• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM DAN LIMBAH TULANG IKAN DI PASAR TRADISIONAL KOTA MEDAN

BAB II. PEMBAHASAN 2.1 Sampah Anorganik

PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM DAN LIMBAH TULANG IKAN DI PASAR TRADISIONAL KOTA MEDAN

Febri Tua Sialagan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap makanan bergizi semakin meningkat. Bahan makanan yang berasal dari hewan memiliki banyak keunggulan dibanding bahan makanan yang berasal dari tumbuhan, karena mengandung asam amino yang lebih lengkap dan lebih mudah diserap oleh tubuh. Kebutuhan terhadap bahan makanan yang berasal dari hewan atau

protein hewani mencapai

15/kg/karpita/tahun dan kebutuhan tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Populasi ternak dari tahun ke tahun terus meningkat namun belum dapat mengimbangi permintaan kebutuhan konsumsi daging terutama yang dihasilkan oleh ternak penghasil daging. Sementara bila dilihat dari potensi lokal dan sumberdaya alam yang ada maka pertumbuhan populasi ternak masih dapat ditingkatkan. Dimana sasaran populasi ternak ayam pedaging di propinsi Sumatera Utara untuk tahun 2007 sebanyak 58.212.381 ekor dengan sasaran produksi daging sebanyak 52.530 ton ( Siregar, 2004 ).

Produksi ayam broiler/pedaging di kota Medan yang setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan ini terjadi karena naiknya jumlah penduduk dan permintaan akan ayam broier. Adapun

data produksi daging ayam broiler di Kota Medan tahun 2007-2011 ditunjukkan dalam tabel 1.1.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan ayam broiler/pedaging di kota Medan mengalami peningkatan pada tahun 2007- 2009 sedangkan pada tahun 2009-2010 mengalami penurunan dan

pada tahun berikutnya

mengalamipeningkatan. Ini tidak sejalan dengan jumlah produksi yang meningkat setiap tahunnya. Produksi ayam broiler/pedaging di Kota Medan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam memenuhi kebutuhan akan ayam broiler/pedaging di Kota Medan. Bahkan Kota Medan mengimpor ataupun membeli ayam broiler/pedaging dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan akan ayam broiler/pedaging di Kota Medan.

Setiap bulannya jumlah permintaan ayam broiler yang mampu terpenuhi oleh pedagang lokal adalah 111,542 Ton (Dinas Pertanian Sumatera Utara.2012) sedangkan jumlah bulu yang dihasilkan kurang lebih 6% dari bobot ayam broiler atau 6,69 Ton Bulu ayam setiap bulan. Selain konsumsi ayam broiler, masyarakat kota Medan juga menunjukkan kenaikan konsumsi ikan. Naiknya konsumsi ayam broiler dan ikan oleh masyarakat kota Medan menyebabkan jumlah limbah bulu ayam dan tulang ikan meningkat sehingga menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan, sementara itu pemanfaatan limbah ini masih belum optimal.

Berdasarkan pengamatan lewat bedah beberapa jurnal bulu ayam dan tulang ikan memiliki kandungan yang cukup sebagai bahan pakan ternak. Kandungan nutrien bulu ayam adalah 81% protein, 1.2% lemak, 86% bahan kering, dan 1.3% abu (Zerdani et al. 2004), selain itu bulu ayam mengandung mineral kalsium 0.19%, fosfor 0.04%, kalium 0.15%, dan sodium 0.15% , Serat Kasar 0,3-1,5% (Kim & Patterson 2000). Sedangkan pada tulang ikan, level kalsiumnya sangat tinggi yaitu sebesar 39,24 % (39,24 g/100 g bahan).

Diketahui bahwa saat ini penggunaan bulu ayam hanya sebatas untuk membuat kerajinan tangan dan sisanya terbuang atau dibakar sehingga menimbulkan polusi dan kerusakan lingkungan. Potensi bulu ayam sebagai

salah satu komponen bahan pakan sangat baik mengingat industri perunggasan di Indonesia berkembang pesat begitu juga dengan ikan. Apalagi salah satu syarat bahan pakan adalah diusahakan bukan merupakan bahan makanan pokok manusia. Sementara itu peternak ayam petelur masih sangat membutuhkan ransum yang cocok untuk mensuplay kalsium untuk ayam. Seperti yang diketahui bahwa pakan tinggi kalsium dapat menaikkan aktivitas dan mutu telur ayam petelur,untuk mensiasati ini peneliti mengolah limbah ini menjadi ransum yang kaya protein dan kalsium yang dapat dicerna dengan baik oleh ternak sebagai suatu inovasi pemanfaatan limbah rumah tangga.

Peningkatan usaha peternakan ayam menimbulkan peningkatan limbah bulu ayam yang dihasilkan dari industri rumah potong ayam dan dari tempat pemotongan ayam lainnya. Pada industri rumah potong ayam, limbah bulu aam merupakan suatu hal yang perlu penangan khusus karena menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap pencemaran lingkungan. Pemanfaatan limbah industri merupakan salah satu kebijakan pemerintah dala melestarikan fungsi lingkungan hidup, seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, yang dijelaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

pemanfaatan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Pelestarian fungsi lingkungan hidup tidak terlepas dari pemanfaatan limbah peternakan dengan prinsip zero waste yaitu mengurangi atau meminimalisasi pencemaran lingkungan dengan cara pemanfaatan limbah.

Masalah limbah tak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat pula. Namun perlu dipikirkan efek samping yang ditimbulkan berupa limbah, yang merupakan hasil samping dari suatu usaha atau kegiatan. Dampak yang ditimbulkan dari limbah bulu ayam begitu besar terutama bagi kesehatan masyarakat, karena limbah bulu ayam yang berserakan di lingkungan rumah potong ayam, menimbulkan bau yang tidak sedap dan merupakan sumber penyebaran penyakit. Selain itu juga menimbulkan dampak penurunan kualitas tanah karena limbah bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan atau proses dekomposernya memakan waktu cukup lama. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk meminimalisasi dampak limbah bulu ayam di lingkungan yaitu dengan metode pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak ( Imansyah, 2006 ).

Dalam upaya meningkatkan industri peternakan dan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, maka perlu adanya penanganan

terhadap dampak limbah bulu ayam. Salah satu alternatifnya yang dapat dilakukan yaitu memanfaatkan limbah bulu ayam sebagai ransum tambahan sumber protein bagi ayam pedaging ataupun petelur. Disamping itu dalam industri peternakan ransum merupakan hal yang sangat penting karena menyerap 60-80% dari biaya produksi ( Anggorodi, 1995 ). Upaya untuk menekan biaya ransum adalah dengan memanfaatkan limbah bulu ayam sebagai sumber bahan ransum non konvensional. Bahan ransum non konvensional tersebut mempunyai nilai ekonomis renda, tidak bersaing dengan manusia dan tersedia secara terus- menerus.

Bulu ayam merupakan limbah yang masih punya potensi untuk dimanfaatkan, karena masih memiliki kandungan nutrisi protein yang sangat tinggi. Bulu ayam mempunyai kandungan protein kasar sebesar 80- 91% dari bahan kering, melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai ( 42,5%) dan tepung ikan (66,2%) (adiati dan puastuti, 2004). Permasalahan dalam pemanfaatan limbah bulu ayam, karena adanya kandungan keratin. Keratin merupakan protein fibrous yang kaya sulfur dan banyak terdapat pada rambut, kuku dan semua produk epidermal ( Haurowitz, 1984). Kecernaan yang rendah karena tepung bulu ayam mengandung ikatan sistin disulfida, ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofoik molekul keratin ( Williams et al, 1991).

Keratin tidak larut dengan pemanasan alkali dan tidak larut oleh kelenjar saluran pencernaan atau pankreas ( Underhill, 1952). Dalam pemanfaatan limbah ulu ayam perlu adanya pengolahan atau sentuhan

tekhnologi sehingga dapat

dimanfaatkan.

Bahan makanan sumber protein harus mengandung asam amino yang lengkap terdiri dari metionin, arginin, treonin, triptofan, histidin, isoleusin, lisin, valin dan fenilalanin. Jika suatu bahan ransum kekurangan salah satu unsur tersebut, maka harus dilengkapi oleh bahan ransum yang lain (Widodo, 2000 ). Adapun penggunaan tepung ikan dalam ransum adalah sebesar 10 % ( rasyaf, 1996 ).

Penggunaan limbah sebagai bahan pakan ternak harus melalui penanganan dan pengolahan lebih lanjut atau perlu adanya sentuhan teknologi untuk meningkatkan nilai gizi dari bahan ransum tersebut, karena memiliki kecernaan yang rendah ( Zamora et al. 1989 ). Dalam penelitian ini pengolahan limbah bulu ayam dilakukan dengan menggunakan teknik kimia fisika.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penanganan limbah bulu ayam dan tulang ikan di pasar Tradisional kota Medan?

2. Kandungan apa yang terdapat pada Formula Ransum dari Bulu Ayam dan Tulang Ikan?

3. Bagaimana cara agar bulu ayam dapat di cerna dengan baik oleh ternak?

4. Bagaimana Pemanfaatan Formula Ransum dari BuluAyam dan Tulang Ikan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut.

1. Menjelaskan pentingnya

penanganan keberlimpahan limbah bulu ayam dan tulang ikan.

2. Menjelaskan mengenai kandungan limbah bulu ayam dan tulang ikan. 3. Menjelaskan pembuatan ransum

bulu ayam agar dapat dicerna dengan baik.

4. Menjelaskan pemanfaatan bulu ayam dan tulang ikan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh berdasarkan tujuan di atas adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis

Merupakan suatu kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh di kampus untuk memecahkan masalah yang ada di masyarakat mengenai produksi ransum yang berbahan baku tepung bulu ayam dan tepung tulang ikan. 2. Bagi masyarakat

Memperoleh pengetahuan tentang pengelolaan limbah bulu ayam dan tulang ikan, dan hasil dari pengolahan limbah dapat digunakan untuk makanan ternak. Jika diolah

dalam skala besar, dapat menjadi peluang usaha yang nantinya akan menambah penghasilan serta menciptakan suatu industri peternakan yang ramah lingkungan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA