1.Jl 4 Hampir seluruh bangunan, garis
KAJIAN PUSTAKA:
Teori Kontesktual Untuk Keselarasan Visual
Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan secara visual, agar tercipta keselarasan, keserasian serta kesinambungan tampilan bangunan secara keseluruhan, maka dapat digunakan teori kontekstual. Kontekstual mengandung arti: mampu mendukung kesatuan lingkungan di sekitarnya. Antara arsitektur dengan arsitektur di sekitarnya, maupun dengan urban designnya. Dasar untuk menciptakan obyek arsitektural yang kontekstual dalam sebuah kawasan adalah karakteristik dari kawasan tersebut. Suatu
Bungur an 2. Jl. Samudra 3. Jl. Bongkaran 4. Jl. Slompretan 5. Jl. K t
perancangan yang kontekstual merupakan hasil dari suatu proses mengalihkan arti lingkungan ke dalam sebuah obyek baru. Sehingga identitas kawasan dapat tetap terpelihara.
Di dalam menciptakan keselarasan dan keserasian, dibutuhkan ”kontras”. Karena dengan kontras dapat menciptakan sebuah lingkungan yang menarik dan kreatif. Pada dasarnya kontesktual dapat tercipta melalui dua pendekatan, yaitu urban design dan arsitektural (obyek bangunan). Dari segi urban design, kontekstual dapat tercipta melalui struktur ruang dan strategi garis, sedangkan secara arsitektural, kontekstual dapat tercipta melalui tipologi, datum dan komposisi warna.
Kontekstual Dalam Urban Design
Kontekstual dengan pendekatan
urban design adalah salah satu alat yang dapat mengidentifikasi sebuah tekstur dan pola-pola tata ruang perkotaan (urban fabric) serta mengidentifikasi masalah keteraturan massa/ruang perkotaan. Kontekstual dapat tercipta melalui struktur ruang dan strategi garis.
1. Struktur Ruang
Adalah bentuk dasar ruang yang dihasilkan oleh komposisi massa bangunan. Dalam perancangan kota (Zahnd, 1999) dikenal istilah
figure/ground yang dapat dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara bentuk yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space). Sistem hubungan di dalam tekstur
figure/ground dikenal dua kelompok elemen, yaitu solid (blok) dan void. Menurut Ellis William (1978), struktur ruang kota pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua tipe yaitu menonjolkan bentuk ruang (void) atau menonjolkan bentuk massa bangunan (solid). Dalam urban design struktur ruang dapat dipakai sebagai dasar untuk menciptakan kontekstual.
2. Strategi Garis
Untuk menciptakan kesinambungan antar obyek dalam suatu kawasan, diperlukan suatu elemen yang dapat menjadi penghubung (linkage) antara suatu tempat dengan tempat yang lain. Karena linkage dapat berfungsi untuk menegaskan hubungan-hubungan atau gerakan-gerakan (dinamika) dalam tata ruang perkotaan (urban fabric). Setiap kota memiliki banyak
fragmen/kawasan kota, sehingga
diperlukan elemen-elemen penghubung dari satu kawasan ke
kawasan lain yang dapat membantu orang/ masyarakat untuk mengerti fragmen kota tersebut sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Linkage perkotaan dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu linkage visual,
linkage struktural dan linkage kolektif. Linkage visual terdiri dari lima elemen, yaitu: garis (line), koridor (coridor), sisi (edge), sumbu (axis) serta irama (rythm). Setiap elemen memiliki ciri khas atau suasana tertentu yang akan digambarkan satu persatu. Bahan- bahan dan bentuk yang dipakai dalam sistem penghubungnya dapat berbeda. Elemen garis menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa (bangunan atau pohon) yang memiliki rupa masif. Sedangkan elemen koridor dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) sehingga membentuk sebuah ruang. Elemen sisi sama dengan elemen garis, yaitu menghubungkan dua kawasan dengan satu deretan massa. Meski demikian, dapat dibuat perbedaannya dengan merupakan sebuah wajah (fasade) dengan massa yang bersifat masif di belakangnya, sedangkan di depan bersifat spasial. Elemen sumbu sama dengan elemen koridor namun bersifat spasial. Elemen irama menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang.
Sedangkan Linkage struktural terdiri dari tiga elemen, yaitu: tambahan, sambungan, serta tembusan. Rowe (1979) melengkapinya dengan linkage yang menggunakan sistem kolase (collage). Linkage bentuk kolektif terdiri dari tiga elemen, yaitu: bentuk komposisi (compositional form), bentuk mega (megaform) dan bentuk kelompok (groupform). Dengan strategi garis dapat dipergunakan sebagai metode untuk mendesain kawasan yang bertujuan untuk menciptakan kesinambungan antar obyek dalam suatu kawasan.
Kontekstual Dalam Arsitektural
Secara arsitektural, kontekstual dapat tercipta melalui tiga unsur, yaitu tipologi,
datum dan komposisi warna. Untuk memperoleh pemahaman ketiga unsur tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tipologi
Tipologi adalah bentuk dasar elemen arsitektural bangunan (yang telah ada sebelumnya). Elemen arsitektural dapat berupa model/tipe pintu, jendela, bentuk atap dan lain sebagainya. Dengan merepetisi bentuk dasar tersebut ke dalam disain bangunan- bangunan baru, akan tercipta keserasian (fasade) antara yang lama dengan yang baru.
2. Datum
Datum pada dasarnya merupakan aturan atau pedoman yang mengikat sehingga tercipta keserasian. Menurut Ching (1991), datum merupakan suatu garis, bidang atau ruang, sebagai acuan untuk menghubungkan unsur-unsur lain di dalam sebuah komposisi. Datum dapat mengorganisir pola acak/random
melalui keteraturan, kelangsungan/kontinuitas dan
kehadiran yang tetap. Contoh:
Datum (atau kesamaan) yang bersifat spasial adalah garis lahan-lahan, aliran gerakan yang diarahkan, serta sebuah sumbu yang bersifat organisasional atau sebuah sisi kelompok bangunan. 3. Komposisi warna
Komposisi warna juga dapat menciptakan disain arsitektural yang kontekstual, yang dapat diciptakan melalui permainan bidang warna, dengan menampilkan warna-warna dalam bidang yang berlainan dimensinya sehingga akan tercipta warna yang kontekstual. Komposisi warna juga dapat diciptakan melalui pencahayaan buatan.
METODOLOGI
Penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi adanya faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya disharmoni visual pada tampilan bangunan ini, termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Dengan menggunakan metode diskriptif kualitatif maka teknik penelitiannya dilakukan dengan
cara melakukan observasi/pengamatan di lapangan. Terutama melakukan penilaian terhadap elemen-elemen yang mendukung tampilan (fasade) bangunan, yang dipengaruhi oleh karakter lingkungan kawasan, terdiri dari: 1. Tipologi bangunan yang membentuk struktur kawasan
2. Material pembentuk bangunan 3. Warna yang digunakan pada bangunan 4. Ketinggian (jumlah lantai) bangunan dan garis sempadan bangunan yang berkaitan dengan peraturan bangunan setempat.
Mengutip dari Darjosanjoto (2006: 40), menurut Lynch (1975), dalam bukunya yang berjudul Managing the Sense of a Region, memperkenalkan cara yang dilakukan untuk mengupas arti (meanings) sebuah kawasan atau lingkungan. Proses pengumpulan data merupakan kegiatan yang sekuensial dengan cara bergerak di dalam suatu kawasan/ lingkungan. Kegiatan ini diteruskan dengan memetakan situasi yang dialami selama bergerak ke dalam alam pikiran atau rekaman foto. Langkah selanjutnya adalah mempresentasikan/ menuangkan pengalaman dalam tampilan gambar peta atau sajian foto-
foto yang disusun secara situasional. Secara garis besar, metode-metode
yang dipakai dalam pengumpulan atau perolehan data-data tersebut adalah:
1. Melakukan observasi
Guna memperoleh data yang bersifat primer dan berlingkup ruang, yaitu data tentang kondisi fisik (karakteristik) bangunan- bangunan pertokoan, maka digunakan teknik observasi dengan melakukan pengamatan. Untuk mengenal kawasan secara sistematik, tidak cukup hanya melakukan pengamatan saja, tetapi juga mencatat berbagai elemen yang dijumpai dalam koridor jalan sehingga membentuk konfigurasi yang spesifik. Untuk selanjutnya kegiatan ini diteruskan dengan pendokumentasian.
2. Dokumentasi
Pendokumentasian dilakukan untuk memperoleh gambaran visual tentang obyek yang akan
diteliti, yaitu bangunan-bangunan ruko serta situasi lingkungan kawasan yang diteliti. Data primer diambil dengan cara mensketsa atau mengambil foto- foto obyek bangunan atau rangkaian bangunan dalam satu koridor, yaitu jalan Slompretan. Sedangkan data sekunder lain, diambil dengan teknik dokumentasi, yaitu dengan cara mengutip atau menyalin dokumen-dokumen yang relevan yang digunakan dalam penelitian. 3. Eksplorasi literatur
Secara teoritik dilakukan untuk menentukan dan menelaah kajian pustaka yang berkaitan dengan
urban design, serta teori-teori disain yang menyangkut keserasian dan kesinambungan bangunan dalam suatu kawasan untuk panduan pengembangan lebih lanjut.
PEMBAHASAN DAN HASIL