II. TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Implementasi Kebijakaan
2.3.2 Implementator dan target kebijakan
Peran implementor sangat penting. Ini berhubungan dengan kapasitas yang mereka miliki. Kapasitas yang dimaksud mencakup keahlian yang dimiliki, tingkat kreativitas, komitmen, akses dan dukungan politik yang dimiliki, dan sebagainya. Kapasitas tersebut akan semakin berdayaguna jika kebijakan yang diimplementasikan didukung dengan ketersediaan sumberdaya yang memadai. Tetapi sumberdaya yang berlebihan juga dapat menghambat implementasi. Kondisi kedua ini biasanya terjadi untuk kebijakan yang mengangkat tema-tema populis-ideologis yang memberikan diskresi dan otoritas yang besar kepada agen pelaksana tanpa kontrol yang memadai (Quick 1980 dalam Hadi 2007).
14
Dalam kebijakan HTR, peran kelompok target (masyarakat) menjadi sangat dominan. Kapasitas yang dimiliki oleh kelompok target akan sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan HTR. Kapasitas ini meliputi modal fisik, modal manusia dan modal sosial yang dimiliki oleh kelompok target pada lokasi penelitian.
2.3.2.1 Modal fisik
Dalam literatur ekonomi, modal didefinisikan sebagai faktor-faktor produksi yang pada suatu ketika atau di masa depan diharapkan bisa memberikan manfaat atau layanan-layanan produktif atau productive services (Dasgupta & Serageldin, 2000). Lawang (2004) mengungkapkan bahwa modal (capital) mempunyai fungsi yang sangat penting dalam proses produksi barang dan jasa, terutama untuk jangka panjang. Dijelaskan terdapat tiga modal dalam bidang ekonomi, yaitu modal finansial (financial capital), modal manusia (human capital) dan modal fisik (physical capital). Modal fisik seringkali mengacu pada barang-barang yang kelihatan (tangible), dapat dipegang, dan sering kali tahan lama (durable) seperti: bangunan pabrik, peralatan, mesin, dan persediaan (inventory). Modal fisik termasuk pula pembangunan infrastruktur seperti transportasi, komunikasi, dan irigasi untuk mempermudah proses transaksi ekonomi.
1.
Menurut Robinson et al. (2002) terdapat sembilan sifat dasar (karakteristik) barang modal fisik, yaitu :
2.
Kapasitas transformasi (transformation capacity) menunjukkan kemampuan yang ada pada barang modal fisik untuk merubah bentuk (transform) input menjadi output, tanpa harus ada transformasi pada barang modal fisik itu sendiri. Contoh : pabrik rokok, dapat merubah bentuk tembakau, kertas dan rempah-rempah (input) menjadi rokok kretek (output) .
3.
Kemampuan untuk mempertahankan identitas/diri (durability) menunjuk kepada kemampuan modal fisik tersebut untuk tetap mempertahankan identitasnya dalam memberikan pelayanan. Contohnya: seekor sapi tetap menjadi sapi walaupun telah menghasilkan susu selama beberapa tahun.
Fleksibilitas modal fisik menunjuk pada kemungkinan memberikan pelayanan lebih dari satu. Contoh: kendaraan.
4.
5.
Suatu barang modal fisik itu bersifat dapat menggantikan (substitutable) dan terkadang saling melengkapi (complimentary) seperti: sapi dan bajak dengan traktor untuk membajak sawah.
6.
Kemampuan pelayanan yang diberikan barang modal fisik dapat berkurang (declay) karena umur atau penggunaan yang terlalu lama.
7.
Kehandalan (realibility) suatu modal fisik terletak pada kemampuan pelayanan yang dapat diramalkan atau diharapkan. Ada dua dimensi pelayanan disini yaitu lamanya (longevity) dan intensitas.
8.
Suatu barang modal fisik mempunyai kemampuan untuk menciptakan barang modal fisik lainnya. Contohnya: mesin pres logam yang dirancang untuk memproduksi logam mobil, dapat memproduksi barang logam lainnya
9.
Suatu barang modal fisik memiliki peluang (opportunity) investasi dan divestasi. Peluang investasi yang dimiliki oleh barang modal fisik menunjuk kepada kemampuan untuk menciptakan barang modal fisik baru (investasi) atau menghancurkan (divestasi) barang modal lainnya.
Suatu barang modal fisik itu bersifat alienable (susah diterjemahkan) bila terjadi perpindahan hak melalui pewarisan, penjualan atau penyewaan.
2.3.2.2 Modal manusia
Istilah
kali dikenalkan oleh Shultz dalam pidatonya di depan American Economic Association pada tahun 1961. Pesan utama dari pidato tersebut sederhana, bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi merupakan suatu investasi (Sidu, 2006).
Menurut Fukuyama (2007) dewasa ini, modal untuk usaha tidak lagi hanya berwujud tanah, pabrik, alat-alat dan mesin. Bentuk modal-modal tersebut bahkan cenderung semakin berkurang dan akan segera didominasi oleh modal manusia seperti; pengetahuan dan keterampilan. Modal manusia merujuk kepada kemampuan yang dimiliki seseorang melalui pendidikan, pelatihan dan atau pengalaman dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tertentu (Lawang, 2004).
16
Pendidikan adalah cara dimana individu meningkatkan modal manusianya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, diharapkan modal manusianya semakin tinggi pula. Di negara-negara maju, pendidikan selain sebagai aspek konsumtif juga diyakini sebagai investasi modal manusia (human capital investment) dan menjadi salah satu sektor utama (leading sector).
Pengembangan sumberdaya berkualitas dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan atau kemampuan kerja manusia dalam melakukan berbagai macam kegiatan dalam masyarakat. Pembinaan sumberdaya manusia berhubungan erat dengan peningkatan taraf hidup. Pembinaan sumberdaya manusia dimulai dari keluarga, ditingkatkan melalui pendidikan formal dan dikembangkan dalam masyarakat terutama di lingkungan pekerjaan.
Todaro dan Smith (2003) mengemukakan bahwa pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Keduanya merupakan bentuk dari modal manusia yang menjadi fundamental untuk membentuk kapabilitas manusia yang lebih luas dan berada pada inti makna pembangunan. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan dan pendidikan adalah hal yang pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga.
2.3.2.3 Modal sosial
Kandungan lain dari human capital selain pengetahun dan keterampilan adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan interaksi (berhubungan) satu sama lain. Kemampuan ini akan menjadi modal penting bagi kehidupan ekonomi dan eksistensi sosial yang lain. Modal yang demikian ini disebut dengan ‘modal sosial’ (social capital), yaitu kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama demi mencapai tujuan bersama dalam suatu kelompok dan organisasi (Coleman, 1988).
Coleman (1988) mengatakan bahwa modal sosial memfasilitasi kegiatan individu dan kelompok yang dikembangkan oleh jaringan, hubungan timbal balik, kepercayaan dan norma sosial. Menurut pandangannya, modal sosial merupakan sumberdaya netral yang memfasilitasi setiap kegiatan. Masyarakat bisa menjadi lebih baik tergantung pada pemanfaatan modal sosial oleh setiap individu.
Birner and Wittmer (2000) membedakan modal sosial dalam dua perspektif yang berbeda, yaitu (1) private perspective (pendekatan Bourdieu) dan (2) public perspective (pendekatan Putnam). Menurut Bourdieu (1992) yang diacu oleh
Birner and Wittmer (2000) modal sosial adalah “the totally of all actual and potential resources associated with the possession of a lasting network of more or less institutionalized relations of knowing or respecting each other’. Dalam konsepnya, dikemukakan bahwa jumlah modal sosial seseorang tergantung pada caranya memobilisasi social network dan berasal dari modal (termasuk ekonomi, budaya dan symbolic capital) yang ada pada setiap anggota dari social network.
Menurut Putnam (1993) modal sosial adalah jejaring kerja (network), norma dan kepercayaan sosial (social trust) yang memfasilitasi kerjasama dan koordinasi untuk mendapatkan keuntungan bersama. Putnam (1995) yang diacu oleh Birner and Wittmer (2000) mendefinisikan modal sosial sebagai "the collective value of al things for each other
Bagaimana hubungan modal sosial dengan pembangunan atau pengembangan masyarakat?
". Putnam percaya modal sosial dapat diukur dari besarnya kepercayaan dan timbal balik dalam suatu masyarakat atau di antara individu- individu. Selain pendekatan publik, konsep modal sosial memiliki pendekatan yang lebih pada unsur individual (Bourdieu). Investasi dalam hubungan sosial dikaitkan dengan harapan diperolehnya profit dari pasar.
F
Hasbullah (2006) menjelaskan, modal sosial sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti trust (rasa saling mempercayai), keimbalbalikan, aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya.
ukuyuma (2002) mengatakan modal sosial adalah sebagai prakondisi untuk keberhasilan pembangunan. Undang-undang dan pranata politik menjadi hal pokok dalam membangun modal sosial. Alasannya adalah modal sosial yang kuat merupakan syarat pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan politik yang kuat. Fukuyama (2007) mengupas pentingnya modal sosial berbasis pada kepercayaan. Masyarakat berinteraksi dengan modal sosial yang kuat, yang ditunjukkan dengan suasana saling percaya antar warga dalam keseharian mereka. Bentuk modal inilah yang memiliki hubungan erat dengan tercapainya tingkat kesejahteraan masyarakat atau bangsa.
18
Para ilmuwan sosial sadar bahwa keberhasilan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh modal ekonomi yang berbentuk material semata, tetapi juga ada modal dalam bentuk immaterial. Modal immaterial ini oleh banyak ilmuwan disebut sebagai modal sosial. Modal sosial bisa melekat pada individu manusia dan juga bisa merupakan hasil interaksi sosial dalam bentuk jaringan sosial (Alder & Seok, 2002). Oleh karena itu, mengenai pengertian atau definisi modal sosial sangat beragam tetapi tidak lepas dari dua obyek penekanan, pertama penekanan pada karakteristik yang melekat pada individu (norma-norma, saling percaya, saling pengertian, kepedulian dan lain-lain) dan kedua penekanan pada jaringan hubungan sosial (adanya kerjasama, pertukaran informasi dan lain-lain).