yaitu keberadaan pangkalan pendaratan ikan yang berfungsi untuk tempat pendaratan kapal ikan, tempat memperbaiki jaring, tempat pelelangan dan penjemuran ikan dan berbagai hal lainnya yang bertujuan memudahkan nelayan dalam bekerja. Modal SDM, yaitu pengetahuan nelayan tentang penangkapan ikan, misalnya menggunakan alat tangkap yang sederhana dan ada juga yang dilarang. Modal finansial, yaitu kemampuan nelayan mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha. Hal ini mengindikasikan kemudahan nelayan untuk mendapatkan modal berusaha. Modal paling rendah adalah modal alam (stok ikan), artinya stok ikan sebagai salah satu aset nelayan kecil pada saat ini dalam kondisi yang sangat kritis (Sahri dkk. 2006).

Keberadaan kegiatan ekowisata bahari sering menimbulkan pencemaran pesisir dan laut dari hasil sampah-sampah wisatawan serta pembangunan sarana dan prasarana wisata yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan. Hal ini bisa mengancam kehidupan biota laut dan berdampak pada penurunan modal alam (ketersediaan ikan). Apabila laut tercemar, maka kehidupan yang ada di dalamnya akan mengalami kerusakan biologis dan degradasi laut yang berkepanjangan sehingga produktivitas nelayan akan menurun. Jumlah ikan yang tersedia di laut menjadi berkurang dan kualitas air menjadi menurun. Hal ini tentu saja langsung berdampak pada penurunan jumlah pendapatan nelayan.

Pemanfaatan sumberdaya kelautan (SDK) oleh berbagai aktor membuat akses nelayan terhadap laut semakin terbatas. Penetapan kawasan wisata di suatu daerah

(37)

pesisir dapat menyebabkan wilayah penangkapan nelayan menjadi semakin sempit akibat adanya penetapan zona wisata dikawasan tempat dimana nelayan biasanya menangkap ikan. Nelayan juga tidak diperkenankan melakukan fishing ground yang lebih jauh lagi. Keterbatasan modal yang dimiliki nelayan membuat nelayan hanya bisa melakukan penangkapan di sekitar pantai dengan alat yang sederhana.

Keterbatasan ini mereka atasi dengan memanfaatkan secara maksimal daerah-daerah pesisir dan terumbu karang untuk mengeksploitasi ikan secara besar-besaran.

Munculnya kegiatan wisata ternyata tidak hanya mengakibatkan perubahan pada ekosistem, tetapi juga membuka peluang kerja bagi masyarakat setempat.

Sekalipun kegiatan ekonomi wisata ini belum mampu mengubah struktur mata pencaharian namun telah memberikan dampak positif berupa perluasan lapangan pekerjaan seperti mengembangkan usaha transportasi, akomodasi, rumah makan dan usaha cindera mata untuk menunjang kegiatan wisata. Pengembangan kegiatan ekowisata bahari di Raja Ampat misalnya memberikan dampak yang positif kepada masyarakat dan lingkungannya. Perilaku masyarakat untuk melindungi kawasannya dari kerusakan semakin positif karena masyarakat menyadari bahwa terumbu karang dan keindahan alam mereka dapat menjadi atraksi wisata yang mengagumkan sehingga dapat menambah pendapatan (Tafalas 2010).

Kedatangan wisatawan yang melakukan kontak dengan penduduk memberikan peluang transfer budaya baik dalam bentuk sikap maupun perbuatan dan tingkah laku. Fenomena perubahan ekosistem juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat pesisir khususnya nelayan. Berkurangnya ketersediaan ikan di laut membuat nelayan banyak yang beralih profesi menjadi pekerja di bidang yang lain seperti ikut serta dalam kegiatan ekowisata. Apabila musim atau cuaca sedang tidak bagus untuk melaut maka nelayan melakukan kegiatan ekowisata untuk menambah pendapatan. Hal ini membuat struktur masyarakat yaitu jumlah penduduk yang profesi utamanya sebagai nelayan menjadi berkurang.

Ekosistem pesisir yang telah mengalami degradasi atau krisis ekologi juga harus diperbaiki kembali. Purnomowati (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sistem pengelolaan berbasis masyarakat (PBM) adalah suatu alternatif yang

(38)

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi segenap pengguna sumberdaya dan pihak-pihak yang terkait dalam upaya pengelolaan wilayah pesisir dalam rangka memanfaatkan sumberdaya pesisir secara lestari dan memperbaiki kerusakan akibat degradasi lingkungan. Pengelolaan berbasis masyarakat menekankan pada pengetahuan dan kesadaran masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaan karena masyarakat lokal merupakan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam. Program-program yang dikembangkan harus mencerminkan preferensi, ketersediaan sumberdaya lokal, dukungan aturan dan kelembagaan yang memungkinkan lahirnya partisipasi aktif serta inovasi kreatif dari masyarakat.

Penyusunan aturan-aturan lokal dan lembaga-lembaga yang bersifat formal dan nonformal merupakan salah satu bentuk alternatif pengelolaan SDK yang berkelanjutan dan memberi peluang partisipasi semua stakeholder. Solihin dan Satria (2007) menyatakan bahwa pengelolaan perikanan yang berbasiskan kearifan lokal telah mampu menciptakan pembangunan yang berkelanjutan, terjaganya sumberdaya ikan dari kegiatan penangkapan yang merusak dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat pesisir khususnya nelayan kecil. Penegakan hukum yang tegas bagi para pelanggar serta adanya kekuatan hukum yang mengikat bagi seluruh masyarakat membuat peraturan ini dapat dijalankan dengan baik sehingga tercipta ketertiban dan keamanan masyarakat. Hukum ini berisi larangan dan sanksi dimana yang menjadi kekuatannya adalah kesadaran kolektif dari masyarakat untuk melindungi hasil laut di wilayahnya. Lembaga-lembaga lain juga ikut dibentuk untuk menjaga kelestarian laut seperti AMPHIBI dan KPP. Kedua lembaga ini adalah lembaga keamanan swadaya masyarakat yang bersifat formal dan turut meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir yang mempercepat pelaksanaan pengelolaan terpadu berbasis masyarakat.

Ketersediaan sumberdaya alam yang cukup besar dan lapangan pekerjaan yang luas merupakan potensi untuk menjadi kekuatan ekonomi. Tetapi jika potensi sumberdaya manusia (SDM) yang kurang menguntungkan baik dalam kuantitas dan kualitasnnya, maka pembangunan tidak bisa mengandalkan SDM dari daerah tersebut saja. Kondisi seperti ini menjadikan mobilitas penduduk menjadi salah satu aspek

(39)

pendorong pertumbuhan kawasan tersebut. Raharto (1999) mengatakan bahwa perkembangan perekonomian suatu daerah menjadi daya tarik bagi penduduk yang berada diluar daerah tersebut untuk melakukan migrasi dan mencari kehidupan yang lebih baik disana. Para migran tertarik untuk mengisi kesempatan-kesempatan ekonomi yang terbuka, terutama disektor industri dan jasa.

Rusli (2010) mendefinisikan migrasi sebagai dimensi gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat tinggal asal kepada tempat tinggal tujuan. Seseorang dikatakan melakukan migrasi jika ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relative permanen dengan menempuh jarak minimal tertentu. Banyak faktor yang melatarbelakangi migrasi, salah satunya untuk memperoleh pekerjaan.

Adanya pariwisata menurut Muriatmo (1992) dalam Marisa (2007) mendatangkan pendapatan devisa negara dan terciptanya lapangan pekerjaan yang berabrti mengurangi jumlah pengangguran serta adanya kemungkinann bagi masyarakat daerah wisata dan masyarakat di luar daerah wisata untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup mereka. Munculnya hotel-hotel, toko-toko, dan restoran di daerah wisata memberikan kesempatan kerja sehingga banyak penduduk di luar daerah wisata bermigrasi ke daerah wisata tersebut .

2.1.5 Pola Adaptasi Nelayan

Perubahan lingkungan akibat pengembangan ekowisata juga berdampak pada kehidupan masyarakat nelayan. Strategi yang digunakan untuk bertahan hidup adalah dengan melakukan adaptasi. Subri (2005) menyatakan bahwa dalam menghadapi perubahan lingkungan, manusia akan mengembangkan pola adaptasi yang berbentuk pola tingkah laku seperti perubahan strategi mata pencaharian. Tiga strategi mata pencaharian yang bisa dilakukan untuk memutus rantai persoalan nelayan menurut Satria (2009), yaitu (1) mengembangkan strategi nafkah ganda (2) mendorong ke laut lepas (3) mengembangkan diversifikasi alat tangkap. Ketiga strategi inilah yang bisa menjadi alternatif bagi nelayan untuk bertahan hidup ditengah rusaknya sumber mata

(40)

pencaharian mereka dan pembatasan akses pemanfaatan akibat aktivitas swasta dan keberadaan zonasi oleh pemerintah.

Pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan yang dilakukan secara turun temurun dengan alat tangkap yang masih sederhana dan tradisional serta operasionalnya terbatas. Kehidupan nelayan yang memiliki ketergantungan pada lingkungan alam (musim) ini mengakibatkan nelayan tidak bisa melaut sepanjang tahun sehingga pendapatan mereka juga tidak pasti. Salah satu cara mempertahankan kelangsungan ekonomi rumah tangga nelayan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan diversifikasi pekerjaan yang tergantung pada sumberdaya-sumberdaya yang tersedia di desa-desa nelayan tersebut. Upaya untuk melakukan diversifikasi pekerjaan amat ditentukan oleh kemampuan nelayan yang bersangkutan untuk menghadapi berbagai tekanan dalam kehidupannya. Selain suami dan isteri, anak- anak juga dilibatkan dalam berbagai kegiatan mencari nafkah. Hal tersebut tidak lepas dari kondisi keterbatasan ekonomi rumah tangga mereka. Diversifikasi pekerjaan bagi keluarga nelayan memiliki makna yang sangat berarti bagi kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Hal ini terkait dengan ketidakteraturan dan ketidakstabilan penghasilan mereka dari hasil melaut (Haryono 2005).

Perubahan iklim seperti perubahan cuaca ekstrim yang tidak menentu dapat menimbulkan perubahan kecepatan angin dan ketinggian arus gelombang laut.

Fenomena perubahan iklim ini berdampak pada usaha nelayan karena bisa mengurangi produktivitas dan pendapatan bagi nelayan. Perubahan cuaca dan iklim akan mengganggu perikanan dan kelautan. Nelayan tidak akan melaut pada cuaca yang buruk. Mereka akan menjadi buruh tani, tukang becak, buruh bangunan, berdagang dan pekerja serabutan untuk mengisi kekosongan pekerjaan dan mendapatkan penghasilan. Strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan juga bisa dilakukan dengan (a) pengembangan perikanan tangkap (b) peningkatan mutu hasil perikanan (c) pengembangan budidaya laut (d) pengembangan budidaya tambak. Nelayan yang tinggal di kawasan pariwisata bahari juga banyak melakukan diferensiasi pekerjaan. Kehadiran wisatawan bisa menambah pendapatan mereka

(41)

dengan mengusahakan alat transportasi, penginapan, pembuatan dan penjualan cinderamata.

Masyarakat kapitalisme harus dibentuk jika ingin keluar dari keterbelakangan.

Keterbelakangan ini disebabkan karena tidak adanya formasi kapital dan kesadaran atau mentalitas yang menawarkan perkembangan. Kemajuan terjadi bila orang-orang telah mengadopsi pikiran rasional, nilai-nilai yang berorientasi masa depan dan sistem etik. Aliran modernisasi dapat disejajarkan dengan teori-teori liberal, yaitu untuk mengejar ketertinggalan maka diperlukan strategi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan perdagangan bebas. Keadaan inilah yang sedang terjadi di Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memanfaatkan SDK secara maksimal, seperti penangkapan ikan secara besar-besaran, pertambangan, wisata bahari dan konservasi. Modernisasi yang dimaksud adalah kapitalisasi berupa perluasan teknologi yang lebih tinggi dalam meningkatkan hasil kerja (Sanderson 1993 dikutip Satria 2002).

Nelayan yang mampu bertahan adalah nelayan yang bisa mengikuti modernisasi dengan perluasan teknologi yang lebih tinggi padahal tidak semua nelayan mampu memiliki modal yang cukup untuk memiliki teknologi tersebut.

Berbagai alternatif telah dilakukan nelayan untuk bisa bertahan hidup, seperti perubahan alat tangkap, diversifikasi pekerjaan dan peningkatan keterampilan untuk meningkatkan nilai jual ikan. Adaptasi ini disesuaikan dengan kondisi daerah mereka masing-masing.

Adaptasi alat produksi terlihat dari penurunan jumlah nelayan tanpa perahu dan peningkatan jumlah armada motor tempel atau kapal motor. Jumlah perahu meningkat dikarenakan ketersediaan ikan yang berkurang sehingga kapal motor tempel dan kapal motor ini diharapkan dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh untuk mendapatkan ikan yang banyak. Keterampilan nelayan juga semakin meningkat sehingga bisa menjadikan kualitas ikan semakin baik dan bernilai ekspor.

Selain itu, nelayan tidak lagi bergantung pada Ponggawa dan mereka menjual tangkapannya kepada pedagang pengumpul dengan harga yang lebih tinggi.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir
Tabel  2. Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Karimunjawa  Tahun 2011   Pekerjaan                 n        %  Pertanian  661  22,63  Buruh/swasta  83  2,84  Pegawai negeri  332  11,36  Pengrajin  30  1,02  Pedagang  30  1,02  Peternak  27  0,9
Tabel 6. Zonasi TNKJ Tahun 2005
Gambar 2. Dinamika Perubahan di Kawasan TNKJ Tahun 2005-2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lidah buaya dapat dimanfaat sebagai produk pangan yang bermanfaat

Responden yang menjawab salah memberi alasan wanita hamil boleh dilakukan pemeriksaan radiografi tanpa memberi penjelasan tentang trimester yang harus diberi perhatian,

This method used to know the effectiveness of EMT in teaching vocabulary. The writer conducted an experimental research to find the effectiveness of EMT in

Berdasarkan uraian teori dan beberapa hasil penelitian terdahulu maka dalam penelitian ini yang menjadi variable independen adalah Current Ratio, Debt to Equity

[r]

Ovum akan bergerak ke rahim, bersamaan dengan proses ini, didnding rahim menjadi tebal seperti spon penuh dengan pembuluh darah yang siap menerima zigot..

Beberapa faktor mempengaruhi prestasi siswa, baik akademik maupun non-akademik yaitu lama pendidikan orangtua, aktivitas siswa, gaya pengasuhan penolakan dan pola

Para guru memfokuskan pengamatan dalam lesson study yang ditujukan pada kegiatan peserta didik, yakni interaksi para peserta didik, peserta didik-bahan ajar,