DI KOTA MEDAN
Disusun Oleh:
Yessica Permatasari Purba 160903041
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TERTIB LALU LINTAS DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Ilmu Administrasi Publik
Disusun Oleh:
Yessica Permatasari Purba 160903041
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021
i ABSTRAK
Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas ini merupakan penjabaran dari tidak optimalnya efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan angkutan jalan di Kota Medan. Dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa masalah yaitu banyaknya masyarakat yang melanggar peraturan dan rambu – rambu yang telah ditetapkan, seperti adanya becak bermotor yang melintasi kawasan tertib lalu lintas dan pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan secara rinci bagaimana Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi terkait Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan model implementasi yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn yang meliputi Standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, disposisi implementor, dan kondisi sosial, politik dan ekonomi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan masih belum berjalan dengan optimal, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya masyarakat yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kedisiplinan masyarakat untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan masih kurang, walaupun implementor dari kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Selain itu, dengan pengawasan yang masih kurang dan juga sanksi yang lemah tidak menimbulkan efek jera kepada masyarakat yang melanggar peraturan tersebut.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Lalu Lintas, Kawasan Tertib Lalu Lintas.
ii
the disoptimized of efficiency and effectien on the utilization of traffic space and road transportation in Medan City. There are still several problems, the large number of people who violate the regulations and signs that have been set, such as there are pedicap that still cross the traffic order area and many street vendors selling on the road.
This study aims to determine and describe how the implementation Traffic Order Areas Policy in Medan City in detail. A descriptive method with a qualitative approach is used in this research. The data collection technique was carried out by means of interviews, observations, and documentation related to the implementation Traffic Order Areas Policy in Medan City. An implementation model proposed by Van Meter and Van Horn is also used in this study which contain standards and policy objectives, resources, communication between organizations, characteristics of implementing agent, implementor dispositions, and social condition, politic and economic.
The results of this study indicate that the implementation Traffic Order Areas Policy in Medan City is still not running optimally, indicated by the large number of people who do not comply with traffic regulations that have been set by the government. Public discipline of complying with the stipulated regulations is still lacking, even though the implementers of this traffic order policy have conducted socially to the public. In addition, the supervision is still lacking and also the sanctions that applied are still weak so it does not cause a deterrent effect on people who violate these regulations.
Keywords: Policy Implementation, Traffic, Traffic Order Areas
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:
“Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan.” Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) di Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini, peneliti sangat banyak mendapatkan bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yaitu kepada : 1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S. Sos., M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik dan Dra. Asima Yanty Siahaan, MA., Ph.D selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
4. Bapak Muhammad Arifin Nasution, S.Sos., MSP selaku Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam pengerjaan skripsi ini.
iv
6. Seluruh Pegawai Dinas Perhubungan Kota Medan, Pegawai Satlantas Polrestabes Medan dan Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan yang membantu penulis dalam pemberian data pada saat penelitian untuk penyelesaian skripsi.
7. Kedua Orangtua Penulis tercinta Eston Purba Dasuha, SE dan Kastaria Saragih, serta Bou Enny Purba Dasuha, yang telah memberikan dukungan doa, materi dan semangat serta motivasi dalam menjalani perkuliahan dan pengerjaan skripsi.
8. Kepada Kakak Penulis Esra Yunita Sari Purba, S. Hut yang memberikan dukungan semangat dan motivasi serta membantu penulis selama menjalani perkuliahan dan pengerjaan skripsi.
9. Kepada seluruh keluarga besar Purba Dasuha dan Saragih Garingging yang telah memberikan dukungan semangat dan memotivasi penulis dalam pengerjaan skripsi.
10. Sahabat – sahabat Penulis Frida Yustika Nababan, Agnes Maria Sabrina Sinaga, Anggi Oktaviani, dan Agriva Samosir yang telah membantu, memberikan semangat dan motivasi dalam menjalani perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.
11. Teman – teman setim selama PKL Radita Paradila, Asnita Leliarta Simanullang, Anggi Pratiwi, Shania Fahira Rusdi, Muhammad Farhan Rizki, Fakhri Khalid, dan Muhammad Iqbal yang telah menemani dan membantu selama PKL di Samosir.
v
12. Kepada seluruh teman – teman AP 16 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang memberikan bantuan dan dukungan dari awal perkuliahan hingga saat ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu administrasi publik. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih
Medan, Juli 2021
Penulis
vi
ABSTRACT ..………... ii
KATA PENGANTAR.………... iii
DAFTAR ISI ………... vi
DAFTAR TABEL ……… viii
DAFTAR GAMBAR ……….... ix
DAFTAR LAMPIRAN………... x
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
1.1. Latar Belakang……… 1
1.2. Rumusan Masalah………... 11
1.3. Tujuan Penelitian………... 11
1.4. Manfaat Penelitian……….. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 13
2.1. Kebijakan Publik………... 13
2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik……… 13
2.1.2. Proses Kebijakan Publik………. 14
2.2. Implementasi Kebijakan Publik……… 15
2.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik………. 15
2.2.2. Model Implementasi Kebijakan Publik……… 16
2.3. Manajemen Lalu Lintas……….. 24
2.4. Penelitian Terdahulu……… 25
2.5. Definisi Konsep………... 27
2.6. Hipotesis Kerja……….. 28
BAB III METODE PENELITIAN……….. 31
3.1. Bentuk Penelitian……….. 31
3.2. Lokasi Penelitian……….. 31
3.3. Informan Penelitian……….. 32
3.4. Teknik Pengumpulan Data……… 34
3.5. Teknik Analisis Data……… 37
3.6. Validitas Data……….. 38
BAB IV PEMBAHASAN……….. 40
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 40
4.1.1. Profil Dinas Perhubungan Kota Medan……….. 40
4.1.2. Profil Satlantas Polrestabes Medan………. 44
4.1.3. Profil Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan……... 46
4.2. Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan ………... 52
4.2.1. Standar dan Sasaran Kebijakan……….. 53
4.2.2. Sumber Daya……….. 59
4.2.3. Komunikasi Antar Pelaksana...……….. 67
4.2.4. Karakteristik Agen Pelaksana...……….. 75
vii
4.2.5. Disposisi Implementor………..……….. 80
4.2.6. Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi……….. 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 94
5.1. Kesimpulan ……….. 94
5.2. Saran ……..……….. 97 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu……...……… ……….. 25
Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian……… ………. 33
Tabel 4.1 Data Pegawai Dinas Perhubungan Kota Medan ..………. 60
Tabel 4.2 Data Pegawai Satlantas Polrestabes Medan .………. 61
Tabel 4.3 Data Pegawai Satpol PP Kota Medan ...………. 61
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1. Larangan Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di
Kota Medan ………...……….... 7 Gambar 1.2. Becak Bermotor yang Melintasi Jalan Balai Kota .………... 9 Gambar 1.3. Pedagang Kaki Lima di Jalan Diponegoro ………... 10 Gambar 4.1. Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Medan ……... 43 Gambar 4.2. Struktur Organisasi Satlantas Polrestabes Medan …………... 46 Gambar 4.3. Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Medan ……… 51 Gambar 4.4. Becak Bermotor dan Pedagang Kaki Lima di
Kawasan Tertib Lalu Lintas ………... 58 Gambar 4.5. Rambu – Rambu Lalu Lintas di Ruas Jalan
Kawasan Tertib Lalu Lintas ………... 65 Gambar 4.6. Rapat Forum Lalu Lintas Kota Medan ………... 69 Gambar 4.7. Rambu – rambu yang dipasang di Kawasan Tertib
Lalu Lintas ………... 72 Gambar 4.8. Ruas Jalan yang Terrmasuk dalam Kawasan Tertib
Lalu Lintas ………... 78 Gambar 4.9. Larangan, Kewajiban, Pengawasan, dan Tindakan
pada Peraturan Walikota Medan Nomor 16 Tahun 2011
Tentang Kawasan Tertib Lalu Lintas ... 79 Gambar 4.10. Becak bermotor dan Pedagang Kaki Lima yang Masih
Ada di Kawasan Tertib Lalu Lintas ………. 85
x
Lampiran 1. Pedoman Wawancara ….……… ……….. 1
Lampiran 2. Pedoman Observasi ……… ………. 9
Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi………… ………. 10
Lampiran 4. Transkip Wawancara……… ……… 11
Lampiran 5. Transkip Observasi ……… ……….. 41
Lampiran 6. Dokumentasi ……...……… ………. 44
Lampiran 7. Surat Keterangan Pengajuan Judul Skripsi ..………. 50
Lampiran 8. Lembar Persetujuan Seminar Proposal ………. 51
Lampiran 9. Surat Balasan Penelitian Dinas Perhubungan Kota Medan ….. 52
Lampiran 10. Surat Balasan Penelitian Satlantas Polrestabes Medan ……… 53
Lampiran 11. Surat Balasan Penelitian Satpol PP Kota Medan ………. 54
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Transportasi adalah salah satu bidang yang penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dimana kebutuhan masyarakat akan transportasi masih sangat tinggi. Masyarakat menggunakan transportasi sebagai alat untuk melakukan mobilitas, baik itu perpindahan dekat maupun perpindahan yang jauh. Pembangunan transportasi bertujuan meningkatkan pelayanan jasa transportasi efisien, efektif, handal, berkualitas nasional terpadu dengan pembangunan wilayah, sistem distribusi yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan meningkatkan jaringan jalan antar desa dan kota.
Transportasi darat merupakan sarana angkutan yang memegang peranan penting dalam meningkatkan aktivitas dan mobilitas masyarakat.
Selain itu, transportasi darat juga memiliki peranan dalam meningkatkan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat dimana transportasi ini kebanyakan merupakan mata pencaharian masyarakat Indonesia. Hal penting yang harus diperhatikan dalam kebutuhan alat transportasi ini adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan penyebaran hasil pembangunan ke seluruh sektor yang berada di pelosok tanah air.
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal, maka sistem transportasi harus ditata dalam satu kesatuan dan sistem
pengembangannya dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur – unsurnya yang terdiri atas sarana, prasarana dan manusianya serta peraturan – peraturan dan prosedur yang sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang sinergis dan utuh. (Arisandi dkk,2020)
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas dijelaskan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional. Untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan perlu diatur mengenai manajemen dan rekayasa, analisis dampak, serta manajemen kebutuhan lalu lintas.
Manajemen lalu lintas angkutan bertanggung jawab untuk mengatur penyediaan jasa – jasa angkutan yang mengangkut dengan muatan, alat angkut dan biaya untuk operasi kendaraan. (Salim,2013) Manajemen kebutuhan lalu lintas tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan beberapa strategi antara lain dengan memberikan pilihan dan menyiapkan fasilitas penggunaan kendaraan umum sebagai pengganti kendaraan perseorangan, mendorong serta memfasilitasi penggunaan angkutan umum dan kendaraan yang ramah lingkungan, serta mendorong dan memfasilitasi perencanaan terpadu antara tata ruang dan transportasi.
3
Adapun pelaksanaan dari manajemen kebutuhan lalu lintas dilaksanakan dengan cara pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu tertentu meliputi pembatasan lalu lintas kendaraan barang, pembatasan lalu lintas sepeda motor, pembatasan ruang parkir pada kawasan tertentu dengan batasan ruang parkir maksimal, dan/atau pembatasan lalu lintas kendaraan tidak bermotor umum.
Tema penelitian ini menarik untuk diteliti karena sampai saat ini ruang lalu lintas masih belum terlaksana sesuai dengan kebijakan yang berlaku dan pergerakan lalu lintas masih belum terkendali, di Indonesia masih banyak masyarakat yang belum mematuhi peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini masih menjadi keluhan masyarakat dan menyebabkan kesemrawutan lalu lintas tersebut.
Pelanggaran lalu lintas yang menjadi keluhan masyarakat yaitu terkait dengan banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan tidak pada tempatnya, parkir liar dan masih banyak lagi sehingga hal ini yang menyebabkan kesemrawutan tata kota. Pemerintah juga tidak tinggal diam dalam mengatasi masalah tersebut, pemerintah setempat sudah melakukan penertiban kepada masyarakat yang melanggar peraturan lalu lintas, namun pedagang dan lainnya kembali lagi ketempat yang telah dilarang tersebut.
(https://pemkomedan.go.id/artikel-19130-pemko-medan-akan-terus- tertibkan-pedagang-kaki-lima-parkir-liar-dan-terminal-liar-serta-reklame- berm.html, diakses pada tanggal 1 Februari 2021 Pukul 20.22 WIB)
Menyikapi permasalahan ini pemerintah di beberapa daerah mengeluarkan kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas yang diharapkan dapat
menjadi kawasan percontohan untuk meningkatkan disiplin masyarakat dalam mematuhi peraturan lalu lintas. Dalam penelitian Wahyu (2013) tentang Implementasi Kebijakan Penetapan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Palu, menunjukkan bahwa permasalahan kemacetan lalu lintas masih terjadi di Kota Palu, sehingga Pemerintah Kota Palu mengeluarkan peraturan penetapan kawasan tertib lalu lintas. Namun dalam pelaksanaannya kebijakan ini masih belum terlaksana dengan baik. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa indikator yang dikemukakan oleh Edward III masih belum terlaksana dengan baik, seperti faktor sumber daya dan faktor disposisi.
Selanjutnya dalam penelitian Saputri (2014) tentang Pelaksanaan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Pontianak, menunjukkan bahwa permasalahan lalu lintas yang diakibatkan meningkatnya volume kendaraan yang tidak dapat ditampung oleh ruas jalan sehingga menyebabkan kesemrawutan lalu lintas di Kota Pontianak. Untuk menyikapi permasalahan ini, pemerintah Kota Pontianak mengeluarkan kebijakan kawasan tertib lalu lintas, namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belum tegasnya kepolisian dalam memberikan sanksi kepada setiap masyarakat yang melanggar peraturan lalu lintas yang hanya diberi sanksi berupa teguran.
Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia. Kota yang menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan sehingga menarik aktifitas mobilitas masyarakat yang ada di sekitar Kota Medan seperti Binjai dan Deli Serdang, dan menyebabkan volume kendaraan yang melintas di Kota Medan menjadi lebih banyak di siang hari daripada di malam hari.
5
Dengan banyaknya aktifitas masyarakat Kota Medan yang menggunakan transportasi pribadi dan transportasi umum maka semakin ramainya lalu lintas di berbagai jalan di Kota Medan dan dengan banyaknya pelanggaran lalu lintas yang terjadi sehingga mengakibatkan kemacetan di Kota Medan.
Kondisi ruang lalu lintas dan pergerakan lalu lintas di Kota Medan bisa dikatakan hampir sama dengan kondisi lalu lintas dalam penelitian terdahulu di atas. Kondisi ruang lalu lintas di Kota Medan masih belum optimal sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Hal ini terlihat dengan masih banyaknya masyarakat yang berjualan di badan jalan yang menyebabkan gangguan keamanan, kebersihan dan kesemrawutan di jam – jam padat lalu lintas.
Banyaknya masyarakat yang melanggar peraturan lalu lintas, menyebabkan pergerakan lalu lintas di jam – jam sibuk menjadi sering tidak terkendali, dan menyebabkan kemacetan lalu lintas. Pelanggaran lalu lintas tersebut sering dilakukan oleh pedagang kaki lima dan pengemudi becak bermotor, hal ini yang menjadi keluhan masyarakat. Pasalnya pengemudi becak bermotor ataupun becak dayung sering memarkirkan becaknya di pinggir jalan untuk menunggu penumpang. Begitu juga dengan pedagang kaki lima yang sering menggelar lapak jualan mereka di badan jalan.
Sehingga hal ini dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas di Kota Medan.
(https://sumut.antaranews.com/berita/223017/dinilai-penyebab-kemacetan- warga-minta-dishub-medan-tertibkan-becak-dan-angkot, diakses pada 30 September 2021 pukul 21.24 WIB)
Menyikapi permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas, yang diharapkan dapat mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas di Kota Medan.
Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas ini secara fungsional digunakan sebagai wadah pembinaan dan sosialisasi penegakan hukum dibidang lalu lintas dan angkutan jalan untuk membina seluruh pengguna jalan agar dapat mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Kawasan tertib lalu lintas memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan disiplin masyarakat dalam berlalu lintas. Hal ini dikarenakan kawasan tertib lalu lintas merupakan suatu kawasan percontohan yang digunakan untuk membimbing dan mengarahkan masyarakat walaupun jumlahnya masih terbatas. Kawasan tertib lalu lintas harus diawasi dengan baik, agar dapat digunakan untuk meningkatkan disiplin masyarakat tersebut (Watri,2018).
Dalam kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini, terdapat 7 (tujuh) ruas jalan yang termasuk dalam kawasan tertib lalu lintas di Kota Medan, antara lain, (1) Jalan Suprapto yang dimulai dari jembatan sampai dengan Jalan Imam Bonjol; (2) Jalan Sudirman yang dimulai dari Sp. Jalan Imam Bonjol sampai dengan Sp. Jalan S. Parman; (3) Jalan Pangeran Diponegoro yang dimulai dari Sp. Jalan Sudirman sampai dengan Jalan Kejaksaan; (4) Jalan Imam Bonjol yang dimulai dari Sp. Kapten Maulana Lubis sampai dengan Sp. Jalan Sudirman; (5) Jalan Kapten Maulana Lubis dan Jalan Raden Saleh yang dimulai dari Sp. Jalan Pengadilan sampai dengan Sp. Jalan Balai Kota;
(6) Jalan Balai Kota yang dimulai dari Sp. Jalan Pulau Pinang sampai
7
dengan Sp. Jalan Putri Hijau; (7) Jalan Putri Hijau yang dimulai dari Sp.
Jalan Guru Patimpus sampai dengan Jalan Merak Jingga. Selain ketujuh ruas jalan tersebut pada kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini juga diberikan larangan kepada pedagang kaki lima untuk berjualan dan kepada becak bermotor untuk melintas pada kawasan tertib lalu lintas ini.
Namun dalam pelaksanaan kebijakan ini, masih terdapat beberapa masalah diantaranya masih ada pengguna jalan yang melanggar peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan. Pelanggaran peraturan lalu lintas yang terjadi di 7 (tujuh) ruas jalan kawasan tertib lalu lintas ini yaitu masih adanya becak bermotor yang melintas di kawasan yang sudah dilarang pada Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas ini. Selain itu, adanya pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan masih ada di kawasan tertib lalu lintas ini. Pengguna jalan yang menggunakan sepeda motor ada juga yang tidak menggunakan helm. Dalam kebijakan ini sudah diaturkan bahwa adanya larangan untuk becak bermotor melintas dan pedagang kaki lima untuk berjualan pada kawasan tertib lalu lintas, seperti gambar di bawah ini:
Gambar 1.1 Larangan Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan
Sumber: Peraturan Walikota Medan Nomor 16 Tahun 2011
Dari gambar di atas dapat dilihat larangan yang telah ditetapkan dalam kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini, namun kondisi di lapangan menunjukkan masih banyaknya becak bermotor yang menunggu
penumpang dan pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan tertib lalu lintas ini
Sasaran dari pelaksanaan kebijakan ini adalah untuk terciptanya kawasan yang tertib lalu lintas dengan tidak adanya pedagang kaki lima dan becak bermotor yang melintas di Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan. Namun dengan kondisi di lapangan masih terdapat ruas jalan yang terdapat pedagang kaki lima dan becak bermotor menyebabkan belum tercapainya tujuan dari kebijakan kawasan tertib lalu lintas. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan Kepala Sub Unit Pendidikan dan Rekayasa Satlantas Polrestabes Medan sebagai berikut :
“Bentuk – bentuk pelanggarannya itu masih ada becak yang melewati jalan di kawasan tertib lalu lintas ini. Pedagang kaki lima itu juga masih ada beberapa di kawasan tertib lalu lintas ini. Terkadang juga ada yang tidak menggunakan helm.” (Wawancara dengan Ibu Udur Roselina, pada tanggal 14 Januari 2021)
Hal ini juga ditambahkan oleh Kepala Seksi Komunikasi dan Kerjasama Satpol PP Kota Medan, sebagai berikut :
“Masih banyak yang jualan di kawasan tertib lalu lintas ini, tapi itu sudah kita tertibkan sebulan keliling terus, habis itu kita berenti, mereka balik lagi.” (Wawancara dengan Bapak Japiter Tamba, pada tanggal 12 Januari 2021).
Dari hasil wawancara di atas, terlihat bahwa masih terdapat beberapa pelanggaran lalu lintas yang ada di ruas jalan pada kawasan tertib lalu lintas ini, seperti becak bermotor yang melintas di kawasan tertib lalu lintas ini, pedagang kaki lima yang berjualan dan pengguna sepeda motor yang tidak memakai helm.
9
Gambar 1.2 Becak bermotor yang melintasi Jalan Balai Kota
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2021
Gambar di atas menunjukkan bahwa masih terdapat becak bermotor yang melintas di Jalan Balai Kota yang merupakan salah satu ruas jalan kawasan tertib lalu lintas di Kota Medan. Walaupun sudah ada rambu – rambu lalu lintas yang menyatakan larangan untuk becak bermotor untuk masuk ke ruas jalan kawasan tertib lalu lintas. Para pengemudi becak bermotor tetap dapat melintas jika saat tidak adanya dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setempat.
Selain becak bermotor terdapat larangan tentang pedagang kaki lima untuk berjualan di kawasan tertib lalu lintas tersebut. Pedagang kaki lima merupakan sektor informal yang umumnya menjajakan makanan dan minuman ataupun aksesori yang digunakan untuk menarik pengunjung agar mau membeli dagangannya. Akan tetapi para pedagang kaki lima ini menggunakan sebagian badan jalan yang diperuntukkan untuk pejalan kaki, sehingga mengganggu aktivitas dari pejalan kaki di kawasan tertib lalu lintas tersebut. Bahkan beberapa dari mereka meletakan gerobak
dagangannya mereka hampir setengah dari badan jalan di salah satu kawasan tertib lalu lintas tersebut. (Gulo dkk,2018)
Gambar 1.3 Pedagang Kaki Lima di Jalan Diponegoro
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2021
Berdasarkan dokumentasi di atas, penulis melihat masih ada pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan di kawasan tertib lalu lintas ini.
Sama halnya dengan becak bermotor para pedagang kaki lima ini akan berjualan di badan jalan jika tidak ada dilakukannya pengawasan atau penertiban oleh Pemerintah. Sehingga dengan keberadaan dari pedagang kaki lima ini dapat mengganggu pejalan kaki dan juga mengganggu arus lalu lintas.
Banyaknya masyarakat yang belum mematuhi kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini terjadi karena masih kurangnya pengawasan dan penindakan yang dilakukan oleh implementor kebijakan ini yaitu Satlantas Polrestabes Kota Medan dan Satpol PP Kota Medan. Dimana kedua instansi ini merupakan instansi yang bertugas untuk melakukan penindakan kepada
11
masyarakat yang tidak mematuhi aturan. Namun beberapa tahun belakangan ini sudah jarang terlihat personel yang mengawasi kawasan tertib lalu lintas dan yang melakukan penindakan kepada masyarakat yang melanggar peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan.
Tujuan dari Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas ini adalah untuk mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu lintas dan angkutan jalan di Kota Medan.
Namun dengan adanya masyarakat yang masih melanggar Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas menjadi penghambat sampainya tujuan dari kebijakan kawasan tertib lalu lintas tersebut.
Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan, sehingga penelitian ini berjudul “Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka Penulis mengangkat rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan?”
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan secara rinci bagaimana implementasi kebijakan kawasan tertib lalu lintas di Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu- ilmu administrasi publik dan khususnya pengembangan ilmu atau teori – teori kebijakan publik yang berkaitan dengan implementasi. Selain itu, bagi peneliti diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan (knowledge) dan pengalaman (experience) yang berharga dalam menganalisis fenomena dan membandingkan dengan teori – teori yang dipelajari.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan beberapa masukan dan saran kepada Pemerintah Kota Medan, juga memberikan solusi terhadap permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tertib lalu lintas di Kota Medan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Publik
2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Setiap negara pasti memiliki kebijakan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi negara tersebut. Kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan memiliki sifat yang memaksa untuk setiap masyarakat di negara tersebut.
Kebijakan publik menurut Dye dalam Subarsono (2009:2) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever goverments choose to do or not to do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukanm oleh pemerintah ketika pemerintah disamping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.
Dalam pembuatan kebijakan publik, pemerintah haruslah dilibatkan dalam melihat keadaan permasalahan yang ada di masyarakat dan pembuatan kebijakan itu haruslah sesuai dengan permasalahan tersebut.
Dalam hal ini, pemerintah dilibatkan dalam berbagai hal seperti melihat permasalahan yang ada di masyarakat dan membuat kebijakan sesuai kebutuhan masyarakat.
Menurut David Easton dalam Nugroho (2009:47) mendefinisikannya sebagai akibat aktivitas pemerintah (the impact of government activity), artinya kebijakan yang dirumuskan tersebut tidak luput dari keputusan pemerintah. Secara sederhana menurut Nugroho (2009:85) kebijakan dapat diartikan sebagai keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan.
Suatu kebijakan publik dalam arti positif setidak-tidaknya didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Berdasarkan definisi kebijakan publik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi kebijakan publik adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun pejabat yang berwenang, berorientasi pada kepentingan masyarakat dan memiliki tujuan untuk penyelesaian permasalahan yang ada di masyarakat. Selain itu kebijakan publik itu juga sebagai strategi dalam mencapai tujuan negara.
2.1.2. Proses Kebijakan Publik
Dalam menyelesaikan permasalahan kebijakan publik, pemerintah memerlukan beberapa tahapan yang diperlukan dalam membuat kebijakan publik. Menurut Dunn dalam Setyawan (2017:38) ada beberapa tahapan, yaitu:
1. Penyusunan Agenda
Penyusunan Agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam fase ini analisa atau tafsiran mendalam terhadap fenomena kepublikan sangat diperlukan, sehingga agenda yang dihasilkan benar – benar memuat permasalahan yang layak untuk diprioritaskan dan dipertaruhkan.
2 Formulasi Kebijakan
Permasalahan yang sudah secara sah masuk dalam agenda kebijakan publik, selanjutnya dibahas oleh para formulator kebijakan publik. Permasalahan tersebut didefinisikan, dicari akar permasalahannya, kemudian dicarikan solusi pemecahannya
3. Adopsi / Legitimasi Kebijakan
Tahapan ini dimaksudkan untuk memberikan otoritas kepada produk kebijakan publik yang dihasilkan oleh formulator. Masyarakat yang menjadi kelompok sasaran kebijakan publik tersebut harus percaya dan mengikuti apa yang telah diputuskan pemerintah. Hal tersebut berdasarkan pada asumsi bahwa kedaulatan berada ditangan warga negara yang diwakilkan kepada pihak – pihak yang secara sah memiliki wewenang untuk memberikan otoritas / legalitas terhadap produk kebijakan publik.
4. Implementasi Kebijakan
Selanjutnya pada tahap ini kebijakan publik yang dihasilkan dijalankan oleh unit – unit administrasi yang memobilisasi segala sumber daya yang ada dan dibutuhkan (sumber daya finansial dan manusia).
15
5. Evaluasi Kebijakan
Tahapan terakhir adalah dilakukan penilaian (evaluasi) terhadap kebijakan publik yang dilaksanakan. Penilaian/evaluasi mencakup substansi, implementasi dan dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan publik tersebut.
Tahapan proses kebijakan di atas berkaitan satu sama lain, dimana jika salah satu dari tahapan ini tidak benar dilakukan, maka akan ada kesalahan pada tahapan selanjutnya. Seperti misalnya, kebijakan yang telah ditetapkan tidak akan berhasil jika dalam pelaksanaan kebijakan tersebut tidak ada kaitannya dengan tujuan yang telah ditetapkan pada kebijakan tersebut.
2.2. Implementasi Kebijakan Publik
2.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakan salah satu tahapan perumusan kebijakan publik, dimana pada tahapan ini adalah tahapan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam pelaksanaan kebijakan diperlukan beberapa instansi pemerintahan yang terkait satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut.
Implementasi menurut Jones (Mulyadi, 2015:45) “Those activities directed toward putting a program into effect” (proses mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya).
Sedangkan Implementasi menurut Van Meter dan Van Horn dalam Suaib (2016:81) “Those actions by public and private individual (or group) that are achievement or objectives set forth in prior policy” (tindakan yang dilakukan pemerintah). Makna perumusan di atas ialah bahwa implementasi mengandung pengertian tindakan yang dilakukan individu atau pejabat maupun swasta yang mengarah pada tujuan yang ditetapkan.
Implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan program atau kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah yang dimana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya pada kebijakan tersebut.
Sebuah kebijakan tidak dapat dikerjakan sendiri oleh pemerintah sehingga diperlukan instansi lainnya untuk bekerjasama dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Sedangkan Van Meter dan Van Horn (Mulyadi, 2016:47), menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan definisi implementasi kebijakan publik di atas maka disimpulkan bahwa pengertian implementasi kebijakan publik adalah pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah disepakati dan dikeluarkan oleh pemerintah, dimana pengalokasian sumber daya dan dananya telah disepakati. Implementasi kebijakan ini juga bukan hanya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah saja tetapi juga dikerjakan oleh swasta baik secara individu maupun secara kelompok dalam mencapai tujuan kebijakan tersebut.
2.2.2. Model Implementasi Kebijakan
Untuk melihat proses implementasi kebijakan tersebut berjalan dengan efektif, maka dapat dilihat dari beberapa model berikut, yaitu:
1. Model Edward III
Edward III dalam Subarsono (2009:90-92) berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:
a) Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.
b) Sumber daya, walaupun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut
17
dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya finansial.
c) Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis.
Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
d) Struktur Birokrasi, struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red- tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Dalam model implementasi oleh Edward III ini dapat dilihat bahwa implementasi kebijakan ini terdapat 4 variabel yang saling berkaitan dan mempengaruhi implementasi kebijakan ini. Dan jika salah satunya tidak berjalan, maka proses implementasi kebijakan itu juga tidak efektif dan hasilnya tidak akan sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut.
2. Model Van Meter & Van Horn
Model Van Meter dan Van Horn ini merupakan salah satu model implementasi yang digunakan untuk melihat pengaruh dari implementasi dari suatu kebijakan tersebut kepada tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut. Dimana model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. (Nugroho:2003,167). Model implementasi ini memiliki 6 indikator yang saling terikat satu sama lain.
Menurut Van Meter dan Van Horn ada beberapa alasan mengapa tujuan – tujuan suatu kebijakan ditolak oleh orang-orang yang bertanggung jawab terhadap implementasi kebijakan tersebut, yakni:
tujuan – tujuan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya mungkin bertentangan dengan sistem nilai pribadi - pribadi para pelaksana, kesetiaan – kesetiaan ekstra organisasi, perasaan akan kepentingan diri sendiri, atau karena hubungan – hubungan yang ada dan yang lebih disenangi. Nugroho (2009:627) juga memaparkan beberapa variabel yang mempengaruhi kebijakan publik, diantaranya adalah:
1. Aktivasi implementasi kebijakan publik dan komunikasi antar organisasi;
2. Karakteristik agen pelaksana/implementator;
3. Kondisi ekonomi, sosial (termasuk budaya, keamanan), dan politik; dan;
4. Kecendrungan (disposition) pelaksana implementator.
Sedangkan pendapat lainnya yang dikemukakan oleh Anggara (2014:267) mengenai variabel – variabel independen yang mempengaruhi hubungan kebijakan publik dengan kinerja (prestasi kerja) kebijakan publik, sebagai berikut:
1. Ukuran dan tujuan kebijakan publik;
2. Sumber-sumber kebijakan publik;
3. Ciri-ciri atau sifat badan/lembaga/instansi pelaksanaan;
4. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan pelaksanaan;
5. Sikap para pelaksana; dan
6. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.
Adapun model implementasi kebijakan yang dikemukan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sebagai berikut :
2.1. Standar dan Sasaran Kebijakan
Standar dan tujuan menguraikan keseluruhan tujuan kebijakan keputusan. Mereka melampaui dokumen generalisasi legislatif
19
untuk memberikan standar yang konkret dan lebih spesifik untuk menilai kinerja program. (Van Meter dan Van Horn,1975:462).
Standar dan sasaran kebijakan yang dikemukan oleh Van Meter dan Van Horn ini dapat menilai kinerja dari suatu program dengan mudah dalam beberapa kasus, seperti kasus yang sempit dan seara khusus. Namun dalam kebanyakan kasus, jauh lebih sulit untuk diidentifikasi dan diukur kinerja suatu program tersebut, seperti program tersebut luas atau tujuan kebijakan tersebut bersifat kompleks dan memiliki jangkauan yang jauh.
Menurut Winarno (2016:142), standar dan sasaran kebijakan adalah variabel yang mendasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor – faktor yang menentukan kinerja kebijakan.
Indikator kinerja merupakan tahap yang paling kursial dalam analisis implementasi kebijakan, yang mana indikator ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan.
Standar dan sasaran kebijakan itu merupakan indikator yang penting dalam suatu implementasi kebijakan. Dimana pada indikator ini menilai kinerja dari suatu kebijakan dan standar dan sasaran dari suatu kebijakan itu haruslah jelas dan terukur agar tidak menimbulkan interpretasi dan menyebabkan konflik antar implementor (Mulyadi, 2016:72)
2.2. Sumber Daya
Kebijakan memberikan lebih dari sekedar standar dan tujuan untuk menilai implementasi, mereka juga membuat sumber daya yang tersedia dapat memfasilitasi administrasi mereka. Sumber daya ini dapat mencakup dana atau insentif lain dalam program yang mungkin mendorong atau memfasilitasi implementasi yang efektif. (Van Meter dan Van Horn,1975:465).
Sumber-sumber yang dimaksud dalam hal ini mencakup dana atau perangsang (incentive) yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. (Winarno, 2016:142).
Sumber daya yang tersedia haruslah memadai dan juga mendorong untuk diadakannya suatu implementasi kebijakan.
Sumber daya dalam kebijakan tersebut bukan hanya dari fasilitas saja tetapi juga dari sumber daya manusia yang melaksanakan kebijakan tersebut, begitu juga dengan sumber dana dan insentif yang diterima oleh sumber daya manusia dalam melakukan implementasi kebijakan tersebut.
Sumber daya menurut Mulyadi (2016:72) yaitu kebijakan perlu didukung oleh sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. Dengan adanya dukungan dari sumber daya pada pelaksanaan suatu kebijakan, dapat memperlancar pelaksanaan kebijakan tersebut hingga tercapainya tujuan yang telah ditetapkan pada kebijakan tersebut.
2.3. Komunikasi Antar Pelaksana
Implementasi yang efektif mensyaratkan bahwa standar dan tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab atas pencapaian mereka. Oleh karena itu, sangat penting memperhatikan kejelasan standar dan tujuan, keakuratan komunikasinya kepada pelaksana, dan konsistensi (atau keseragaman) yang ada dikomunikasikan oleh berbagai sumber informasi (Van Meter dan Van Horn, 1975:465).
Menurut Winarno (2016:162) komunikasi merupakan pemberian perhatian terhadap kejelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan implementasi, perlu adanya ketepatan komunikasi dengan para pelaksana, dan konsistensi atau keseragaman dari ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan yang dikomunikasikan dari berbagai sumber informasi. Kegiatan pelaksana dalam hubungan antar organisasi memiliki dua tipe mengenai hal yang paling penting.
21
Pertama, nasihat dan bantuan teknis yang dapat diberikan. Kedua, atasan dapat menyandarkan pada berbagai sanksi, baik positif maupun negatif.
Komunikasi dalam berbagai kasus implementasi suatu program terkadang perlu didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan yang diinginkan (Mulyadi, 2016:72).
Dalam implementasi suatu kebijakan hal yang paling penting adalah komunikasi, dimana komunikasi yang dilakukan oleh para implementor dari suatu kebijakan tersebut. Komunikasi tersebut dapat dilakukan dari atasan hingga kepada bawahan serta kepada masyarakat yang merasakan langsung dampak dari kebijakan tersebut. Komunikasi tersebut dapat berupa rapat koordinasi yang dilaksanakan rutin, dan sosialiasi yang dilakukan kepada masyarakat.
2.4. Karakteristik Agen Pelaksana
Banyak faktor yang termasuk dalam komponen model ini.
Mahasiswa politik birokrasi telah mengidentifikasi banyak karakteristik lembaga administratif yang mempengaruhi kinerja kebijakan mereka. (Van Meter dan Van Horn, 1975:470).
Karakteristik agen pelaksana yaitu struktur birokrasi diartikan sebagai karakteristik-karakteristik, norma – norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan. Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan yaitu kompetensi dan ukuran staff suatu badan, tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan subunit dan proses-proses dalam badan-badan pelaksana, sumber-sumber politik suatu organisasi, vitalitas suatu organisasi, tingkat komunikasi “terbuka”, yang didefenisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi, kaitan formal dan informal
suatu badan dengan badan “pembuat keputusan” atau “pelaksana keputusan.” (Winarno, 2016:162)
Karakteristik agen pelaksana adalah sejauh mana kelompok – kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan. Termasuk didalamnya karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, kemudian juga bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. (Mulyadi, 2016:72)
Karakteristik agen pelaksana dalam implementasi kebijakan adalah bagaimana para pelaksana kebijakan tersebut mendukung atau tidaknya kebijakan tersebut. Selain itu bagaimana pendapat dari lingkungan dimana kebijakan tersebut dilaksanakan. Pada indikator ini mengetahui seberapa banyak implementor dari suatu kebijakan tersebut.
2.5. Disposisi Pelaksana
Masing-masing komponen model yang dibahas di atas harus disaring melalui persepsi para pelaksana dalam yurisdiksi di mana kebijakan tersebut disampaikan. Tiga elemen respons pelaksana dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan kebijakan: kognisi (pemahaman) mereka tentang kebijakan, arah dari tanggapan mereka terhadapnya (penerimaan, netralitas, penolakan), dan intensitas respons itu. (Van Meter dan Van Horn, 1975:472)
Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu :
a. Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;
b. Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan;
c. Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor (Mulyadi, 2016:72)
Van Meter dan Van Horn berpendapat bahwa setiap komponen dari model ini harus disaring melalui persepsi-persepsi pelaksana dalam yurisdiksi dimana kebijakan tersebut dihasilkan. Ada tiga unsur dalam mengidentifikasikan tanggapan pelaksana kebijakan yaitu: kognisi (komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan, macam tanggapan terhadapnya (pemerintah, netralitas, penolakan) dan intesitas tanggapan itu. (Winarno, 2016:162)
23
Disposisi implementor ini membahas tentang pemahaman para implementor dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari suatu kebijakan. Selain itu, bagaimana pemahaman implementor dengan kebijakan tersebut, tanggapan yang didapatkan dari pemerintah ataupun lingkungan baik berupa penerimaan atau penolakan dan perfensi dari insensitas tanggapan atau penilaian tersebut.
2.6. Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik
Kebijakan publik berdampak pada kondisi ekonomi, sosial, dan politik pada kebijakan publik telah menjadi fokus banyak perhatian selama dekade terakhir. Mahasiswa politik negara komparatif dan kebijakan publik sangat tertarik untuk mengidentifikasi pengaruh variabel lingkungan ini terhadap keluaran kebijakan. (Van Meter dan Van Horn, 1975:471)
Para peminat perbandingan politik dan kebijakan publik secara khusus tertarik dalam mengidentifikasikan pengaruh variabel- variabel lingkungan pada hasil-hasil kebijakan. Sekalipun dampak dari faktor-faktor ini pada imlementasi keputusan-keputusan kebijakan mendapat perhatian kecil, namun menurut Van Meter dan Van Horn, faktor-faktor ini mungkin mempunyai efek yang mendalam terhadap pencapaian badan-badan pelaksana. (Winarno, 2016:162)
Kondisi sosial, ekonomi dan politik mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. (Mulyadi,2016:72) Dalam pelaksanaan suatu kebijakan lingkungan yang berada di sekitar pelaksanaan kebijakan tersebut sangatlah mendukung keberhasilan dari tujuan kebijakan tersebut. Bagaimana lingkungan eksternal mempengaruhi pelaksanaan kebijakan tersebut serta apa dampak yang diterima oleh masyarakat dengan diadakannya kebijakan tersebut.
Dalam model Van Meter dan Van Horn mengandaikan bahwa impementasi kebijakan itu berjalan linear dengan keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Dari beberapa model implementasi kebijakan di atas maka yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah model Van Meter dan Van Horn.
2.3. Manajemen Lalu Lintas
Manajemen lalu lintas merupakan hal yang penting dalam proses pengaturan dan penggunaan jalan, dimana manajemen lalu lintas ini melakukan kegiatan pengawasan dan kegiatan pengendalian dari arus lalu lintas. Kegiatan pengawasan dan pengendalian arus lalu lintas dari manajemen lalu lintas ini dilakukan dengan optimasi penggunaan sarana dan prasarana yang ada untuk memberikan kemudahan dan memperlancar sistem pergerakan lalu lintas
Menurut Alamsyah (2008), manajemen lalu lintas adalah suatu proses pengaturan dan penggunaan sistem jalan yang sudah ada dengan tujuan untuk memenuhi suatu kepentingan tertentu, tanpa perlu penambahan atau pembuatan infrastruktur baru.
Manajemen lalu lintas adalah suatu teknik perencanaan transportasi yang sifatnya langsung penerapan di lapangan dan biasanya berjangka waktu yang tidak terlalu lama. Manajemen lalu lintas akan berhubungan dengan arus lalu lintas itu sendiri beserta pengontrolannya dalam upaya untuk mengoptimumkan penggunaan prasarana transportasi dan juga sumber daya yang digunakan secara efisien dan terpadu. (Risdiyanto, 2014:1)
Berdasarkan definisi manajemen lalu lintas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen lalu lintas adalah proses pengaturan dan penggunaan sistem jalan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pemakaian jalan serta menghindari terjadinya kemacetan di jalan – jalan dalam kota. Manajemen lalu lintas ini juga umumnya diterapkan di kota –
25
kota yang masalah kemacetan lalu lintas merupakan ciri utamanya. Hal ini dikarenakan sifatnya yang mengoptimalisasikan jaringan fasilitas transportasi yang ada.
2.4. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang topik dan tema penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini. Berikut penelitian terdahulu yang Penulis rangkum dalam tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul dan
Nama Penulis Penelitian
Permasalahan Penelitian
Hasil Penelitian Perbedaan dengan Penelitian ini.
1. Implementasi Kebijakan Penetapan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Palu, oleh Wahyu (2013)
Padatnya penduduk Kota Palu sangat berpengaruh dengan mobilitas masyarakat. Dan hal ini
menyebabkan kemacetan lalu lintas dan kecelakaan sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dalam berlalu lintas di jalan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam implementasi kebijakan penetapan kawasan tertib lalu lintas di Kota Palu masih belum berjalan dengan baik. Indikator yang dikemukakan oleh Edward III hanya indikator komunikasi saja yang sudah berjalan dengan baik. Sedangkan ketiga faktor yang lain masih belum dapat berjalan dengan baik.
Perbedaan yang terdapat di dalam penelitian Wahyu dengan penelitian ini yaitu penelitian Wahyu lebih mengarah kepada permasalahan
kemacetan lalu lintas, sedangkan penelitian ini lebih mengarah kepada penggunaan ruang lalu lintas.
Penelitian Wahyu menggunakan model implementasi dari Edward III sedangkan penelitian ini
menggunakan model implementasi Van Meter dan Van Horn.
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
2. Pelaksanaan Permasalahan lalu Hasil penelitian ini Perbedaan yang
Kawasan tertib Lalu Lintas di Kota
Pontianak, oleh Saputri (2014)
lintas yang terjadi di Kota Pontianak tidak terlepas dari padatnya arus lalu lintas, ruas jalan yang tidak mampu menampung volume kendaraan, kesemrawutan pengguna jalan, ketidakteraturan parkir dan pedagang kaki lima. Sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas
menunjukkan karakteristik Kepolisian Resort Kota Pontianak yang sudah membekali para anggota polisi lalu lintasnya dengan SOP. Namun, sikap Kepolisian Resort Pontianak yang masih belum tegas dalam memberikan sanksi kepada yang melanggar peraturan lalu lintas yang hanya berupa teguran.
terdapat di dalam penelitian Saputri dengan penelitian ini yaitu penelitian Saputri lebih mengarah kepada karakteristik dari Kepolisian Resort Kota Pontianak dan belum tegasnya sanksi yang diberikan kepada masyarakat yang melakukan
pelanggaran lalu lintas sedangkan penelitian ini membahas
pelaksanaan kebijakan kawasan tertib lalu lintas di Kota Medan.
3 Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Kawasan Tertib Lalu Lintas Nomor 16 Tahun 2011
Ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Medan), oleh Gultom (2016)
Permasalahan penelitian ini adalah terjadinya kemacetan jalan dan pelanggaran lalu lintas di Kota Medan sebagai ibukota Sumatera Utara, khususnya pada jam – jam pergi dan pulang kerja merupakan salah satu permasalahan penting yang harus diatasi dan
dilakukan
pengaturan secara komprehensif antara stakeholder dengan pemerintah Kota Medan
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa adanya bentuk pelanggaran yang dilakukan
masyarakat Kota Medan yaitu, mulai dari perkara
kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM), STNK, pelanggaran lampu lalu lintas,
menerobos marka jalan, hingga tidak menggunakan helm.
Selain itu, masih kurangnya kesadaran hukum dan etika disiplin berlalu lintas masyarakat yang rendah, pengetahuan, mental dan perilaku serta penegakan hukum.
Perbedaan yang terdapat di dalam penelitian Gultom dengan penelitian ini yaitu penelitian dari Gultom lebih mengarah kepada pembahasan tentang implementasi kebijakan kawasan tertib lalu lintas yang ditinjau dari hukum administrasi negara sedangkan penelitian ini membahas tentang implementasi
kebijakan dengan pendekatan teori implementasi kebijakan publik.
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 4 Optimalisasi
Peran
Dalam upaya untuk mengurangi angka
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Perbedaan yang terdapat di dalam
27
Masyarakat Dalam Penerapan Kawasan Tertib
Lalu Lintas di Kabupaten Blora, oleh Ahsanuddin (2016)
pelanggaran berlalu lintas, para
pemangku jabatan mengeluarkan berbagai peraturan.
Namun hal ini menjadi kurang maksimal dikarenakan minimnya tingkat kesadaran
masyarakat pengguna jalan tentang manfaat dan arti pentingnya budaya disiplin dalam berlalu lintas secara baik dan benar.
penerapan kawasan tertib lalu lintas di Kabupaten Blora masih belum bisa berjalan sesuai dengan maksud, tujuan, dan yang diharapkan, peran masyarakat dalam penerapan kawasan tertib lalu lintas ini belum optimal, hal ini karena lebih disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas masih rendah, dan berbagai upaya perlu
ditingkatkan dan dikembangkan kembali untuk mengoptimalkan kesadaran
masyarakat dalam etika berlalu lintas.
Sehingga dapat terwujud keamanan dan kenyaman dalam berkendara.
penelitian Ahsanuddin dengan penelitian ini yaitu penelitian dari Ahsanuddin lebih mengarah kepada mengoptimalisasikan peran dari masyarakat dalam penerapan kebijakan kawasan tertib lalu lintas sedangkan penelitian ini mengarah kepada pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai implementor kebijakan.
2.5. Definisi Konsep
Menurut Umar (2004:51), Konsep adalah sejumlah teori yang berkaitan dengan suatu objek. Konsep diciptakan dengan menggolongkan dan mengelompokkan objek-objek tertentu yang mempunyai ciri-ciri yang sama.
Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah :
1. Kebijakan Publik, kebijakan publik merupakan keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan. Suatu kebijakan publik didasarkan pada
peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Dalam penjelasan ini adalah kebijakan kawasan tertib lalu lintas di Kota Medan.
2. Implementasi Kebijakan Publik, merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini adalah pelaksanaan kebijakan kawasan tertib lalu lintas.
3. Manajemen Lalu Lintas, manajemen lalu lintas adalah proses pengaturan dan penggunaan sistem jalan yang sudah ada dengan tujuan untuk memenuhi suatu kepentingan tertentu, tanpa perlu penambahan, pembuatan infrastruktur baru. Dalam hal ini, manajemen lalu lintas di kawasan tertib lalu lintas Kota Medan.
2.6. Hipotesis Kerja
Dalam penelitian kualitatif, hipotesis yang digunakan itu tidak diuji, namun dijadikan sebagai landasan atau panduan dalam menganalisis data.
Hipotesis Kerja menurut Umar (2010:38) adalah hipotesis yang bersumber dari kesimpulan teoritik, sebagai pedoman untuk melakukan penelitian.
Berdasarkan pemaparan dari teori di atas, maka penulis merumuskan hipotesis kerja Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan, yaitu: model implementasi yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn sebagai berikut; standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar pelaksana, karakteristik agen pelaksana, disposisi implementor, serta kondisi sosial, politik, dan ekonomi.
Dari hipotesis kerja di atas, hal yang ingin diteliti dari setiap indikator tersebut adalah:
29
1. Standar dan Sasaran Kebijakan
Hal yang ingin diteliti adalah tujuan dari kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini, apa yang menjadi tujuan dibentuknya kebijakan ini.
Selanjutnya, tindakan apa yang telah dilakukan oleh implementor agar tercapainya tujuan atau sasaran dari kebijakan ini. Selain itu, hal yang ingin diteliti adalah tentang hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan ini.
2. Sumber Daya
Hal yang ingin diteliti adalah peran dari implementor yang menjadi sumber daya manusia dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini. Selanjutnya, hal yang ingin diteliti yaitu sumber daya yang berupa fasilitas yang disediakan pada ruas jalan kawasan tertib lalu lintas. Apakah fasilitas tersebut masih layak pakai dan apakah fasilitas tersebut selalu mendapat perbaikan atau perawatan rutin dari dinas yang terkait.
3. Komunikasi Antar Pelaksana
Hal yang ingin diteliti adalah komunikasi antar para pelaksana kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini. Apakah para pelaksana kebijakan ini sudah melaksanakan rapat koordinasi dan apakah rapat koordinasi tersebut rutin dilakukan oleh para pelaksana. Selanjutnya hal yang ingin diteliti yaitu sosialisasi yang dilakukan pelaksana kebijakan ini, apakah pelaksana sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang kebijakan ini.
4. Karakteristik Agen Pelaksana
Hal yang ingin diteliti adalah pelaksana kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini. Siapa saja badan pelaksana yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan ini, dan apakah peran dan tugas dari setiap badan pelaksana dalam menjalankan kebijakan kawasan tertib lalu lintas ini.
5. Disposisi Implementor
Hal yang ingin diteliti adalah pemahaman para badan pelaksana tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) dari kawasan tertib lalu lintas ini. Selain itu, hal lain yang ingin diteliti adalah tindakan seperti apa yang dilakukan oleh setiap badan pelaksana jika ada masyarakat yang melakukan pelanggaran lalu lintas.
6. Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi
Hal yang ingin diteliti adalah bagaimana pengaruh dari lingkungan sosial, politik dan ekonomi pada pelaksanaan kebijakan kawasan tertib lalu lintas. Seperti apa lingkungan sosial, politik dan ekonomi tersebut memberikan pengaruh pada pelaksanaan kebijakan tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Bentuk Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Ragin & White dalam (Morissan, 2019:15), penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang mendalam (in - depth), berorientasi pada kasus dari sejumlah kecil kasus, termasuk satu studi kasus. Penelitian kualitatif berupaya menemukan data secara terperinci dari kasus tertentu, sering kali dengan tujuan menemukan bagaimana sesuatu terjadi.
Metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, menyajikan dan menganalisis data sehingga diperoleh gambaran yang cukup jelas tentang masalah yang dihadapi mengenai Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan. Oleh karena itu, peneliti akan mengumpulkan informasi yang terkait kepentingan implementasi dan bagaimana pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, Satlantas dan Satpol PP Kota Medan. Data – data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk deskripsi kata – kata agar lebih mudah dipahami sesuai dengan yang didapatkan di lapangan.
3.2. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan di Dinas Perhubungan Kota Medan yang beralamat di Jl. Pinang Baris, Lalang, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara. Satlantas Polrestabes Kota Medan yang beralamat di Jl. Adinegoro, Gaharu,
Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara. Kantor Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) Kota Medan yang beralamat di Jl. Arif Lubis No.2 Gaharu, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara.
Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini adalah karena Dinas Perhubungan, Satlantas Polrestabes, dan Satpol PP Kota Medan merupakan implementor dari kebijakan kawasan tertib lalu lintas Kota Medan dan merupakan instansi yang berwenang dalam pengawasan dan penertiban kawasan tertib lalu lintas di Kota Medan.
3.3. Informan Penelitian
Informan adalah orang yang diperkirakan menuasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Andi, 2010:147). Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Maka untuk memperoleh informasi yang jelas mengenai masalah yang sedang dibahas, maka dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan informan penelitiannya sehingga kemudian diperoleh informasi yang jelas dan dapat dipercaya yang berupa pernyataan, keterangan, atau data – data yang dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut.
Menurut Suyanto dan Sutinah (2011:43) informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu:
1 Informan Kunci (Key Informan) merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Dinas Perhubungan Kota Medan dan Kepala Seksi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Medan
2 Informan Utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi
33
informan utama adalah Kepala Sub Unit Pendidikan dan Rekayasa Satlantas Polrestabes Medan dan Kepala Seksi Komunikasi dan Kerjasama Satuan Polisi Pamoong Praja Kota Medan
3 Informan Tambahan merupakan mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan tambahan adalah masyarakat yaitu Pedagang Kaki Lima dan Pengemudi Becak Bermotor yang ada di Kawasan Tertib Lalu Lintas Kota Medan.
Informan penelitian diperoleh secara langsung dan berhubungan dengan objek yang akan diteliti dan dapat memberikan informasi terkait Implementasi Kebijakan Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kota Medan. Adapun informan dalam penelitian ini dapat dilihat dari matriks di bawah ini.
Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian
No Informan Penelitian Informasi Dibutuhkan Jumlah 1 Kepala Bidang Lalu
Lintas dan Angkutan Dinas Perhubungan Kota Medan
1. Standar dan sasaran kebijakan 2. Sumber daya
3. Komunikasi antar pelaksana 4. Karakteristik agen pelaksana 5. Disposisi implementor
6. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi
1
2 Kepala Seksi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Medan
1. Standar dan sasaran kebijakan 2. Sumber daya
3. Komunikasi antar pelaksana 4. Karakteristik agen pelaksana 5. Disposisi implementor
6. Kondisi sosial, politik dan ekonomi
1
3 Kepala Sub Unit Pendidikan dan Rekayasa Satlantas Polrestabes Kota Medan
1. Standar dan sasaran kebijakan 2. Sumber daya
3. Komunikasi antar pelaksana 4. Karakteristik agen pelaksana 5. Disposisi implementor
6. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi
1
4 Kepala Seksi Komunikasi dan Kerjasama Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan
1. Standar dan sasaran kebijakan 2. Sumber daya
3. Komunikasi antar pelaksana 4. Karakteristik agen pelaksana 5. Disposisi implementor
6. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi
1