• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Implementasi Kebijakan Publik

2.2.2. Model Implementasi Kebijakan Publik

Untuk melihat proses implementasi kebijakan tersebut berjalan dengan efektif, maka dapat dilihat dari beberapa model berikut, yaitu:

1. Model Edward III

Edward III dalam Subarsono (2009:90-92) berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:

a) Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

b) Sumber daya, walaupun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut

17

dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya finansial.

c) Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis.

Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

d) Struktur Birokrasi, struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Dalam model implementasi oleh Edward III ini dapat dilihat bahwa implementasi kebijakan ini terdapat 4 variabel yang saling berkaitan dan mempengaruhi implementasi kebijakan ini. Dan jika salah satunya tidak berjalan, maka proses implementasi kebijakan itu juga tidak efektif dan hasilnya tidak akan sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut.

2. Model Van Meter & Van Horn

Model Van Meter dan Van Horn ini merupakan salah satu model implementasi yang digunakan untuk melihat pengaruh dari implementasi dari suatu kebijakan tersebut kepada tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut. Dimana model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. (Nugroho:2003,167). Model implementasi ini memiliki 6 indikator yang saling terikat satu sama lain.

Menurut Van Meter dan Van Horn ada beberapa alasan mengapa tujuan – tujuan suatu kebijakan ditolak oleh orang-orang yang bertanggung jawab terhadap implementasi kebijakan tersebut, yakni:

tujuan – tujuan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya mungkin bertentangan dengan sistem nilai pribadi - pribadi para pelaksana, kesetiaan – kesetiaan ekstra organisasi, perasaan akan kepentingan diri sendiri, atau karena hubungan – hubungan yang ada dan yang lebih disenangi. Nugroho (2009:627) juga memaparkan beberapa variabel yang mempengaruhi kebijakan publik, diantaranya adalah:

1. Aktivasi implementasi kebijakan publik dan komunikasi antar organisasi;

2. Karakteristik agen pelaksana/implementator;

3. Kondisi ekonomi, sosial (termasuk budaya, keamanan), dan politik; dan;

4. Kecendrungan (disposition) pelaksana implementator.

Sedangkan pendapat lainnya yang dikemukakan oleh Anggara (2014:267) mengenai variabel – variabel independen yang mempengaruhi hubungan kebijakan publik dengan kinerja (prestasi kerja) kebijakan publik, sebagai berikut:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan publik;

2. Sumber-sumber kebijakan publik;

3. Ciri-ciri atau sifat badan/lembaga/instansi pelaksanaan;

4. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan pelaksanaan;

5. Sikap para pelaksana; dan

6. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.

Adapun model implementasi kebijakan yang dikemukan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sebagai berikut :

2.1. Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dan tujuan menguraikan keseluruhan tujuan kebijakan keputusan. Mereka melampaui dokumen generalisasi legislatif

19

untuk memberikan standar yang konkret dan lebih spesifik untuk menilai kinerja program. (Van Meter dan Van Horn,1975:462).

Standar dan sasaran kebijakan yang dikemukan oleh Van Meter dan Van Horn ini dapat menilai kinerja dari suatu program dengan mudah dalam beberapa kasus, seperti kasus yang sempit dan seara khusus. Namun dalam kebanyakan kasus, jauh lebih sulit untuk diidentifikasi dan diukur kinerja suatu program tersebut, seperti program tersebut luas atau tujuan kebijakan tersebut bersifat kompleks dan memiliki jangkauan yang jauh.

Menurut Winarno (2016:142), standar dan sasaran kebijakan adalah variabel yang mendasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor – faktor yang menentukan kinerja kebijakan.

Indikator kinerja merupakan tahap yang paling kursial dalam analisis implementasi kebijakan, yang mana indikator ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan.

Standar dan sasaran kebijakan itu merupakan indikator yang penting dalam suatu implementasi kebijakan. Dimana pada indikator ini menilai kinerja dari suatu kebijakan dan standar dan sasaran dari suatu kebijakan itu haruslah jelas dan terukur agar tidak menimbulkan interpretasi dan menyebabkan konflik antar implementor (Mulyadi, 2016:72)

2.2. Sumber Daya

Kebijakan memberikan lebih dari sekedar standar dan tujuan untuk menilai implementasi, mereka juga membuat sumber daya yang tersedia dapat memfasilitasi administrasi mereka. Sumber daya ini dapat mencakup dana atau insentif lain dalam program yang mungkin mendorong atau memfasilitasi implementasi yang efektif. (Van Meter dan Van Horn,1975:465).

Sumber-sumber yang dimaksud dalam hal ini mencakup dana atau perangsang (incentive) yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. (Winarno, 2016:142).

Sumber daya yang tersedia haruslah memadai dan juga mendorong untuk diadakannya suatu implementasi kebijakan.

Sumber daya dalam kebijakan tersebut bukan hanya dari fasilitas saja tetapi juga dari sumber daya manusia yang melaksanakan kebijakan tersebut, begitu juga dengan sumber dana dan insentif yang diterima oleh sumber daya manusia dalam melakukan implementasi kebijakan tersebut.

Sumber daya menurut Mulyadi (2016:72) yaitu kebijakan perlu didukung oleh sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. Dengan adanya dukungan dari sumber daya pada pelaksanaan suatu kebijakan, dapat memperlancar pelaksanaan kebijakan tersebut hingga tercapainya tujuan yang telah ditetapkan pada kebijakan tersebut.

2.3. Komunikasi Antar Pelaksana

Implementasi yang efektif mensyaratkan bahwa standar dan tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab atas pencapaian mereka. Oleh karena itu, sangat penting memperhatikan kejelasan standar dan tujuan, keakuratan komunikasinya kepada pelaksana, dan konsistensi (atau keseragaman) yang ada dikomunikasikan oleh berbagai sumber informasi (Van Meter dan Van Horn, 1975:465).

Menurut Winarno (2016:162) komunikasi merupakan pemberian perhatian terhadap kejelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan implementasi, perlu adanya ketepatan komunikasi dengan para pelaksana, dan konsistensi atau keseragaman dari ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan yang dikomunikasikan dari berbagai sumber informasi. Kegiatan pelaksana dalam hubungan antar organisasi memiliki dua tipe mengenai hal yang paling penting.

21

Pertama, nasihat dan bantuan teknis yang dapat diberikan. Kedua, atasan dapat menyandarkan pada berbagai sanksi, baik positif maupun negatif.

Komunikasi dalam berbagai kasus implementasi suatu program terkadang perlu didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan yang diinginkan (Mulyadi, 2016:72).

Dalam implementasi suatu kebijakan hal yang paling penting adalah komunikasi, dimana komunikasi yang dilakukan oleh para implementor dari suatu kebijakan tersebut. Komunikasi tersebut dapat dilakukan dari atasan hingga kepada bawahan serta kepada masyarakat yang merasakan langsung dampak dari kebijakan tersebut. Komunikasi tersebut dapat berupa rapat koordinasi yang dilaksanakan rutin, dan sosialiasi yang dilakukan kepada masyarakat.

2.4. Karakteristik Agen Pelaksana

Banyak faktor yang termasuk dalam komponen model ini.

Mahasiswa politik birokrasi telah mengidentifikasi banyak karakteristik lembaga administratif yang mempengaruhi kinerja kebijakan mereka. (Van Meter dan Van Horn, 1975:470).

Karakteristik agen pelaksana yaitu struktur birokrasi diartikan sebagai karakteristik-karakteristik, norma – norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan. Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan yaitu kompetensi dan ukuran staff suatu badan, tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan subunit dan proses-proses dalam badan-badan pelaksana, sumber-sumber politik suatu organisasi, vitalitas suatu organisasi, tingkat komunikasi “terbuka”, yang didefenisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi, kaitan formal dan informal

suatu badan dengan badan “pembuat keputusan” atau “pelaksana keputusan.” (Winarno, 2016:162)

Karakteristik agen pelaksana adalah sejauh mana kelompok – kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan. Termasuk didalamnya karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, kemudian juga bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. (Mulyadi, 2016:72)

Karakteristik agen pelaksana dalam implementasi kebijakan adalah bagaimana para pelaksana kebijakan tersebut mendukung atau tidaknya kebijakan tersebut. Selain itu bagaimana pendapat dari lingkungan dimana kebijakan tersebut dilaksanakan. Pada indikator ini mengetahui seberapa banyak implementor dari suatu kebijakan tersebut.

2.5. Disposisi Pelaksana

Masing-masing komponen model yang dibahas di atas harus disaring melalui persepsi para pelaksana dalam yurisdiksi di mana kebijakan tersebut disampaikan. Tiga elemen respons pelaksana dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan kebijakan: kognisi (pemahaman) mereka tentang kebijakan, arah dari tanggapan mereka terhadapnya (penerimaan, netralitas, penolakan), dan intensitas respons itu. (Van Meter dan Van Horn, 1975:472)

Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu :

a. Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;

b. Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan;

c. Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor (Mulyadi, 2016:72)

Van Meter dan Van Horn berpendapat bahwa setiap komponen dari model ini harus disaring melalui persepsi-persepsi pelaksana dalam yurisdiksi dimana kebijakan tersebut dihasilkan. Ada tiga unsur dalam mengidentifikasikan tanggapan pelaksana kebijakan yaitu: kognisi (komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan, macam tanggapan terhadapnya (pemerintah, netralitas, penolakan) dan intesitas tanggapan itu. (Winarno, 2016:162)

23

Disposisi implementor ini membahas tentang pemahaman para implementor dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari suatu kebijakan. Selain itu, bagaimana pemahaman implementor dengan kebijakan tersebut, tanggapan yang didapatkan dari pemerintah ataupun lingkungan baik berupa penerimaan atau penolakan dan perfensi dari insensitas tanggapan atau penilaian tersebut.

2.6. Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik

Kebijakan publik berdampak pada kondisi ekonomi, sosial, dan politik pada kebijakan publik telah menjadi fokus banyak perhatian selama dekade terakhir. Mahasiswa politik negara komparatif dan kebijakan publik sangat tertarik untuk mengidentifikasi pengaruh variabel lingkungan ini terhadap keluaran kebijakan. (Van Meter dan Van Horn, 1975:471)

Para peminat perbandingan politik dan kebijakan publik secara khusus tertarik dalam mengidentifikasikan pengaruh variabel-variabel lingkungan pada hasil-hasil kebijakan. Sekalipun dampak dari faktor-faktor ini pada imlementasi keputusan-keputusan kebijakan mendapat perhatian kecil, namun menurut Van Meter dan Van Horn, faktor-faktor ini mungkin mempunyai efek yang mendalam terhadap pencapaian badan-badan pelaksana. (Winarno, 2016:162)

Kondisi sosial, ekonomi dan politik mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. (Mulyadi,2016:72) Dalam pelaksanaan suatu kebijakan lingkungan yang berada di sekitar pelaksanaan kebijakan tersebut sangatlah mendukung keberhasilan dari tujuan kebijakan tersebut. Bagaimana lingkungan eksternal mempengaruhi pelaksanaan kebijakan tersebut serta apa dampak yang diterima oleh masyarakat dengan diadakannya kebijakan tersebut.

Dalam model Van Meter dan Van Horn mengandaikan bahwa impementasi kebijakan itu berjalan linear dengan keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Dari beberapa model implementasi kebijakan di atas maka yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah model Van Meter dan Van Horn.