• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DAN SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA

A. Pemilu di negara hukum yang demokratis

Seiring dengan bergulirnya reformasi sejak Tahun 1998 sampai saat ini dengan segala dampaknya, telah terjadi perubahan paradigma yang penting di mana peraturan perundang-undangan, dari Undang-Undang Dasar sampai peraturan-peraturan perundangan yang ada di bawahnya menjadikan paradigma Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi isu sangat penting yang di dalamnya dituntut adanya jaminan hak asasi manusia, nilai persamaan hak dan keadilan sesama warga negara. Hal ini menjadi sebuah nilai moral yang penting yang harus ada dalam produk hukum yang berupa peraturan perundang-undangan, dan utamanya yang ada kaitannya dengan pembahasan di sini adalah aturan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (selanjutnya disingkat Pemilu) yang berkaitan hak yang harus dimiliki oleh warga negara untuk memilih dan dipilih yang mana Pemilu merupakan salah satu

1 Focus Group Discussion, kerjasama UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan Lembaga Pengkajian Majlis Permusyawaratan Rakyat di Hotel Savana Malang, Kamis 13 April 2017.

2Tim Penyusun, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Buku I: Latar belakang, Proses, dan Hasil Perubahan UUD 1945, (Jakarta: Sekretariat Jenderal Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010), hlm 38.

80 Partai Politik dan Pemilu

barometer penting suatu negara dalam menjamin kebebasan warga negaranya menyalurkan aspirasinya.

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Legislatif dan Pemilu Kepala Daerah yang diadakan secara langsung oleh rakyat merupakan salah satu dampak positif dari reformasi dan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa bernegara yang mengarah pada penguatan sistem pemerintahan presidensiil. Dengan sistem langsung ini menurut Mahfud MD ada dua tujuan yang hendak dicapai yaitu pemilihan langsung lebih membuka pintu bagi tampilnya Presiden dan Wakil Presiden yang sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat sendiri dan dengan pemilihan secara langsung juga untuk menjaga stabilitas pemerintahan agara tidak mudah dijatuhkan di tengah jalan sesuai dengan yang berlaku di dalam sistem presidensiil.3

Partai politik merupakan pilar penting dalam demokrasi. Empat fungsi dari partai politik menurut Miriam Budiardjo meliputi: (i) sarana komunikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political

sosialization), (iii) sarana rekruitmen politik (political recruitment),

dan (iv) pengatur konflik (conflict management)4 . Sebagai sarana rekrutmen politik, partai politik dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pemilihan Presiden dan Wakilnya yang dipilih langsung oleh rakyat dalam bingkai sistem pemerintahan presidensiil telah menempatkan posisi lembaga eksekutif seimbang (balance) dengan lembaga legislatif. Perpaduan antara sistem pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat dan hak pengajuan calon oleh partai politik saja secara hukum telah menutup hak warga negara untuk dapat mencalonkan sebagai calon Presiden atau Wakil Presiden.

3 Mahfud MD., Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2007), hlm. 133.

4 Miriam Budiardjo, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 163-164.

www.mpr.go.id

Partai Politik dan Pemilu 81

Menurut Mahfud MD, Pemilu merupakan salah satu cara pelaksanaan demokrasi.5 Dalam demokrasi, partisipasi rakyat sangat dijunjung tinggi, ketika sekelompok rakyat yang jumlahnya cukup signifikan tidak peduli dengan proses pemilihan umum perlu dipertanyakan, mereka biasanya disebut dengan kelompok golput (golongan putih). Fenomena golput dalam pemilu disebabkan adanya perubahan perilaku pemilih yang bermacam-macam sebabnya di antaranya ada yang mengalami ketidakpuasan pada partai politik dan figur yang dicalonkan.

Dari aspek filsafat hukum, hukum terkait dengan moral, dan dalam hukum ada yang disebut dengan pesan moral, menegakkan hukum berarti pula menegakkan moral, melanggar hukum berarti melanggar moral.6 Salah satu dari produk hukum pasca reformasi adalah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu hakekatnya adalah melaksanakan perwujudan kedaulatan rakyat dalam kerangka negara hukum yang demokratis, dan karena demokrasi telah menjadi moralitas dalam setiap keputusan / kebijakan negara yang menyangkut kepentingan orang banyak, maka aturan hukum dalam penyelenggaraan pemilu harus demokratis, adanya jaminan hak asasi manusia, adil, dan tidak diskriminatif.

Aturan hukum dalam pemilu harus dapat dijadikan instrumen untuk mencapai tujuan pemilu. Hendarmin7 dalam hal ini menjelaskan bahwa pemilu adalah sarana demokrasi yang dari padanya dapat ditentukan siapa yang berhak menduduki kursi di lembaga politik negara, legislatif dan/atau eksekutif dan oleh karena itu setiap kontestan pemilu (baik partai politik maupun perseorangan) sudah tentu memiliki ideologi yang di dalamnya mengandung visi dan atau program dasar pemerintahan.

Pemilu dalam negara hukum memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga negara untuk melaksanakan hak-haknya,

5 Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Yogyakarta, Gama Media, 1999). Baca hlm. 222.

6 A. Masyhur Effendi, HAM dalam Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik dan Proses Penyusunan / Aplikasi HA-KHAM dalam Masyarakat, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 36.

7 Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, (Bandung: Fokus Media, 2007), hlm. 173.

82 Partai Politik dan Pemilu

baik hak untuk memilih calon pejabat publik maupun hak untuk mencalonkan diri. Setiap warga negara harus mendapat kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan dan berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945: “Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”, dan Pasal 28D ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”, dan Pasal 28D (3) UUD Negara RI Tahun 1945: “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.

Dengan merujuk pada tiga ayat ini setiap warga negara memiliki hak yang sama di dalam proses pencalonan pimpinan dalam suatu pemerintahan termasuk di dalamnya pemilihan presiden, yang dalam hal ini juga sejalan dengan pasal 21 ayat 2 dari Universal Declaration

of Human Right : “Everyone has the right of equal access to public service in his country (Setiap orang berhak atas kesempatan sama untuk

diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya).8 Jika terdapat warga negara yang memiliki kemampuan dan didukung oleh sekelompok masyarakat lalu ingin mencalonkan dirinya dalam proses pemilihan pejabat publik lalu terhalangi oleh aturan hukum yang ada, maka dapat dikatakan aturan hukumnya tidak menjunjung keadilan yang setinggi-tingginya, adanya diskriminasi, dan tidak memberikan jaminan adanya hak warga negaranya.