• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK FILSAFAT HUKUM

Dalam dokumen A. Istilah dan Pengertian Filsafat (Halaman 106-112)

sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai kepada konsekuensinya yang terakhir, berpikir itu tidak separo-separo, tidak berhenti di jalan, tetapi terus sampai ke ujungnya. Hal ini pula yang menjadikan ciri khas yang dimiliki filsafat berbeda dengan ilmu pengetahuan pada umumnya yang hanya terpacu dari penggunaan asumsi, sedangkan dalam filsafat asumsi pun dibicarakan dan diciptakan.

2. Sangat Umum atau Universal

Berpikir universal tidak berpikir khusus, terbatas pada bagian-bagian tertentu, namun mencakup secara keseluruhan. Yang kemudian dideskripsikan bahwa filsafat cenderung mengkaji segala hal yang menyangkut keseluruhan, baik masalah ada dan tidaknya pun juga termasuk dalam pembahasannya, tanpa ada konsep suatu ilmu tertentu yang menjadi pembatasannya.

3. Sistematis

Berpikir sistematis, artinya berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran, dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling hubungan yang teratur. Yang berarti di mana perbincangan mengenai segala sesuatu itu dilakukan secara teratur, bersistem, tersusun, sehingga urutan dan tahapannya mengikuti aturan tertentu, dengan akibat mudah atau dapat diikuti siapa saja. Yang nantinya hasil dari hal tersebut dapat diuji ulang oleh orang lain dengan tanda kutip hal tersebut dikembalikan lagi bahwa harus hanya ada satu pengertian saja di antara berbagai asumsi yang berkembang.

Selain ketiga komponen utama yang menjadi karakteristik dari filsafat itu sendiri masih ada beberapa komponen-komponen pendukung yang juga masih memiliki kaitan, di antaranya:

1. Faktual

Dideskripsikan bahwa hasil dari pemikiran filsafat cenderung sebagai praduga atau anggapan-anggapan rasional tanpa kungkungan dari adanya dasaran ilmu ilmiah seperti kasus yang ada pada ilmu lain. Hal ini dikarenakan filsafat membentuk asumsi, tidak seperti ilmu pengetahuan kebanyakan yang berdiri di atas dasar adanya asumsi.

2. Bersangkutan dengan Nilai

C.J. Ducasse mengatakan bahwa Filsafat merupakan usaha untuk mencari pengetahuan, berupa fakta-fakta, yang disebut penilaian.

Yang dibicarakan dalam penilaian adalah tentang yang baik dan buruk, yang susila dan asusila dan akhirnya filsafat sebagai suatu usaha untuk mempertahankan nilai. Nilai-nilai tersebut nanti akan memunculkan terbentuknya tatanan nilai dalam segala aspek kehidupan.

3. Berkaitan dengan Arti

Segala yang berharga dan dianggap perlu dipertahankan keberadaannya dapat disimpulkan mengandung hal yang berarti.

Bagi para filosof-filosof demi mengungkapkan gagasan yang mengandung kepadatan makna, perlu adanya penciptaan kalimat-kalimat dengan bahasa yang logis dan tepat (ilmiah). Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghindari adanya keambiguan atau kesalahpahaman pemaknaan.

4. Implikatif

Pemikiran filsafat yang baik dan terpilih selalu mengandung implikasi (akibat logis). Dari implikasi tersebut diharapkan akan mampu melahirkan pemikiran baru sehingga akan terjadi proses pemikiran yang dinamis: dari tesis ke antitesis kemudian sintesis, dan seterusnya.... sehingga tidak habis-habisnya. Pola pemikiran yang implikatif (dialektis) akan dapat menyuburkan intelektual.

Sehingga dari hasil pemikiran –pemikiran tersebut masih memiliki kemungkinan akan adanya rencana tindak lanjut dari segala gagasan yang telah ada.

Sedangkan Menurut Wirodiningrat (1981: 113), filsafat mempunyai karakteristik sendiri, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. Yang dapat diartikan bahwa:

1. Menyeluruh dalam arti segala yang dijadikan pemikiran ataupun pengkajian di dalam filsafat tidak terbatas sekat-sekat aturan yang ada pada ilmu-ilmu lain. Hal ini membuktikan bahwa pembahasan dalam filsafat itu luas dan tidak terpaut dengan satu pemahaman dalam sudut pandang tertentu, yang di mana hasil dari pengkajian filsafat dapat digunakan untuk mengetahui hubungan cabang-cabang ilmu yang beragam.

2. Mendasar dalam arti kajian yang dilakukan di dalam filsafat bersifat menghakikat yang diartikan bahwa ulasan yang dibahas di dalam filsafat telah melalui tahapan detail dan pemikiran yang mendalam.

Hal ini, membuat hasil dari pemikiran filsafat dapat dijadikan pedoman bagi cabang-cabang ilmu yang lain.

3. Spekulatif dalam artian segala hasil pemikiran filsafat yang dijadikan pedoman oleh ilmu-ilmu lain, telah membuka celah sebagai cikal bakal terbentuk dan ditemukannya ilmu-ilmu baru.

Menurut Mohammad Noor Syam, filsafat mempunyai sifat atau ciri komprehensif, relatif, dan subjektif. Filsafat adalah satu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang sangat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia. Filsafat mencoba mengerti, menganalisis, menilai, dan menyimpulkan semua persoalan dalam jangkauan rasio manusia secara kritis, rasional, dan mendalam. Dengan perkataan lain, kesimpulan-kesimpulan filsafat bersifat hakiki, meskipun masih relatif dan subjektif. Kedua sifat terakhir ini tidak dapat dihindarkan karena adanya sifat alamiah kodrati pada subjek yang melakukan aktivitas berfilsafat itu sendiri. Yaitu manusia sebagai subjek selalu dalam proses perkembangan, baik rohani maupun jasmani. Terutama sifat subjek yang selalu cenderung memiliki watak subjektivitas, akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang subjektif pula. Faktor-faktor inilah yang melahirkan aliran-aliran filsafat, perbedaan-perbedaan dalam filsafat. Bahkan dapat pula berupa pertentangan-pertentangan asasi, kontradiksi-kontradiksi ajaran dan sebagainya.

Mohammad Noor Syam menampilkan pula karakteristik filsafat, yaitu kontemplatif (contemplative), spekulatif (speculative), dan deduktif (deductive). Beliau menjelaskan filsafat sebagai bidang penyelidikan, sebagai disiplin atau ilmu, mempunyai metode tertentu. Umumnya diketahui filsafat terutama mempergunakan metode kontemplatif, spekulatif, dan deduktif. Pada filsafat hukum sebagai suatu bidang penyelidikan dan suatu disiplin atau ilmu, mempunyai cara bekerja melalui kontemplatif, spekulatif, dan deduktif. Hal ini berarti kontemplatif, spekulatif, dan deduktif berlaku dalam filsafat hukum.

1. Kontemplatif dalam filsafat hukum

Merenung adalah suatu cara yang sesuai dengan watak filsafat, yaitu memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya. Kita dapat membayangkan proses perenungan (contemplative) itu berlangsung lama, dalam keadaan tenang dan hening sungguh-sungguh, dalam kesendirian atau kapan dan di manapun. Pada filsafat hukum berlaku pula metode kontemplatif.

2. Spekulatif dalam filsafat hukum

Filsafat sangat wajar menggunakan metode spekulatif (speculative) yang juga berarti perenungan atau merenung itu. Oleh sebab bukan saja objeknya yang tidak terbatas, melainkan juga tujuannya ialah untuk mengerti hakikat sesuatu. Mengerti hakikat sesuatu berarti kita harus menyelami melalui sesuatu secara lebih mendalam.

Wajar melalui perenungan dengan pikiran yang tenang, kritis, pikir murni. Cenderung menganalisis, menghubungkan antarmasalah, berulang-ulang sampai mantap. Pada filsafat hukum berlaku pula metode spekulatif.

3. Deduktif dalam filsafat hukum

Filsafat, sesuai dengan scope dan objeknya yang tidak terbatas itu, maka metode yang dipakainya bersifat deduktif. Berpikir dengan metode deduktif ini dimulai dari realita yang bersifat umum, guna mendapat kesimpulan tertentu yang khusus. Dalam batas-batas tertentu, filsafat mempergunakan metode ilmiah termasuk induktif, untuk mendapatkan kebenaran yang valid, melalui checking, re-checking, dan cross-checking. Pada filsafat hukum berlaku pula metode deduktif.

Theo Huijbers berpendapat bahwa karakteristik filsafat yaitu reflektif, juga universal, metodis, dan sistematis. Hal itu terdapat dalam uraiannya: “Metode yang khas bagi suatu pemikiran filsafat ialah refleksi yang atas pengalaman-pengalaman dan pengertian-pengertian tentang sesuatu hal dalam cakrawala yang universal;…..diminta untuk pengolahan pikiran secara ilmiah, yakni metodis dan sistematis.

Dengan demikian, filsafat hukum sebagai suatu bidang penyidikan dan suatu disiplin atau ilmu yang mempunyai karakteristik kontemplatif, spekulatif, deduktif, metafisis, reflektif, universal, metodis, dan sistematis.

Keterkaitan cabang-cabang ilmu yang satu dengan ilmu yang lain dapat dititiktemukan dengan adanya pengkajian dari filsafat. Filsafat dengan karakteristiknya dapat melahirkan dugaan-dugaan baru yang nantinya dapat ditindaklanjuti sebagai cikal bakal terbentuknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang baru. Oleh karena itu, pentingnya akan pemahaman dan mengetahui, menyadarkan besar pentingnya peran dari karakteristik filsafat.

Karakteristik filsafat hukum itu mencakup: (1) filsafat hukum membahas masalah-masalah hukum yang sifatnya umum; (2) filsafat hukum merupakan subspesies dari spesies etika dan genus filsafat;

(3) filsafat hukum merupakan kegiatan dan hasil pemikiran tinggi, luas, dan mendalam secara kontemplatif, spekulatif, deduktif, reflektif, komprehensif, sinoptis, metafisis, kritis, rasional, transendental, integral, dan universal mengenai hakikat hukum; (4) filsafat hukum memandang hukum sebagai perwujudan nilai, sistem norma, dan alat untuk mengatur masyarakat; (5) filsafat hukum mengkaji segala sesuatu secara mendasar/mendalam/fundamental/radikal (radix, berarti akar);

(6) filsafat hukum menjadi induk dari semua refleksi teoretis tentang hukum; (7) filsafat hukum berperan meneratas jalan bagi pertumbuhan dan pengembangan ilmu-ilmu hukum baik ilmu hukum normatif maupun ilmu hukum sosiologis; (8) variasi pemikiran dalam filsafat hukum menimbulkan bermacam-macam aliran atau ajaran filsafat hukum yang mengandung konsepsi-konsepsi atau teori hukum di dalamnya serta; (9) telaah filsafat hukum atas kehidupan kenegaraan/

ketatanegaraan dapat melahirkan fondamen filsafat/filsafat dasar, pandangan/pendirian hidup nasional, cita-cita hukum, norma dasar, norma asal/norma sumber, norma fundamental negara, jiwa bangsa, asas kerohanian negara, dan adi cita atau ideologi nasional, serta cara hidup bangsa suatu negara.

A. Aliran Hukum Alam

Aliran hukum alam telah berkembang sejak kurun waktu 2.500 tahun yang lalu, dan muncul dalam berbagai bentuk pemikiran. Dilihat dari sejarahnya, menurut Friedmann (1990: 47), aliran ini timbul karena kegagalan umat manusia dalam mencari keadilan yang absolut. Hukum alam di sini dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi.

Gagasan mengenai hukum alam didasarkan pada asumsi bahwa melalui penalaran, hakikat makhluk hidup akan dapat diketahui, dan pengetahuan tersebut mungkin menjadi dasar bagi tertib sosial serta tertib hukum eksistensi manusia. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibentuk oleh manusia (Soerjono Soekanto, 1985:5-6).

Secara sederhana, menurut sumbernya, aliran hukum alam dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu:

1. Aliran Hukum Alam Irasional

Aliran hukum alam irasional berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung.

Sebaliknya, aliran hukum alam yang rasional berpendapat bahwa sumber hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia. Pandangan yang muncul setelah zaman Renesanse (era ketika rasio manusia dipandang terlepas dari tertib ketuhanan) berpendapat bahwa hukum

7

Dalam dokumen A. Istilah dan Pengertian Filsafat (Halaman 106-112)