• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Peraturan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan HHBK

PASAK BUMI ( Eurycoma longifolia Jack)

Lampiran 3 Identifikasi Peraturan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan HHBK

No Peraturan Pengelolaan HHBK

1 Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan -

Pasal 31 (1) , untuk menjamin asas keadilan, pemerataan, dan lestari, maka izin usaha pemanfaatan hutan dibatasi dengan

mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha.

- Pasal 33 (2) , Pemanenan tidak boleh melebihi daya dukung hutan secara lestari

2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya (KSDAH&E)

- Pasal 27, Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian

- Pasal 28, Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar

3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

-Pasal 2 (b), perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas kelestarian dan keberlanjutan

-Pasal 3 (h), Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan: mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana

-Pasal 6 (2), Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: a. potensi dan ketersediaan; b. jenis yang dimanfaatkan; c. bentuk penguasaan; d. pengetahuan pengelolaan;

- bentuk kerusakan; dan f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan

- Pasal 57 (2), Konservasi sumber daya alam sebagaimana meliputi kegiatan: a)

perlindungan sumber daya alam; b) pengawetan sumber daya alam; dan c) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam. 4 Peraturan Pemerintah Nomor

7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

- Pasal 3, Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui upaya: a. penetapan dan penggolongan yang dilindungi dan tidak dilindungi; b. pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya; c. pemeliharaan dan pengembangbiakan

- Pasal 8, pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui kegiatan pengelolaan di

111

No Peraturan Pengelolaan HHBK

dalam habitatnya (in situ) dan di luar habitat (ex situ)

- Pasal 15 (1), Pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya dilaksanakan untuk menyelamatkan sumber daya genetik dan populasi jenis tumbuhan dan satwa

- Pasal 15 (2), Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi juga koleksi jenis tumbuhan dan satwa di lembaga

konservasi 5 Peraturan Pemerintah Nomor

8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar

- Pasal 2 (2), Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan mengendalikan pendayagunaan jenis tumbuhan dan satwa liar atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya dengan tetap menjaga keanekaragaman jenis dan keseimbangan ekosistem

- Pasal 35, Pemanfaatan jenis tumbuhan liar yang berasal dari habitat alam untuk keperluan budidaya tanaman obat-obatan dilakukan dengan tetap memelihara kelangsungan potensi, populasi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan liar

- Pasal 43 (1), Pemerintah menetapkan daftar jenis tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi atas dasar klasifikasi yang boleh dan yang tidak boleh diperdagangkan

- Pasal 43 (2), Penetapan daftar klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan : a. perkembangan upaya perlindungan jenis tumbuhan san satwa liar yang disepakati dalam konvensi internasional; b. upaya-upaya konservasi yang dilakukan di Indonesia; dan c. kepentingan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar

6 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan

- Pasal 26 (2), Pemungutan HHBK pada hutan lindung dilakukan dengan ketentuan: a. hasil hutan bukan kayu yang dipungut harus sudah tersedia secara alami; b. tidak merusak lingkungan; dan c. tidak mengurangi, mengubah, atau enghilangkan fungsi utamanya

- Pasal 26 (4), Pada hutan lindung, dilarang; memungut HHBK yang banyaknya melebihi kemampuan produktifitas lestarinya; b. memungut beberapa jenis hasil hutan yang dilindungi oleh undang-undang

- Pasal 46 (1), Pemungutan HHBK dalam hutan alam pada hutan produksi diberikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan dapat diperdagangkan

112

No Peraturan Pengelolaan HHBK

alam pada hutan produksi dapat berupa

pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun,gaharu, kulit kayu, tanaman obat, dan umbi-umbian, dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap kepala

keluarga

- Pasal 47 (1), Pemungutan HHBK dalam hutan tanaman pada hutan produksi diberikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan dapat diperdagangkan

- Pasal 47 (2) Pemungutan HHBK dalam hutan tanaman pada hutan produksi pada tanaman rehabilitasi,

- Pasal 47 (3) Pemungutan HHBK dalam hutan tanaman pada hutan produksi dapat berupa pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun,gaharu, kulit kayu, tanaman obat, dan umbi-umbian, dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap kepala

keluarga 7 Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor P.37/Manhut-II/2007 tentang Hutan

Kemasyarakatan

- Pasal 1(18), Pemungutan HHBK adalah kegiatan untuk mengambil HHBK dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu yang tersedia secara alami atau hasil budidaya

-Pasal 17 (7), Pemungutan HHBK dapat berupa pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat, dan umbi-umbian, dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap pemegang izin

8 Permenhut No. 49/Menhut-

II/2008 tentang Hutan Desa -Pasal 29, Pemanfaatan HHBK pada hutan produksi dalam hutan alam antara lain berupa pemanfaatan:

 rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil;

 getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil

-Pasal 33, pemungutan HHBK pada hutan produksi dapat berupa pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat, dan umbi-umbian, dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap lembaga desa

9 Permenhut No. P.21/Menhut- II/2009 tentang Kriteria dan Indikator HHBK Unggulan

- Salah satu kriteria penetapan indikator HHBK unggulan adalah dari kriteria biofisik

113

No Peraturan Pengelolaan HHBK

dan status konservasi. Ketiga indikator tersebut sangat mempengaruhi tingkat kemudahan pengembangan lebih lanjut jenis HHBK bersangkutan.

-

10 Permenhut No. 19/Menhut- II/2009 tentang Strategi Pengembangan HHBK Nasional

- Langkah-langkah dalam pemanfaatan HHBK : 1. Inventarisasi dan pemetaan potensi HHBK

di dalam dan di luar kawasan hutan 2. Penentuan/seleksi jenis komoditas HHBK

prioritas yang akan dikembangkan dalam suatu daerah

3. Penyusunan/perumusan kebijakan yang mendukung pengelolaan HHBK

- Road Map HHBK (2010 sd 2025), program pengembangan HHBK :

1. Tier 1 (level 1) : HHBK yang termasuk dalam kelompok advance (komoditas HHBK ekonomis yang telah dikuasai teknik budidaya dan teknologi pengolahan).

2. Tier 2 (level 2) : HHBK yang termasuk dalam kelompok intermediate (komoditas HHBK ekonomis yang belum sepenuhnya dikuasai teknik budidaya dan teknologi pengolahan).

3. Tier 3 (level 3) : HHBK yang termasuk dalam kelompok preliminary (komoditas HHBK ekonomis yang belum dikuasai teknik budidaya dan teknologi

pengolahannya). 11 Permenhut Nomor

P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

Pasal 7 (5c), Pemungutan HHBK di kawasan hutan produksi : pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat dan umbi-umbian, maksimal 20 ton per tahun per Kepala Keluarga

12 Keppres No. 43 Tahun 1978, tentang Ratifikasi CITES (Convention on International Trades of Endangered Species of Wild Flora and Fauna)

CITES mengatur perdagangan spesies langka dengan mengelompokkan spesies langkayang dipublikasikan dalam Appendiks I, II, dan III

13 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KONTRANAS)

- Pokok-pokok dan langkah kebijakan KONTRANAS :

Budidaya dan konservasi sumber daya obat tradisional dengan sasaran tersedianya secara berkesinambungan bahan baku obat tradisional yang memenuhi standar mutu yang dapat dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Langkah kebijakan :

114

No Peraturan Pengelolaan HHBK

a. Peningkatan pengembangan lintas program, untuk penetapan komoditas dan wilayah pengembangan tumbuhan obat unggulan b. Peningkatan produksi, mutu dan daya saing

komoditas tumbuhan unggulan melalui Good Agriculture Practices (GAP), Goog Agriculture Collecting Practices (GACP), dan Standart Operational Procedures (SOP) masing-masing komoditas

c. Pelaksanaan survei dan evaluasi menyeluruh tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan d. Pemetaan dan kesesuaian lahan

e. Pelaksanaan konservasi untuk mencegah kepunahan akibat eksploitasi berlebihan maupun biopiracymelalui regulasi, penelitian dan pengembangan

f. Pembentukan bank plasma nutfah/sumber genetik tumbuhan obat

Lampiran 4 Identifikasi Peraturan perundang-undangan terkait dengan