BAB IV PEMBAHASAN
4.2. Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas
4.2.4. Karakteristik Agen Pelaksana
Menurut Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005: 99) menyatakan bahwa karakteristik organisasi yang akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu program, di antaranya kompetensi dan ukuran staf agen, dukungan legislatif dan eksekutif, kekuatan organisasi derajat keterbukaan komunikasi dengan pihak luar maupun badan pembuat kebijakan.
Karakteristik agen pelaksana juga mencakup siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan ini dan bagaimana peran dan tanggung jawab dari
masing – masing pelaksana dalam mengimplementasikan kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini.
Pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah Dinas Perhubungan, Satlantas Polrestabes, Satpol PP Kota Medan, dan Masyarakat. Hal ini diperkuat dengan pernyataan oleh Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Dinas Perhubungan Kota Medan, sebagai berikut:
“Pelaksana yang terlibat dalam kebijakan ini Dinas Perhubungan, Satlantas dan Satpol PP. (Wawancara pada 22 Desember 2020) Hal yang senada juga dinyatakan oleh Kepala Seksi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Medan, sebagai berikut:
“Yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan ini Dinas Perhubungan dan Satlantas. Dan Satpol PP untuk pedagang kaki lima.”
(Wawancara dengan pada 29 Desember 2020)
Hasil wawancara dengan informan di atas, menyatakan bahwa yang menjadi pelaksana dari kebijakan kawasan tertib lintas ini adalah Dinas Perhubungan, Satlantas, dan Satpol PP. Setiap pelaksana dari kebijakan ini juga pasti memiliki peran ataupun tanggung jawab yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing –masing instansi yang terkait. Adapun peran yang dimiliki oleh setiap pelaksana kebijakan ini adalah seperti yang dinyatakan oleh Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Dinas Perhubungan Kota Medan, sebagai berikut:
“Kalau peran dari Dinas Perhubungan sendiri melakukan pengawasan bersama dengan polisi lalu lintas dan memberikan sanksi bagi masyarakat yang melanggar peraturan tertib lalu lintas ini.
Satpol PP bertugas untuk melakukan pengawasan dan penertiban terhadap pedagang kaki lima yang masih ada di kawasan tertib lalu lintas ini.” (Wawancara pada 22 Desember 2020)
77
Hal yang senada dinyatakan oleh Kepala Seksi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Medan, sebagai berikut:
“Kalau untuk Satlantas itu bagian penindakan, dan Dinas Perhubungan itu untuk bagian pengadaan perlengkapan/fasilitas yang ada di kawasan tertib lalu lintas ini.” (Wawancara pada 29 Desember 2020)
Hal yang senada dinyatakan oleh Kepala Sub Unit Pendidikan dan Rekayasa Satlantas Polrestabes Kota Medan, sebagai berikut:
“Peran kita dalam pelaksanaan kebijakan ini kita melakukan pengawasan dan kalau misalnya ada yang kita lihat melakukan pelanggaran itu wajib kita tindak, kita tilang.” (Wawancara pada 14 Januari 2021)
Kepala Seksi Komunikasi dan Kerjasama Satpol PP Kota Medan, menambahkan peran dari Satpol PP sebagai berikut:
“Kalau Satpol PP itu lebih ke tindakan dan pengawasannya. Dulu masih sering kita lakukan penindakan, tapi sekarang sudah jarang.
Tapi tetap kita lakukan koordinasi gabungan antara Dinas Perhubungan, Satlantas dan Satpol PP. Kalau ada mobil yang salah parkir satlantas dan dishub yang menindak. Kalau ada pedagang kaki lima, kita yang melakukan penindakan. Setiap instansinya sudah ada perannya masing – masing, tapi tetap satu tim.” (Wawancara pada 12 Januari 2021)
Hasil wawancara yang dilakukan Penulis dengan informan yang menjadi implementor kebijakan ini, menyatakan bahwa setiap instansi pemerintah yang menjadi pelaksana dalam kebijakan ini sudah mengetahui peran ataupun tugas masing – masing dalam kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini. Dinas Perhubungan sebagai instansi yang melengkapi fasilitas dan melakukan pengawasan, Satlantas melakukan pengawasan dan penindakan pada kendaraan bermotor, dan Satpol PP melakukan pengawasan dan penindakan kepada pedagang kaki lima. Namun begitu ketiga instansi ini tetap menjadi satu tim dalam pelaksanaan kebijakan ini.
Selain itu, dalam mengimplementasikan kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini harus adanya mekanisme implementasi yang jelas dan terarah.
Mekanisme implementasi kebijakan biasanya ditetapkan melalui Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi seluruh implementor dalam melaksanakan kebijakan ini agar tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan.
Mengenai acuan para pelaksana dalam menjalankan kebijakan ini dinyatakan oleh Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Dinas Perhubungan Kota Medan, sebagai berikut:
“Yang menjadi acuan kita itu ya Peraturan Walikota Nomor 16 Tahun 2011 tentang Kawasan Tertib Lalu Lintas ini. Dalam peraturan ini dibuat siapa saja yang melakukan kebijakan ini, apa saja larangannya, apa saja rambu – rambu yang kita letakkan di sana, ruas jalan yang menjadi kawasan tertib lalu lintas, dan tindakan apa yang kita lakukan.” (Wawancara pada 22 Desember 2020)
Berdasarkan wawancara di atas, terlihat yang menjadi acuan pada pelaksana kebijakan ini adalah Peraturan Walikota Medan Nomor 16 Tahun 2011 tentang Kawasan Tertib Lalu Lintas, seperti dalam dokumentasi sebagai berikut:
Gambar 4.8 Ruas Jalan yang Termasuk dalam Kawasan Tertib Lalu Lintas
Sumber : Peraturan Walikota Medan Nomor 16 Tahun 2011
79
Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa terdapat tujuh ruas jalan yang termasuk ke dalam kawasan tertib lalu lintas. Pada ketujuh ruas jalan tersebut terdapat larangan, kewajiban, pengawasan, dan tindakan yang telah tertera pada peraturan walikota tersebut, seperti pada dokumentasi sebagai berikut :
Gambar 4.9 Larangan, Kewajiban, Pengawasan, dan Tindakan pada Peraturan Walikota Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tertib Lalu
Lintas
Sumber : Peraturan Walikota Medan Nomor 16 Tahun 2011
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat terdapat kewajiban bagi setiap pengguna jalan untuk memakai helm dan sabuk pengaman. Terdapat juga larangan untuk becak bermotor yang melintas dan pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan tertib lalu lintas ini. Namun berdasarkan observasi penulis, masih terdapat pedagang kaki lima yang berjualan dan
becak bermotor yang melintas di kawasan tertib lalu lintas ini, selain itu terkadang terdapat masyarakat yang tidak memakai helm.
Berdasarkan wawancara, dokumentasi, dan observasi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi implementor kebijakan ini adalah Dinas Perhubungan, Satlantas Kota Medan, dan Satpol PP Kota Medan, dimana ketiga implementor ini sudah paham dengan peran masing masing. Selain itu masyarakat juga termasuk sebagai implementor yang merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut. Acuan dari pelaksana kebijakan ini dalam menjalankan kebijakan adalah Peraturan Walikota Medan Nomor 16 Tahun 2011 tentang Kawasan Tertib Lalu Lintas, dan dalam pelaksanaannya masih ada masyarakat yang melanggar peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan dalam kebijakan ini.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Van Meter dan Van Horn dalam Mulyadi (2016 : 72) menyatakan bahwa bagaimana kelompok kepentingan memberi dukungan bagi implementasi kebijakan ini. Dalam implementasi kebijakan ini, seluruh implementor dari kebijakan ini sudah mengetahui peran dan tugas masing – masing. Selain itu, terdapat instansi pemerintahan yang membantu para implementor kebijakan ini seperti pihak kecamatan dan kelurahan setempat serta yang menjadi acuan dari pelaksanaan kebijakan ini adalah Peraturan Walikota Medan Nomor 16 Tahun 2011 tentang Kawasan Tertib Lalu Lintas.