• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH FILSAFAT HUKUM

Dalam dokumen A. Istilah dan Pengertian Filsafat (Halaman 88-93)

spesialisme menjadi semakin intensif di satu pihak, tetapi di lain pihak menjadikan kita kehilangan akan sumber pemikiran filsafatnya, sehingga munculnya ilmuwan-ilmuwan yang kehilangan visi dan orientasi filsafatnya. Kemungkinan muncul ilmuwan-ilmuwan kehilangan visi dan orientasi filsafatnya itu harus dicegah, dihindari, dan disadari agar hal itu tidak terjadi.

Pembahasan mengenai sejarah filsafat hukum, Prof. Dr. Drs. Lili Rasjidi, S.H., LLM. mengemukakan di dalam kepustakaan filsafat hukum terdapat berbagai periodisasi atau pembabakan sejarah filsafat hukum dari dahulu hingga saat ini. Pada umumnya pembabakan itu: (1) zaman purbakala, meliputi: (a) masa Yunani kuno, mencakup: (i) masa pra-socrates, (ii) masa pra-socrates, Plato/Aristokles, dan Aristoteles/Aristotle, dan (iii) masa Stoa, serta (b) masa Romawi; (2) abad pertengahan, meliputi: (a) masa gelap dan (b) masa skolastik; (3) zaman renaissance dan zaman baru; serta (4) zaman modern.

Salah satu pembagian sederhana dalam mempelajari sejarah filsafat Barat dari Harry Hemersma, yaitu: (1) zaman kuno (600-400 SM); (2) zaman Patristik dan Skolastik (400 SM-1500 M); (3) zaman modern (1500-1800); dan (4) zaman sekarang (setelah tahun 1800). Prof.Darji Darmodihadjo,S.H. dan Dr. Shidarta, S.H., M.Hum. mengemukakan sebutan zaman Patristik dan Skolastik dipecah menjadi dua, yaitu zaman Patristik dimasukkan sebagai periode terakhir dari zaman kuno, sedangkan zaman Skolastik merupakan penjelasan periode Abad Pertengahan. Masa setelah tahun 1800 dibedakan ke dalam dua kelompok besar, yaitu: (1) Filsafat abad ke-19 dan filsafat abad ke-20.

Pada tiap-tiap bagian diuraikan secara singkat beberapa aliran filsafat yang menonjol. Sejarah filsafat Barat dibedakan ke dalam periode-periode sebagai berikut: 1. Zaman kuno (600 SM-400 M): a. Zaman pra-Socrates, b. Zaman keemasan Yunani, c. Zaman Hellenisme, dan d.

Zaman Patristik; 2. Abad Pertengahan (400-1500); 3. Zaman modern (1500-1800): a. Zaman Ranaissance, b. Zaman Barok, c. Zaman Fajar Budi, dan d. Zaman Romantik; 4. Zaman Sekarang (setelah 1800); a.

Filsafat abad ke-19; 1) Positivisme, 2) Marxisme, dan 3) Pragmatisme, b. Filsafat abad ke-20: 1) Neokantianisme, 2) Fenomenologi, 3) Eksistensialisme, dan 4) Strukturalisme.

Di samping itu, pada zaman purbakala, sejarah filsafat hukum dapat ditelusuri dari berbagai belahan bumi lainnya seperti Mesir

kuno, Babilonia, Asiria, India kuno, dan Tiongkok (Cina) kuno. Prof.

Dr. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H. membagi sejarah filsafat hukum ke dalam empat kurun zaman, yaitu: (1) zaman klasik, (2) abad pertengahan, (3) zaman modern, dan (4) zaman sekarang. Dalam buku ini secara garis besar penulis menggunakan pembabakan sejarah filsafat hukum ke dalam tiga kurun zaman, yaitu: (1) zaman kuno, (2) zaman pertengahan, dan (3) zaman modern.

1. Zaman Kuno

Sejarah filsafat hukum pada zaman kuno meliputi masa Mesir kuno, Babilonia, Asiria, dan India kuno; masa Tiongkok (Cina) kuno; masa Yunani kuno; serta masa Romawi. Masa Yunani kuno mencakup submasa pra-Socrates; submasa Socrates, Plato/Aristikles, dan Aristoteles; serta submasa Stoa.

a. Masa Mesir Kuno, Babilonia, Asiria, dan India Kuno

Catatan sejarah filsafat yang tertua sejarah tahun 4.000 Sebelum Masehi (bC = before Christ), diungkapkan oleh Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, S.H. Bahwa catatan sejarah yang tertua tentang ide-ide filosofis terutama berasal dari Mesir (lembah sungai Nil), di sekitar Euphrates dan Tigris atau Timur Tengah umumnya sejak 4000 SM sudah tumbuh ide-ide filsafat, terutama yang tersimpul di dalam Vedas (2500 SM). Di Babilonia 2400 SM, dilengkapi pula oleh catatan-catatan ajaran ethica Yahudi sekitar 800 SM. Sumber ide-ide filsafat dari Timur Tengah ini dapat dimengerti, arena wilayah ini merupakan pusat atas agama-agama tertua yang diwahyukan Tuhan. Oleh karena itu, bangsa-bangsa di wilayah ini relatif lebih awal berkebudayaan dibandingkan dengan wilayah lainnya. Catatan sejarah yang tertua tentang ide-ide filsafat (di Barat), dimulai di Yunani sekitar 760 SM. Pemikiran tentang filsafat ini jauh mendahului pemikiran manusia tentang ilmu (science).

Menurut Drs. Mohammad Alim Zaman, M.Pd., akar peradaban berasal dari peradaban Timur, yaitu dari daerah-daerah sekitar Mediterania yang mencakup daerah Mesir kuno, lembah Mesopotania, dan kawasan di luar lembah itu pada masa sekurang-kurangnya tahun 4.000 SM. Beliau mengemukakan akar peradaban Barat ini terletak di Timur, ialah di suatu kawasan peradaban yang dikenal sebagai Dunia

kuno. Yang dimaksud dengan Dunia Kuno adalah peradaban yang terjadi di daerah-daerah sekitar Mediterania di masa Sebelum Masehi.

Daerah-daerah yang dimaksud di antaranya Mesir kuno, Lembah Mesopotania mengesankan dengan monumen yang megah sejarahnya yang melengkapi paling sedikit 4.000 tahun dan ketenarannya sebagai masyarakat yang berpengetahuan luas dan terampil. Warisan Mesir dan Babilonia serupa ini telah bertahan lama lebih dari 5.000 tahun.

Berkenaan dengan peradaban-peradaban kuno Babilonia, Mesir, dan Asiria dalam sekitar abad ke-20 SM hingga abad ke-8 SM, Prof. Dr. JJ.

von Schmid menuturkan berabad-abad telah lampau sebelum manusia mulai berpikir tentang negara dan hukum, selama itu peradaban-peradaban yang tinggi lahir dan musnah dengan tidak diinsyafi orang dasar-dasar apa yang menyebabkan masyarakat boleh mengadakan peraturan-peraturan yang mengikat penduduk, menetapkan suruhan-suruhan dan larangan-larangan untuk perbuatan-perbuatan mereka.

Raja-raja yang maha kuasa dengan kekuasaan secara Timur dan sewenang-wenang, telah menindas dan membinasakan bangsa-bangsa dengan cara yang tak ada bandingannya di kemudian hari dan bangsa-bangsa itu telah dikuasai dengan tidak bisa melawan, sedangkan alam pikiran mereka tidak memberontak dan daya berpikir tidak beradu dengan daya perbuatan. Kita teringat pada peradaban-peradaban kuno Babilonia, Mesir, dan Asiria, pada kekejaman luar biasa dalam paruh kedua abad ke-8 SM dari Raja Asiria Tigladpilesar III terhadap bangsa-bangsa yang ditaklukkannya dengan mencampuradukkan bangsa-bangsa itu satu sama lain dan memusnahkan mereka untuk selama-lamanya. Di samping itu, zaman “kebangunan manusia” itu juga mengenal raja-raja yang baik budi seperti pembuat undang-undang tertua yang dikenal, Raja Babilonia Hamurabi (± 1.800 SM) yang setelah menguasai Babilonia Selatan dan menjadi raja pertama dari seluruh Babilonia, menghapuskan pertentangan-pertentangan antara kedua bangsa itu dengan satu perundang-undangan sehingga dengan demikian ia menegakkan persatuan baru, yaitu Babilonia yang tidak terbagi-bagi, dengan Babilon sebagai ibu kotanya. Tentang undang-undang Hamurabi di Babilonia sebagai undang-undang tertua yang paling penting dalam sejarah, dikemukakan oleh Dr. Subhi Rajab Mahmassani bahwa undang-undang Hammurabi (1792-1750 SM di bawah wangsa

Hammurabi 18301530 SM) adalah Raja Babilonia abad ke-18 SM. la terkenal dengan undang-undangnya yang ditemukan oleh ekspedisi arkeologi Prancis pada abad ke-20 Mini di Kota Susa, wilayah kerajaan Babilonia (yang terletak di lembah antara sungai Efrat dan sungai Tigris semasa sejarah dunia kuno, penulis) sebelah utara sungai Efrat.

Undang-undang Hammurabi yang berbentuk tulisan prasasti pada batu ini dianggap sebagai undang-undang tertua yang tertulis dan dikenal orang, dan undang-undang yang dibuat orang sesudah itu dipengaruhi oleh undang-undang tersebut.Undang-undang tersebut berisi hukum pidana, hak-hak undang Hamurabi merupakan kodifikasi hukum adat yang berlaku pada sewa binatang ternak, eksploitasi barang, masalah perkawinan, utang-istimewa pegawai pemerintah, hukum dagang, sewa-menyewa, upah. Namun demikian, dalam undang-undang ini masih tampak hukum yang frutang dan soal penahanan. Juga masalah keluarga dan perbudakan. Terhadap budak, seperti halnya undang-undang lainnya di masa bersifat keras dalam menangani kejahatan, utang-piutang, dan perlakuan. Misalnya, hukuman mati bagi pelaku pencurian, perzinaan, atau perampokan, pelaku kebakaran, penculikan, penipuan, dan saksi palsu dalam hal yang menyangkut hukuman mati. Dengan demikian, undang-lampau, undang ini berpegang pada hukum qisas (lex talionis) yaitu mata dibalas mata, gigi dibalas gigi, dan seterusnya. Di samping kerasnya hukuman terhadap sebagian hak-hak asasi dalam undang-undang Hammurabi ini, ia mengandung unsur penghargaan manusia.

Khususnya dalam menghormati hak milik individu.

Menurut Dr. Theo Huijbers, sejak munculnya hukum (Undang-Undang Hammurabi/1792-1750 SM) di Babilonia (abad ke SM) dan di Yunani kuno (600 SM), peraturan-peraturan yang berlaku dianggap berhubungan dengan kehendak Tuhan. Dalam cakrawala religius zaman dahulu, hukum yang dibentuk oleh seorang raja, dianggap langsung berasal dari Tuhan sendiri. Apa yang dikehendaki raja dianggap dikehendaki Tuhan. Akan tetapi, pada umumnya orang sudah yakin pengertian hukum yang sebenarnya tidak seluas aturan Tuhan. Pada zaman sekarang pengertian hukum sebagai aturan yuridis dibatasi pada hukum negara. Negara merupakan sumber hukum yang unggul, telah diakui sejak awal zaman modern.

Dalam dokumen A. Istilah dan Pengertian Filsafat (Halaman 88-93)