• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI TANAMAN HIAS DAN BIBIT TANAMAN BUAH

6.1. Identifikasi Sumber-Sumber Risiko

Terdapatnya risiko dalam suatu usaha akan mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Risiko produksi yang dihadapi oleh suatu perusahaan dapat diindikasikan dari adanya fluktuasi produksi. Terjadinya risiko dalam suatu usaha akan berdampak pada penerimaan perusahaan dan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha tersebut.

Risiko pengusahaan tanaman hias dalam penelitian ini difokuskan pada dua komoditas yang diusahakan oleh PT Istana Alam Dewi Tara yaitu tanaman hias quisqualis indica dan mandevilla, sedangkan risiko pengusahaan bibit tanaman buah dalam penelitian ini difokuskan pada dua komoditas yaitu bibit tanaman buah lengkeng dan bibit tanaman buah rambutan. Dengan demikian penelitian ini memfokuskan untuk empat komoditas tanaman. Penentuan risiko produksi pada penelitian ini didasarkan pada penilaian varian, standar deviasi, dan koefisien variasi. Ketiga penilaian risiko ini diperoleh dari hasil peluang terjadinya suatu kejadian. Peluang terjadinya suatu kejadian dapat dilihat dari persentase keberhasilan yang dihasilkan oleh masing-masing komoditas. Peluang masing-masing komoditas dapat dilihat dari Tabel 14.

Hasil produksi didapat dari jumlah perbanyakan tanaman awal 600 perbanyakan untuk masing-masing kedua tanaman hias dan 700 perbanyakan untuk masing-masing kedua bibit tanaman buah. Hasil perbanyakan yang didapat tidak tetap/bervariasi setiap periode produksi, ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan setiap tanaman. Hasil ini yang menunjukkan adanya risiko dalam kegiatan produksi. Penerimaan untuk keempat komoditas tersebut didapat berdasarkan harga keempat komoditas dengan hasil produksi yang didapat. Harga untuk masing-masing kedua tanaman hias adalah Rp 35.000, harga bibit lengkeng adalah Rp 60.000 serta harga bibit tanaman rambutan adalah Rp 50.000. Perhitungan penerimaan yang diperoleh perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pengukuran peluang pada setiap kondisi diperoleh dari frekuensi kejadian setiap kondisi yang dibagi dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung. Pada penelitian ini, peluang untuk masing-masing kejadian sama pada keempat komoditas tanaman hias quisqualis, mandevilla dan bibit tanaman buah lengkeng, rambutan yaitu sebesar 0,2. Masing-masing komoditas pada penelitian ini memiliki frekuensi jumlah kejadian, yaitu satu dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung berjumlah lima periode.

Tabel 14. Hasil Produksi, Keberhasilan, Peluang dan Penerimaan Tanaman Hias dan Bibit Tanaman Buah di PT Istana Alam Dewi Tara pada Januari 2010-Maret 2011

Komoditas Bulan Peluang Produksi (pot) Keberhasilan (%) Penerimaan (Rp) Quisqualis Jan-Mar 0,2 454 75,7 15.890.000 Apr-Jun 0,2 353 58,8 12.355.000 Jul-Sept 0,2 255 42,5 8.925.000 Okt-Des 0,2 479 79,6 16.765.000 Jan-Mar 0,2 409 68,2 14.315.000 Mandevilla Jan-Mar 0,2 493 82,2 17.255.000 Apr-Jun 0,2 384 63,9 13.440.000 Jul-Sept 0,2 306 50,7 10.710.000 Okt-Des 0,2 527 87,6 18.445.000 Jan-Mar 0,2 509 84,8 17.815.000 Lengkeng Jan-Mar 0,2 491 70,2 29.460.000 Apr-Jun 0,2 387 55,2 23.220.000 Jul-Sept 0,2 339 48,3 20.340.000 Okt-Des 0,2 532 75,9 31.920.000 Jan-Mar 0,2 420 60 25.200.000 Rambutan Jan-Mar 0,2 432 61,7 21.600.000 Apr-Jun 0,2 312 44,6 15.600.000 Jul-Sept 0,2 282 40,2 14.100.000 Okt-Des 0,2 496 70,9 24.800.000 Jan-Mar 0,2 472 67,3 23.600.000

Tabel 14 memperlihatkan peluang yang didapat dari keempat komoditas pada tanaman hias quisqualis, tanaman hias mandevilla, bibit tanaman buah lengkeng, dan bibit tanaman buah rambutan yang terjadi dalam lima periode produksi. Tabel 14 juga menunjukkan produksi, keberhasilan dan penerimaan dari keempat komoditas tersebut berfluktuasi. Produksi dan penerimaan perusahaan yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar/target yang diharapkan perusahaan (terjadi gap). Standar/target yang diharapkan perusahaan didasarkan dari target tingkat keberhasilan masing-masing komoditas, sehingga dengan adanya gap

maka hasil produksi dan penerimaan perusahaan tidak sesuai dengan harapan. Adanya gap dan fluktuasi produksi, keberhasilan, dan penerimaan mengindikasikan terjadinya risiko dalam mengusahakan tanaman hias dan bibit tanaman buah.

Tabel 14 memperlihatkan untuk jenis tanaman hias dengan jumlah indukan masing-masing komoditas sebanyak 60 indukan, didapat hasil produksi untuk quisqualis berkisar antara 255 pot hingga 479 pot. Tingkat keberhasilan yang didapat quisqualis adalah 42,5 persen hingga 79,6 persen. Hasil produksi yang diperoleh pada tanaman mandevilla yaitu berkisar antara 306 pot hingga 527 pot. Tingkat keberhasilan mandevilla berkisar antara 50,7 persen hingga 87,6 persen. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa tanaman hias mandevilla menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman hias quisqualis. Hal ini dapat dilihat pula dari tingkat keberhasilan mandevilla yang lebih tinggi dibandingkan dengan quisqualis.

Pada bibit tanaman buah dengan jumlah indukan masing-masing tanaman sebanyak 70 indukan, dapat dilihat bahwa bibit lengkeng memiliki produksi dan keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bibit tanaman buah rambutan. Hasil produksi yang diperoleh pada bibit lengkeng berkisar antara 339 pot hingga 532 pot, sedangkan hasil produksi yang didapat pada bibit rambutan berkisar antara 282 pot hingga 496 pot. Tingkat keberhasilan yang didapat pada bibit lengkeng adalah berkisar antara 55,2 persen hingga 75,9 persen, sedangkan tingkat keberhasilan bibit rambutan berkisar antara 40,2 persen hingga 70,9 persen. Hal ini dapat dikatakan pula bahwa tingkat keberhasilan yang diperoleh pada tanaman hias lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat keberhasilan yang didapat pada bibit tanaman buah.

Produksi tertinggi yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan tingkat produksi maksimal yang pernah diperoleh perusahaan selama periode produksi berlangsung. Produksi tertinggi tersebut merupakan produksi yang diharapkan oleh perusahaan, dimana adanya produksi tertinggi ini akan berpengaruh positif terhadap penerimaan yang diperoleh perusahaan.

Kegiatan usaha tanaman hias dan bibit tanaman buah tidak terlepas dari adanya risiko. Terdapat faktor-faktor yang merupakan penyebab terjadinya risiko dalam produksi tanaman hias dan bibit tanaman buah, antara lain adalah :

a. Kondisi Cuaca dan Iklim

Kondisi cuaca dan iklim merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya risiko produksi dalam usaha tanaman hias dan bibit tanaman buah. Perubahan kondisi cuaca yang sulit diprediksi akan mempengaruhi secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman hias dan bibit tanaman buah yang diusahakan. Terjadinya hujan secara terus-menerus, perubahan suhu, angin kencang, ataupun terkena sinar matahari yang berkepanjangan akan sangat berpengaruh terhadap kondisi tanaman hias dan bibit tanaman buah yang dihasilkan. Hujan terus-menerus suhu menjadi lembab yang dapat mengakibatkan tanaman terkena air secara terus-menerus dan mengakibatkan tanaman menjadi busuk kemudian mati. Adanya angin kencang juga mempengaruhi produksi tanaman, dimana angin kencang mengakibatkan tanaman menjadi roboh dan mati. Sinar matahari yang berkepanjangan juga berpengaruh terhadap produksi tanaman, dimana mengakibatkan kekeringan pada tanaman dan akhirnya menyebabkan kematian. Perubahan kondisi tersebut dapat menurunkan produksi dan keberhasilan dalam perbanyakan tanaman. Adapun data curah hujan daerah PT Istana Alam Dewi Tara (Depok) dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Data Curah Hujan Bulanan Kota Depok dan Tingkat Keberhasilan Tanaman Hias dan Bibit Tanaman Buah PT Istana Alam Dewi Tara pada Januari 2010-Maret 2011

Bulan Curah Hujan

(mm)

Tingkat Keberhasilan (%)

Quisqualis Mandevilla Lengkeng Rambutan

Jan-Mar 262  75,7 82,2 70,2 61,7

Apr-Jun 238  58,8 63,9 55,2 44,6

Jul-Sep 222  42,5 50,7 48,3 40,2

Okt-Des       419  79,6 87,6 75,9 70,9

Jan-Mar 163  68,2 84,8 60 67,3

Sumber : BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor (diolah)

Perubahan kondisi curah hujan juga berhubungan dengan serangan hama dan penyakit yang dapat menyerang komoditas quisqualis, mandevilla, bibit lengkeng, dan bibit rambutan. Ketika musim kemarau, umumnya populasi hama

meningkat sementara ketika musim hujan umumnya penyakit lebih sering menyerang tanaman.

Berdasarkan wawancara di lapang, pada dasarnya musim hujan terjadi pada bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau terjadi pada bulan April hingga September. Namun, terjadi perubahan kondisi curah hujan pada tahun 2010 dan tahun 2011. Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat bahwa pada bulan- bulan dengan curah hujan lebih rendah seperti April hingga Juni dan Juli hingga September 2010 serta Januari hingga Maret 2011, keempat komoditas tanaman mengalami penurunan tingkat keberhasilannya. Berdasarkan hasil wawancara, didapat bahwa pada bulan-bulan tersebut serangan hama tungau, kupu-kupu, kutu putih, kutu daun dan belalang meningkat populasinya. Berdasarkan data, tingkat keberhasilan tertinggi tanaman hias dan bibit tanaman buah didapat pada periode produksi Oktober hingga Desember. Periode tersebut mengalami curah hujan yang tinggi, namun berdasarkan wawancara di lapang pada periode tersebut juga diperoleh sinar matahari yang cukup. Oleh karena itu, meskipun curah hujan tinggi namun tanaman tetap dapat melakukan fotosintesis dengan baik. Hal ini juga berpengaruh terhadap hama dan penyakit yang menyerang, dimana populasi hama dan penyakit yang menyerang tanaman lebih rendah dibandingkan pada periode produksi yang lainnya.

Adanya perubahan curah hujan yang berfluktuasi tiap bulannya dan sulit diprediksi untuk tahun berikutnya, menunjukkan bahwa curah hujan merupakan salah satu faktor sumber risiko dalam usaha tanaman hias dan bibit tanaman buah. Hal ini dikarenakan Curah hujan memegang peranan penting bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Curah hujan berkaitan dengan air, dimana air sebagai pengangkut unsur hara dari tanah ke akar dan dilanjutkan ke bagian-bagian lainnya dalam proses fotosintesis. Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang, kemudian proses fotosintesis akan berhenti jika kehilangan air mencapai 60%. Berhentinya proses fotosintesis pada tanaman, mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhenti5. 

Terjadinya musim kemarau juga dapat menjadikan suhu udara menjadi tinggi dan terpaan sinar matahari secara terus-menerus. Hal ini dapat berpengaruh       

5 

pada suhu di lingkungan, sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi layu dan kering. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini dilakukan penyiraman air secara rutin yaitu 10 menit sekali dengan mist/sprinkle dan penggunaan pupuk dan obat- obatan secara rutin yaitu dua minggu sekali. Ketika musim hujan, suhu lingkungan menjadi menurun dan relatif lembab. Oleh karena itu, untuk menjaga agar pertumbuhan tanaman tetap baik maka dilakukan perubahan jadwal penyiraman air dan pupuk menjadi tidak terlalu sering yaitu sebulan sekali. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari tanaman dari kelembaban yang terlalu tinggi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada tanaman.

Curah hujan yang lebih tinggi tidak berarti membuat kondisi cuaca hujan dan mendung sepanjang hari. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tanaman hias dan bibit tanaman buah akan lebih baik pada kondisi cukup sinar matahari. Berdasarkan wawancara di lapang, tanaman hias dan bibit tanaman buah membutuhkan cukup sinar matahari selama 6-7 jam dalam sehari. Kurangnya sinar matahari dapat menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman menjadi lambat.

b. Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu sumber risiko yang dapat merusak tanaman dan menyebabkan produksi tanaman hias dan bibit tanaman buah menjadi tidak optimal. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman hias dan bibit tanaman buah pada umumnya berkaitan dengan kondisi cuaca dan iklim di tempat produksi. Serangan hama pada umumnya lebih sering menyerang tanaman pada musim kemarau dengan curah hujan rendah, terpaan sinar matahari panjang dan suhu udara yang relatif tinggi. Pada musim hujan, penyakit lebih sering menyerang tanaman dibandingkan hama.

Berdasarkan data produksi, dapat dilihat bahwa pada periode produksi Juli hingga September, tingkat keberhasilan keempat komoditas tanaman yang dihasilkan lebih rendah. Tingkat keberhasilan yang didapat pada keempat komoditas lebih rendah dibandingkan pada bulan-bulan lainnya. Tingkat keberhasilan tersebut yaitu sebesar 42,5 persen untuk quisqualis, 50,7 persen untuk mandevilla, 48,3 persen untuk lengkeng dan 40,2 persen untuk rambutan. Rendahnya tingkat keberhasilan ini disebabkan tingginya serangan hama pada

keempat tanaman. Rendahnya tingkat keberhasilan juga terjadi pada bulan Januari hingga Maret 2011, namun keberhasilan yang diperoleh pada bulan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan pada bulan Juli hingga September. Hal ini dikarenakan adanya tindakan yang lebih baik dari perusahaan. Selain penyemprotan pestisida, perusahaan juga melakukan prunning atau pemangkasan secara serempak pada bagian pucuk/tanaman muda. Hal ini dikarenakan hama yang menyerang pada umumnya lebih menyukai daun muda/pucuk pada tanaman, sehingga dengan prunning secara serempak hama tidak dapat menyerang tanaman.

Berdasarkan wawancara di lapangan oleh pihak pengelola dan karyawan, maka dapat diketahui bahwa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman hias dan bibit tanaman buah di PT Istana Alam Dewi Tara adalah berbeda-beda pada setiap komoditas. Hama yang menyerang tanaman hias quisqualis dan tanaman hias mandevilla adalah kupu-kupu, tungau, kutu daun dan belalang, sedangkan penyakit yang menyerang kedua tanaman hias ini adalah busuk akar, busuk daun, dan busuk batang. Hama yang menyerang pada bibit tanaman buah lengkeng dan rambutan adalah tungau, kutu putih, dan penggerek batang, sedangkan penyakit yang menyerang kedua bibit tanaman buah ini adalah jamur. Berdasarkan wawancara dilapang diketahui bahwa kupu-kupu, tungau dan kutu putih lebih suka menyerang tanaman pada bagian daun muda. Kupu-kupu akan mencari daun muda pada tanaman sebagai tempat bertelur. Setelah tiga hari, telur akan berubah menjadi ulat dan akan memakan daun muda yang sedang dihinggapinya yang kemudian dapat menjalar kepada seluruh bagian tanaman dan menyebabkan kematian pada tanaman. Hama tungau pada tanaman lebih suka mencari daun muda untuk kemudian dihisap yang menyebabkan daun muda tersebut menjadi keriting dan menjadi kerdil. Tungau biasanya lebih sering hinggap pada tanaman lengkeng. Begitu pula dengan kutu putih yang juga menyukai daun muda, namun kutu putih lebih menyukai kondisi yang teduh.

Kutu putih lebih sering menyerang tanaman rambutan dikarenakan tanaman ini memiliki banyak cabang dan daun yang lebih rimbun dibandingkan dengan tanaman lengkeng. Kutu daun menyerang tanaman hias sama halnya dengan kutu putih. Kutu daun juga lebih menyukai tempat yang teduh. Dampak yang ditimbulkan dari serangan ini yaitu akan timbul bercak hitam di sekitar

pucuk tanaman yang menyebabkan bintik pada daun dan mengakibatkan pertumbuhan terhambat.

Strategi penanganan yang dilakukan oleh PT Istana Alam Dewi Tara adalah dengan melakukan penyemprotan pestisida secara rutin yaitu satu minggu sekali yang dibantu dengan alat semprot berupa power sprying. Jika terdapat tanda-tanda akan terserangnya hama atau penyakit, maka penyemprotan dilakukan lebih sering lagi yaitu tiga hari sekali atau tergantung dari seberapa besar tanda- tanda tersebut akan menyerang tanaman. Hal lain yang dilakukan perusahaan selain penyemprotan adalah dengan melakukan prunning atau pemangkasan tanaman pada bagian tanaman yang terkena hama atau penyakit. Pemangkasan dilakukan untuk menghindari serangan tungau, kupu-kupu atau kutu putih yang dapat menyerang daun muda. Pemangkasan ini dilakukan secara serempak kepada tanaman. Hal ini dilakukan agar daun muda tumbuh secara serempak lebih memudahkan dalam penanganan hama.

c. Teknologi

Teknologi merupakan salah satu hal yang dapat menjadi sumber risiko produksi. Teknologi dalam perusahaan dapat memberi pengaruh yang besar terhadap hasil produksi tanaman hias dan bibit tanaman buah. Teknologi yang menjadi sumber risiko di PT Istana Alam Dewi Tara adalah teknik perbanyakan tanaman. Teknik perbanyakan tanaman merupakan cara yang digunakan untuk perbanyakan tanaman dengan tujuan untuk menghasilkan/memperbanyak tanaman yang sama dan seragam dengan tanaman indukan. Teknik perbanyakan tanaman harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing tanaman untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak. Pada tanaman hias dan bibit tanaman buah, teknik perbanyakan tanaman sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan. Teknik perbanyakan yang tepat, akan menghasilkan tingkat keberhasilan tanaman yang tinggi. Sebaliknya, teknik perbanyakan tanaman yang kurang tepat, menghasilkan tingkat keberhasilan yang rendah.

PT Istana Alam Dewi Tara melakukan teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif untuk menghasilkan tanaman yang sama dan seragam dengan indukan tanaman. Teknik perbanyakan tanaman hias quisqualis dan mandevilla pada PT Istana Alam Dewi Tara dilakukan dengan cara sambung pucuk, dimana penentuan

teknik perbanyakan ini didasarkan pada pengalaman pihak manajer produksi, percobaan dan literatur-literatur yang dibutuhkan. Cara perbanyakan sambung pucuk dilakukan karena menurut perusahaan teknik perbanyakan tersebut menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara perbanyakan lain.

Teknik perbanyakan bibit tanaman buah lengkeng dan rambutan yang dilakukan oleh PT Istana Alam Dewi Tara menggunakan cara perbanyakan cangkok. Teknik ini didasarkan karena cara cangkok dilakukan tidak menggunakan batang bawah. Namun, berdasarkan hasil yang didapat cara perbanyakan ini belum tepat untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak. Hal ini dilihat dari tingkat keberhasilan yang dihasilkan pada masing-masing bibit tanaman, dimana tingkat keberhasilan yang dihasilkan pada masing-masing bibit tanaman buah masih rendah. Tingkat keberhasilan bibit lengkeng berkisar antara 48,3 persen hingga 75,9 persen. Tingkat keberhasilan bibit rambutan berkisar antara 40,2 persen hingga 70,9 persen. Tingkat keberhasilan kedua bibit tanaman buah lebih rendah dibandingkan dengan kedua jenis tanaman hias. Dimana keberhasilan tanaman quisqualis berkisar antara 42,5 persen hingga 79,6 persen, sedangkan mandevilla berkisar antara 50,7 persen hingga 87,6 persen.

Berdasarkan uraian tersebut, perusahaan melakukan percobaan teknik perbanyakan tanaman buah dengan cara perbanyakan lain, yaitu okulasi menggunakan batang bawah tanaman, dimana batang bawah yang dilakukan percobaan didapat dengan membeli kepada pemasok. Hasil percobaan yang dilakukan perusahaan, menunjukkan bahwa teknik okulasi merupakan teknik yang tepat untuk perbanyakan bibit tanaman buah lengkeng dan rambutan. Hal ini didasarkan bahwa dengan cara okulasi, tingkat keberhasilan tanaman yang diperoleh lebih tinggi. Tingkat keberhasilan yang diperoleh untuk bibit lengkeng dan rambutan dapat berkisar antara 70 persen hingga 90 persen. Saat ini perusahaan sedang memproduksi tanaman yang akan dijadikan sebagai batang bawah okulasi. Jika tanaman untuk batang bawah telah dapat digunakan, maka perusahaan akan segera mengganti cara perbanyakan tanaman dengan okulasi.

d. Tenaga Kerja

Tenaga kerja juga merupakan sumber yang dapat menyebabkan risiko pada kegiatan produksi. Tenaga kerja merupakan sumberdaya yang penting bagi perusahaan karena yang dapat mempengaruhi efisiensi dan efektifitas perusahaan. Tenaga kerja yang terampil, berpendidikan, dan berpengalaman sangat penting bagi perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan. Tenaga kerja dapat menjadi sumber risiko bagi perusahaan bila perusahaan memiliki tenaga kerja yang tidak terampil, tidak berpendidikan, dan tidak berpengalaman. Hal ini berpengaruh negatif terhadap hasil produksi tanaman.

Kurangnya keterampilan dan tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah, membuat tenaga kerja dapat melakukan kesalahan dalam kegiatan produksi tanaman hias maupun bibit tanaman buah. Berdasarkan wawancara, kesalahan tenaga kerja terjadi pada saat pemberian obat-obatan pada bibit tanaman buah. Obat-obatan yang seharusnya diberikan untuk jenis akarisida, namun diberikan oleh tenaga kerja untuk jenis insektisida. Hal ini menyebabkan hama dengan jenis akarisida tidak dapat dibasmi, sehingga tetap dapat menyerang tanaman dan menyebabkan tanaman menjadi mati. Kasus kesalahan pemberian obat-obatan yang dilakukan oleh tenaga kerja ini disebabkan kurangnya pengawasan dari pengawas (mandor) kepala bagian maintenance. Tenaga kerja yang melakukan kesalahan tersebut diberi teguran/peringatan oleh kepala pengawas (mandor) agar melakukan pekerjaan dengan cermat dan tidak mengulangi kesalahan, jika melakukan kesalahan lagi maka tenaga kerja tersebut akan diberi sanksi bahkan dikeluarkan dari perusahaan. Kurang terampilnya tenaga kerja dalam melakukan teknik perbanyakan tanaman juga dapat mempengaruhi hasil produksi tanaman yang diperoleh. Pergantian atau pengalihan tenaga kerja yang berbeda dalam melakukan kegiatan perbanyakan tanaman, membuat tenaga kerja kurang terampil dalam melakukan perbanyakan tanaman. Hal ini mengakibatkan hasil produksi tanaman menimbulkan adanya fluktuasi pada setiap periode produksinya.

Tidak adanya SOP yang jelas dapat menyebabkan tenaga kerja di perusahaan melakukan penyimpangan-penyimpangan pekerjaan atau melakukan kesalahan (human error) dalam pekerjaannya. Berdasarkan wawancara, perusahaan belum menerapkan SOP dalam kegiatannya dikarenakan dalam

pembuatan SOP membutuhkan biaya yang cukup mahal yang belum dapat dijangkau oleh perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan lebih memperhatikan job description masing-masing tenaga kerja dalam melakukan setiap kegiatan.