• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inisiasi ( mubaya’ah) dalam Tradisi TQN al-Uthma>niyah

TAREKAT SEBAGAI MODEL RELIGIUSITAS MASYARAKAT PERKOTAAN

A. Kemunculan dan Perkembangan TQN al-Oesmaniyah

3. Inisiasi ( mubaya’ah) dalam Tradisi TQN al-Uthma>niyah

127

Yaitu wali al-Mula>matiyyah, Wali al-Fuqara>’, Wali al-S}u>fiyyah., Wali‘Ubba>d, Wali Zuhha>d, Wali Rija>l Ma>’, Wali Afra>d, Wali Umana>’, Wali Qurra>’, Wali Ah}ba>b, Wali Muhaddithu>n, Wali al-Akhilla>’45, Wali al-Sumara>’, Wali al-Warathah.

3. Inisiasi (mubaya’ah) dalam Tradisi TQN al-Uthma>niyah

Secara etimologi kata bay‘at berasal dari kata ba>‘a yang berarti akad serah terima, muba>ya’ah (perjanjian) dan taat.46

Ada juga yang berpendapat bahwa bay‘at diambil dari kata al-ba>‘u (depa) hal ini dikarenakan dua orang yang melakukan akad memanjangkan depanya untuk memberi dan mengambil.47

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan bay‘at secara terminologi. Menurut Ra>ghib As}fiha>ni> bay‘at berasal dari ba>ya‘a al-sult}a>n jika di dalamnya mengandung keta’atan dan ketundukan kepadanya, karena itu bay‘at juga berartimuba>ya‘ah.48

Menurut Ibnal-Manz}u>r, al-Bay‘ah adalah kesepakatan untuk meneruskan jual beli atas dasar kesetiaan dan ketaatan. Al-bay‘ah sama dengan kata al-muba>ya‘ah dan al-t}a>‘ah. Taba>ya‘u> ‘ala al-amr, artinya mereka bersepakat dalam suatu urusan, wa ba>ya‘ahu ‘alayhi muba>ya‘ah, artinya seseorang

45Ibid., 84-85.

46Muḥammad bin Mukram bin Manz}u>r, Lisan> al-‘Arab , Vol. 8 (Beirut: Da>r S{a>dir, 1414 H.), 25.

47

Ibid., 26.

48 Abu> Al-Qa>sim al-H{usayn bin Muh}ammad al-Ra>ghib al-As}faha>ni>, Al-Mufrada>t fi> Gharib>

128

membuat perjanjian dengan orang lain. Ungkapan waba>ya‘hu berasal dari kata bay‘at juga bay‘ah .49

Sedangkan menurut Sayyid T{ant}awi>, makna asal dari muba>ya‘ah adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan adanya imbalan. Kata mu‘a>hadah juga semakna dengan kata muba>ya‘ah ini.50

Terdapat terminologi lain yang sering digunakan selain term bay‘at, yaitu :

a. Lubsu al-khirqah, makna asalnya adalah memakai pakaian. Yang dimaksud adalah seorang guru tarekat memakaikan pakaian pada muridnya sebagai lambang bahwa murid tersebut telah di bay‘at.51

b. Akhd al-‘ahd. Term ini mempunyai arti menjaga dan memelihara sesuatu dalam keadaan apa saja.52 Pengertian ini juga ada relevansinya dengan bay‘at versi tarekat atau kaum sufi, yaitu seorang murid harus menjaga kewajiban-kewajiban dan etika-etika shari’at serta menjaga apa saja yang dituntunkan oleh guru murshid, baik berupa zikir, wirid dan muja>hadah tertentu. Al-Suhrawardi berkata bahwa al-‘akhdu adalah sinonim dari bay‘at, keduanya sama-sama mempunyai arti “hubungan anatara shaykh dan murid”.53

49Muḥammad bin Mukram bin Maz}u>r, Lisan>, 26.

50Muh}ammad Sayyid T{ant}a>wi>, Al-Tafsi>r al-Wasi>t} li al-Qur’a>n al-Kari>m , Vol. 14, (Kairo: Da>r alNahdah, 1998), vol. 14, 344.

51Ali> Ghari>si>, al-Bay’ah ‘Inda al-S{ufiyyah Dira>sah ‘Ala> D{aw’ a l-Sunnah wa Aqwa>l al-Ulama>’, (Wila>yah al-Wa>di> al-Jaza>ir: Shi>b, 2014 ), 24.

52Ali> ibn Muh}ammad ibn Ali> al-Jurja>ni>, al-Ta’ri>fa>t , (Beirut: Da>r al-Kitab> al-Arabi>, cet.1 , 1405 H), 204.

129

c. Talqi>n. Talqi>n adalah mashdar (gerund) dari dua kata dasar yang berbeda; laqina dan laqana, namun saat digunakan dalam dunia tarekat mengandung implikasi yang sama. laqina berarti menerima secara lisan atau bisa juga diartikan menginstruksikan. Sedangkan laqana berarti mendikte atau mengajar. Dengan demikian, dalam terminologi tarekat talqi>n berarti arahan, instruksi, dorongan, inspirasi dari seorang murshid kepada muridnya.54

Ali> al-Gharisi> dalam kitabnya al-Bay‘ah ‘Inda al-Sufiyah, membagi bay‘at menjadi dua:55

Pertama, bay‘at umum, adalah bay‘at yang dikenal dengan bay‘at kepemerintahan Islam, Dalam bay‘at ini orang Islam ber- bay‘at (berjanji) kepada pemerintah atau hakimnya untuk mendengar dan taat dalam menerima aturan-aturan yang di dalamnya terdapat kemaslahatan bagi mereka atas dasar shariat islam.

Kedua, Bay‘at khusus, adalah perjanjian yang diambil Rasulullah SAW. dari sebagian sahabat tertentu di dalam masalah tertentu. Bay‘at khusus itu adalah bay’at untuk memberi nasehat,56 bay‘at unntuk tidak menyekutukan Allah dan mendirikan serta menjaga shalat yang 5 waktu, bay‘at untuk mengatakan keadilan, bay‘at untuk menghadapi kematian57, bay‘at untuk tidak

54Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997), 1282. Lihat

jugaSri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat, 112.

55Ali> Ghari>si>, al-Bay’ah ‘Inda al-S{ufiyyah, 28.

56LihatAbi> al-Husain Muslim, S}ahi>h Muslim, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2008), 79. Lihat juga Abu> Dhakariya> Yahya> bin Sharaf al-Nawawi>, al-Minha>j sharh} S}ah}i>h} Muslim bin al-Ha>j, (Beirut, Da>r Ih}ya>’ al-turath al-‘Ara>bi>, tt.), vol II, 40.

57Muhammad bin Isma’il bin Ibra>him bin al-Mughi>rah al-Bukhari, al-Ja>mi>’ al-S}ah}i>h}, (al-Qa>hirah, Da>r al-Shi’bi, tt.), vol V, 159.

130

lari dari peperangan58 dan bay‘at untuk mendahulukan orang lain dalam mengambil bagian dari harta rampasan.59

Bay‘at seperti ini terus berlangsung hingga abad ke 5 Hijriah, pada abad inilah mulai ditemukan bentuk bay‘at terhadap seorang shaykh atas dasar menetapi amaliyah agama. Sebagian orang pada abad ini melakukan dua bay‘at, yaitu bay’at pada pemerintah dalam keadaan secara umum dan bay’at pada shaykh untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT. pada abad ini juga para shaykh mengambil bay‘at dari muridnya.60

Shaykh Abu> al-Hasan al-Nadwi> berpendapat bahwa orang pertama yang membuka pintu bay‘at pada guru mursyid adalah Shaykh Abdul Qadi>r al-Jaila>ni. Dan hal ini tersebar dikalangan ulama pada masa itu, namun, tidak ada seorangpun yang mengingkarinya. Namun ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bay‘at s}ufiyah sudah ditemukan sebelum abad ke 5 Hijriyah.61

Terdapat 4 (empat) ayat dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang bay‘at, yaitu : Surat al-Tawbah ayat 111,62 surat al-Fath} ayat 10,63 surat al-Fath}, ayat 18,64

dan suratal-Mumtah}anah ayat 12.65

58Muhammad bin ‘I>sa> Abu> ‘Isa> Turmudhi, Sunan Turmudhi, (Beirut, Da>r Ih}ya>’ turath al-‘Ara>bi>, tt.), vol 4, 149.

59Lihat jugaAchmad asrori al-Ishaqy, al-Muntakhaba>t , Vol. III 317.

60Abu> al-Hasan an-Nadwi>, Rija>l al-Fikrah wa al-Dakwah, (Beirut, Da>r Ibnu Katsi>r, 2007), 209.

61Ibid. 62 ﺎَﻘُـﻳ َﺔﱠﻨَْﳉا ُﻢَُﳍ ﱠنَِ ْﻢَُﳍاَﻮْﻣَأَو ْﻢُﻬَﺴُﻔْـﻧَأ َﲔِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا َﻦِﻣ ىَﺮَـﺘْﺷا َﱠ ا ﱠنِإ ِةاَرْﻮﱠـﺘﻟا ِﰲ ﺎﻘَﺣ ِﻪْﻴَﻠَﻋ اًﺪْﻋَو َنﻮُﻠَـﺘْﻘُـﻳَو َنﻮُﻠُـﺘْﻘَـﻴَـﻓ ِﱠ ا ِﻞﻴِﺒَﺳ ِﰲ َنﻮُﻠِﺗ َذَو ِﻪِﺑ ْﻢُﺘْﻌَـﻳَ يِﺬﱠﻟا ُﻢُﻜِﻌْﻴَـﺒِﺑ اوُﺮِﺸْﺒَـﺘْﺳﺎَﻓ ِﱠ ا َﻦِﻣ ِﻩِﺪْﻬَﻌِﺑ َﰱْوَأ ْﻦَﻣَو ِنآْﺮُﻘْﻟاَو ِﻞﻴِْﳒِْﻹاَو ُﻢﻴِﻈَﻌْﻟا ُزْﻮَﻔْﻟا َﻮُﻫ َﻚِﻟ 63 ُﺚُﻜْﻨَـﻳ ﺎَﱠﳕِﺈَﻓ َﺚَﻜَﻧ ْﻦَﻤَﻓ ْﻢِﻬﻳِﺪْﻳَأ َقْﻮَـﻓ ِﱠ ا ُﺪَﻳ َﱠ ا َنﻮُﻌِﻳﺎَﺒُـﻳ ﺎَﱠﳕِإ َﻚَﻧﻮُﻌِﻳﺎَﺒُـﻳ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﱠنِإ اًﺮْﺟَأ ِﻪﻴِﺗْﺆُـﻴَﺴَﻓ َﱠ ا ُﻪْﻴَﻠَﻋ َﺪَﻫﺎَﻋ ﺎَِﲟ َﰱْوَأ ْﻦَﻣَو ِﻪِﺴْﻔَـﻧ ﻰَﻠَﻋ ﺎًﻤﻴِﻈَﻋ 64 ِﻣْﺆُﻤْﻟا ِﻦَﻋ ُﱠ ا َﻲِﺿَر ْﺪَﻘَﻟ َـﻓ ْﻢُﻬَـﺑََأَو ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ َﺔَﻨﻴِﻜﱠﺴﻟا َلَﺰْـﻧَﺄَﻓ ْﻢِِﻮُﻠُـﻗ ِﰲ ﺎَﻣ َﻢِﻠَﻌَـﻓ ِةَﺮَﺠﱠﺸﻟا َﺖَْﲢ َﻚَﻧﻮُﻌِﻳﺎَﺒُـﻳ ْذِإ َﲔِﻨ ﺎًﺒﻳِﺮَﻗ ﺎًﺤْﺘ

131

Bay‘at dalam tarekat al-Qa>diriyah wa al-Naqshabandiyah al-Uthma>niyah dilakukan secara bersama-sama, tidak satu persatu. Hal ini dikarenakan setiap bay‘at selalu diikuti oleh ribuan orang. Dalam hal ini Kyai Asrori bertendensi kepada hadith yang diriwayatkan oleh sahabat Shada>d ibn Aws } dan ‘Uba>dah ibn S}amit, yang ditulisnya dalam kitabnya al-Muntakhaba>t, bahwa pernah pada suatu waktu Rasulullah SAW menyuruh para sahabatnya untuk mengangkat tangan dan mengikutinya membaca kalimat tauhid, dengan suara keras.66

Bay‘at tarekat al-Qa>diriyah wa al-Naqshabandiyyah al-Uthma>niyah dilakukan di berbagai tempat di Indonesia, Malaysia dan Singapura sesuai dengan jadwal yang telah disusun satu tahun sebelumnya. Karena tarekat al-Qa>diriyah wa al-Naqshabandiyyah al-Uthma>niyah merupakan gabungan dari dua tarekat, maka bay’at pun dilakukan dua kali secara berurutan, didahului dengan bay‘at tarekat Qadiriyah, kemudian bay’at tarekat

al-Naqshabandiyyah.

Bay‘at tarekat al-Qadiriyah dimulai dengan bersama-sama antara murshid dan calon murid membaca do’a :

ﺑ ﻲﻟ ﺢﺘﻓا ﻢﮭﻠﻟا ﻦﯿﻓرﺎﻌﻟا حﻮﺘﻔ 65 َو ﺎًﺌْـﻴَﺷ ِﱠ ِ َﻦْﻛِﺮْﺸُﻳ َﻻ ْنَأ ﻰَﻠَﻋ َﻚَﻨْﻌِﻳﺎَﺒُـﻳ ُتﺎَﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا َكَءﺎَﺟ اَذِإ ﱡ ِﱯﱠﻨﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ َ َﲔِﺗَْ َﻻَو ﱠﻦُﻫَد َﻻْوَأ َﻦْﻠُـﺘْﻘَـﻳ َﻻَو َﲔِﻧْﺰَـﻳ َﻻَو َﻦْﻗِﺮْﺴَﻳ َﻻ َُﳍ ْﺮِﻔْﻐَـﺘْﺳاَو ﱠﻦُﻬْﻌِﻳﺎَﺒَـﻓ ٍفوُﺮْﻌَﻣ ِﰲ َﻚَﻨﻴِﺼْﻌَـﻳ َﻻَو ﱠﻦِﻬِﻠُﺟْرَأَو ﱠﻦِﻬﻳِﺪْﻳَأ َْﲔَـﺑ ُﻪَﻨﻳَِﱰْﻔَـﻳ ٍنﺎَﺘْﻬُـﺒِﺑ ٌﻢﻴ ِﺣَر ٌرﻮُﻔَﻏ َﱠ ا ﱠنِإ َﱠ ا ﱠﻦ

66Ahmad Asrori Al Ishaqy, al-Muntakhaba>t Vol. III, 326. Lihat juga Ah}mad ibn ‘Amr ibn Abdul Kha>liq al-Bazza>r, Musnad al-Bazza>r Vol. VII (Madinah: Maktabah al-“ulum wa al-H}ikam, 2009), 156. Lihat juga Muhammad ibn ‘Abdillah H}a>kim Naisabury, Mustadrak ‘ala

al-S}ahi>hain Vol. I (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990), 169. Lihat juga Ah}mad ibn Mu}ammad

ibn H}anbal ibn H}ilal ibn Asad Shaibany, Musnad A}hmad ibn H}anbal Vol. IV (Beirut; ‘A>lam Kutub, 1994) 124. Lihat juga Isma’il ibn Muh}ammad ibn Fad}l As}bah}a>ny, Targhi>b wa

132

Sebanyak tujuh kali. Kemudian dilanjutkan dengan bersama-sama membaca h}amdalah, s}alawat dan salam kepada Nabi Muhamad SAW, membaca istighfar tiga kali, membacas}alawat lagi tiga kali, kemudian murshid membaca dzikir ﷲ ﻻا ﮫﻟاﻻ sebanyak tiga kali, lalu diikuti oleh calon murshid, dilanjutkan bersama-sama lagi membaca ﷺ ﷲ لﻮﺳر ﷴ ﺎﻧﺪﯿﺳ. Selanjutnya bersama-sama membaca s}alawat Munjiya>t, ayat ke-10 surat al-Fath}. Prosesi bay‘at diakhiri dengan membaca suratal-Fa>tih}ah.

Bay‘at tarekat al-Naqshabandiyyah dimulai dengan bersama-sama membaca surat al-Fa>tih}ah tiga kali dipimpin oleh murshid. Selanjutnya calon murid diperintahkan untuk melakukan dzikir sirr dengan melafalkan kalimat ﷲ diiringi dengan memutar tasbih. Murshid mengakiri dzikir sirr dengan do’a dan menutup prosesi bay’at dengan membaca do’a.67