• Tidak ada hasil yang ditemukan

Industrialisasi dan Transformasi Struktur Ekonomi dan Tenaga Kerja

Pembahasan yang sistematis mengenai perubahan struktur produksi dan struktur kesempatan kerja yang menyertai pertumbuhan ekonomi di mulai oleh Fisher (1935) yang mengatakan bahwa, pertumbuhan ekonomi biasanya disertai dengan pergeseran permintaan dari sektor primer ke sektor sekunder dan akhirnya bergeser lagi ke sektor tersier. Pergeseran tersebut akan mengakibatkan terjadinya perubahan dalam struktur produksi yang sesuai dengan pergeseran dalam permintaannya, yaitu melalui pergeseran dalam kesempatan kerja dan alokasi dana dari sektor primer, ke sektor sekunder dan akhirnya ke sektor tersier. Hal serupa juga terungkap dari hasil studi Kuznets, bahwa peran industri di negara-negara maju secara umum sudah melebihi 30 persen dari produk nasional. Proses pertumbuhan industri itu disertai oleh penyerapan 35 persen dari angkatan kerja. Sedangkan angkatan kerja yang masih tergantung di sektor pertanian hanya meliputi 5 hingga 10 persen.

Guna menguji ke absahan hipotesis Fisher tersebut, Noor (1991) meneliti mengenai perubahan struktur produksi yang menyertai pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Noor, mengkaji perubahan yang terjadi antara daerah provinsi dengan menggunakan model yang pernah digunakan Chanary dan Syrquin (1975) ketika mereka melakukan penelitian di sejumlah negara berkembang mengenai pergeseran struktur ekonominya selama kurun waktu 1950-1970. Model tersebut

diduga dengan multiple regression analysis. Noor, menyimpulkan bahwa hanya

sebagian daerah Provinsi di Indonesia yang menerima hipotesis Fisher, yaitu terdapat hubungan yang negatif antara pergeseran sektor primer dengan pertumbuhan pendapatan nasional atau pendapatan perkapita, (Juanda, 2001).

Tampaknya pergeseran struktur ekonomi dan struktur tenaga kerja yang menyertai proses industrialisasi di Indonesia menunjukkan trend berbeda dengan pergeseran ala Fisher dan Kuznets. Transformasi struktural yang tejadi di Indonesia ditunjukkan trend peningkatan yang tajam kontribusi sektor industri dalam struktur ekonomi nasional, tetapi tidak disertai peningkatan yang signifikan dalam struktur tenaga kerja nasional. Pada tahun 1980 sektor industri pengolahan

memberikan kontribusi sebesar 11.6 persen meningkat menjadi 26.1 persen tahun 2003, atau secara total kelompok industri (termasuk sektor pertambangan dan bangunan) memberikan kontribusi sekitar 41.3 persen, akan tetapi penyerapan tenaga kerjanya yang pada tahun 1980 sebesar 12.1 persen hanya meningkat tipis yakni kurang dari 20 persen pada periode sebelum krisis ekonomi, bahk an pada tahun 2003 hanya menyerap sekitar 12.8 persen. Sementara sektor pertanian pada tahun yang sama (2003) dengan kontribusi sekitar 15.8 persen dalam PDB harus menampun tenaga kerja sekitar 46.3 persen dalam strktur tenaga kerja nasional. Gambaran dari transformasi struktural yang menyertai proses industrialisasi di Indnesia, secara implisit memperlihatkan ketimpangan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat, jika dibiarkan akan semakin memperbesar kesenjangan.

Selain itu, Margono (2005) menyebutkan bahwa perubahan struktural yang berlangsung di Indonesia memperlihatkan ketidakmatangan transformasi, karena prosesnya terlalu dipercepat sehingga menyebabkan sektor industri nasional tidak berkembang dengan baik. Perkembangan industri banyak dilakukan melalui proteksi-proteksi oleh pemerintah terhadap sektor industri. Menurutnya, walaupun perkembangan sektor industri, yang dipacu oleh kebijakan pemerintah, cukup tinggi, namun bukan bersumber dari fundamental perekonomian yang kuat. Sektor tersebut sangat tergantung pada impor, khususnya barang modal, input antara, dan bahan baku, demikian pula terlalu tergantung kepada kapital dan teknologi dari luar, akibanyanya sangat rentang terhadap perubahan ekonomi global yang berubah secara dinamik.

Aziz (1990) pernah mengkaji perubahan struktural dalam perekonomian Indonesia di masa lalu dengan menggunakan pendekatan yang di dasarkan pada perubahan struktural menurut 3 jenis proses, yaitu proses alokasi, akumulasi serta demograsi dan distribusi; selain itu juga diperhitungkan masalah penyusutan sumberdaya alam. Namun analisa kuantitatif yang digunakan untuk mengamati proses perubahan tiap peubah hanya melalui dimensi waktu sehingga perkiraan perubahan struktural di masa depan hanya merupakan hasil dari pendekatan model proyeksi, bukan model perencanaan.

Mengenai kaitan pertumbuhan ekonomi dengan ketenaga kerjaan di Indonesia, Ninasapti (2005) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang

tinggi di Indonesia pada periode 1990-1996 menghasilkan tambahan lapangan kerja yang tidak jauh berbeda dengan pada saat pertumbuhan ekonomi rendah dalam periode 2000-2002. Temuan ini menurutnya berbeda dengan berbagai pernyataan yang merupakan ”mitos” dalam perekonomian bahwa jika pertumbuhan ekonomi cukup tinggi maka akan terjadi penciptaan lapangan kerja yang tinggi pula. Menurutnya sumber pertumbuhan pekerja akan sangat tergantung kepada jenis usaha yang dikembangkan. Pengembangan sektor usaha padat modal akan mengakibatkan penyerapan pekerja yang lebih kecil daripada pengembangan sektor usaha yang padat karya, walaupun dari sisi pertumbuhan PDB akan lebih tinggi.

Selanjutnya Ikhsan (2005) menunjukkan bahwa berdasarkan pada analisis I-O dan seri pendapatan nasional, secara jelas menunjukkan adanya penurunan dalam pangsa industri padat karya. Pangsa industri padat karya mengalami penurunan dari 16.9 persen pada tahun 1995 menjadi 13.4 persen pada tahun 2000. Diantara industri padat karya tersebut penurunan terbesar terjadi pada industri tekstil dan pakaian jadi yang menurun dari 4.2 persen menjadi 2.8 persen pada tahun 2000. Sebaliknya pangsa industri permesinan mengalami peningkatan dari 16.0 persen (1995) menjadi 20.8 persen (2000). Pertanyaan yang harus dijawab, menurut Ikhsan, adalah apakah trend ini memang merefleksikan pola normal dalam perubahan struktural atau sebaliknya mencerminkan distorsi dalam pasar faktor produksi atau pasar output yang kemudian menimbulkan disalokasi sumberdaya. Jika yang terakhir terjadi, maka gejala akselerasi pertumbuhan yang sudah mulai ini tidak akan berumur panjang dan dalam waktu tidak begitu lama akan terjadi perlambata laju pertumbuhan ekonomi dan kemudian mendorong

proses ”deindustrialisasi” di Indonesia.

Oleh karena itu, dalam rangka pemulihan ekonomi dan upaya penyesuaian struktural perekonomian nasional, maka strategi pembangangunan di Indonesia ke depan, tentunya tidak lagi hanya sekedar mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi diharapkan pertumbuhan ekonomi nasional dapat berkualitas dan berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai apabila pertumbuhan ekonomi nasional bersumber dari fundamental ekonomi yang kuat, sehingga dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai penyerapan tenaga kerja yang tinggi

pula. Oleh karena itu stud i ini yang akan mengkaji sumber-sumber pertumbuhan disertai kajian aspek pasar tenaga kerja dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan perluasan kesempatan kerja di anggap relevan dengan upaya proses penyesuaian struktural yang dimaksud.