• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imunitas dan Ketahanan Pangan Selama Pandemi Covid Menurut Sudiono (2014) tubuh manusia setiap saat dapat

PROTEIN DI MASA PANDEMI COVID Ifah Munifah

B. Imunitas dan Ketahanan Pangan Selama Pandemi Covid Menurut Sudiono (2014) tubuh manusia setiap saat dapat

terkontaminasi dengan milyaran bakteri yang dapat me-masuki tubuh melalui banyak cara, salah satunya adalah melalui konsumsi makanan, tetapi hampir semuanya dima-tikan oleh mekanisme pertahanan tubuh, yakni mati dalam saliva atau asam lambung yang berfungsi sebagai media pertahanan tubuh. Namun, terkadang satu bakteri dapat lolos sehingga menimbulkan gejala mual dan diare. Ini merupakan contoh sederhana yang sering dijumpai dari kegagalan sistem imun. Kontaminasi bakteri dapat pula mengalahkan sistem imun sehingga tubuh terserang demam atau keadaan yang lebih buruk lagi. Ketika tubuh kemudian sembuh dari demam ini merupakan tanda bahwa sistem imun tubuh mampu menghilangkan agen asing penyerang sesudah mendapatkan pengalaman dari kekalahan sebelum-nya. Sebaliknya, bila sistem imun tidak melakukan sesuatu, tubuh tidak akan sembuh dari demam atau apapun juga (Sudiono, 2014).

Sistem imun dapat didefinsikan berupa sistem yang sangat komplek dengan berbagai peran ganda bertujuan untuk menjaga keseimbangan tubuh. Suatu mekanisme yang bersifat faali yang melengkapi manusia dan binatang berupa suatu kemampuan untuk mengenali suatu zat asing ter-hadap dirinya, sehingga tubuh akan merespon suatu tinda-kan dalam dalam proses metabolisme yang dapat melin-dungi dirinya atau menimbulkan kerusakan jaringan tubuh sendiri. Konsep imunitas tersebut, terutama adalah kemam-puan sistem limforetikuler untuk mengenali bahan itu asing atau tidak bagi tubuh. Autoantibodi akan terbentuk dalam keadaan tertentu (patologik), ketika sistem imun tidak dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuhnya sendiri (self), sehingga sel-sel dalam sistem imun

membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri (Suardana, 2017).

Seperti halnya sistem yang lain dalam tubuh, sistem imun memungkinkan terjadi penyimpangan pada seluruh jaringan komunikasi baik berbentuk gangguan fungsional ataupun morfologis. Terdapat sejumlah faktor yang dapat memengaruhi mekanisme imun selain faktor genetik, seperti: Faktor metabolik, lingkungan, gizi, anatomi, fisio-logi, umur dan mikroba. Dari keseluruhan faktor tersebut, kekurangan gizi merupakan penyebab utama timbulnya imunodefisiensi. Gizi yang baik akan sangat memengaruhi tingkat imunitas, karena gizi yang cukup dan sesuai me-rupakan hal penting agar system imun dapat berfungsi dengan baik. Kesehatan tubuh memerlukan enam kompo-nen dasar bahan makanan berupa protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air sehingga dapat tumbuh dan terpelihara dengan baik. Meningkatnya jumlah angka kesakitan terkena penyakit infeksi, disebabkan oleh hilangnya daya tahan tubuh yang disebabkan oleh buruknya keadaan gizi.

Saragih (2020) memaparkan bahwa program pangan dunia PBB (WFP) telah mengidentifikasi 26 negara yang paling beresiko dari peningkatan kerawanan pangan akibat krisis Covid-19, diantara negara tersebut yang paling rentan adalah Ethiopia, Nigeria dan Mozambik. Covid-19 memberi-kan empat permasalahan diantaranya adalah daya beli rumah tangga menurun, distribusi dan transportasi pangan menjadi leibih mahal, terganggunya pasokan global produk pangan, serta berrpengaruh terhadap pertanian dan ter-sedianya pangan di pasar lkcal.

Kebutuhan mendasar bagi manusia adalah pangan, agar dapat bertahan hidup dan memiliki tubuh yang sehat dan kuat terhindar dari resiko penyakit. Oleh karenanya,

terpenuhinya kebutuhan pangan merupakan salah satu hak asasi yang harus dipenuhi. Tidak ada satupun negara dapat membangun perekonomiannya tanpa terlebih dahulu menyelesaikan pangannya. Hal ini menjadikan kebutuhan pangan adalah masalah utama yang menjadi prioritas bagi setiap penduduk merupakan sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu Negara (Arifin, 2018).

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk sebesar 270,2 juta jiwa pada tahun 2020 (sensus BPS Des 2020) memiliki permasalahan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, apalagi pada kurun waktu sejak Maret 2020 bersamaan dengan wabah pandemi Covid-19. Suryana (2005), menyatakan bahwa peningkatan kebutuhan pangan linier dengan penambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesempatan kerja bagi penduduk guna memperoleh pendapatan yang layak agar akses terhadap pangan dapat terjangkau dan tercapai.

Kebijakan pemantapan ketahanan pangan dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah terwujud stabilitas pangan nasional. Stabilitas ketahanan pangan nasional ini dapat tercapai melalui komoditas pertanian, kehutanan, perikanan dan juga kelautan.

Widowati dan Minantyorini, (2005) menyatakan bah-wa ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Sebagian besar porsi pendapatan konsumen miskin perkotaan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Berbagai masalah baik pada tingkat mikro maupun makro masih ditemukan dalam hal me-ningkatkan ketahaanan pangan masyarakat. Upaya peman-tapan ketahanan pangan menghadapi tantangan utama dengan masih besarnya proporsi penduduk yang mengalami kerawanan pangan mendadak, karena bencana alam dan

musibah serta kerawanan pangan kronis karena kemiskinan merupakan masalah pada sisi mikro.

Pada sisi makro, Nainggolan (2005) menyatakan bah-wa upaya pemantapan ketahanan pangan menghadapi tan-tangan utama berupa peningkatan optimalisasi pemanfaatan sumber daya pangan domestik dan peningkatan kapasitas produksi pangan dalam era keterbukaan ekonomi dan perdagangan global.

Gambar 1. Kerangka komsep Ketahanan Pangan dan Gizi (Sumber: Saragih B, 2020)

Pilar ketahanan pangan terdiri dari ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan. Ketersediaan pangan akan sangat dipengaruhi oleh produksi pangan domestik, stok cadangan pangan dan aktivitas ekspor-impor. Adapun pilar keterjangakauan merupakan penentu terpenuhinya pangan masyarakat, dipengaruhi oleh distribusi, stabilitas pasokan dan harga, system logistik, manajemen stok, daya beli masyarakat, akses masyarakat terhadap pasar dan informasi. Kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan juga memengaruhi ketahanan pangan. Kemampuan meman-faatkan ini akan linier dengan perbaikan pola konsumsi,

penganekaragaman konsumsi, perbaikan gizi dan keamanan kualitas mutu pangan.

Nuhfil Hanani AR, 2008 menyatakan bahwa ketahanan pangan memiliki lima unsur yang harus dipenuhi yaitu berorientasi pada rumah tangga dan individu, dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses, mene-kankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial, berorientasi pada pemenuhan gizi;

dan terakhir adalah ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.

Suharyanto, (2011) dan Sastrosupadi (2019) menyata-kan bahwa Swasembada pangan umumnya merupamenyata-kan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional, sedangkan ketahanan pangan lebih menguta-makan akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi untuk sehat dan produktif. Persoalan distribusi pangan, harus mendapatkan prioritas, sehingga memung-kinkan setiap individu dapat mengakses kebutuhan pangan di seluruh wilayah tanah air. Selain persoalan distribusi, perlu adanya perubahan mind set masyarakat, agar yang namanya pangan bisa berupa ubi-ubian, kentang, jagung, sagu, dan lain-lain, sehingga perlu juga dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pangan kita tidak hanya sekedar beras. Keanekaragaman jenis pangan ini merupakan alter-natif pilihan untuk terbebas dari ancaman kelaparan.

Kondisi iklim yang kondusif akan memengaruhi stok ketersediaan pangan di suatu negara. Wabah pandemi, kebakaran lahan hutan, bencana alam, kemarau yang tidak berkesudahan, gagal panen, sangat memengaruhi stok pangan nasional. Ketersediaan stok pangan di suatu negara merupakan ketersediaan pangan namun belum mencer-minkan akses individu terhadap pangan. Salah satu upaya kemandirian yang kuat adalah melalui revitalisasi pertanian,

perikanan dan kehutanan (RPPK) yang dahulu pernah dicanangkan Presiden RI tanggal 11 Juni 2005 (Suharyanto, 2011).

C. Ikan sebagai Sumber Protein Hewani Memiliki Peran yang