• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTAI POLITIK DAN PEMILU DALAM SISTEM PRESIDENSIL BERDASARKAN UUD 1945

A. PARPOL DALAM SISTEM PRESIDENSIL

A. PARPOL DALAM SISTEM PRESIDENSIL

1. PERBAIKAN TATA KELOLA ORGANISASI

Sebenarnya pengelolaan organisasi parpol tidak jauh berbeda dengan oranisasi lainnya. Namun, yang paling membedakan parpol dengan organisasi lain adalah bahwa parpol memiliki kekuatan politik yang dapat mempengaruhi berbagai kehidupan bernegara dan bermasyarakat dalam tataran publik.

Dengan karakteristik parpol yang memiliki kekuatan politik maka sudah tentu jajaran struktural partai harus memiliki pemahaman yangg kuat mengenai tugas dan fungsi parpol dalam

126 Partai Politik dan Pemilu

tingkatan administratif struktural masing-masing dalam rangka menjalankan visi dan misi masing-masing parpol.

Dalam konteks pelaksanaan demokrasi, parpol memiliki fungsi sebagai penyalur artikulasi dan agregasi kepentingan politik yang paling mapan dalam sebuah sistem politik modern. Sifat penting dari parpol menjadi semakin terlihat manakala dihubungkan dengan kepentingan publik yang perlu didengar oleh pemerintah (pelaksana kekuasaan eksekutif) dan parlemen (pemegang kekuasaan legislatif).

Alasan utama dari pentingnya keberadaan parpol dalam proses demokrasi, khususnya demokrasi tidak langsung, adalah karena ruang geografis yang semakin luas dan populasi penduduk yang semakin besar dalam wilayah suatu negara, sehingga dalam situasi itu masyarakat tidak mungkin menyalurkan aspirasinya secara langsung. Berdasarkan uraian di atas, maka secara sederhana parpol memiliki tugas untuk menjadi ”jembatan” antara rakyat dan pemerintah, sehingga dengan demikian maka parpol merupakan salah satu pilar utama dan institusi demokrasi yang penting selain dari lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, pemilihan umum, serta pers yang independen dalam rangka membangun kehidupan politik yang berkualitas dan beradab.

Keberadaban dan kualitas kehidupan politik yang dimaksud adalah bahwa parpol dengan berbagai peran dan fungsinya diupayakan mampu meredam, bahkan menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat modern seperti saat ini. Dengan demikian maka keberadaban yang akan terbangun melalui parpol dapat terwujud ketika perbedaan pendapat yang berpotensi menimbulkan konflik destruktif secara eskalatif dapat diselesaikan melalui cara-cara dialogis yang konstruktif.

Peranan parpol yang secara sederhana dapat diartikan sebagai representation of idea, yaitu bertindak untuk mewakili kepentingan-kepentingan warga, memberikan jalan kompromi bagi pendapat/tuntutan yang saling bersaing, serta menyediakan sarana kompromi bagi suksesi kepemimpinan politik secara damai dan legitimate.

Partai Politik dan Pemilu 127

Dalam konteks parpol sebagai “jembatan” komunikasi antara rakyat dan pemerintah (yang berkuasa), maka partpol melalui jajaran struktural partai pada berbagai tingkatan administratif harus secara aktif menjadi bagian dalam kehidupan sosial dan politik dalam suatu entitas masyarakat tertentu.

Sebagai salah satu institusi demokrasi yang memegang peranan penting dalam proses demokrasi, maka parpol harus dapat menempatkan posisinya secara aktif dan kreatif dalam rangka menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai representation of idea. Parpol, bersama-sama dengan institusi demokrasi lainnya seperti lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers, harus secara konsisten melaksanakan tugas dan fungsi-fungsinya baik pada masa persiapan pemilihan umum (pre election) maupun pada masa setelah pemilihan umum (post election).

2. PENYEDERHANAAN PARPOL

Membludaknya parpol pasca-reformasi memang tak dapat dihindari seiring proses pendewasaan demokrasi. Namun perlu diingat, menurut penulis membludaknya partai justru tidak efektif dan efisien. Masyrakat pemilik hak suara akan enggan menyalurkan hak suaranya karena merasa bingung akan parpol pilihannya. Hal ini terlihat dari tahun ke tahun angka golput masih memprihatinkan.

Di lansir dalam Merdeka. Com, pasca-reformasi, pada Pemilu 1999 tingkat partisipasi memilih 92,6 persen dan jumlah golput 7,3 persen. Angka partisipasi yang memprihatinkan terjadi pada Pemilu 2004, yakni turun hingga 84,1 persen dan jumlah golput meningkat hingga 15,9 persen.

Pada Pilpres putaran pertama tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 78,2 persen dan jumlah golput 21,8 persen. Sedang pada Pilpres putaran kedua tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 76,6 persen dan jumlah golput 23,4 persen. Pada Pileg tahun 2009 tingkat partisipasi politik pemilih semakin menurun yaitu hanya mencapai 70,9 persen dan jumlah golput semakin meningkat yaitu 29,1 persen. Pada Pilpres 2009

128 Partai Politik dan Pemilu

tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 71,7 persen dan jumlah golput mencapai 28,3 persen. Sedang partisipasi pemilih pada Pileg 2014 mencapai 75,11 persen.

Masih tingginya angka golput membuat penulis menyampaikan beberapa pendapat terkait Parpol peserta pemilu, di antaranya:

a. Perlu ada penyederhanaan parpol peserta pemilu dengan sistem kuota, misal diputuskan peserta setiap pemilu dibatasi hanya 8-10 parpol. Teknisnya, ada promosi dan degradasi (Promdeg) parpol peserta pemilu melalui electoral threshold. Mengenai batasan besaran raihan suara minimal perlu dirumuskan antara penyelenggara pemilu dan parpol.

b. Parpol yang tak mampu memenuhi electoral threshold harus rela degradasai dan perlu ada sanksi, misal tidak boleh ikut satu kali pemilu berikutnya. Ini untuk memberi kesempatan parpol baru yang lolos prakualifikasi dan verifikasi oleh lembaga penyelenggara pemilu untuk ikut menjadi peserta pemilu.

c. Prakualifikasi parpol baru maupun parpol terdegradasi bisa dilakukan lewat pemilu pendahuluan yang digelar sebelum Pileg. Kelemahan sistem ini, memakan biaya besar. Prakulifikasi parpol baru dan tergedrasi bisa juga melalui pemberlakuan persyaratan seperti layaknya pencalonan independen dalam pilkada yaitu mengumpulkan KTP pendukung bagi para parpol. Banyaknya KTP yang berhasil dikumpulkan masing-masing parpol dan telah terverikasi lembaga penyelanggara pemilu menjadi acuan daftar tunggu (waiting list) bagi parpol baru maupun parpol yang tergedrasi untuk maju sebagai peserta pemilu. Hanya saja, verifikasi administrasi dan faktual harus benar-benar dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

3. PENINGKATAN KUALITAS PARPOL

Peningkatan kualitas parpol seharusnya dimulai dari penataan organisasi. Semakin baik dan semakin tertatanya organisasi, maka tentu sistem organisasi parpol akan berjalan

Partai Politik dan Pemilu 129

dengan baik pula. Semua prosedur administrasi hingga perekrutan maupun karir anggota akan tersistem dengan baik.

Parpol yang berkualitas tentunya tidak akan merekrut anggota secara sembarangan. Parpol harus merekrut anggota berdasarkan SOP dan tatanan berdasarkan AD/ART masing-masing parpol. Dalam perekrutan anggota baru, parpol harus mengedepan kriteria dan sikap seperti prestasi, dedekasi, disiplin, loyalitas, dan tidak tercela, serta berakhlakul karimah (bermoral baik). Seleksi kader untuk maju sebagai calon jangan dilakukan hanya menjelang pemilu, tetapi sudah dilakukan dari tahun ke tahun secara berjenjang.

Setelah mendapatkan kader-kader baru terbaik, barulah parpol melakukan peningkatan kemampuan dan wawasan para kader melalui diklat parpol, peningkatan wawasan tata pemerintahan, dan peningkatan mental, spiritual dan moral. Upaya ini penting agar ketika para kader ini lolos sebagai caleg dan dipercaya masyarakat untuk duduk di lembaga legislatif, maka kerja dan kinerja mereka bagus, dispilin, bertanggung jawab dengan tugasnya sebagai anggota legislatif, dan anti-korupsi.

4. DANA PARPOL

Untuk membesarkan suatu parpol, tidak perlu pemerintah menggelontorkan dana dari APBD maupun APBN yang bertema Dana Bantuan Parpol yang besarnya masing-masing parpol berbeda karena berdasarkan hasil perolehan suara saat Pileg. Pemerintah tak perlu takut adanya kekuatan modal dalam perekrutan anggota parpol. Alokasi anggaran dalam APBD dan APBN sebaiknya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan infrastruktur demi kemajuan negeri ini.

Informasinya dana bantuan parpol dari pemerintah selama ini, penggunaannya oleh parpol diduga tak transparan dan rawan penyimpangan, baik oleh oknum di birokrasi maupun oknum parpol.

130 Partai Politik dan Pemilu

Sudah selayaknya parpol membangun dan membesarkan partainya lewat dana dari para anggota dan donator yang menjadi simpatisan partai. Hanya saja liberalisasi parpol perlu diawasi dengan ketat oleh lembaga pengawas pemilu, terutama saat pelaksaan pemilu. Sebab, potensi terjadinya money politics dalam liberalisasi parpol cukup besar. Selain itu juga perlu sanksi berat bagi parpol yang melakukan pelanggaran aturan pemilu.