Penyebaran tanah gambut biasanya mengikuti pola landform yang terbentuk di antara dua sungai besar, di antaranya berupa dataran rawa pasang surut, dataran gambut, dan kubah gambut (dome). Landform tersebut terletak di be lakang tanggul sungai (levee). Tanah gambut yang menyebar langsung di belakang tanggul sungai dan dipengaruhi oleh luapan air sungai disebut sebagai gambut topogen. Sedangkan yang terletak jauh di pedalaman dan hanya dipengaruhi oleh air hujan biasa disebut sebagai gambut ombrogen. Jenis gambut topogen biasanya me miliki kualitas mesotrofik sa mpai eutrofik, karena ga mbut topogen menempati posisi lebih dekat dengan sung ai, sehingga terjadi pengkayaan bahan me la lui luapan atau pasang surutnya air sungai. Jenis ga mbut ini bisa mene mpati landform dataran gambut atau sisi kubah gambut. Sedangkan jen is gambut o mbrogen biasanya me miliki kualitas oligotrofik, karena mene mpati p osisi bagian tengah atau jauh dari pinggir sungai, dan mene mpati landform kubah ga mbut.
Kalau kita t injau penyebaran gambut secara umu m, ta mpak adanya kekhasan hubungan antara satuan bentuk lahan dengan jenis -jenis tanah gambut. Bila kita buat transek skemat is mula i dari tepi sungai ke arah sungai lainnya, tentunya gambut yang relatif de kat dengan sungai gambutnya semakin tipis, ke mudian sema kin ke daerah depresi gambutnya semakin dala m (Ha rdjowigeno dan Abdullah, 1987). Be rdasarkan hasil pengamatan lapangan yang ditemukan pada areal PLG Ka limantan Tengah, jarak posisi gambut dari pinggir sungai biasanya dipengaruhi oleh besar kec ilnya sungai. Ga mbut yang terbentuk di sekitar sungai-sungai besar (S. Barito, sungai Kapuas) gambut baru ditemukan pada jarak 2-4 km dari pinggir sungai. Sedangkan gambut yang terbentuk di sekitar sungai-sungai kecil (S. Mentangai-S. Dadahup) gambut sudah dijumpai dari mua lai jara k <1 km . Satuan bentuk lahan yang mengindikasikan adanya lahan gambut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Satuan Bentuk Lahan (landform) yang Diindikasikan Dikete mukan Lahan Ga mbut
No. Satuan bentuk Lahan /landform Indikasi kemungkinan ditemukannya lahan gambut
1. Dataran aluvial Sempit (minor): 10-25% 2. Depresi Aluvial (closed basin) Luas (dominant): 50-75% 3. Dataran Estuarin Sempit (minor): 10-25%
4. Rawa Belakang sungai (Back swamp) Sedang-luas (Fair-dominant): 25-75% 5. Rawa Belakang pantai (Swalle/lagoon) Sedang-luas (Fair-dominant): 25-75% 6. Dataran pantai Sempit (minor): 10-25%
7. Gambut Topogen air tawar Sangat luas (Predominant) : > 75% 8. Gambut Topogen Pasang surut Sangat luas (Predominant) : > 75% 9. Gambut ombrogen Sangat luas (Predominant) : > 75% 10. Kubah Gambut Sangat luas (predominant): >75%
Sumber:
1. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2010. Peta Sumberdaya Tanah tingkat T injau, Provinsi
Kalimantan Barat, skala 1:250.000.
2. Balai Penelitian Tanah. 2007. Semi Detailed Land Resources Mapping for Aceh Barat District. Balai
Penelitian T anah Bogor.
3. Marsoedi Ds, Widagdo, Junus Dai, Nata Suharta, Darul SWP, Sarwono Hardjowigeno, Jan Hof, Erik
R.Jordens. 1997. Pedoman Klasifikasi Landform. Pusat Penelitian T anah dan Agroklimat. Bogor.
4. Buurman P, T. Balsem and H.G.A van Panhuys. 1990. Klasifikasi Satuan Lahan untuk Survei T ingkat
Tinjau Sumatera. Proyek Perencanaan dan Evaluasi Sumberdaya Lahan. Pusat Penelitian T anah Bogor.
5. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1990. Buku Keterangan P eta Satuan Lahan dan Tanah Sumatra
skala 1:250.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor
PENUTUP
Ga mbut me rupakan aku mulasi tumbuhan yang sebagian telah melapuk. Lahan gambut terdapat di dataran rendah berawa-rawa , yang merupakan cekungan atau pele mbahan, baik di dataran rawa pasang surut, rawa lebak atau ra wa pedala man, sehingga aksesib ilitasnya masih sangat terbatas. Inventarisasi/pemetaan lahan gambut pada tingkat semi detil (1:50.000 s/d 1:100.000) dengan penggunaan citra satelit resolusi tinggi, untuk analisis bentuk lahan/landform, sebagai “mapping unit”, kemudian d iikuti dengan validasi/pengamatan lapangan secara transek pada area-area pewakil (k ey areas), cukup efektif men ingkatkan a kurasi hasil pe metaan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Fahmuddin dan I G.M. Subiksa. 2008. Lahan ga mbut: potensi untuk pertanian dan aspek lingkungan. Bala i Pene lit ian Tanah . Badan Litbang Pertanian, Ke menterian Pertanian
Ba lai Penelit ian Tanah. 2007. Agricu ltural Crop Option along West Coast and Peatland for Aceh Barat Dis trict. Joint Research Collabration Between Indonesian Soil
Bogor- Indonesia.
Ba lai Besar Litbang Su mberdaya Lahan Pertanian. 2010. Peta Su mberdaya Tanah tingkat Tinjau, Provinsi Ka limantan Barat, ska la 1:250.000.
Buurman P., To m Balse m. 1990. Land Un it Classification for the Reconnaissance Soil Survey of Sumatra. So il Data Base Management Project. Technical Report No.3. version 2. Center for So il and Agroclimate Research. Bog or
Lillesand Th.M. and Ralph W .Keife r. 1994. Re mote Sensing and Image Interpretation. John Willey and Sons. Ne w Yo rk.
Lyon, J.G. and J.Mc.Carthy. 1995. Wetland Environmental Applicat ions of GIS. CRC Le wwis Publishers. Boca Raton, New York, London, Tokyo.
Marsoedi Ds, Widagdo, Junus Dai, Nata Suharta, Darul SWP, Sarwono Hard jowigeno, Jan Hof, Erik R.Jordens. 1997. Pedo man Klasifikasi Landform. Pusat Penelit ian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Page, S.E., Siegert, J.O. Rie ley, H.D.V.Boehm, A.Jaya, S.H. Limin.2002. The Amount of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997. Nature, 420:61-65.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1990. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Sumatra ska la 1:250.000. Pusat Penelit ian Tanah dan Agroklimat Bogor Hardjo wigeno S. 1989. Sifat-sifat dan Potensi tanah gambut Sumatra untuk
Pengembangan Pertanian. hal 15-42. Prosiding Se minar Tanah Ga mbut untuk Perluasan Pertanian. Fa kultas Pertanian Un iversitas Islam Indonesia. Medan 27 November 1989.
Hardjo wigeno S., dan Abdullah.1987. Suitable of peat So il of Su matra for agricu ltural developmnet. International Peat Society. Sysmposiu m of Tropica l Peat and peatland for Develop ment. Yogyaka rta, 9-14 februari 1987.
Singh, A.N. 2002. Agriculture Application o f satellite re mote Sensing in India. Se minar in Re mote Sensing and GIS in Agriculture Research. Se minar Roo m IRRI, Los Banos, Laguna Phillip innes.20-22 July 2002.
Soil Survey Staff. 1999. Key to Soil Ta xono my. 4th Ed ition. SM SS. Technical Monographs. No.19. Blac kburg, Virgin ia.
Sutanto. 2002. Peranan Tekn ik Penginderaan Jauh untuk Survei Tanah. Prosiding Perte muan Teknis Pe mba kuan Sistem Klasifikasi dan Metode Survai Tanah. Cibinong- Bogor, 29-31 Agustus 1999. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor, hal: 55-64.
Zuidam, Van. 1985. Aeria l Photo and satellite image interpretation in Te rra in analysis an Geo morphological Mapping. Smith Publisher. The hague. Netherlands .
Wiradisastra, U.S. 2000. Perke mbangan Penginderaan Jauh di Indonesia. Se mina r IPB.