• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KARAKTERISTIK PASAK BUMI ( Eurycoma longifolia Jack)

Bioekologi Pasak Bumi

Pasak bumi adalah salah satu jenis tumbuhan obat yang banyak ditemukan di hutan-hutan Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Birma (Siregar et al. 2003; Minosky 2004). Menurut Heyne (1987), tumbuhan pasak bumi banyak ditemukan di bagian barat kepulauan Nusantara kecuali Pulau Jawa. Tumbuhan ini berupa pohon kecil dengan ketinggian mencapai 10 m yang merupakan anggota Simarubaceae (Rifai 1975). Pasak bumi di Malaysia dikenal dengan sebutan tongkat ali, bedara merah, atau bedara putih, sedangkan di Thailand dikenal dengan nama plaa-lai-pueak, hae pan chan, plaalai phuenk atau phiak. Pasak bumi di Indonesia mempunyai beragam nama daerah, antara lain pasak bumi (Kalimantan), widara putih (Jawa), bidara laut, mempoleh (Bangka), penawar pahit (Melayu), dan beseng (Sumatra) (Padua et al. 1999).

Pasak bumi merupakan sejenis pohon yang terdapat di hutan tropis, terutama di Indonesia banyak terdapat di Kalimantan dan Sumatera. Pasak bumi yang termasuk suku Simarubaceae sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat Dayak sebagai salah satu dari sekian banyak obat tradisional. Pasak bumi merupakan tumbuhan perdu atau pohon kecil yang tingginya dapat mencapai 10 m. Daun pasak bumi berbentuk lanset dengan tepi rata berukuran 2,5 – 14,2 X 0,7 - 4,5 cm. Daun majemuk menyirip ganjil dengan jumlah anak daun 11- 38 mengumpul pada ujung ranting. Bunga berwarna merah berbentuk malai dan berbulu. Buah berwarna kuning kemerahan ketika muda serta menjadi hitam pada saat tua. Pasak bumi termasuk tumbuhan berumah satu atau berumah dua (Hadad & Taryono 1998: Padua et al. 1999). Masyarakat Dayak membedakan pasak bumi dua jenis, yaitu pasak bumi bini dan pasak bumi laki. Pasak bumi bini mempunyai bentuk daun lebih besar daripada pasak bumi laki (Kartikawati 2004).

Menurut Angiosperm Phylogeny Group (2003), kedudukan taksonomi pasak bumi sebagai berikut:

Dunia : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Simaroubaceae Genus : Eurycoma

Jenis : Eurycoma longifolia Jack

Karakteristik botani pasak bumi (Indonesian Botanic Garden 1998) sebagai berikut:

a. Batang : Umumnya tidak bercabang, tetapi ada juga yang bercabang sedikit menyerupai payung dengan kedudukan daunnya melingkar (rosette),batangnya kokoh berwarna coklat keabu-abuan, licin.

b. Daun : Daunnya majemuk menyirip, jumlahnya ganjil, panjang 0,3-1 meter dengan anak daun berjumlah 20-30 pasang, berbentuk oblong, bergelombang,

16

warna anak daunnya hijau tua berukuran 5-25 cm x1,25-3 cm, tinggirnya bergelombang, tangkai daunya berwarna coklat kehitaman

c. Buah : Panjang 1,25 cm, berbentuk oblong, ketika masak warnanya menjadi kuning kemudian memerah

Menurut Padua et al. (1999), bunga pasak bumi bersifat monoceous atau

dioceous, tetapi biasanya dijumpai sebagai dioceous. Berwarna merah jingga, lebar bunga 0,6 cm, berbulu halus dengan benjolan kelenjar di ujungnya, ada 2 (dua) kelompok tumbuhan yaitu tumbuhan berbunga jantan (tidak menghasilkan buah) dan berbunga betina (mampu menghasilkan buah).

Berdasarkan sifat-sifatnya pasak bumi dikelompokkan bersama dengan marga Quassia, Picrasma, Brucea dan Soulamea dalam suku Simarubaceae yang terdiri dari tumbuhan yang mengandung substansi pahit (bitter plant) (Indonesia Botanic Garden 1998). Morfologi tumbuhan pasak bumi disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3 berikut.

Gambar 2 Profil pasak bumi Gambar 3 Akar pasak bumi

Penelitian mengenai kondisi ekologi pasak bumi belum banyak dilakukan. Baru sedikit penelitian tentang kondisi biofisik dan lingkungan pasak bumi, diantaranya sebagai berikut :

1. Ginting (2010), melakukan penelitian untuk menyelesaikan tesis pada Program Studi Magister Ilmu Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara dengan judul Kajian Ekologi Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) dan Pemanfaatan Oleh Masyarakat di Sekitar Hutan Bukit Lawang. Hasil penelitian menunjukkan komponen tanah terdiri atas pasir, debu dan liat, Kandungan hara juga tinggi, Suhu udara rata-rata pada siang hari 23,70C; suhu tanah rata-rata pada siang hari 24,10C; kelembaban udara rata-rata pada siang hari 90,8 %; pH tanah rata- rata 6,4; dan intensitas cahaya rata-rata 113,6 x 10 Lux. Keanekaragaman tingkat pertumbuhan pohon ditemukan 72 jenis, Eurycoma longifolia memiliki INP 2,16 %. Keanekaragaman tingkat pertumbuhan tiang ditemukan 44 jenis,

17

pertumbuhan pancang ditemukan 70 jenis, Eurycoma longifolia memiliki INP 24 %. Keanekaragaman tingkat pertumbuhan semai ditemukan 69 jenis, yang didomonasi oleh pasak bumi dengan INP 24,6 %. Pada tingkat pertumbuhan pohon pasak bumi berasosiasi signifikans dengan Parkia sp, Shorea scabrida, Eury nitida dan Plemengia macrophylla. Pada tingkat pertumbuhan tiang berasosiasi signifikan dengan Shorea sp. Pada tingkat pertumbuhan pancang dan semai Eurycoma longifolia tidak berasosiasi dengan jenis lain. Pola persebaran Eurycoma longifolia pada tingkat pertumbuhan pohon adalah merata, tingkat pertumbuhan tiang, pancang, dan semai adalah mengelompok.

2. Nuryamin (2000), melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi pada Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dengan judul Studi potensi tumbuhan obat akar kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr), pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack), seluang belum (Luvunga eleutherandra Dalz) dan gingseng kalimantan (Psycotria valetonii Hochr) di Areal Kerja HPN PT. Manimbun Djaja (Djajanti Group) Kalimantan Tengah. Kondisi habitat akar kuning dan seluang belum banyak ditemukan pada daerah relatif datar. Sedangkan untuk pasak bumi banyak ditemukan pada rentang ketinggian antara 500-600 m dpl pada kelerengan > 25 %. Potensi akar kuning sebesar 145 btg/100 ha, pasak bumi 162 btg/100 ha, seluang belung 248 btg/100 ha dan gingseng kalimantan 154 btg/100 ha. Pola sebaran keempat jenis tersebut membentuk pola menyebar berkelompok dan banyak dijumpai di sekitar induknya. Dalam pendugaan berat akar dihasilkan model terpilih dibentuk dari variabel bebas diameter batang. Pendugaan berat akar pasak bumi di wilayah ini sebesar 35,81 kg. 3. Julisasi (1992), melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi pada

Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dengan judul Studi potensi tumbuhan obat pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) di areal HPH PT. Siak Raya Timber Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah tempat tumbuh pasak bumi adalah tanah miskin hara seperti podsolik merah kuning dengan tekstur lempung liat berpasir dengan tipe struktur remah. Pasak bumi banyak ditemukan pada rentang ketinggian 0 – 100 m dpl.

4. Rifai (1975) meneliti data botani tumbuhan pasak bumi yang merupakan habitus semak atau pohon kecil dengan tinggi mencapai 10 meter, struktur daun majenmuk, menyirip ganjil, anak daun berhadapan, berbentuk lanset. Pembungaan berbentuk malai keluar dari ketiak daun, bunga berwarna merah kejinggaan dan seluruh baginnya berbulu halus. Bunga jantan selalu dengan bakal buah steril, bunga betina dengan benangsari tak berfungsi. 5. Supriyadi (1998) melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi pada

Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dengan judul Studi potensi pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) dan kemungkinan pemanfaatannya di areal kerja HPH PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasak bumi banyak ditemukan pada daerah ketinggian berkisar 290-650 m dpl. Kelimpahan pasak bumi per hektar pada hutan primer 7 btg/ha, hutan bekas tebangan 1 tahun 2.33 btg/ha, hutan bekas tebangan 5 tahun 2,00 btg/ha, hutanbekas tebangan 7 tahun 1,16 btg/ha, dan bekas tebangan 9 tahun ditemukan 4.67 btg/ha. Pola sebaran pasak bumi mengelompok dan mempunyai nilai derajat asosiasi sebesar 297% dari kempas (Koompassia malacensis). Dalam

18

pendugaan berat akar dari 36 sampel akar pasak bumi dihasilkan model terpilih dibentuk dari variabel bebas diameter batang. Pendugaan berat akar pasak bumi di wilayah ini sebesar 41.93 kg.

6. Lesmana (2005), melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi pada Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura dengan judul Studi habitat dan sebaran pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) di hutan Pikul Desa Sahan Kecamatan Seluas, Kabupaten Bengkayang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekstur tanah tempat tumbuh pasak bumi adalah pasir berlempung dengan pH tanah sangat masam. Rata-rata suhu harian 25.07oC, rata-rata kelembaban udara 91.49%, dan intensitas cahaya rata-rata 0.84 Klx. Pola persebaran mengelompok dan berasosiasi dengan meranti putih (Shorea lemellata) dan meranti merah (Shorea leprosulla). Nilai indeks nilai penting (INP) pasak bumi pada tingkat semai sebesar 22.8%, pada tingkat pancang sebesar 24. 9%.

7. Heriyanto et al. (2006), melakukan penelitian dengan judul Kajian ekologi dan potensi pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) di kelompok hutan Sungai Manna-Sungai Nasal, Bengkulu, yang dipublikasikan dalam Bulletin Plasma Nutfah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasak bumi banyak ditemukan pada ketinggian berkisar 250-300 m dpl dengan tingkat kelerengan 15-45 %. Tempat tumbuh yang disukai pada tanah miring yang tidak tergenang air. Kelimpahan pasak bumi pada setiap jalur berbeda-beda, untuk tingkat pohon adalah 2 pohon/ha pada jalur I dan jalur III. Pada jalur II, IV, dan V tidak dijumpai jenis pasak bumi. Pada tingkat belta dijumpai 10 individu/ha pada jalur I, 20 individu/ha pada jalur III, dan 20 individu/ha pada jalur V. Pada jalur II dan IV tidak dijumpai jenis pasak bumi. Pada tingkat semai dijumpai 280 individu/ha pada jalur III, 60 individu/ha pada jalur IV, dan jalur V memiliki kelimpahan 100 individu/ha. Pada jalur I dan II tidak dijumpai jenis pasak bumi.

Biologi Reproduksi Pasak Bumi

Pasak bumi terdiri dari 2 tipe tumbuhan yaitu dioceous dan monoceous. Jenis dioceous tergolong unik karena terdiri dari pohon jantan dan pohon betina. Pohon jantan dapat menghasilkan buah namun gugur pada saat muda. Selain itu memiliki bunga yang dapat tumbuh namun putiknya steril, sedangkan pohon betina mampu menghasilkan benih dan memiliki benang sari namun steril. Oleh karena itu proses penyerbukannya kemungkinan dibantu oleh serangga dan penyerbukan silang (Padua, 1999). Bunga jantan dan betina pada pasak bumi dapat dibedakan secara mudah berdasarkan ukuran benangsarinya. Bunga betina memiliki benangsari yang besar, sedangkan bunga jantan memiliki benangsari yang tipis dan kecil. Pada beberapa kasus, proses penyerbukan dan pembuahan terjadi pada saat bunga masih belum membuka (penyerbukan tertutup/kleistogami). Letak benang sari yang lebih rendah daripada kepala putik menyebabkan proses penyerbukan pada tipe ini sulit dilakukan, dan penyerbukan hanya terjadi ketika ada vektor yang menggerakkan bunga sehingga putik dan benangsari bertemu (Hadiah 2000).

19 Pasak bumi memiliki tipe benih rekalsitran. Persentase perkecambahan pasak bumi yang terjadi di habitat alamnya sangat rendah serta membutuhkan waktu yang cukup lama; hal ini disebabkan karena adanya embrio yang belum cukup masak pada saat pemencaran (Hussein et al. 2005).

Manfaat Pasak Bumi Secara Tradisional

Pasak bumi sudah digunakan oleh masyarakat sejak dulu sebagai tumbuhan obat yang lebih banyak dikenal sebagai afrodisiak atau obat kuat. Sangat et al. (2000) menyatakan ada sekitar tujuh etnis yang biasa menggunakan pasak bumi untuk pengobatan, yaitu etnis suku Talang Mamak (Riau), suku Melayu (Riau), suku Anak Dalam (Jambi), suku Sakai (Riau), suku Daya Ngaju (Kalimantan Tengah), suku Dayak Tanjung (Kalimantan Timur), suku Kutai (Kalimantan Timur) dan suku Punan Lisum. Pasak bumi juga dimanfaatkan oleh suku Dayak Meratus (Kalimantan Selatan) (Kartikawati 2004).

Beberapa kajian etnobotanis pemanfaatan pasak bumi sudah dilakukan. Masyarakat Dayak Meratus di Kalimantan Selatan biasa menggunakan tumbuhan ini untuk mengobati luka, sakit pinggang, pegal linu, batuk, sakit kuning dan aprodisiack. Bagian tumbuhan yang digunakan terutama adalah akar. Pengobatan untuk sakit pinggang, batuk, pegal linu, sakit kuning dan aprodisiack dengan cara minum air rendaman akar pasak bumi; sedangkan pengobatan untuk luka dilakukan dengan menggosok-gosokkan daun pasak bumi ke luka. Pemanfaatan pasak bumi oleh suku Dayak Meratus pasak bumi secara eksklusivitas merupakan jenis tumbuhan obat yang paling disukai karena adanya khasiat dan keyakinan bahwa akar pasak bumi merupakan obat kuat, khususnya sebagai obat pembangkit nafsu sex (Kartikawati 2004). Akar tumbuhan ini dicampur dengan tumbuhan obat lain seperti kayu manis dan digunakan untuk tonik penyehat di Sabah. Selain itu, di Malaysia kulit akarnya digunakan juga sebagai panawar demam, penyembuh luka-luka di gusi atau gangguan cacing serta tonikum setelah melahirkan (Wong & Supadmo 1995). Bagian kulit batang digunakan untuk koagulan darah setelah melahirkan, sedangkan di Kalimantan dan Sabah kulit batang digunakan untuk mengobati nyeri pada tulang (Hadiah 2000). Daun pasak bumi yang muda dan buah pasak bumi digunakan sebagai obat desentri; demikian juga bunga dan buahpasak bumi di Vietnam digunakan sebagai obat desentri.

Padua et al. (1999) melalui lembaga Plant Resources of Southeast Asia (PROSEA) melakukan inventarisasi dan dokumentasi semua sumberdaya nabati termasuk salah satunya pasak bumi. Hasil inventarisasi pemanfaatan pasak bumi digunakan untuk mengobati demam, tapal untuk sakit kepala, luka, borok, bisul, ketombe dan sipilis. Kegunaan tumbuhan pasak bumi dalam pengobatan meliputi semua bagian tumbuhan. Akar pasak bumi biasa digunakan sebagai obat kuat, penurunan panas, anti malaria, dan disentri. Kulit dan batangnya digunakan untuk mengobati demam, sariawan, sakit tulang, cacing perut, serta sebagai tonik setelah melahirkan. Daunnya digunakan untuk mengobati penyakit gatal, sedangkan bunga dan buahnya bermanfaat dalam mengobati sakit kepala, sakit perut dan nyeri tulang (Hadad dan Taryono, 1998).

20

Kandungan Kimia Pasak Bumi

Beberapa kajian farmakologis sudah banyak dilakukan sebelumnya. Pasak bumi terkenal sebagai salah satu tumbuhan obat afrodisiak karena mengandung metabolit sekunder berupa bahan bioaktif yang dapat berfungsi untuk mengatasi disfungsi seksual atau untuk meningkatkan libido (Ang et al. 2003; Ang et al. 2004; Nainggolan & Simanjutak 2005; Asiah 2007; Rahardjo 2010; Pratomo 2012). Pasak bumi juga terbukti memiliki senyawa anti kanker . Ekstrak metanol, n-butanol, kloroform, dan air dari akar pasak bumi sudah diuji efek sitotoksisitasnya dengan MTT menggunakan sel KB, DU-145, RD, MCF-7, CaOV-3, dan MDBK. Semua ekstrak kecuali ekstrak air mempunyai efek sitotoksik terhadap semua sel kanker (Nurhanan et al. 2005). Hal ini diperkuat dengan hasil kajian zat bioaktif F16 yang diekstraks dari akar pasak bumi dapat menghambat proliferasi MCF-7 sel kanker payudara manusia dengan menginduksi apoptosis (Tee et al. 2007). Penelitian senyawa anti kanker pada pasak bumi juga dilaporkan oleh Nurani (2011), ekstrak etanol akar pasak bumi dapat berperan sebagai kemopreventif sel kanker payudara melalui mekanisme pemacuan apoptosis dan penghambatan proliferasi.

Pasak bumi juga sebagai sumber potensial senyawa antibakteri. Ekstrak alkohol dan aseton dari daun dan batang pasak bumi mengandung agen antibakteri (Farouk dan Benafri 2007). Selain beberapa penelitian ekstrak akar pasak bumi juga menunjukkan aktivitas antimalaria. Ekstrak pasak bumi terbukti mampu pula untuk pengobatan osteoporosis laki-laki (Effendi et al. 2012), sitotoksik (Kuo et al. 2003; Kuo et al. 2004), anti leukemia, antimalaria, dan disentri (Chan et al. 2005).

Kajian Farmakologis Pasak Bumi

l. Kajian farmakologis pasak bumi sebagai afrodisiak (meningkatkan seksual) a. Ang et al. (2003) melakukan penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal

Phytomedicine dengan judul Effects of Eurycoma longifolia Jack on sexual qualities in middle aged male rats. Penelitian dilakukan pada tikus jantan dewasa dengan memberi dosis 0,5 g/kg fraksi pasak bumi dan kelompok kontrol dengan dosis 3 ml/kgbb selama 12 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasak bumi meningkatkan kualitas seksual tikus jantan dewasa. Hal ini membuktikan bahwa pasak bumi sebagai aprodisiak

b. Ang et al. (2004) melakukan penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Basic Clin Physiol Pharmacol dengan judul Sexual arousal in sexually sluggish old male rats after oral administration of Eurycoma longifolia Jack. Penelitian dilakukan pada tikus jantan dengan pemberian ekstrak pasak bumi dengan dosis 200, 400 dan 800 mg/kg dua kali sehari selama 10 hari. Testoteron digunakan sebagai kontrol dengan menyuntikkan 15 mg/kg setiap hari selama 32 hari. Hasil penelitian menunjukkan pasak bumi dapat meningkatkan kinerja seksual

c. Nainggolan dan Simanjuntak (2005). Melakukan penelitian yang dipublikasikan dalam majalah Cermin Dunia Kedokteran dengan judul

21 Pengaruh ekstrak etanol akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap perilaku seksual mencit putih. Dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 56 mg/kgbb, 28 mg/kgbb, yang diberikan secara oral setiap hari selama 7 hari. Antagonis estrogen sebagai kontrol positif diberikan oral dengan dosis 0,24 mg/kgbb, dan sebagai kontrol negatif digunakan tragacan 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraks pasak bumi dengan dosis 28 mg/kgbb dapat meningkatkan kadar testtosteron dalam darah

d. Asiah et al. (2007). Melakukan penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Tropical Forest Science.dengan judul Determination of bioactive peptide (4.3kDa) as an aphrodisiac marker in six Malaysia plants. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolasi bioaktif peptisida (4.3kDa) dapat meningkatkan testosteron dalam sel leydig pada tikus e. Pratomo (2012) melakukan penelitian untuk menyelesaikan disertasi

pada program studi Biologi Reproduksi, Sekolah Pascasarjana IPB dengan judul Kinerja pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) dalam peningkatan kualitas reproduksi tikus (Rattus norvegicus) jantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerja pasak bumi dengan dosis 18 mg/200g bb meningkatkan kualitas libido dan organ-organ yang berfungsi dalam reproduksi jantan secara nyata pada hari ke-3 dibanding kontrol hari ke-1 dan ke-3.

1. Kajian farmakologis pasak bumi memiliki senyawa anti kanker

a. Tee et al. (2007), melakukan penelitian yang berjudul A fraction from Eurycoma longifolia jack extract, induces apoptosis via a caspase-9- independent manner in MCF-7 cells, dipublikasikan di jurnal Anticancer Res. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol, n-butanol, kloroform, dan air dari akar pasak bumi sudah diuji efek sitotoksisitasnya dengan MTT menggunakan sel KB, DU-145, RD, MCF-7, CaOV-3, dan MDBK. Semua ekstrak kecuali ekstrak air mempunyai efek sitotoksik terhadap semua sel kanker (Nurhanan et al. 2005). Hal ini diperkuat dengan hasil kajian zat bioaktif F16 yang diekstraks dari akar pasak bumi dapat menghambat proliferasi MCF-7 sel kanker payudara manusia dengan menginduksi apoptosis.

b. Nurani (2011), melakukan penelitian untuk menyelesaikan disertasi di Universitas Gadjah Mada dengan judul Anti kanker senyawa aktif akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) kajian in vitro pada sel T47D dan in vivo pada kanker payudara pada tikus SD yang diinduksi DMBA. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol akar pasak bumi dapat berperan sebagai kemopreventif sel kanker payudara melalui mekanisme pemacuan apoptosis dan penghambatan proliferasi.

c. Salamah et al. (2010), melakukan penelitian dengan judul Efek antiangiogenik ekstrak metanol akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) pada membran korio alantois (CAM) embrio ayam yang terinduksi bFGf yang dipublikasikan di Majalah Obat Tradisional. Angiogenesis merupakan peristiwa pertumbuhan pembuluh darah baru, yang memungkinkan sel kanker mendapatkan suplai nutrisi dan oksigen, sehingga dapat terus bertahan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiangiogenik ekstrak metanol akar pasak bumi pada

22

CAM embrio ayam. Uji penghambatan angiogenesis dilakukan dengan membagi telur berembrio umur 8-9 hari dalam 8 kelompok perlakuan. Kelompok I sebagai kontrol paper disc, kelompok II sebagai kontrol bFGF, kelompok III sebagai kontrol bFGF+ pelarut DMSO 0,8%, kelompok IV, V, VI, VII dan VIII sebagai kelompok uji penghambatan angiogenesis, pada paper disc diberi bFGF 1 ng/μL dan ekstrak metanol akar pasak bumi berturut-turut dengan dosis 20, 40, 60, 80 dan 100 μg/mL. Setelah diinkubasi selama 3 hari (umur embrio12 hari), telur dibuka dan isi telur dikeluarkan, kemudian CAM yang melekat pada cangkang diamati secara makroskopik dan mikroskopik. Ekstrak metanol akar pasak bumi memberikan aktivitas antiangiogenik mulai kadar 40 μg/mL. Peningkatan konsentrasi ekstrak metanol akar pasak bumi meningkatkan aktivitas penghambatan angiogenesis.

2. Kajian farmakologis pasak bumi memiliki senyawa anti bakteri

a. Farouk dan Benafri (2007), melakukan penelitian dengan judul Antibacterial activity of Eurycoma longifolia Jack. A Malaysian medicinal plant yang dipublikasikan dalam jurnal Saudi Med J. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun dan batang pasak bumi mengandung senyawa alkohol dan aseton yang aktif pada kedua bakteri gram positif dan gram negatif yang mengadung agen bakteri, kecuali pada 2 strain gram negatif bakteri Escherichia coli dan Salmonella typhi. Ekstrak batang tidak menunjukkan aktifitas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Ekstrak daun yang berarir menunjukkan aktifitas antibakteri Staphylococcus aureus dan Serratia marscesens.

b. Ridzuan et al. (2005), melakukan penelitian dengan judul effect of Eurycoma longifolia extract on the Glutathione level in Plasmodium falciparum infected erythrocytes in vitro yang dipublikasikan dalam jurnal Tropical Biomedicine. Tujuan penelitian tersebut meneliti efek dari ekstrak metanol (TA164) dari pasak bumi pada tingkat GSH eritrosit terinfeksi Plasmodium falciparum dan eritrosit yang tidak terinfeksi. Hasil penelitian menunjukkanhasil bahwa pertumbuhan parasit IC50 dan IC75 masing-masing menjadi 0.17mg/ml dan 6 mg/ml, sedangkan untuk BSO masing-masing adalh 25.5 mg/ml dan 46.5 mg/ml. pertumbuhan eritrosit terinfeksi P. falciparum terhambat dari 95 % meningkat menjadi 100 % ketika diobati dengan TA164 dan BSO masing-masing sebesar 16 mg/ml dan 64 mg/ml. Penelitian pada GSH diindikasikan bahwa eritrosit tidak terinfeksi diobati dengan 6 mg/ml (nilai IC75) dari TA164 pada 24 jam masa inkubasi menunjukkan GSH berkurang dibandingkan dengan eritrosit yang tidak diobati.

3. Kajian farmakologis pasak bumi memiliki senyawa anti malaria dan anti leukemia

a. Ridzuan et al. (2007), melakukan penelitian dengan judul Eurycoma longifolia extract-artemisinin combination: parasetemia suppression of Plasmodium yoelii-infected mice yang dipublikasikan dalam jurnal Tropical Biomedicine. Penelitian ini untuk mengetahui sifat anti malaria dari ekstrak tunggal akar pasak bumi (TA164) dan ekstrak kombinasi standar dengan artemisinin in vivo. Pengobatan kombinasi ekstrak standar (TA164) dengan artemisinin pada tikus percobaan selama 4 hari

23 secara oral dengan dosis 10, 30, 60 mg/kg bb menunjukkan bahwa TA164 mampu menekan parasetemia dari P. yoelii yang terinfeksi. b. Al-Salahi et al. (2013), melakukan penelitian yang berjudul in vitro anti-

proliferatif and apoptotic activities of Eurycoma longifolia Jack (Simaroubaceae) on HL-60 cell line, yang dipublikasikan dalam Tropical Journal Pharmaceutical Research. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui aktivitas anti-proliferasi, apoptosis dan membedakan dari ekstrak akar pasak bumi pada HL-60 sel-sel leukemia. Metode: HL-60 sel diobati dengan berbagai sub-fraksi dimurnikan secara parsial (F1 - F3) yang berasal dari kromatografi resin dari metanol ekstrak akar kasar