• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAMAN KOTA BONEK

Dalam dokumen KEGIATAN EKONOMI DAN KUALITAS PEMUKIMAN (Halaman 154-158)

Ir. Poerwadi

Staf Pengajar Jurusan Arsitektur FTSP-ITS

[email protected]

Abstrak

Konsep Ruang Terbuka Publik (Urban Public Space), berupa taman kota, play ground untuk aktivitas informal di lokasi pusat kota untuk warga dengan berbagai problem sosial. Hirarkhi human needs selalu dikaitkan dengan perilaku psikological dan perilaku sosial warga kota yang heterogen.

Mungkinkah menciptakan taman kota dalam tampilan sederhana, teduh dan menenteramkan, serta memiliki kekhususan, terutama bagi warga kota ”bonek”

Penggabungan elemen hardscape dan softscape dalam rancangan skala, warna, proporsi, komposisi, tekstur untuk menentukan elemen yang dipilih sesuai konteks lokasi. Elemen dasar RTH (Turner,1988) meliputi

Landform, Vegetasi, Water, Perkerasan dan Konstruksi pe-naungan, sehingga terpenuhi: Environment, Employment, Economy, Ethic, Equity, Energy Conservation, dan Esthetic.

Konteks lokalitas dan karakteristik kawasan menjadikan RTH sebagai place (Trancik, 1986), sehingga diperlukan konfigurasi sosio-petal untuk menciptakan interaksi sosial dan konfigurasi sosio-fugal untuk menciptakan teritory dengan batasan jarak intim atau agar terasa jauh. Realitas hubungan tradisi masyarakat sebagaimana ke-sejarahannya menjadikan dasar pertimbangan rancangan RTH agar menjadi sebuah place.Sense of place yang tercipta menjadikan RTH konteks dengan penggunanya.

Kata kunci: RTH,Bonek.

PENDAHULUAN

Terwujudnya Surabaya sebagai kota jasa yang layak huni dan lestari, mampu memberi kemakmuran dan keadilan bagi semua lapisan masyarakat, memiliki keunggulan dalam mewadahi berbagai kegiatan bisnis dan wisata serta menjadi wahana belajar kearifan budaya bagi setiap warga kota dengan tetap dijiwai oleh nilai-nilai penghormatan terhadap HAM, prinsip DEMOKRASI, KEADILAN, KESETARAAN, PROFESIONAL, ETIKA MULTIKULTUR, TRANSPARANSI dan KEPEDULIAN,...menjdi target raihan RPJP SBY-2005-2025, selain issue global MDGs dan Sustainable, Green & Clean.

Upaya pelestarian ruang terbuka hijau (RTH) alami sejalan program di DKP Kota Surabaya (luas wilayah 326 ribu Ha) yaitu mengupayakan 90-100% tanaman alami sebagai RTH, sehingga kawasan terbangun sebaiknya tidak menggusur kondisi eksisting menjadi area publik yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rekreasi warga kota., berfungsi sebagai utilitas kota ( open utility ) dan fungsi ekologis-rekreatip ( open green ) membuat RTH optimal. Program DKP untuk tahun anggaran 2010 akan memprioritaskan pembangunan Taman Ekspresi di DAS Kalimas, agar warga kota dapat mengekspresikan dirinya di area 6700m persegi yang meliputi Perpustakaan, Jogging track, Pelataran lengkap dengan bangku dan Batu terapi.

Taman DAS Kalimas ini akan menampung kegiatan olah raga, belajar, seni, dan melakukan terapi kesehatan. DKP akan bekerja sama pengelolaannya bersama instansi Badan Arsip dan Perpustakaan, dialokasikan dana sebesar 1,4 M. Taman kota juga akan dibangun di Kecamatan Banjarsugihan-40juta, Jalan Gresik-48juta, Kecamatan Tanjungsari-47juta, Kecamatan Lidahwetan-48juta dan Margomulyo- 150juta.(idealnya RTH Sby = 6.500 Ha, realitasnya = 3.000 Ha).

Ruang wilayah NKRI merupakan kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara (Undang-undang RI nomor 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang) termasuk ruang didalam perut bumi dan sumber daya alam serta sumber daya manusia yang berada di atas permukaannya. Penataan ruang berorientasi bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat dan tetap menjaga serta menghormati hak yang dimiliki setiap orang. Kondisi ekosistem di dekat katulistiwa memberikan potensi musim, cuaca, iklim tropis yang merupakan aset alami, sehingga harus digali serta dimanfaatkan secara optimal melalui kemajuan teknologi (hightech), agar dapat memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Ruang tersebut dapat menjadi tempat manusia melakukan aktifitas produktip guna mejaga kelangsungan hidupnya, sehingga perlu penataan ruang yang nyaman, aman, produktip dan

berkelanjutan dengan mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan serta mampu mewujudkan keterpaduan pemanfaatan sumber daya alam dan rekayasa manusia. Pendekatan penataan ruang yang bertanggungjawab harus memperhatikan keselarasan, keseimbangan dan keterpaduan kepentingan pihak pengelola wilayah yaitu pemerintah daerah berdasar peraturan, warga kota sebagai pemakai ruang publik kota dan warga penghuni ruang tempat tinggal atau usaha. Penataan ruang didasarkan karakteristik kawasan, daya dukung, daya tampung serta teknologi yang dapat menghasilkan keserasian lingkungan sehingga akan

meningkatkan kualitas kawasan. Peraturan zonasi darat, laut dan udara ditentukan agar dapat memperjelas pengendalian pemanfaatan ruang, sehingga diperlukan ijin pemanfaatan ruang, pemberian insentip dan disinsentip. Pemberian insentip berupa imbalan terhadap kegiatan yang dapat menunjang keberhasilan program penataan kawasan perkotaan. Perubahan terhadap undang- undang nomor 24 tahun 1992, tentang penataan ruang diharapkan dapat lebih mempercepat upaya peningkatan kualitas ruang kawasan. Perkembangan tersebut berkait penegakan prinsip pemahaman ruang yang lebih luas, prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi sejalan otonomi daerah.

Tantangan kedepan adalah mensinergikan tuntutan kebutuhan warga kota dengan iklim investasi sesuai dengan peruntukan ruang yang masih dapat ditolerir, sehingga diharapkan dapat

menyelesaikan isu urbanisasi, transportasi,perumahan, tempat kerja, peluang kerja,

fasilitas umum dan fasilitas sosial (struktur perkotaan) serta terpenuhinya ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan, termasuk pengadaan taman-taman kota.

Struktur RTH perkotaan meliputi RTH lintas wilayah, RTH wilayah, RTH sub-wilayah, RTH kota, RTH permukiman dan RTH perumahan (UU 26/2006). RTH kawasan perkotaan minimal 20% dari luas perkotaan berdasar Pemendagri 1/2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan yang meliputi hamparan tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Fungsi utama sebagai penyerap konflik interaksi antar warga kota dengan lingkungan binaan, sehingga tercapai kesetaraan antar elemen kota : fisik, manusia, budaya, sosial, ekonomi dan berguna untuk menjaga keseimbangan aspek ekologi sesuai KTT Bumi di Rio ,1992, terkait konsep pem bangunan ber-kelanjutan. Fungsi Ekologis RTH sebagai filter pencemar udara, pengikat karbon, pengatur iklim mikro dan daerah resapan. Fungsi Ekonomi sebagai lokasi wisata kota sehingga menumbuhkan peluang usaha warga kota (PKL atau usaha pertanian kota). Fungsi Sosial Edukatip RTH sebagai tempat interaksi sosial warga kota, riset, penanda kawasan dan ekspresi ber-kesenian. Fungsi Estetika dicerminkan dari elemen tanaman.

Pemanfaatan jenis tanaman liar yang telah hidup secara alami menjadi pilihan agar dapat dihemat dana pengadaan dan pemeliharaannya.

Perencanaan RTH harus mempertimbangkan teknis pengadaan dan pengelolaan, sehingga dapat dicapai efisiensi pendanaannya, tetapi tetap memenuhi persyaratan keselamatan, kenyamanan dan pengendalian dalam batas kebebasan penggunaannya.

Tantangan utama penyediaan ruang publik berupa taman kota adalah biaya pengadaan yang bertolak belakang dengan intensitas gangguan dari pengguna yang beragam maksud dan tujuan serta perilakunya.

Rancangan Lansekap RTH harus ber-orientasi terhadap upaya mempertahankan ke-alami annya yang fleksibel (the landscape as proccess), ditata kreatip sesuai perkembangan kota (creativity on site), melibatkan warga kota sebagai calon pengguna (involvement of users.), serta sebagai lingkungan diluar ruang yang alami (the natural landscape outside)

Perilaku warga kota sangat dipengaruhi oleh budaya lokal yang secara personal akan terkait dengan tingkat kebutuhannya. Taman kota lebih merupakan kebutuhan social affiliation needs

(Maslow,1957) yaitu kebutuhan untuk berinteraksi sosial bersama warga kota. Karakteristik budaya warga kota, menurut Rapoport, (2005) dalam Environment Behavior Studies, menentukan bagaimana dampak terhadap lingkungan fisik akan terjadi.

Riset asosiatip dilakukan untuk mencari keterkaitan antara perilaku sosial warga dengan tingkat kualitas spiritualnya terhadap tampilan sebuah taman kota.

Bagaimana pengaruh disain taman kota terhadap perilaku warga dalam keragaman tingkat kualitas spiritual secara individual dan kelompok

Surabaya menuju kota Metropolitan, memiliki kecenderungan menjadi kota penyebab stress karena intensitas aktivitas warga meningkat. Taman kota sebagai tempat penyegar fisik dan mental melalui tampilan disain serta elemen ruang luar. Tanaman sebagai unsur alam berdampingan dengan air, bebatuan dan tanah atau pasir merupakan elemen utama dalam rancangan taman. Elemen pelengkap berupa bangku tempat duduk, mainan anak-anak serta lapangan bermain dan berolah raga ringan membuat taman kota terasa lebih nyaman. Apakah dapat dipastikan sesuai dengan perilaku warga?

Terutama bagi warga yang memiliki kualitas mental labil dan mudah stress, depresi sosial, sehingga melakukan tindakan tidak terkontrol, cenderung merusak, anarkis walau mereka selalu mengatakan perilaku tersebut hanya merupakan sebuah reaksi atas penyimpangan orang lain. Tindakan menyimpang secara individu merupakan pengejawantahan dari olah pikir yang menginterpretasikan isyarat dari lingkungan sekitar secara kurang tepat (distorsi/mis interpretasi). Orientasi terhadap nilai-kebendaan akan cenderung membentuk individu-in dividu yang

individualis dan lebih mementingkan milik sendiri daripada milik umum. Taman kota sebagai fasilitas umum menjadi kurang mendapat perhatian warga dalam upaya memelihara serta menjaga kelestarian dan keberlangsungannya. Tekanan ekonomi lebih memperburuk kondisi mental, sehingga timbul gejala kegelisahan yang tercermin di tampilan perilaku sosial warga kota, terlebih lagi bila merasa tidak memiliki peran dalam kehidupan kesehariannya.

Bagaimana memberikan peran nyata dalam penciptaan taman kota? Apakah pendekatan spiritual dapat dijadikan solusinya? Apa bentuk konkrit nya? Keyakinan setiap individu akan selalu terkait dengan simbol-simbol yang ada dalam ajaran, baik agama maupun kepercayaan. Warga kota sebagai penganut ajaran agama akan taat- patuh serta berusaha menjaga dan memelihara dengan penuh rasa memiliki apa saja yang terkait dengan simbol- simbol sesuai keyakinannya. Simbol keyakinan menjadi sumber inspirasi desain elemen dari lansekap taman kota, sehingga selain berfungsi sebagai tempat penyegaran fisik tetapi juga dapat dijadikan sebagai tempat perenungan berdasar nilai- nilai spiritual yang diyakini kebenaranya. Sebagai contoh elemen berupa Stupa atau lonceng terbuat dari logam agar dapat dipukul-pukul sekerasnya dan akan menghasilkan bunyi seperti suara genta bertalu- talu. Ornamen Arabesque sebagai unsur dekoratip berkonotasi Islam, Pohon Beringin atau pohon Bodhi bisa menimbulkan rasa tenteram bagi umat Budha, Pola tapak membentuk Salib / garis bersilangan tegak lurus yang sangat meberikan arti bagi umat Kristiani. PKL sebagai salah satu warga kota pengguna taman juga harus mendapatkan perhatian, sehingga ruang luar sebagai wadah aktivitas benar-benar dapat memberikan pelayanan optimal, tentunya dengan menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan diantaranya fasilitas jaringan air bersih, sumber tenaga listrik dan sistem pembuangan sampah. Media informasi bagi warga kota juga merupakan kebutuhan utama, jadi harus selalu aktual dan mudah diakses oleh semua warga tanpa diskriminasi dalam segala bentuk keterbatasan yang dimiliki warga kota. Pengguna taman kota tidak perlu dibatasi oleh waktu, karena warga kota memiliki perbedaan dalam menentukan saat tepat untuk menikmati dan memanfaatkan waktu luangnya, sehingga elemen penerangan saat malam hari perlu diintegrasikan dengan kemungkinan aktivitas warga, agar tetap terasa situasi nyaman, aman dan terlayani. Mungkinkah menciptakan taman kota bagaikan surga dunia? dalam tampilan sederhana, teduh dan menenteramkan.

Penggabungan elemen hardscape dan softscape dalam pendekatan skala, warna, proporsi, komposisi, tekstur untuk menentukan elemen yang dipilih sesuai konteks lokasi. Elemen dasar RTH (Turner,1988) meliputi Landform atau topografi lahan, Vegetasi atau tumbuh tumbuhan yang berguna untuk penyerapan polutan udara melalui tajuk daun dan

serapan air melalui per-akaran, Water atau elemen air, Perkerasan dan Konstruksi pe-naungan.

Konteks lokalitas dan karakteristik kawasan menjadikan RTH sebagai place (Trancik, 1986), sehingga diperlukan konfigurasi sosio-petal untuk menciptakan interaksi sosial dan konfigurasi sosio- fugal untuk menciptakan teritory dengan batasan jarak <2m intim atau >2m agar terasa jauh. Realitas hubungan tradisi masyarakat sebagaimana ke- sejarahannya menjadikan dasar pertimbangan rancangan RTH agar menjadi sebuah place.Sense of place yang tercipta menjadikan RTH konteks dengan penggunanya.

Pedoman Teknis Fasilitas Publik sesuai PerMen PU,2006, mensyaratkan RTH harus mudah diakses oleh pengguna, termasuk penyandang berbagai keterbatasan fisik, sesuai ukuran standar prasarana, menjamin keamanan, kenyamanan, ramah lingkungan serta memberikan kemudahan dan keindahan bagi masyarakat luas. Keterpaduan sistem moda angkutan umum dengan sistem sirkulasi pejalan kaki harus dirancang secara ideal. Jejalur bagi pejalan kaki harus stabil, kuat, tahan cuaca, ber- tekstur halus, tidak licin, kemiringan maksimal 12% dengan fasilitas area istirahat yang datar, bebas rambu-rambu atau pohon yang dapat mengganggu pejalan kaki dan memiliki jarak tempuh maksimal 450meter.

Bonekmania merupakan suporter sepak bola pertama di Indonesia yang mentradisikan away supporter, namun seiring berkembangnya waktu sering terjadi kerusuhan antar supporter dalam laga away Persebaya, bonekmania memiliki nilai

kebersamaan dan persaudaraan sesama pendukung Persebaya, ikatan persudaraan inilah yang dapat membangun rasa keberanian dan rasa kebanggaan pada tim pujaannya, keberadaan bonek terkadang dipandang negatif karena ulah sebagian oknum bonekmania yang memprofokasi bonekmania lainnya untuk berbuat ulah atau kerusuhan, pertandingan Copa Dji Sam Soe antara Persebaya Surabaya melawan Arema Malang pada 4 September 2006 dan 2009 di Stadion 10 November, Tambaksari, Surabaya. Selain menghancurkan kaca-kaca di dalam stadion, para pendukung Persebaya ini juga

membakar sejumlah mobil yang berada di luar stadion antara lain mobil stasiun televisi milik ANTV, mobil milik Telkom, sebuah mobil milik TNI Angkatan Laut, sebuah ambulans dan sebuah mobil umum, bonek tidak hanya berbuat ulah saat tim pujaanya kalah tapi juga saat timya menang, walaupun demikian belum pernah ada bukti dan kerugian pengrusakan taman kota oleh bonekmania.

KESIMPULAN

Simpulan pembahasan memberikan solusi konkrit tentang disain Taman Kota di Surabaya yang dikenal sebagai ”bonek”, walaupun belum ada bukti terjadinya perusakan taman kota sebagai dampak perilaku warga bonek.

DAFTAR PUSTAKA

Ashihara, 1983. Merancang Ruang Luar (terjemahan Gunadi)

Rappoport, 2005

Shirvani,Hamid, 1985. Urban Design Process

Trancik, Roger, 1986. Finding Lost Space

Turner, 1988

Zahnd, Markus, 1999. Dasar Perancangan Kota Undang-undang RI nomor 26 tahun 2007, tentang

Penataan Ruang

PETA HIJAU HUBUNGANNYA DENGAN KBS SEBAGAI WISATA

Dalam dokumen KEGIATAN EKONOMI DAN KUALITAS PEMUKIMAN (Halaman 154-158)