• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional (Halaman 40-45)

Sebagai tindak lan jut dari ko mit men pe merintah untuk menurunkan e misi GRK sebesar 26% h ingga 41% terhadap tingkat emisi pada kondisi business as usual (BAU) tahun 2020, telah diterbitkan INPRES No.10/2011 tentang “Penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut”. Tujuan dan sasarannya adalah untuk menciptakan kesempatan yang me madai bagi semua pihak me lakukan tinjauan ulang atas rencana yang disusun dalam konteks strategi pendayagunaan sumberdaya lahan gambut yang sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan serta peningkatan kontribusinya dalam mit igasi perubahan iklim.

Dala m perspektif pertanian, diharapkan INPRES No.10/2011 tersebut akan me mbe rikan berbagai implikasi yang bersifat prospektif, antara lain aka n mendorong upaya optima lisasi lahan eksisting, serta mengarahkan progra m perluasan areal pertanian

GRK, kerusakan sumberdaya dan lingkungan.

Arah dan kebijakan pe mbangunan pertanian ke depan harus bertitik tola k da ri upaya konsolidasi dan optima lisasi sumberdaya lahan me la lui: (a ) audit lahan pertanian eksisting, kalku lasi kebutuhan dan potensi ketersediaan lahan pertanian; (b) optimalisasi lahan pertanian eksisting mela lui pendekatan dan teknologi inovatif, dan (c) perlindungan lahan dengan menghindari, atau mengurangi la ju a lih fungsi dan deforestasi.

Pe menuhan kebutuhan untuk perluasan areal pertanian (e kstensifikasi), perlu diarahkan pada kebijakan sebagai berikut: (a ) p erluasan areal baru untuk padi dengan pencetakan sawah baru, (b) perluasan areal baru lainnya, diarahkan pada pemanfaatan lahan tidur/terdegradasi/terlantar, baik d i lahan kering maupun lahan rawa (termasuk gambut), (c) pe mbukaan lahan baru untuk perkebunan dan BBN diprioritaskan pada lahan konsesi/sudah mempero leh ijin (IUP) dan sudah dibuka/terlantar, dan (d) mendorong pengusaha/ pemilik konsesi untuk me mpercepat pengelolaan lahan terlantar.

Kebijakan mitigasi perubahan iklim pada sub sektor perkebunan h anya akan mencapai sasarannya jika disain kebijakan, progra m, dan strategi imple mentasinya me mpe rtimbangkan kondisi obyektif berikut in i secara cermat dan adil:

• Sub sektor perkebunan adalah “prime mover” pertumbuhan GDP dan devisa sektor pertanian khususnya, dan perekonomian nasional pada umumnya. Sebagai ilustrasi, dala m periode 2006 – 2010, neraca perdagangan komoditas pertanian yang mengalami surplus hanya dari sub sektor ini (Tabel La mpiran 1).

• Di sub sektor perkebunan, komoditas sawit dan karet mempuny ai peran yang menonjol. Ka itan ke depan (forward link age) dan ke kaitan belakang (bacward

link age) kedua ko moditas perkebunan ini sangat luas sehingga pertumbuhannya

me miliki daya dorong pertumbuhan output, nilai ta mbah, dan pendapatan yang sangat tinggi.

Keberhasilan mit igasi perubahan iklim di sub sektor perkebunan khususnya maupun sektor pertanian pada umu mnya, sangat ditentukan oleh koordinasi semua p ihak terkait. Untuk itu, pengembangan jaringan kerja (net work ) mit igasi perubahan iklim perlu diperkuat dan upaya untuk menjad ikan mitigasi perubahan iklim sebagai bagian integral pembangunan sub sektor perkebunan perlu didukung oleh peraturan perundang -undangan. Agar efisien dan efektif, perlu dibentuk adanya kelompok-ke lo mpok ke rja yang me kanis me ke rjanya bersifat lintas disiplin dan lintas sektor namun kele mbagaannya dapat dikaitkan dengan sistem biro krasi dari masing -masing instansi yang bersangkutan.

KESIMPULAN

1. Dengan semakin meningkatnya ju mlah penduduk, sema kin tinggi pula kebutuhan pangan nasional, sehingga perlu didukung oleh peningkatan luas baku lahan pertanian. Di sisi la in, lahan cadangan subur untuk pertanian sudah sangat terbatas sehingga harus me manfaatkan lahan sub optima l seperti lahan rawa (ga mbut). 2. Pe manfaatan lahan rawa di masa mendatang akan menjadi tumpuan pengembangan

pertanian, karena lahan kering sudah terbatas dan terpencar serta status kepemilikan lahannya (land tenure), sementara lahan rawa me mpunyai ka wasan hamparan yang cukup luas dan dapat dike mbangkan untuk skala ko mersia l maupun konvensional. 3. Dile ma , di satu sisi tuntutan pemanfaatan lahan untuk berbagai sektor semakin besar,

di sisi lain Indonesia didesak untuk tidak me mbuka lahan pertanian baru dari lahan yang bervegatasi hutan atau lahan gambut. Oleh karena itu, perlu solusi yang bija ksana untuk menengahi dile ma tersebut, dengan berbagai upaya pengelolaan gambut yang berkelanjutan serta pemilihan jenis ko moditas yang sesuai dengan peruntukannya.

4. Pengelolaan lahan gambut me mpunyai peran yang sangat strategis dalam mendukung ko mit men Pe merintah Indonesia untuk berpartisipasi aktif dala m penurunan emisi GRK sebesar 26% hingga 41% dari kondisi business as usual (BA U) menje lang tahun 2020.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. 2007. Simpanan Karbon dan Emisi CO2 Lahan Ga mbut. Ba lai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

BBSDLP. 2011. Peta Lahan Ga mbut Indonesia skala 1:250.000. Ba lai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Ke menterian Pertanian, Jakarta

Bappeda Tanjung Jabung Timur. 2012. Rencana Penetapan Lokasi Perlind ungan Lahan Pertanian Pangan Berke lanjutan, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Ja mbi.

BPS. 1986. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Ja karta BPS. 2006. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jaka rta

Hooije r, A., Silv ius, M., Wösten, H. and Page, S. 2006. PEAT-CO2, Assessment of CO2 emissions from drained peatlands in SE Asia. De lft Hydraulics report Q3943 (2006).

Mulyani, A. dan A. Hidayat. 2010. Kapasitas Produksi Bahan Pangan Lahan Ke ring. Buku Analisis Kecukupan Su mberdaya Lahan Mendukung Ketahanan Pangan

Pertanian, Ja karta.

Parish, F., Sirin, A., Cha rman, D., Joosten, H., Minayeva, T., and Silv ius, M. (eds.). 2007. Global Environment Centre, Kuala Lu mpur and Wet Land International, Wageningen.

Ritung, S., I. Las, dan LI. A mien. 2010. Kebutuhan Lahan Sawah (Irigasi, Tadah Hujan, Rawa Pasang Surut) Untuk Kecukupan Produksi Bahan Pangan Tahun 2010 Sa mpai Tahun 2050. Buku Analisis Kecukupan Sumberdaya Lahan Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Hingga Tahun 2050. Penyunting (Su marno dan Suharta). Badan Litbang Pertanian, Ja karta.

UNFCCC. 2006. United Nations Fra me work Convention on Climate Change: Handbook. Bonn, Ge rmany : Climate Change Secretariat.

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional (Halaman 40-45)