• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Dewi Yuhana

Keberlangsungan sebuah lembaga atau organisasi, salah satunya ditentukan dengan kesuksesan regenerasi dan kaderisasi, yang memastikan bahwa kader-kader dari generasi terbaru akan terus ada untuk melanjutkan misi dan visi organisasi. Hal ini juga berlaku pada partai politik. Kaderisasi penting dan wajib dilakukan untuk menjaga kultur partai supaya tetap pada jalurnya, melalui proses transfer dari senior kepada junior. Kaderisasi juga merupakan proses sekolah tentang pengetahuan politik, strategi dan keterampilan politik anggotanya, sehingga bisa menjalankan amanah dan kebijakan partai dalam pengabdiannya dan menjadi penerus perjuangan partai.

Melalui kaderisasi juga, anggota dapat memahami betul arah keberpihakan partai, sehingga meminimalisir adanya gesekan-gesekan tidak perlu antar sesama anggota dan di internal partai. Kader partai politik harus disiapkan dengan matang, untuk bersaing dan memenangkan jabatan-jabatan melalui mekanisme Pemilu. Sebab hanya dengan cara inilah, partai politik dapat secara langsung menjalankan perjuangannya untuk masyarakat.

Layaknya sekoah yang memiliki jenjang dari sekolah dasar, menengah dan atas, begitu pula seharusnya sekolah politik yang dilakukan partai politik terhadap anggota dan kadernya. Mereka harus memulai dari tahapan sekolah paling bawah, yang tentu saja hal tersebut memerlukan waktu belajar yang tidak pendek. Masing-masing partai politik sejatinya sudah memiliki aturan dalam proses kaderisasi, hanya saja pada kenyataan di lapangan seringkali hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan optimal atau bahkan keluar dari batasan yang sudah ditetapkan. Kader ingin cepat merasakan jabatan politik dan partai yang juga ingin mendapatkan kader andal dan mumpuni dalam waktu singkat.

120 Partai Politik dan Pemilu

Masalah Kaderisasi

Proses kaderisasi dan regenerasi anggota di partai politik tidak dapat berjalan dengan maksimal, disebabkan beberapa hal berikut ini:

1. Figur

Sebagian besar partai politik masih menjadikan figur atau sosok tertentu sebagai tokoh andalan untuk menarik minat massa atau masyarakat untuk memilih dan bergabung dengan partai tersebut. Lihat saja PDI Perjuangan dengan Megawati, Partai Demokrat dengan SBY, lalu Nasdem yang sangat identik dengan Surya Paloh, dan Gerindra dengan Prabowo. Kuatnya para figur atas partai masing-masing sengaja diciptakan untuk memperkuat pondasi, namun pada akhirnya menjadi kelemahan partai dalam hal memunculkan sosok dan tokoh baru. Jikalaupun ada, biasanya akan dicari yang identik dan hampir sama dalam segala hal termasuk pemikiran, dengan tokoh yang sudah ada sebelumnya. Akibatnya akan memunculkan tokoh baru dari lingkaran dekat figur sebelumnya, bisa anak atau anggota keluarga yang lain.

2. Senioritas

Kaderisasi dalam partai mandek merupakan imbas dari kentalnya suasana senioritas. Mereka yang lebih lama aktif di partai merasa memiliki hak lebih besar untuk maju mewakili partainya. Akibatnya, setiap proses pemilu, masyarakat disuguhi wajah-wajah lama yang sebagian besar semakin menua. Hanya ada sedikit wajah baru, itu pun biasanya hanya dijadikan pelengkap saja. Hal ini terjadi karena ketidakpercayaan diri partai untuk menaruh pion kader muda di garda terdepan. Mereka seakan merasa melakukan gambling (perjudian) jika melakukan hal tersebut, yang dikhawatirkan berpengaruh pada perolehan suara dan kursi di dewan. Maka drama pemilu akan terus berulang, sama setiap lima tahun sekali. Senior baru akan tergantikan ketika yang bersangkutan meninggal, terkena kasus atau pindah ke partai politik yang lain.

Partai Politik dan Pemilu 121 3. Rekrutmen Instan

Minimnya kader yang dianggap mumpuni menjadi wakil partai dalam proses pemilu, membuat mereka seringkali melakukan hal-hal pragmatis, yaitu dengan melakukan rekrutmen instan dengan memberikan penawaran khusus kepada tokoh terkenal atau artis untuk bergabung. Tujuannya jelas, popularitas artis dan tokoh tersebut sudah ada, partai politik tinggal memanfaatkannya untuk mendulang suara.

Padahal, ada risiko yang harus ditanggung dan diwaspadai oleh partai politik yang melakukan rekrutmen instan, yaitu: (1) Ketidaksesuaian paham ideologis antara orang yang direkrut dengan organisasi politik dan (2) Terjebaknya partai pada pragmatisme jangka pendek yang menjadikan organisasi politik sebagai kendaraan untuk berkuasa, (Firmanzah, 2008:137). Masing-masing menyadari risiko ini, namun asas saling menguntungkan menjadi prioritas dan yang utama.

4. Jenjang sekolah politik yang belum jelas

Sekolah politik dalam proses pengkaderan di internal partai belum mempunyai jenjang yang jelas. Seharusnya dibuat skema dan metode sekolah tertentu, layaknya jenjang strata dalam perkuliahan, yang sekaligus memberikan tawaran karier politik pasca sekolah, sehingga kader mempunyai kesempatan yang sama untuk bersaing antar kader dalam mewujudkan karier politiknya. Sistem ini sekaligus diharapkan dapat mengurangi kemungkinan pemberian jabatan karena like dan dislike.

5. Modal

Karier politik membutuhkan modal. Hal ini yang sering menjadi penghambat kader muda untuk dapat maju dan melaju dengan pesat. Mereka yang masih new comer dalam dunia politik dan tidak memiliki basic keuangan keluarga kuat harus berpikir keras dalam mencari modal untuk membiayai kebutuhan politiknya. Jangankan yang new comer, sudah menjadi rahasia umum jika sebagian besar anggota dewan

122 Partai Politik dan Pemilu

“menyekolahkan” SK mereka untuk mendapatkan pinjaman di bank.

Melihat masalah-masalah klasik yang terjadi di internal partai politik, maka seharusnya elit politik sudah harus benar-benar memikirkan revolusi dan perombakan sistem rekrutmen dan sekolah politik, secara intens. Partai juga harus memberikan perhatian yang besar terhadap anak muda, tidak hanya menjadikan mereka sebagai voters prospektif tapi juga harus memikirkan cara untuk merekrut anak-anak muda sebagai anggota dan kader partai. Generation gap yang terjadi di internal partai harus diperpendek jaraknya, dan bila memungkikan dihilangkan.

Merangkul Anak Muda

Menyasar anak muda bukan pekerjaan mudah namun juga tidak mustahil dilakukan, untuk itu, partai politik harus memahami kebutuhan dan keinginan anak muda zaman sekarang. Maka, pendidikan dan pengenalan politik sejak dini harus dilakukan terus menerus sehingga generasi muda tidak apatis dan cuek bebek dengan kondisi politik. Mereka harus diajak untuk melek politik dan memahami dinamikanya.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memulai rekrutmen anak-anak muda menjadi kader politik.

1. Program kreatif

Anak muda menyukai aneka hal yang berbau kreativitas, maka partai politik pun harus melakukan cara-cara kreatif untuk merangkul mereka. Bukan lagi cara lama yang so old fashion, apalagi hanya mengandalkan sosok dan figur yang masa kejayaannya jauh di atas usia anak muda sasaran.

2. Membuka program volunteer

Membuka kesempatan program volunteer kepada anak-anak muda untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang dilakukan oleh partai politik. Tahap ini adalah pengenalan awal

Partai Politik dan Pemilu 123

kepada mereka, untuk memberi pemahaman bahwa kegiatan politik tidak semata-semata terbatas pada aktivitas pemilu. 3. Menggelar sekolah politik

Pesertanya adalah anak-anak muda, dari pelajar SMA, yang memiliki ketertarikan dalam berorganisasi. Mereka yang lulus program ini setidaknya bisa menjadi brand ambassador atau corong dalam pendidikan politik kepada teman-teman mereka. Penjelasan peer to peer akan lebih efektif karena tidak terkesan menggurui.

4. Menjadikan anak muda sebagai penggerak

Untuk beberapa aktivitas yang menyasar anak muda, maka jadikan kader muda sebagai penggagas dan penggeraknya. 5. Memberi kesempatan menjadi pengurus

Anak muda juga harus mendapat kepercayaan untuk menunjukkan kemampuan mereka berorganisasi. Memberi mereka kesempatan sebagai pengurus, selain menjadi bagian dari pembelajaran juga merupakan cara untuk menguatkan loyalitas mereka terhadap partai. Menumbuhkan rasa bahwa mereka dipercaya sebagai kader potensial, bukan sekadar pelengkap.

Di Kota Malang, salah satu partai yang mampu menarik minat anak muda untuk bergabung adalah Partai Hanura. Dalam setahun terakhir, terlihat cukup banyak generasi muda usia 20-an yang masuk dalam jajaran kader partai ini. Anak-anak muda yang berasal dari latar belakang bervariasi itu mampu memberikan nuansa berbeda pada wajah politik secara keseluruhan. Memang, hasil dari proses dan rekrutmen kader muda masih panjang, namun jika tidak dilakukan sejak sekarang, partai politik akan lebih terlambat lagi melakukan regenerasi. Sebelum semuanya terlambat.

124 Partai Politik dan Pemilu

PARTAI POLITIK DAN PEMILU DALAM SISTEM