• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Petelur

2.4 Kandungan Bulu Ayam

Bulu ayam merupakan limbah industri pemotongan unggas, limbah ini berpotensi sebagai bahan pakan ternak. Kandungan nutrien bulu ayam adalah 81% protein, 1.2% lemak, 86% bahan kering, dan 1.3% abu (Zerdani et al. 2004), selain itu bulu ayam mengandung mineral kalsium 0.19%, fosfor 0.04%, kalium 0.15%, dan sodium 0.15% , Serat Kasar 0,3-1,5% (Kim & Patterson 2000). Gupta & Ramnani (2006) melaporkan bahwa degradasi secara mekanik, kimia dan biologi/enzimatis menghasilkan berbagai produk yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut, yaitu sebagai sumber protein dalam pakan ternak, pupuk, plastik, lem, biodegradable films atau untuk produksi asam amino serin, sistin dan prolin. Protein bulu ayam yang memiliki struktur serat (protein fibrous) menjadi dapat dicerna dan nutriennya menjadi tersedia bagi ternak setelah melalui pemrosesan yang tepat. Kecernaan bahan kering bulu ayam setelah diproses dapat ditingkatkan menjadi 20 – 80% (STEINER et al., 1983; ACHMAD, 2001; PUASTUTI et al., 2004). Protein bulu ayam sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke dalam protein serat. Keratin adalah produk pengerasan jaringan epidermal dari tubuh dan merupakan protein fibrous yang kayaakan sulfur dan banyak terdapat pada rambut, kuku dan bulu (HAUROWITZ, 1984).

Tulang ayam merupakan limbah yang memiliki kandungan anorganik cukup tinggi. Komposisi kimiawi penyusun tulang berdasarkan persentase berat, terdiri dari 69% komponen anorganik, 22% matrik organik dan 9% air. Tulang ayam memiliki kandungan anorganik sekitar 69% sehingga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi sumber kalsium dan fosfor (Yildirim, 2004). Pemanfaatan limbah tulang ayam sebagai sumber kalsium dan fosfor dibatasi dengan adanya kandungan kolagen yang tinggi. Kolagen merupakan protein fibrous yang memiliki karakteristik resisten terhadap enzim pencernaan, tidak dapat larut, dapat mengubah protein dan gelatin dengan pemasakan, dan banyak mengandung hidroksiprolin (Tillman, dkk. 1984).

Tulang ayam sebagian besar terdiri atas protein kolagen dengan asam amino penyusun utamanya adalah prolin, glisin, dan alanin. Dalam kondisi alami protein fibriler atau skleroprotein sulit untuk dicerna oleh enzim pepsin dan pankreatin (Winarno, 1997) atau tripsin dan kemotripsin menjadi asam-asam amino (Alais dan Linden, 1991). Upaya untuk meningkatkan nilai manfaat limbah tulang ayam dan mendapatkan tepung tulang yang berkualitas adalah melalui proses pengolahan secara kimiawi melalui tahap dekolagenasi dengan menggunakan alkali (larutan yang bersifat basa kuat), yang bertujuan untuk melepaskan komponen mineral yang terikat pada kolagen tulang ayam sehingga menghasilkan kandungan mineral yang tinggi. Salah satu jenis alkali yang dapat digunakan untuk dekolagenasi adalah kalium hidroksida (KOH). KOH merupakan basa kuat

yang sangat larut dalam air karena dapat terionisasi 100% dalam air.Pengolahan limbah tulang ayam secara kimiawi melalui dekolagenasi

menggunakan KOH dengan

memperhatikan konsentrasi dan lama perendaman perlu dilakukan untuk mengetahui persentase dekolagenasi, kandungan kalsium, dan fosfor agar mendapatkan produk yang berkualitas. Penggunaan konsentrasi KOH 4% dengan lama perendaman 48 jam menghasilkan kandungan fosfor yang tinggi dari tepung tulang ayam. Kandungan fosfor meningkat sejalan dengan meningkatnya kandungan kalsium, karena kalsium dan fosfor merupakan komponen terbesar yang

terdapat pada mineral tulang dengan perbandingan kurang lebih 2 : 1 (Anggorodi, 1994). Meningkatnya kandungan fosfor tulang ayam akibat terhidrolisisnya komponen lain yang terdapat pada tulang. Sejalan dengan pendapat Trilaksani, dkk. (2006) bahwa pada proses pembuatan tepung tulang telah terjadi hidrolisis komponen non- ash terutama protein sehingga meningkatkan kandungan abu termasuk fosfor dan kalsium yang merupakan komponen utama penyusun tulang.

Jumlah kandungan nutrisi yang terdapat di dalam tepung bulu ayam khususnya protein berupa asam amino berbeda, tergantung dari proses pengolahannya.

Dari tabel ini terlihat, bahwa sebenarnya kandungan nutrisi tepung bulu tidak mengecewakan, demikian pula kandungan asam aminonya. Selain itu, kandungan nutrisi yang terkandung dalam bulu ayam yang terolah secara Hidrolisis memilki nilai nutrisi yang baik, dibandingkan dengan pakan sejenis non bulu ayam.

Walaupun mengandung protein cukup tinggi dan kaya asam amino

esensial, tepung bulu mempuyai faktor penghambat seperti kandungan keratin yang digolongkan kepada protein serat. Kandungan protein kasar yang tinggi dalam tepung bulu ayam tersebut tidak diikuti oleh nilai biologis yang tinggi. Hal ini menyebabkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik pada tepung bulu ayam rendah. (TILLMAN et al., 1982).

Keratin merupakan protein yang kaya asam amino bersulfur, dan sistin. Keratin sulit dicerna karena ikatan disulfida yang dibentuk diantara asam amino sistin menyebabkan protein ini sulit dicerna oleh ternak unggas, baik oleh mikroorganisme rumen maupun enzim proteolitik dalam saluran pencernaan pasca rumen pada ternak ruminansia. Keratin dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim sehingga pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan. Oleh karenanya, bila bulu ayam akan dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya. Tepung Bulu Terolah/ Terhidrolisa sebagai bahan pakan harus melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu dan hasilnya inilah yang dinamakan tepung bulu terolah sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pakan asal hewan yang potensial untuk mengurangi harga ransum yang berasal dari pemanfaatan limbah.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan nilai biologis bulu ayam dapat ditingkatkan dengan pengolahan dan pemberian perlakuan tertentu. Contoh, bulu ayam yang diolah dengan proses NaOH 6 % dan dikombinasikan

dengan pemanasan tekanan

memberikan nilai kecernaan 64,6 %. Lama pemanasan juga dapat meningkatkan kecernaan pepsin bulu ayam hingga 62,9 %. Namun, pemanasan yang terlampau lama dapat merusak asam amino lisin, histidin dan

sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan (browning reaction).

Berbagai metode pengolahan untuk meningkatkan nilai nutrien bulu unggas, yaitu 1) perlakuan fisik dengan pengaturan temperatur dan tekanan, 2) secara kimiawi dengan penambahan asam dan basa (NaOH, HCL), 3) secara enzimatis dan biologis dengan mikroorganisme dan 4) kombinasi ketiga metode tersebut. Hidrolisat bulu ayam adalah bahan pakan sumber protein yang dapat diproduksi secara lokal dengan kandungan protein kasar sebesar 81−90,60% (NRC, 1985; Sutardi, 2001 dalam Siregar, 2005). Protein hidrolisat bulu ayam kaya asam amino bercabang yaitu leusin, isoleusin, dan valin dengan kandungan masing-masing sebesar 4,88, 3,12, dan 4,44%, namun defisien asam amino metionin dan lisin. Untuk memenuhi kebutuhan asam lemak rantai cabang bagi pertumbuhan bakteri selulolitik maka dilakukan suplementasi hidrolisat bulu ayam sebagai sumber asam amino rantai cabang yang berperan sebagai prekusor asam lemak rantai cabang. 2.5 Kandungan Tulang Ikan

Tulang merupakan tempat penyimpanan garam kalsium didalam hewan. Kalsium terdapat dalam berbagai bentuk diantaranya adalah kalsium fosfat, kalsium sitrat dan kalsium asetat. Hasil analisis menunjukan bahwa penyusunan utama tulang adalah trikalsium fosfat dengan

sebagian kecil kalsium

karbonat.(Desroiser, 1989). Kalsium didalam tulang terdapat dalam bentuk hidroksiapatit, suatu struktur kristal yang terdiri atas kalsium fosfat dan disusun di sekeliling martiks organik

berupa protein kolagen untuk memberikan kekuatan dan kekakuan pada tulang. Tulang ikan merupakan limbah industry pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium terbanyak diantara tubuh ikan, selain itu tulang mengandung sekitar 1% asam sitrat. (Trilaksani et al, 2006)

Protein tulang ikan sebagian besar terdiri atas protein kolagen dengan asam amino penyusun utamanya adalah prolin, glisin dan alanin (Trilaksani, 2006).

Pada ikan kira-kira sebanyak 99 % kalsium terdapat pada jaringan tubuh, kerangka dan sirip (Thalib, 2009). Pada tulang ikan, level kalsiumnya sangat tinggi yaitu sebesar 39,24 % (39,24 g/100 g bahan). Protein tulang ikan sebagian besar terdiri atas protein kolagen dengan asam amino penyusun utamanya adalah prolin, glisin dan alanin. Dalam kondisi alami protein fibriler atau skleroprotein ini sulit untuk dicerna oleh enzim pepsin dan pankreatin (Winarno, 1997) atau tripsin dan kemotripsin menjadi asam- asam amino (Alais dan Linden, 1991). Oleh karena itu perlu proses hidrolisis dan pelarutan protein tersebut dengan cara pemanasan.

BAB III. METODE PENELITIAN