Kawasan rawa menyimpan banyak sumber keanekaraga man hayati dan plasma nutfah. Ko moditas yang disenangi dan banyak ditanam adalah padi. Padi kebanyakan dibudidayakan secara turun-temurun. Pa ra petani tradisional setempat u mu mnya me mbudidayakan varietas -varietas lokal yang berumur panjang (6-11 bulan). Jenis varietas lokal ini berju mlah ratusan jenis, antara lain dikenal sebagai padi Bayar, Pandak, dan Sia m. Varietas -varietas padi lokal ini be rsifat peka fotoperiod. Sistem budidaya tanaman padi lo kal in i dikenal dengan tanam pindah yang bertahap yaitu persemaian 1 disebut taradak, persema ian ke 2 disebut ampak, dan persema ian ke 3 d isebut lacak.
Ga mbar 11. Perse maian a mpa k dan laca k dala m budidaya padi lo kal fotoperiod Sifat padi lokal ini disenangi petani karena antara lain (1) mudah mendapatkan bibitnya- karena petani masing-masing me mb ibitkan sendiri dan menyimpannya dari panen sebelumnya, (2) mudah me masarkan hasilnya karena rasa nasi yang pera (kara u) banyak disenangi oleh masyarakat setempat seperti Kalsel, Ka lteng, Su mbar, Aceh dan Biak, (3) me me rlukan pupuk sedikit bahkan jarang dan pemeliharaan minim antara lain penyiangan hanya seadanya, (4) tidak mudah rontok, berdaun lebar dan terkula i – menyebabkan hama burung pipit sukar bertengger, dan (5) bentuk tanaman nisbi lebih tinggi (140-170 c m) sehingga me mudahkan me manen. Panen umu mnya masih menggunakan ani-ani. Hanya saja hasil produkvitas padi varietas lokal in i rata -rata hanya mencapai 2-3 t GKG ha-1 dengan intensitas tanam sekali setahun (Noor, 1996).
Adapun padi varietas unggul introduksi seperti IR-42, IR-50, IR-64, IR-66 dan sejenisnya kurang disenangi petani loka l rawa selain sukar dipasarkan (harga lebih murah) juga dikenal “manja” karena me merlukan pupuk nisbi lebih banyak dan perawatan lebih intensif termasuk penggunaan pestisida, insektisida lebih banyak dibandingkan dengan varietas lokal peka fotoperiod. Hanya saja keuntungan dari varietas unggul introduksi di atas memiliki u mur pendek (3-4 bulan) dan produktivitas lebih tinggi (4,5 -5,5 t GKG
ha-menghasilkan varietas margasari dan persilangan varietas lokal dengan varietas unggul dodokan menghasilkan varietas martapura dengan bentuk mirip loka l dan rasa nasi antara pera-pulan atau sedang dan hasil produktivitas lebih tinggi dapat mencapai 4 t GKG/ha (Ba littra, 2001).
PENUTUP
Dala m konteks falsafah, petani lokal mengartikan bertani adalah untuk mencukupi pangan keluarga atau sanak saudara se suku atau se marga, sedang petani modern mengartikan sebagai usaha komersie l (b isnis) sehingga terkait dengan keuntungan yang harus dilipat gandakan. Misi bertani bagi petani local boleh jadi untuk menopang hidup sehingga diperlukan upaya me mpe rtahankannya secara berkelanjutan (sustainable) sehingga cukup puas meskipun hasil hanya untuk dapat memenuhi ke luarga. Oleh ka rena itu upaya -upaya untuk dapat me mpertahankan kelangsungan produksi me mdapatkan perhatian besar.
Pertanian ra mah lingkungan atau pertanian organik yang sekarang banyak menjadi perbincangan (isue) justru sebetulnya sudah lama d iprakte kkan oleh petani loka l, tetapi sekarang ditinggalkan oleh sistem pertanian modern yang bersifat monokultur, monoko moditas, penggunaan pestisida, insektisida, pupuk kimia/pabrik yang semakin me luas. Sistem pertanian yang dikenalkan negara-neraga ma ju, seperti Sistem Revolusi Hijau ternyata tidak sepenuhnya me mberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap petani. Perlunya peninjauan ke mbali terhadap sistem pertanian Revolusi Hijau banyak dilontarkan oleh pa kar lingkungan dan sosiologi. Sistem pertanian revolusi hijau selain dinila i mengancam pelestarian lingkungan, terselubung bersifat hegemoni kap italistik yang mengarah kepada pemiskinan masyarakat petani. Revolusi hijau me mberikan keuntungan lebih banyak kepada negara ma ju sebagai penggagas yang sekaligus pengontrol daripada yang diterima negara pe maka i notabene sebagai negara berke mbang (Shiva, 1997; Fakih, 2000; Be lllo, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Ba littra, 2001. Empat Puluh Tahun Balittra: Pe rke mbangan dan Program Penelitian ke Depan. Deptan. Badan Litbang. Ba littra . Banjarba ru. 84 hlm.
Be llo, W. 2003. WTO: Menghamba pada negara kaya. Da la m : A. Widya martaya dan AB. Widyanta (Penterje mah). Globa lisasi, Ke miskinan dan Ketimpangan.
Collier, W.L.1982. Lima puluh tahun transmigrasi spontan dan transmigrasi pemerintah di tanah rawa Kalimantan. Da la m: J. Ha rdjono (ed.). Transmigrasi dari Kolonisasi Sa mpai Swa karsa. Gra med ia. Jaka rta.
Darmanto, 2010. Permasalahan dan prospek Pengembangan Rawa : Suatu pengalaman kinerja dan manfaatnya. Maka lah Workshop Peman faatan Rawa . Ja karta.
Direktorat Pe rtanian Ra kyat. 1968. Persawahan Pasang Surut : Beberapa sumbangan pikiran dan bahan dari Departe men Pe kerjaan Umu m dala m rangka usaha peningkatan produksi beras. Dirtan Rakyat. Ja karta.
Dja ja kirana , G., Su ma winata, B, Mulyanto, B, dan Su wardi. 1999. The importance of organic matter and water manage ment in sustaining Banjarese traditional land manage ment in Pulau Petak, South Ka limantan. Da la m : Proc. Se minar Towa rd Sustainable Agriculture in Hu mid Tropics Facing 21st Century. Bandar La mpung, Sept 27-28 1999. 178-191 pp.
Fakih, M. 2000. Tinjauan krit is terhadap Revolusi Hijau. Da la m : Dadang Yu liantara (eds.). Menggeser Pembangunan, Memperkuat Ra kyat: Emansipasi dan Demokrasi Mulai dari Desa. LAPERA. Pustaka Uta ma. Yogyakarta. Hlm 3-22.
Idak, H. 1982. Perke mbangan dan Sejarah Persawahan di Kalimantan Selatan. Pe mda Tingkat I. Kalimantan Se latan. Ban jarmasin.
Jaya, A., Inoue, T., Rie lley, J.O, dan Limin, S. 2004. Enviro mental change caused by development of peatland landscapes in Central Ka limantan, Indonesia. Dala m Proc. of the 12th Int. Peat Congress: Wise Use of Peatland. Finlad. pp. 660 -667. Mackinnon, K., Hatta, M. Gt, Ha lim, H. dan Mangalik, A. 2000. Ekologi Ka limantan.
(Alih bahasa oleh G. Tjit rosoepomo, S.N. Ka rtikasari, Agus Widyanto). Prenhallindo. Ja karta. 806 hlm.
Maas, A. 2003. Pe luang dan konsekuensi pemanfaatan lahan rawa pada masa mendatang. Makalah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Pertanian UGM. Yogyaka rta, 19 ju li 2003.
Mulyanto, B., Su mawinata, Dja jakirana, G, dan Suward i. 1999. Mic ro morphological characteristics of (potential) acid sulphate soils under the Banjarese Traditional Land Management (BTLM ) System. Dala m : Proc. Se minar Towa rd
Sustainable Agriculture in Hu mid Tropics Facing 21st Century. Bandar La mpung, Sept 27-28 1999. 277-292 pp.
Noor, M. 1996. Padi Lahan Marjinal. Penebar Swadaya. Jakarta. 213 hlm. Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyaka rta.
Noorginayuwati, Rafieq, Muha mmad Noor dan Achmad i Ju mberi, 2007. Kearifan local dala m pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian di Kalimantan. Dala m Mukhlis et al (eds). Kearifan Lo kal Pertanian d i Lahan Ga mbut. BBSDLP. Bogor
Rorison, I.H. 1973. The effect of e xtre me soil acid ity on the nutrient uptake and physiology of plant. Dalam: H. Dost (ed.). Acid Sulphate Soils. I. Introduction Paper and Bib liography. Proc. Int. Sy mp. Pulb. 18 Vo l. I. ILRI. Wageningen. The Netherland. p. 223-254.
Sarwan i, M . Noor, M. dan Maa mun, M.Y. 1994. Pengelolaan A ir dan Produktivitas Lahan Rawa Pasang Surut: Pengalaman dari Ka limantan Selatan dan Tengah. Balittan.
Resources & Development. Vol. 35: 92-110. Inst. for Sc i Co- Tubingen.
Simatupang, I. S dan Ar-Riza, I. 1991. Efekt ivitas cara pengendalian gulma pada pertanaman padi di sawah pasang surut. Makalah Se mina r Menuju Keb ija ksanaan Terpadu Pengembangan Pertanian Daerah Irigasi Ria m Kanan, 2-3 Oktober 1991. Fak. Pertanian Univ. La mbung Mangkurat. Ban jarbaru.
Shiva, V. 1997. Bebas dari Pe mbangunan: Pere mpuan, Ekologi dan Pe rjuangan Hidup di India. YOI. Jaka rta. 284 h lm.
Widjaja Adhi, I.P.G. dan Alimha msyah, T.1998. Pengelolaan, pe manfaatan dan pengembangan lahan rawa untuk usahatani dalam pe mbangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dala m : Pros. Se minar Nasional dan Pertemuan Tahunan Ko mda Himp. Il. Tanah Indonesia. Buku I.