• Tidak ada hasil yang ditemukan

HISTORIOGRAFIS M. Zaki Mahasin

D. Integrasi Bisnis Garam

Menjawab tantangan bisnis garam saat ini perlu upaya untuk mengintegrasikan sektor hulu-hilir menjadi satu kesatuan ekosistem bisnis yang dikelola oleh petambak garam. Upaya ini sejalan dengan Pemerintah saat ini yang mendorong usaha garam rakyat dari on farm menuju off farm. Beberapa keuntungan yang didapatkan dari integrasi bisnis ini antara lain adalah: (1) berdaya saing; (2) ber-kerakyatan; (3) berkelanjutan; dan (4) terdesentralisasi (Syaukat 2009).

Penerapan sistem integrasi bisnis hulu-hilir garam dapat mengadopsi FrieslandCampina yang merupakan kope-rasi susu terbesar di dunia yang berpusat di Belanda. Adopsi sistem ini memerlukan beberapa persyaratan, baik pada aspek produksi, penerapan inovasi teknologi, pembentukan korporasi bisnis, dan akses pasar. Petambak garam yang selama hanya berperan memproduksi garam saja, harus mulai didorong untuk masuk ke tahap berikutnya, yaitu penerapan inovasi teknologi. Penerapan inovasi teknologi garam bagi petambak garam yang selama ini dilakukan harus memenuhi persyaratan, yaitu mudah untuk dilak-sanakan dan murah biayanya. Penerapan teknologi ini perlu melibatkan “tokoh” lokal yang dianggap mumpuni di bidang produksi garam. Hal ini penting mengingat petambak garam akan mudah mengadopsi apabila sudah ada contohnya, terutama pada tokoh yang mereka anggap sebagai panutan.

Secara umum penerapan ini harus memenuhi beberapa hal, yaitu (1) keunggulan relatif (relative advantage); (2) kompatibilitas (compatibility); (3) kerumitan (complexity);

(4) kemampuan diujicobakan (trialability); dan (5) kemam-puan diamati (observability) (Rogers 2003).

Pembentukan korporasi bisnis bagi petambak garam telah dilalukan, baik dalam bentuk koperasi primer di masing-masing sentra produksi garam, maupun koperasi induk yang menaungi bisnis koperasi primer tersebut.

Pembentukan koperasi primer maupun induk ini setelah mempertimbangkan beberapa hal, antara lain eksistensi pembentukan lembaga sejenis pada komoditas lain. Pada umumnya lembaga-lembaga tadi secara formal telah ada, namun belum banyak gunanya bagi pengembangan usaha.

Selain itu pola usaha individu sangat kurang sesuai untuk diandalkan sebagai basis kelembagaan usaha garam yang produktif dan berdaya saing tinggi. Gagasan

mentransfor-masikan kelembagaan usaha individu menjadi kelembagaan usaha korporasi (kolektif) diharapkan dapat mengatasi stagnasi pengembangan usaha garam di sentra garam setempat.

Kasus penerapan sistem usaha korporasi pada peter-nak domba di Semarang, Jawa Tengah, awalnya mereka sangat antusias menyambutnya. Hanya saja, gagasan sistem usaha korporasi ini perlu dimotori dahulu oleh investasi dari luar, misalnya melalui pilot project. Peternak setempat bisa memahami sepenuhnya gagasan sistem usaha kor-porasi, namun resiko pengembangan usaha yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya menyebabkan mereka ragu-ragu (Pranadi dan Sudaryanto 1999). Untuk mengatasi hal ini diperlukan pendekatan social engineering secara intensif.

Tahap selanjutnya adalah penetrasi pasar oleh korpo-rasi petambak garam. Penetkorpo-rasi ini memerlukan akses informasi kebutuhan pasar terlebih dahulu. Korporasi pe-tambak garam harus memiliki data ketersediaan dan kebutuhan (supply-demand) garam sebelum memutuskan untuk penetrasi pasar. Peta pemasaran yang harus dipahami adalah existing market dan potensial market. Secara umum upaya untuk mengembangkan pasar dapat dilakukan mela-lui peningkatan strategi penetrasi pasar (market penetra-tion), pengembangan pasar (market development) dan pengembangan produk (product development) (Harini dan Yulianeu 2018).

Integrasi bisnis garam dalam implementasinya perlu didorong di basis kluster ekonomi hulu-hilir dengan batasan wilayah provinsi untuk mempermudah penerapan dan pengawasannya. Guna mencapai hal ini, maka perlu dicip-takan competitive advantage bagi produk yang dihasilkan di wilayah kluster tersebut. Produk garam di kluster wilayah

provinsi tersebut hendaknya dapat memenuhi kebutuhan pasar mereka sendiri terlebih dahulu.

Apabila telah terjadi surplus produksi, maka dapat dipasarkan ke luar daerah (marketable surplus). Penghasilan dari bisnis ini dapat diinvestasikan kembali untuk mem-perkuat atau untuk mengembangkan kegiatan lainnya sehingga akan menciptakan efek domino ekonomi bagi pembangunan selanjutnya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan pengembangan sektor ekonomi lainnya, baik yang langsung terkait dengan komoditas garam maupun tidak (Syaukat 2009).

Penutup

Garam sebagai komoditas komersial penting mendorong Pemerintah Kolonial Belanda untuk menguasainya melalui penerapan aturan monopoli. Praktek penerapan monopoli garam dilakukan dengan sistem kontrak atau dipihak-ketigakan (verpachte middelen). Pemerintah saat itu mem-borongkan monopoli dalam bentuk pengumpulan pajak, pembelian dan penjualan komoditas tertentu. Pelaksana kontrak pengumpulan pajak ini biasanya adalah orang Tionghoa atau Asia asing lainnya (vreemde oosterlingen), sedangkan monopoli yang dikontrakkan mencakup pen-jualan candu, produksi dan penpen-jualan arak, tuak dan garam.

Pada periode pasca kemerdekaan, dominasi industri pengolah menyebabkan terbentuknya tersegmentasi usaha hulu dan hilir. Petambak garam ada di posisi hulu sedangkan perusahaan industri pengolah yang mayoritas etnis Tionghoa ada di posisi hilir. Relasi bisnis hulu dan hilir yang seharusnya saling melengkapi yang terjadi justru sebalik-nya. Hal ini terutama setelah ditetapkannya aturan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 77/SK/5/1995

yang mewajibkan garam yang dijual ke luar wilayah sentra garam harus melalui pencucian terlebih dahulu.

Menjawab tantangan bisnis garam saat ini perlu upaya untuk mengintegrasikan sektor hulu-hilir menjadi satu kesatuan ekosistem bisnis yang dikelola oleh petambak garam. Upaya ini sejalan dengan pemerintah saat ini yang mendorong usaha garam rakyat dari on farm menuju off farm.

Ucapan Terima Kasih

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibunda tercinta, Prof. Ismawati atas nasehat dan bimbinganya, dan juga kepada Prof. Yeti Rochwulaningsih serta Prof. Singgih Tri Sulistiyono yang telah membuka wawasan kesejarahan sehingga saya bisa mulai memahami fakta-fakta sejarah masa lalu secara akademis. Fakta sejarah ini penting bagi saya untuk mencari alternatif solusi atas problematika pergaraman nasional yang sampai saat ini belum selesai.

Semoga tulisan ini dapat menginspirasi tulisan-tulisan beri-kutnya untuk secara komprehensif mencari solusi per-garaman nasional.

Daftar Pustaka

Giddens, Anthony dan Jonathan Turner, Social Theory Today 1987 (US: Standford University Press).

Harini, C. dan Yulianeu. Strategi penetrasi pasar UMKM Kota Semarang Menghadapi Era Pasar Global MEA. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 21 No. 2 Oktober 2018.

Indische Staatsblad No. 73, Tahun 1883.

Jonge, Huub De, Garam, Kekerasan dan Aduan Sapi (Jogjakarta: LKiS, 2011).

Knaap, G.J., Semarang, a Colonial Provincial Capital and Port City in Java, c.1775 dalam Bosma, U. and Webster, A.

ed., Commodities, Ports and Asian Maritime Trade Since 1750. (Palgrave McMillan, New York, 2015).

Kompas 2005. Kepmen Pencucian Garam Tak Mungkin Dicabut. Untuk Lindungi Masyarakat Dari Penyakit Gondok. 27 Juli.

Leirissa, R. Z., 1999. VOC Sebagai Sejarah Sosial. Jurnal Wacana Vol. 1 No. 1.

Mahasin, M. Z., & Rochwulaningsih, Yety & Sulistiyono, Singgih. (2020). Coastal Ecosystem as Salt Production Centre in Indonesia. E3S Web of Conferences. 202.

07042. 10.1051/e3sconf/202020207042.

Meilink-Roelofsz, M.A.P., Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara: Sejarah Perniagaan 1500-1630 (Depok:

Komunitas Bambu, 2016).

Niel, Robert van. Sistem Tanam Paksa di Jawa. Jakarta:

Pustaka LP3ES, 2003.

Noer, Rosita, Menggugah Etika Bisnis Orde Baru (Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1998).

Pranadi, T. dan B. Sudaryanto. Kajian Terhadap Persepsi Petani Dan Kelembagaan Korporasi Untuk Pengem-bangan Usaha Ternak Domba Di Pedesaan: Studi Kasus Pada Desa-Desa Di Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 4 No.

2 Th. 1999.

Raffles, Thomas Stamford, The History of Java (London:

oxford university Press, 1965).

Rogers, E.M. Diffusion of Innovation. (Free Press, New York, 2003), 5th edition.

Syaukat, Yusman. Pengembangan Agribisnis Dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Lokal Di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Volume 1 No 1 April 2009.

Tarling, N (ed.). The Cambridge: History of Southeast Asia.

New York: Cambridge University Press, 1994.

Van der Chijs, J.A. 1895. Nederlandsch-Indisch: Plakaatboek, 1602-1811. Vol. XVII, Batavia Landsrukkerij.

Wail, Moh. 2019. Biografi Garam” Etnografi Masyarakat Madura pada Tubuh Teater”. Pantun Jurnal Ilmiah Seni Budaya 4 (1).

Tentang Penulis

Mohamad Zaki Mahasin, S.Pi., M.Pi. lahir di Semarang pada tanggal 18 Desember 1975.

Penulis mengenyam pendidikan sekolah dasar di Kendal, Jawa Tengah, kemudian melanjutkan sekolah di Tsanawiyah Assalaam Solo, Jawa Tengah dan melanjut-kan sekolah menengah atas di SMA 2 Negeri, Yogyakarta. Pendi-dikan sarjana ditempuh pada Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian UGM dan Magister (S2) Pasca Sarjana Manajemen Pantai di Universitas Diponegoro.

Penulis adalah ASN di Kementerian Kelautan dan Perikanan yang pada tahun 2003-2011 mengelola kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir. Beberapa kegiatan pem-berdayaan yang dikelola antara adalah Program Pember-dayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP 2003-2008) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri selama 2009-2011. Sejak tahun 2016 sampai saat ini penulis aktif mengelola kegiatan Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGaR). Selain itu penulis juga pernah aktif menulis di Majalah Samudra dengan beberapa judul, yaitu Pemberdayaan: Oleh dan Untuk Masyarakat, Waktunya Menyentuh Masyarakat melalui PNPM Mandiri, PEMP: Solusi yang Teramputasi, dan Masyarakat Pesisir dan Mitos Ratu Kidul. Penulis juga menyusun artikel pada EDP Scienses 2020 dengan judul Coastal Ecosystem as Salt Production Centre in Indonesia. Karya-karya ilmiah beliau dapat

ditelusuri melalui Google Scholar hl=id&as_sdt=0%2C5&q=

MZ+ MAHASIN& btnG.

Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan Doktor (S3) di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro dengan bidang kajian Sejarah Kebijakan Garam. Penulis juga terlibat aktif di beberapa riset permurnian garam lokal, baik di lahan tambak maupun di proses pengolahan industri.

Selain itu juga terlibat dalam diskusi-diskusi pengembangan ekonomi komoditas garam basis komunitas petambak garam dengan melibatkan pihak pemerintah, akademisi dan swasta.

POTENSI NANOMATERIAL BASIS PERIKANAN