• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Penelitian

4. Integrasi analisis data tiga informan

Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti akan memaparkan gambaran mengenai dukungan sosial bagi penderita kanker payudara dalam menjalani masa pengobatan dan dampak dari dukungan sosial. Berdasarkan hasil analisis data terhadap tiga partisipan, peneliti menemukan beberapa tema utama dalam penelitian ini, yaitu dukungan sosial yang dibutuhkan, dukungan sosial

efektif yang diterima, dukungan sosial tidak efektif yang diterima, dan dampak dukungan sosial. Terdapat empat tipe dukungan sosial yang muncul dari pengumpulan data yaitu instrumental support, informational support, emotional support atau esteem support, serta companionship support. Keempat tipe tersebut menjadi sub-tema dukungan sosial positif maupun dukungan sosial yang diterima. Tema dampak dukungan sosial yang diterima dijabarkan menjadi dua sub-tema, yaitu dampak positif dan dampak negatif.

a. Dukungan sosial yang dibutuhkan

Mengalami perubahan-perubahan signifikan dalam hidupnya setelah menjalani pengobatan, membawa partisipan pada dukungan sosial yang mereka butuhkan. Partisipan membutuhkan instrumental support untuk membantunya dalam kegiatan sehari-hari, misalnya dalam mengurus keperluan dasar rumah tangga, seperti masak, mencuci, bahkan bantuan suami untuk mengurus anak-anak mereka.

“Kalau pekerjaan rumah, aku ga bisa apa-apa waktu sakit itu ya cuma kayak gitu makan tidur, tapi apa yang bisa kulakukan apa ya tak lakuin karena jenuh juga. Ya kayak apa yang bisa aku lakuin nyapu, nyuci ya suamiku…” (line 695-697, partisipan 3)

Ada kalanya ketiga partisipan tidak dapat bepergian seorang diri, sehingga mereka juga membutuhkan bantuan transportasi ketika mereka harus ke rumah sakit untuk melakukan pengobatan. Setelah sampai di rumah sakit, antre layanan BPJS biasanya dalam keadaan ramai, sehingga mereka membutuhkan bantuan untuk mengurus administrasi BPJS yang mereka gunakan untuk memenuhi biaya pengobatan. Selain pengobatan, partisipan

pun juga membutuhkan bantuan dalam hal pekerjaan karena harus beristirahat, sehingga beberapa pekerjaan pun sempat tertinggal.

“Terus kalau pas kemo ya sama, saya butuh doa, diantar sampai tujuan. Terus proses untuk administrasi kayak BPJS tu kan kalau aku lakuin sendiri kan gak bisa. Maksudnya kan misalnya kalau ada orang lain kan heem bantu, saya masuk ke ruangan, biasanya kan kalau kemo itu yang dilakukan pertama itu kan mesti ngurus BPJS dulu, terus habis urus BPJS kita ke… ke dokter masuknya kayak ruangan klinik gitu lho” (line 867-871, partisipan 3)

“Ya support aja sih, kebetulan sih temen-temen kantor banyak dukung ya jad… dan itu aku seneng. Temen-temen kantor, udah bu kalau sakit kalau ngerasa apa gak usah masuk dulu udah ini nanti tak kerjain aku, pokoknya kerjaan kantor gak usah dipikir.” (line 640-642, partisipan 1)

Ketiga partisipan juga membutuhkan informational support yang berisi informasi terkait rencana pengobatan yang telah dirancang untuk beberapa waktu yang akan datang. Partisipan tentunya membutuhkan profesional untuk membantu mereka memahami tiap langkah yang akan mereka hadapi, seperti penjelasan dokter mengenai prosedur mastektomi, kemoterapi, radioterapi, bahkan terapi hormon. Selanjutnya informasi dari sesama penderita kanker juga dibutuhkan oleh penderita kanker lainnya, seperti tips mengatasi efek pengobatan pada tubuh partisipan.

“Setelah operasi selesai kan aku ketemu dokter lagi, ini harus bagaimana. Sehabis operasi aku harus apa. Ibu harus kemo.

Apa lagi itu, bingung kan capek lo mbak. Operasi, operasi, operasi itu, dokter kemo. Duh kemo tu apa. Kemo itu ya apa nganu ini me… membakar sel kanker.” (line 174-176, partisipan 3)

Salah satu tipe dukungan sosial lainnya yang dibutuhkan merupakan emotional support. Bentuk dukungan emosional seperti perhatian maupun

pengertian terkait pengobatan yang sedang dijalani menjadi begitu berarti, dengan memberikan perhatian maupun pengertian yang disampaikan melalui komunikasi yang baik menjadikan dukungan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan partisipan. Perhatian dapat diberikan dalam berbagai bentuk, seperti menanyakan perasaan atau menanyakan apa yang saat itu sedang dibutuhkan partisipan, lalu kepedulian rekan-rekan kerja maupun keluarga untuk membantu partisipan menjalani pekerjaannya. Perhatian juga dapat disampaikan dalam bentuk kepekaan atau perasaan sensitif yang ditujukan pada partisipan, misal dengan memberikan komentar positif tentang pengobatan, daripada memberikan komentar mengenai perubahan fisik yang partisipan alami.

“…O berarti gak boleh ya kalau memang mau tanya ya tanya aja terus terang, kalau menurut aku loh. Bu CR, anu gimana atau trus sudah rontok ya? Apa gimana gitu, sebenernya kalau gitu tu lebih enak nek menurut aku, gak usah pura-pura gak tau gitu loh. Terus kemudian aku kan kalau mau diceritain kalau orangnya udah kayak gitu kan jadi gak enak gitu loh.

Itu. Udah tau, tapi ya gitu itu piye gimana cara bilangnya.

Terus terang aja lah lebih enak gitu kita bisa ngomong lebih enak…” (line 697-702, partisipan 1)

Partisipan menyadari bahwa melayani pasien kanker tidak mudah, oleh karena itu mereka juga membutuhkan kesabaran terutama dari orang-orang yang merawatnya. Selain itu, partisipan juga membutuhkan semangat dari orang-orang terdekatnya, mengingat rangkaian pengobatan kanker berada pada kurun waktu yang cukup panjang. Semangat dan dorongan untuk menjalani pengobatan dan benar-benar sembuh menjadi hal yang dibutuhkan oleh ketiga partisipan.

“Apa ya, dukungan kasih sayang, dukungan yang setulus hati lah, ya itu lah kasih sayang. Piye yo le njelaske… Hm ya ditanya, terus komunikasi lah, pengennya apa. Ya dukung semua keinginannya, ga perlu banyak sebenarnya. Jadi kalau makanan kalau dibelikan ga sah akeh-akeh karena pasti ya ga habis. Perlu komunikasi jadi ditanya, kamu tuh rasanya seperti apa, karena kan harus dideskripsikan. Misalnya bilang ga enak, ya ga enak ki piye? Pengennya diapakan, pengennya seperti apa ya komunikasi yang baik. Lewat komunikasi kan dukungannya bisa sesuai dengan yang diharapkan, jangan sampai missed…” (line 533-541, partisipan 1)

“Ya harus memahami sepenuhnya, seumpama anu kan ditanya. Diapakke to, halah mung ngono wae kadang orang menyepelekan tapi kan dia ga tau. Seperti suamiku, karena aku mandiri kadang dia ga tau itu piye to, o mong ngono to, bukan masalah mong ngono nya tapi prosesnya kalau pas mendampingi itu dia juga di dalam. Dia denger sehingga ketika mendampingi itu benar-benar tau persis. Tapi kalau cuma di luar dan cuma denger cerita dari si sakit akan beda…” (line 552-556, partisipan 1)

Sedikit berbeda dengan emotional support, ditemukan tipe dukungan yang dibutuhkan oleh partisipan dalam situasinya menjalani pengobatan, tipe ini juga dikenal dengan companionship support. Kesulitan bertemu banyak orang secara bebas karena daya tahan tubuh yang melemah setelah menjalani pengobatan, membuat penderita merasa membutuhkan orang lain untuk menemaninya dalam waktu yang panjang. Partisipan membutuhkan kehadiran orang-orang untuk berbagi cerita atau sekadar duduk menemaninya, karena tak jarang partisipan merasa kesepian ketika menjalani pengobatan hanya seorang diri.

“Aku tu kalau dari keluarga aku gak kepengen apa-apa. Udah support aku doa aku itu gapapa. Nyoh buah nyoh duit, aku gak butuh. Cuma aku kesepian mbak, jadi kayak aku butuh di…

di… apa diisolasi. Aku cuma butuh kamu kesini cerita-cerita

gitu kan ada temennya. Tu aku dua tahun ngalami gitu sedih banget loh mbak, pas kemonya itu jan aku merasakan sepi jan ga ada orang…” (line 776-778, partisipan 3)

Companionship support juga berarti menimbulkan rasa bahwa penerima dukungan sosial masih dilibatkan dalam sebuah komunitas, dalam hal ini setiap partisipan masih menjadi bagian dari keluarga besarnya walaupun ia menderita kanker. Selain itu, kehadiran support group juga dibutuhkan oleh para partisipan. Partisipan merasa bahwa dalam satu komunitas mereka menerapkan ‘saling’ antara satu dengan yang lain, artinya mereka saling mendengarkan, saling berbagi, saling menjenguk, bahkan saling menemani ketika partisipan sedang duduk menjalani kemoterapi.

“Kalau itu support iya terus penderita kanker, LP, YKI, saling anu saling menguatkan istilahnya saling memberi semangat dukungan kalau dari penderita kanker dimana saya juga seneng bisa berbagi ke mereka…” (line 568-570, partisipan 2) Mengetahui jenis dukungan sosial yang paling tepat dalam sebuah pertanyaan terbuka mungkin saja menjadi hal yang sulit. Ada partisipan yang membutuhkan bantuan dalam bentuk barang dan transportasi, ada yang merasa pendampingan yang diberikan suami ketika menjalani pengobatan menjadi sebuah kebutuhan. Ada pula yang hanya membutuhkan dukungan dalam bentuk perhatian, doa, dan semangat dari orang-orang sekitarnya, namun ada juga partisipan yang membutuhkan orang lain untuk menemaninya ketika menjalani pengobatan yang membuatnya merasa kesepian. Dukungan yang dibutuhkan penderita kanker tentunya berbeda-beda setiap orang, oleh karena itu ada baiknya jika sumber dukungan sosial

dan penerimanya dapat membangun komunikasi yang baik karena dukungan pun dapat berubah sewaktu-waktu.

b. Dukungan sosial efektif yang diterima

Menderita salah satu penyakit kronis tentunya menarik perhatian orang-orang terdekat untuk turut membantu pasien dalam bentuk apapun yang dapat mereka berikan. Bantuan yang diberikan dikenal juga sebagai dukungan sosial yang memiliki arti bantuan yang disampaikan dalam bentuk perilaku, kepedulian, informasi, bahkan materi dan diberikan untuk orang yang membutuhkan dalam mengatasi permasalahan yang sedang dialaminya.

Bagian ini akan menjelaskan dukungan sosial yang diterima dan bernilai positif bagi partisipan. Tema dukungan sosial dalam penelitian ini memiliki fokus pada empat tipe dukungan sosial yang ada yaitu instrumental support, informational support, emotional support atau esteem support, dan companionship support.

Sub-tema pertama yang akan dipaparkan dalam hasil penelitian merupakan instrumental support. Seseorang menerima instrumental support ketika mendapatkan dukungan dalam bentuk materi seperti barang, uang, maupun dalam bentuk pelayanan. Ketiga partisipan pernah menerima instrumental support yang disampaikan dalam bentuk materi maupun pelayanan dari tenaga profesional.

“…bantuan moril ya adalah kalau kesini pas aku mau kesini tau aku mesti butuh buah banyak untuk dijus gitu. Adiknya suamiku mesti bawak wortel. Mesti dia mampir Kopeng, beli wortel gitu banyak berapa kilo. Wortel, alpukat, bit, diblender pokoknya bawain sayur gitu, yang aku butuhkan biasanya mereka bawakan gitu. Terus MD temen-temen yang lain

nanyain udah abis belum obatnya trus bawain kesini.” (line 376-380, partisipan 1)

Salah satu bentuk bantuan materi yang dapat diberikan ada dalam bentuk dana. Menjalani rangkaian pengobatan kanker tentunya membutuhkan biaya yang besar. Saat ini pasien kanker payudara dapat menjalani kemoterapi dasar tanpa mengeluarkan biaya dengan bantuan BPJS, akan tetapi dengan jumlah pasien kanker yang begitu banyak tidak mudah mendapatkan pengobatan lainnya, sebut saja seperti radioterapi. Bantuan berupa dana pun berdatangan untuk membantu penderita yang membutuhkannya. Tidak dipungkiri dalam menjalani pengobatan, keluarga maupun teman-teman membantu dalam bentuk dana.

“…Ayo kita menggalang dana, uangnya nanti kita kumpulkan.

Tapi panitia tu gak ngomong itu penggalangan dana buat apa, disumbangkan ke survivor juga. Dikumpulin ayo temen-temen uangnya ada sekitar 2 juta, lupa aku, 3 juta. Kira-kira kalau disumbangkan ke AY setuju? Setuju…” (line 574-577, partisipan 3)

Tidak terbatas dalam bentuk dana maupun barang, ketiga partisipan juga menerima bantuan dapat diberikan dalam bentuk informasi maupun upaya pemecahan masalah. Informational support merupakan dukungan yang disampaikan dalam bentuk pemberian informasi yang sesuai dengan kebutuhan penerimanya, seperti informasi mengenai langkah pengobatan yang akan dijalani oleh tenaga kesehatan seperti dokter bedah maupun dokter spesialis onkologi yang menanganinya. Dokter tentunya memberikan

penjelasan rinci mengenai rangkaian pengobatan yang akan dijalani agar pasien dapat mempersiapkan diri.

“…Kalau sejak tau terdiagnosa kanker trus dokternya jelasin terapi yang mau dijalani itu apa. Harus menjalani kemoterapi nah setelah pembedahan itu ada kemoterapi, kemudian ada kemoterapi. Kemudian obat oral yang harus diminum lima tahun itu sudah dijelaskan di awal…” (line 206-208, partisipan 2)

Selain itu juga ada informasi yang tak kalah penting disampaikan oleh sesama penderita kanker payudara, terutama yang tergabung dalam sebuah komunitas yang dikenal dengan support group. Informasi yang disampaikan beragam bentuknya, mulai dari informasi mengenai pemeriksaan payudara yang lebih murah bahkan gratis hingga harga obat yang lebih murah.

Penggunaan BPJS memang memiliki salah satu keterbatasan yaitu kuota dokter yang terbatas untuk melakukan pemeriksaan per hari, sehingga salah satu teman di komunitas sering kali berbagi informasi mengenai jadwal kontrol dokter yang masih tersedia. Melalui support group partisipan tidak hanya menerima informasi, tetapi juga menerima saran maupun tips tentang pengobatan yang akan mereka jalani.

“…Jadi apa cari cari lisensi maksud e cari, misal e kamu harus fisioterapi dengan dokter iki nek dokter iki ngene nek dokter iki ngene. Terus melalui proses yo ternyata orang sakit kanker itu curhatannya itu aku kalau kena kanker ini harus ketemu dokter siapa. Nah aku sarankan ketemu dokter onkologi dulu…” (line 488-491, partisipan 3)

Emotional support juga diterima oleh partisipan dalam bentuk perhatian maupun semangat dari orang-orang sekitar. Emotional support merupakan

bantuan yang diberikan dalam bentuk perhatian maupun perkataan positif sebagai bentuk dorongan yang ditujukan untuk penerima. Dua dari tiga partisipan masih aktif bekerja hingga saat ini. Rekan-rekan kerja di kantor pun menjadi salah satu sumber dukungan sosial yang tak tertinggal memberikan perhatian bagi partisipan. Bentuk perhatian tentu ada banyak ragamnya, seperti menyarankan partisipan untuk beristirahat ketika tampak lelah dengan pekerjaannya setelah menjalani pengobatan, ada pula yang mengingatkan partisipan untuk makan secara teratur.

“…Temen-temen ya iya, kalau misal sering di lingkungan kerja itu mesti ada polisinya. Saya itu seneng sekali nyemil klitikan, cemilan, snack-snack gitu sering trus klitik-klitik goreng-goreng klitik-klitik dah temen saya dah itu ada polisi yang galak itu hihihi. Saya pengen banget es krim to itu, ada cornetto yang kecil gitu mini tapi kan gak boleh to harus beli se pack akhirnya beli yang sedeng. Gak apa bu? Ga apa dikit aja, pengen. Ah gak boleh…” (line 486-491, partisipan 2)

Selain menerima dukungan dalam bentuk emotional support, para partisipan juga menerima esteem support terutama dari keluarga intinya. Para partisipan memperoleh dukungan baik dari pasangan maupun dari anak-anak mereka. Kehadiran suami tetap setia mendampingi mereka menjalani pengobatan tentunya menjadi salah satu faktor bahwa mereka masih dikasihi meski sedang berjuang melawan kanker. Anak-anak yang memberikan perhatian dan tetap bergantung pada ibunya menjadi tanda seolah pengobatan tidak memengaruhi pengobatan.

“…Nah jadi kan peran saya masih bisa nyiapin makan anak e apa namanya nyiapin bekal anak masih bisa buat dampingi belajar anak nganter jemput anak, jadi nganter jemput anak itu mesti sama saya kasian to sendirian. Jadi yang kecil

dipegang suami saya yang besar dipegang saya. Trus apa namanya masih bisa nyuci baju mesin cucinya itu sebulan ini pas rusak, sekarang ini pakek tangan sendiri hehehe olahraga tangan sendiri aja olahraga trus yang tugas-tugas rumah tugas masih bisa dipakek untuk apa nek setrika memang dari dulu seneng, saya sukak cuci seneng cuci piring cuci tapi nek setrika sok gak sabar. Biasanya saya minta yang ibunya dateng itu untuk setrika kalau gak tak laundry e kayak gitu yang penting peran ibu masih bisa dampingi anak-anak ibu.

Ibu-ibu mertua masih bisa anter jemput nemenin periksa mesti ibu mertua...” (line 504-513, partisipan 2)

Esteem support juga diterima ketiga partisipan melalui aktivitas yang mereka jalani saat ini. Ketiga partisipan masih aktif bekerja walaupun mereka bekerja di bidang yang berbeda. Perasaan masih dibutuhkan atau bahkan perasaan berguna muncul ketika mereka masih aktif dalam kegiatan maupun rutinitas seperti sebelum menjalani pengobatan. Tentunya perasaan tersebut tidak muncul begitu saja, dukungan ini tidak lepas dari rekan-rekan kerja yang masih menganggap partisipan sebagai individu yang sama dan dukungan suami terhadap aktivitas yang mereka jalani saat ini.

“…Jadi paling temenku konsultasi lewat WA atau telpon seumpama aku di rumah. Tapi kalau hanya sekedar rapat atau yang rutin-rutin selama aku pas ga kerja ya tak delegasikan.

Kalau yang aku harus tanda tangani ya mereka tak suruh kesini…” (line 367-369, partisipan 1)

“…Jadi e pekerjaan itu tak nikmati juga ya anugerah, tanggung jawab ya dan itu aku ngerasa kalau aku masuk itu temen-temenku itu seneng. Kenapa ya, ngerasa kayak ada yang mendampingi merasa ada yang tempat untuk bersandar.

Hore ibu datang…” (line 596-599, partisipan 1)

Pengobatan kanker merupakan sebuah perjalanan yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Ketiga partisipan dalam hal ini menerima

pendampingan dari orang-orang sekitarnya baik dari keluarga, tetangga, maupun rekan-rekan kerja. Companionship support memiliki arti kesediaan sumber dukungan sosial untuk memberikan diri, meluangkan waktunya, sehingga memunculkan perasaan nyaman bagi penerimanya.

“…Tapi keluarga di awal-awal itu anu banget, sampe itu kalau aku mau kemo adiknya suamiku yang dari Jakarta mesti dateng pulang kesini hanya untuk menemani aku kemo trus nanti dia pulang sampe beberapa kali…” (line 362-364, partisipan 1)

Ketiga partisipan menerima berbagai dukungan selama proses yang mereka lalui. Berbagai dukungan sudah mereka terima, baik berupa instrumental support, informational support, emotional support atau esteem support, maupun companionship support. Dukungan positif yang diterima tentunya dapat menghasilkan dampak yang positif pula.

c. Dukungan sosial tidak efektif yang diterima

Dukungan sosial menjadi tidak efektif apabila dukungan yang diberikan tidak tepat sesuai dengan kebutuhan penerimanya saat itu. Sering kali ketika memberikan dukungan sosial, sumber dukungan tidak memperhatikan hal-hal kecil yang berarti bagi partisipan, oleh karena itu ketidaktepatan tersebut memunculkan perilaku-perilaku yang tidak membantu bagi partisipan.

Instrumental support dapat diberikan dengan berbagai cara, salah satunya melalui pelayanan tenaga kesehatan seperti dokter. Salah satu partisipan memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan ketika berada di UGD. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya mengenai biaya pengobatan, bantuan dalam bentuk dana telah diterima ketiga partisipan. Ada

partisipan yang tidak terlalu berkenan ketika menerima bantuan ini dari orang lain selain keluarganya sendiri. Pada sisi yang berbeda, partisipan ada yang menerima bantuan dari keluarganya sendiri, namun ia juga harus mendengar keluhan karena besarnya biaya pengobatan yang dibutuhkan.

“…Oh ada, dibentak-bentak dokter J itu. Waa itu waktu aku di UGD itu kan terus aku pulang itu aku hari Senin. Hari Rabu kan aku ke dokter lagi nah aku bilang dok kok aku muntah terus ya biasanya kan cuma seminggu ini kok lebih dari seminggu ya dok dan aku sampai ada darahnya tapi dokter bilang itu darahnya karena terlalu sering muntah. Wah itu dokter itu malah bilang gini ibu itu otaknya itu harus diubah…” (line 478-482, partisipan 1)

Bagi para partisipan menerima kunjungan dari orang lain juga merupakan doa untuk kesembuhannya. Kunjungan dari keluarga, teman maupun rekan-rekan kerja juga sering diterima oleh para partisipan sebagai salah satu bentuk companionship support. Akan tetapi, ketika partisipan menerima kunjungan justru membuat partisipan memiliki perasaan yang tidak nyaman, niat baik tersebut berubah menjadi hal yang tidak menyenangkan. Ketiga partisipan pernah menerima dukungan sosial negatif terkait dengan kunjungan orang lain, seperti salah satu partisipan yang dikunjungi oleh salah satu temannya terus menerus tanpa memperhatikan waktu ketika berkunjung, sehingga partisipan merasa waktu istirahatnya menjadi berkurang.

“Di saat aku seperti ini aku butuh temen, kebetulan aku punya temen SMA. Itu dulu sering support aku, lah tapi kan aku butuh istirahat yo. Dulu itu masih BBM, aku bilang kamu kesini kalau aku minta, kalau ga jangan kesini karena aku butuh istirahat. Habis kemo kan capek mbak butuh tidur, tau-tau njedul gitu. Njedul terus aku gak bisa istirahat kelamaan,

sampai aku mau ngusir gitu kan ya gak enak to. Yo aku bilang aku ngantuk e, dia gak paham. Kamu mbok pulang sana masa yo aku gitu. Padahal aku yo wis kesel, aku yo udah lendeh-lendeh kayak gini dia ya gak mau pulang…” (line 736-742, partisipan 3)

“Iya, kalau pas operasi jangan gitu. Jangan abis operasi, kalau setelah operasi ga apa. Ya begitu. Jadi kalau nungguin gitu ya abis itu udah, ditinggal gitu. Jangan diajak ngomong.

Mungkin anu gini kali ya gimana? Anu… Ha ya udah gak bisa jawab pasti. Kalau abis operasi emang biusnya, apa obat biusnya berasa. Kalau sakitnya ini enggak. Gak sakit, efek biusnya masih pusing, masih mual…” (line 1012-1016,

Mungkin anu gini kali ya gimana? Anu… Ha ya udah gak bisa jawab pasti. Kalau abis operasi emang biusnya, apa obat biusnya berasa. Kalau sakitnya ini enggak. Gak sakit, efek biusnya masih pusing, masih mual…” (line 1012-1016,