• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu Kepala Daerah

PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DAN SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA

C. Hubungan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu Kepala Daerah

Dalam beberapa aspek, terdapat kesamaan antara Pemilihan umum Kepala Daerah dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang dapat menjadi semacam komparasi dalam menentukan norma/hukum yang sama dalam beberapa aturan penyelenggaraannya antara lain adalah bahwa Pemilihan Kepala daerah dan Pemilihan Presiden adalah pemilihan untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan pada lembaga eksekutif yang berbeda dalam wilayah kekuasaan dan kewenangannya. Kepala daerah adalah gubernur, bupati atau walikota dalam lingkup propinsi, kabupaten atau kota, adapun Presiden adalah Kepala Pemerintahan yang bersifat nasional sekaligus sebagai kepala negara. Presiden dan Kepala Daerah adalah kepala pemerintahan dalam tataran eksekutif.

Satu kesatuan dalam rezim hukum Pemilu. Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menempatkan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di bawah otoritas KPU beserta jajarannya, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota.Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) baik propinsi maupun kabupaten/kota sesuai dengan kehendak pembentuk Undang-Undang dapat dilaksanakan secara langsung sebagaimana juga dalam Pemilu Presiden. Melalui Pasal 59 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan “Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah: a. pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik; b. pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.” atas dasar tafsir Mahkamah Konstitusi dalam putusannya No. 5/PUU-V/2007 tehadap frasa “dipilih secara demokratis “ dari Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”, yang juga bisa dilakukan pemilihannya oleh anggota Dewan.

Partai Politik dan Pemilu 89

Selain itu juga penyelesaian sengketa hasil Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah sama-sama diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Pasal 236C UU No. 12 Tahun 2008 tentang tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan “Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.” Adapun dalam Pemilu Presiden Pasal 201 ayat (1) UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menyebutkan “Terhadap penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat diajukan keberatan hanya oleh Pasangan Calon kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.”. Jadi dengan demikian baik Pemilu Kepala Daerah maupun Pemilu Presiden, jika terjadi sengketa hasil pemilu keduanya diselesaikan di Mahkamah Konstitusi.

Dari paparan di atas dapat dirumuskan persamaan yang ada dalam Pemilu Kepala Daerah dan Pemilu Presiden, yaitu:

a. Kesamaan pemilihan pejabat tertinggi dalam lembaga eksekutif yang berbeda levelnya.

b. Kesamaan dalam rezim hukum pemilu. Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menempatkan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di bawah otoritas KPU beserta jajarannya. c. Kesamaan dalam penyelesaian sengketa hasil pemilu di

Mahkamah Konstitusi. Pasal 236C UU No. 12 Tahun 2008 menjelaskan sengketa hasil Pemilukada diselesaikan di MK, sebagaimana penyelesaian sengketa Pemilu Presiden yang diatur dalam Pasal 201 ayat 1 UU No. 42 Tahun 2008..

Persamaan dalam tiga hal tersebut di atas antara Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara normatif menuntut adanya persamaan pula dalam aturan penyelenggarannya yaitu tentang peserta calon Presiden dan Wakil Presiden mestinya dapat juga dari perseorangan karena Pasal 59 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32

90 Partai Politik dan Pemilu

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membolehkan peserta pemilukada dari partai politik dan perseorangan. Aturan tidak dibolehkannya calon perseorangan menunjukkan adanya dualisme aturan dalam satu rezim hukum Pemilu. Pemilu Presiden yang tidak membolehkan pesertanya dari perseorangan tidak memenuhi asas persamaan kedudukan di depan hukum (equality before the law), dan perlakuan yang sama bagi seluruh warganegara.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007 telah membolehkan calon perseorangan dalam Pemilu Kepala Daerah di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di wilayah RI. MK berpendapat dimungkinkannya pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara perseorangan di luar Provinsi Nangroe Aceh Darusalam memiliki tiga alasan:

1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dinyatakan dalam Konsideran ”Menimbang” huruf d: “Bahwa partai politik merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat yang penting dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan, kebersamaan, dan kejujuran”;18 sehingga adalah wajar apabila dibuka partisipasi dengan mekanisme lain di luar parpol untuk penyelenggaraan demokrasi, yaitu dengan membuka pencalonan secara perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang merupakan jabatan perseorangan, sehingga syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 58 UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah syarat bagi perseorangan.

2. Perkembangan pengaturan pemilihan kepala daerah sebagaimana dipraktikkan di Aceh telah melahirkan realitas baru dalam dinamika ketatanegaraan yang telah menimbulkan

18 Kalimat yang terdapat pada konsideran d UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik telah berubah dengan diberlakukannya UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik pada Konsideran d menyebutkan “Bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab.”

Bandingkan dengan bunyi asalnya: “Bahwa partai politik merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat yang penting dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan, kebersamaan, dan kejujuran”. Ada beberapa kata yang dihilangkan yaitu: salah satu wujud. kebersamaan dan kejujuran.

Partai Politik dan Pemilu 91

dampak kesadaran konstitusi secara nasional, yakni dibukanya kesempatan bagi calon perseorangan dalam pilkada.

3. Agar tidak terdapat adanya dualisme dalam melaksanakan ketentuan Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi ““Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”, karena adanya dualisme tersebut dapat menimbulkan terlanggarnya hak warga negara yang dijamin oleh Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (3) UUD 1945. Dengan demikian, menurut logika hukum, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 56/PUU-VI/2008 yang menolak permohonan agar calon perseorangan dibolehkan dalam Pemilu Presiden dengan alasan

original intents Pasal 6A ayat (2) “Pasangan calon Presiden dan Wakil