• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Strategi Transformasi Menuju Konvergensi Media

KERANGKA PEMIKIRAN

2.4. Implementasi Strategi Transformasi Menuju Konvergensi Media

Implementasi adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan menyusul suatu keputusan. Suatu kebijakan selalu dimaksudkan untuk mencapai sasaran tertentu. Guna merealisasikan pencapaian sasaran diperlukan serangkaian aktivitas. Jadi, implementasi adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran tertentu. Dalam rumusan Higins, implementasi adalah rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran dari strategi. Kegiatan ini menyentuh seluruh jajaran manajemen, mulai manajemen puncak sampai pada karyawan lini bawah.

Untuk menjamin bahwa strategi baru itu akan berhasil, diperlukan kebijaksanaan organisasi yang akan menyiapkan semua fasilitas yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul selama implementasi. Kebijaksanaan itu berkaitan dengan pedoman pelaksanaan, metode kerja, prosedur, peraturan-peraturan, formulir-formulir, dan segala sesuatu yang diperlukan untuk memberikan dorongan dan motivasi bagi karyawan dalam menyukseskan pencapaian sasaran organisasi. (Salusu, 1996)

Kebijakan ini akan menjadi penting, ketika dalam implementasi strategi muncul sejumlah persoalan yang menuntut suatu keputusan yang memberikan kemudahan. Maka, sebagai suatu kebijakan yang sifatnya sebagai tools sudah seharusnya bersifat tidak birokratis. Selain itu, kebijaksanaan ini juga diperlukan untuk mencegah timbulnya praktik-praktik yang kontradiktif.

Apabila suatu keputusan strategik menghasilkan strategi induk atau master

strategy, maka Higgins (dalam Salusu, 1996) mencoba menawarkan suatu sistem

dalam pelaksanaannya. Pertama, perencanaan integral dan sistem pengendalian. Aktivitas ini dimulai dari pemahaman terhadap strategi induk, kemudian merumuskan semua rencana yang diangkat dari strategi induk itu. Sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh strategi tersebut, dijabarkan secara rinci lalu dibuatkan perencanaan antara dan perencanaan operasional.

Perencanaan antara adalah penghubung antara sasaran-sasaran strategi dan perencanaan operasional. Sedangkan perencanaan operasional pada umumnya berlaku untuk jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun. Tugas perencanaan operasioanl adalah menerjemahkan perencanaan antara ke dalam rencana yang pasti yaitu kegiatan yang member hasil yang diinginkan.

Kedua, kepemimpinan, motivasi, dan sistem komunikasi. Sudah menjadi kewajiban bagi pucuk pimpinan mulai dari manajer hingga CEO untuk terus tanpa henti memberikan support dan motivasi terhadap semua lini karyawannya untuk menyamakan visi dan misi membangun masa depan yang lebih cemerlang melalui implementasi strategi. Gaya kepemimpinan juga menjadi faktor yang sangat penting untuk suksesnya grand strategy ini.

Ketiga, manajemen sumber daya manusia dan kultur organisasi. Komponen ini biasanya ditangani oleh bagian sumber daya manusia dan pendidikan pelatihan (diklat). Fungsi utamanya adalah menempatkan karyawan yang didahului dengan pemetaan karyawan, rekrutmen karyawan, pelatihan, orientasi karyawan. Fungsi lainnya adalah ketika karyawan sudah bergabung dan bekerja yaitu soal penggajian, remunerasi, gratifikasi, evaluasi, kinerja, produktivitas, dan perbaikan komunikasi.

Kunci sukses implementasi strategi seperti disampaikan oleh Thompson dan Strickland (dalam Salusu, 1996: 436) adalah menyatukan organisasi secara total untuk mendukung strategi dan melihat apakah setiap tugas administratif dan aktivitas dilakukan menurut cara yang memadukan secara tepat semua persyaratan pelaksanaan dari strategi itu dapat dinikmati. Pernyataan ini menyiratkan akan perlunya sebuah komitmen dari karyawan maupun pimpinan untuk bersinergi menyongsong masa depan dengan memberdayakan semua kemampuan.

Jadi suatu implementasi yang sukses membutuhkan dukungan, disiplin, motivasi, dan kerja keras dari semua lini. Isu penting yang berhembus berbarengan dengan implementasi strategi ini biasanya adalah bagaimana mencocokkan atau mensepadankan struktur organisasi dengan strategi, menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk menghadapi perubahan.

Titik kecocokan atau kesepadanan itu menurut Miles and Snow (1984: Salusu, 1996) adalah bertingkat. Pertama kecocokan yang minimal, yaitu yang diisyaratkan bagi semua organisasi yang bergerak dalam lingkungan kompetitif. Kedua, kecocokan yang ketat yang berhubungan dengan efektivitas jangka panjang. Ketiga, kecocokan yang retak, yang mengantar organisasi kepada kondisi yang terancam dari perubahan-perubahan eksternal dan ketidakefektifan internal.

Implementasi strategi adalah mengelola kekuatan yang mengelola semua hal selama tindakan dijalankan. Proses manajemen strategis tidak begitu saja berakhir saat perusahaan memutuskan strategi apa yang ingin diambil. Harus ada penerjemahan dari pemikiran strategis ke tindakan strategis. Penerjemahan tersebut akan lebih mudah dilakukan apabila semua karyawan suatu perusahaan mengerti bisnis tersebut, merasa menjadi bagian dari perusahaan.

Melalui keterlibatan dalam formulasi strategi menjadi berkomitmen membantu organisasi mencapai kesuksesan. Tanpa pemahaman dan komitmen, usaha implementasi strategi akan menghadapi masalah yang besar. Beberapa rambu-rambu dalam implementasi kebijakan strategis antara lain, pertama, berfokus pada efisiensi. Kedua, implementasi strategi merupakan proses operasional. Ketiga, implementasi strategi membutuhkan motivasi khusus dan keahlian kepemimpinan. Keempat, implementasi strategi membutuhkan koordinasi di antara banyak individu.

Implementasi strategi berbeda secara signifikan berdasarkan tipe dan ukuran organisasi. Implementasi membutuhkan tindakan seperti mengubah wilayah penjualan, menambah departemen baru, menambah fasilitas, merekrut karyawan baru, mengubah strategi harga, membuat anggaran keuangan, mengembangkan kebijakan pemberian kompensasi yang baru bagi karyawan, membuat prosedur pengawasan biaya, mengubah strategi iklan, membangun fasilitas baru, melatih karyawan baru, merotasi para manajer, membuat sistem informasi manajemen yang lebih baik. (David, 2005)

Setiap keputusan strategis, atau bahkan setiap strategi, menuntut implementasinya. Tanpa implementasi, ia tidak memiliki arti apa-apa. Suatu strategi yang telah diformulasikan dengan baik, belum menjamin bahwa implementasinya juga akan sukses atau memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa yang bisa disebutkan di sini adalah kegagalan Yaohan dalam implementasi strateginya di Indonesia. Demikian juga dengan General Motors, atau KAO Corporation yang keluar masuk ke dalam pasar mencoba

mengimplementasikan strategi yang terus mengalami penyesuaian, sebelum akhirnya mereka berhasil. (Dirgantoro, 2001:121)

Thomas V Bonoma mengemukakan empat hasil yang mungkin terjadi dari kombinasi antara formulasi strategi dengan implementasi. Success, apabila perusahaan mampu memformulasikan strategi dengan baik serta mampu mengimplementasikan dengan baik pula, maka outputnya dinamakan success. Hasil inilah yang paling diinginkan oleh perusahaan. Roulette, merupakan suatu kondisi di mana formulasi strategi yang dilakukan kurang baik atau cenderung buruk, akan tetapi dengan usaha dan penyesuaian di sana-sini perusahaan mampu mengimplementasikannya dengan baik. Trouble, situasi di mana strategi menjadi kacau karena strategi yang telah diformulasikan dengan baik tidak dapat diimplementasikan dengan baik pula. Failure, situasi yang paling tidak diinginkan karena strategi yang telah diformulasikan dengan buruk juga diimplementasikan secara kurang baik.

Makin jelas bahwa keberhasilan strategi tidak hanya terletak pada formulasi yang baik, tetapi implementasinyapun harus baik pula. Agar strategi dapat diimplementasikan lebih baik, Samuel Certo dan Paul Peter (dalam Dirgantoro, 2001) menawarkan sebuah model sederhana proses implementasi strategi.

Elemen pertama dari model implementasi strategi ini adalah analisa perubahan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar perubahan yang harus dilakukan agar implementasi strategi bisa dilaksanakan dengan baik. Beberapa implementasi strategi mungkin hanya memerlukan perubahan organisasi

Analisis Perubahan

Analisis Struktur Organisasi Analisis Budaya Perusahaan

Pemilihan Pendekatan Implementasi

Implementasi + Evaluasi Strategi

yang bersifat radikal. Tingkat atau kondisi perubahan yang dilakukan akan menentukan pendekatan strategi perubahan yang diterapkan pada setiap kondisi.

Pertama, kondisi tidak ada perubahan yang cukup signifikan atau

continuation strategy. Kondisi di mana strategi yang digunakan pada periode

sebelumnya digunakan lagi. Pada kondisi ini tidak ada keahlian baru yang diperlukan dan tidak ada tugas-tugas yang sama sekali baru, sehingga keberhasilan implementasi akan banyak ditentukan oleh pemantauan jadwal implementasi.

Gambar 2.3. Implementasi dan Evaluasi Strategi

Kedua, kondisi perubahan rutin atau routine strategy change. Kondisi ini menyangkut perubahan yang bersifat normal atau biasa di dalam market appeal

dengan maksud untuk memikat pelanggan seperti iklan, memperbaharui dan menyesuaikan kemasan, perubahan taktik harga, mengganti distributor dan metode distribusi. Perubahan yang terjadi tidak sangat signifikan dan lebih banyak melibatkan positioning dan repositioning dari produk.

Ketiga, kondisi perubahan terbatas atau limited strategy change. Terjadi penawaran produk baru kepada pelanggan atau pasar yang baru di dalam kelas produk yang sama. Ada banyak variasi pada pendekatan strategi perubahan ini karena produk dapat menjadi baru dengan melakukan variasi-variasi yang dapat membawa perubahan pada format organisasi dalam lingkup yang terbatas.

Keempat, perubahan radikal atau radical strategy change. Kondisi ini seringkali dan biasanya merupakan suatu proses untuk melakukan reorganisasi perusahaan atau untuk merombak dan menata ulang lagi perusahaan. Kondisi ini biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan yang merger atau akuisisi tetapi masih berada dalam bisnis inti yang sama.

Kelima, organizational redirection. Kondisi ini terjadi pada perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi pada industri dengan bisnis intinya berbeda. Misalnya perusahaan otomotif yang berpindah atau berubah menjadi penghasil produk makanan.

Elemen kedua adalah analisis struktur organisasi. Analisis ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana kebijakan akan disusun dan juga menjelaskan bagaimana sumber daya akan dialokasikan. Dalam analisis ini ada dua jenis struktur organisasi yang perlu diperhatikan. Pertama, struktur organisasi

formal. Pada struktur ini ditunjukkan hubungan antara sumber daya yang disusun oleh manajemen perusahaan. Kedua, struktur organisasi informal. Struktur ini lebih banyak menunjukkan hubungan sosial di antara orang-orang yang berada di dalam perusahaan.

Dalam implementasi strategi, kedua jenis struktur ini harus diperhatikan untuk menjawab pertanyaan seperti, apakah struktur organisasi yang ada sekarang ini menjadi penghalang atau pendukung bagi implementasi strategi? Atau apakah ada kemungkinan untuk menggunakan organisasi informal untuk keberhasilan implementasi strategi?

Elemen ketiga, analisis budaya perusahaan. Secara formal budaya didefinisikan sebagai pola perilaku, seni, keyakinan, kelembagaan dan semua produk yang dihasilkan dari pekerjaan manusia dan karakteristik pemikiran masyarakat atau populasi. Budaya perusahaan dapat dibedakan menjadi dua. Jenis pertama adalah kebudayaan yang tingkatannya lebih dalam dan lebih sulit untuk dilihat. Budaya perusahaan mengacu pada nilai yang ada di antara orang-orang di dalam kelompok serta memiliki tendensi atau kecenderungan untuk tetap ada, meskipun anggota-anggota kelompok berganti ± ganti. Jenis kedua adalah kebudayaan pada tingkatan yang lebih jelas untuk dilihat. Budaya merepresentasikan pola perilaku atau gaya dari perusahaan di mana pegawai baru akan secara otomatis terdorong untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh pegawai lama.