• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Komunitas Nelayan Cagar Biosfer GSKBB

Bidang III Pengembangan Area Transis

WAKIL KETUA BADAN KOORDINASI:

4.3 Hasil dan Pembahasan

4.3.3 Karakteristik Komunitas Nelayan Cagar Biosfer GSKBB

Selain sebagai sumber protein untuk konsumsi rumah tangga, ikan juga merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat di perairan Cagar Biosfer GSKBB. Mereka yang mempunyai mata pencaharian utama dari sumber daya ikan disebut nelayan (fisherman). Jumlah kepala keluarga nelayan di masing- masing desa di perairan Cagar Biosfer GSKBB dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dibandingkan dengan populasi penduduk desa, jumlah nelayan tergolong kecil karena hasil tangkapan ikan cenderung menurun sehingga sebagian besar penduduk beralih menggantungkan hidupnya pada usaha perkebunan. Sebagian besar nelayan berasal dari suku Melayu Siak, sebutan untuk kelompok Melayu yang tersebar di daerah pesisir Riau yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Siak. Namun, tingginya migrasi penduduk yang masuk ke Cagar Biosfer GSKBB mempengaruhi heterogenitas nelayan di wilayah ini. Beberapa orang Jawa ikut menjadi nelayan di Desa Tasik Serai Timur, dan ikut menangkap ikan secara musiman pada saat populasi ikan meningkat di Desa Tasik Betung dan Tasik Serai.

Tabel 4.3 Jumlah nelayan di wilayah perairan Cagar Biosfer GSKBB Asal desa Kecamatan Kabupaten Jumlah

(KK)

Proporsi dari Penduduk (%)

Temiang Bukit Batu Bengkalis 12 2,87

Lubuk Gaung Siak Kecil Bengkalis 50 8,98

Langkat Siak Kecil Bengkalis 30 6,77

Bukit Kerikil Bukit Batu Bengkalis 5 0,35

Tasik Tebing Serai Pinggir Bengkalis 6 0,92 Tasik Serai Timur Pinggir Bengkalis 51 5,82

Tasik Serai Pinggir Bengkalis 102 6,80

Tasik Betung Sungai Mandau Siak 6 3,45

Jumlah 262

Sumber: hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan nelayan

Sebagian dari nelayan bermukim di beberapa kelompok bagan (pondok) yang tersebar di pinggir sungai utama yang berdekatan dengan kuala tasik atau muara anak sungai (Gambar 4.2). Hal ini merupakan strategi untuk memperpendek jarak untuk menjangkau lokasi sumber daya sehingga lebih efisien daripada menjangkaunya setiap hari dari permukiman induk. Bagan merupakan milik per orangan, namun hanya beberapa pondok yang dihuni secara lengkap bersama istri dan anak-anaknya. Anak-anak usia sekolah biasanya tinggal bersama

66

keluarga induk di permukiman permanen yang mempunyai fasilitas pendidikan. Dalam setahun, bagan nelayan ini dihuni dalam jangka waktu 6-9 bulan. Pada musim banjir, sebagian nelayan pulang ke permukiman induk di desa asal karena hasil tangkapan ikan menurun drastis. Pada saat air mulai surut, mereka kembali ke bagan seiring dengan meningkatnya hasil tangkapan. Di sini, bagan hanya sebagai tempat menginap dan mengolah hasil tangkapan ikan, bukan merupakan simbol penguasaan terhadap sumber daya perairan, karena semua wilayah perairan merupakan milik umum. Setiap nelayan boleh memasang alat tangkap pada satu tempat bersama-sama nelayan lain, tidak ada penguasaan wilayah secara khusus oleh perorangan.

a) b)

Gambar 4.2 Pondok nelayan; a) di Tasik Kemenyan di saat surut, b) di Kuala Tasik Ketialau

Permukiman nelayan di Sungai Siak Kecil yang tergolong besar berada di Kuala Tasik Pepagar, Kuala Sungai Pesingin, Kuala Tasik Ungus, Kuala Tasik Ketialau, Kuala Tasik Serai, Bagan Benio, dan Pulai Bungkuk (Tabel 4.4). Sebagian besar nelayan yang tinggal di beberapa bagan di bagian hilir sampai di Kuala Tasik Ketialau berasal dari penduduk desa-desa di bagian hilir Sungai Siak Kecil, yaitu dari Desa Lubuk Gaung dan Langkat, Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis. Sementara itu, nelayan yang bermukim di Kuala Tasik Serai, Bagan Siam dan beberapa bagan di bagian hulu sungai sebagian besar merupakan penduduk desa setempat ditambah dari penduduk desa-desa di bagian hilir Sungai Siak Kecil. Selain mereka yang tinggal di bagan, sebagian nelayan tinggal di permukiman induk di Desa Tasik Betung dan Desa Tasik Serai karena lokasi penangkapan di tasik masih bisa dijangkau setiap hari dari rumah mereka.

Bagan di pinggir Sungai Siak Kecil bersifat semi permanen, kecuali di Bagan Benio dan Pulai Bungkuk. Bagan Benio dan Pulai Bungkuk merupakan permukiman permanen di pinggir Sungai Siak Kecil yang berkembang sejak tahun 1942, sebagai dusun paling tua dari Desa Tasik Serai, di dalamnya terdapat Sekolah Dasar yang dibangun pada tahun 1978. Dua permukiman ini berdekatan, berada di atas hamparan tanah mineral yang dikelilingi oleh hutan rawa gambut. Karena mempunyai sumber daya selain ikan maka jumlah nelayan di dua pemukiman ini lebih banyak dibandingkan dengan pemukiman lainnya. Selain

67 sebagai nelayan, penduduk dusun ini juga berkebun karet, namun sudah lama tidak dapat melakukan perluasan areal karena lahan di sekitarnya bergambut dalam. Hal ini karena tanaman karet tidak mampu tumbuh di lahan gambut dalam, sehingga sebagian penduduk telah berpindah ke daerah lain yang mempunyai jenis tanah mineral dan memilih lokasi yang lebih mudah dijangkau dengan jalan darat.

Tabel 4.4 Sebaran dan jumlah pondok nelayan di Sungai Siak Kecil dan kompleks tasik di sekitarnya (dari arah hilir ke hulu sungai)

Lokasi Wilayah desa Jumlah Asal nelayan

Muara Sungai Pesimsim Tasik Betung 5 Langkat, Lubuk Gaung Kuala Sungai Antan Tasik Betung 9 Langkat, Lubuk Gaung Kuala Tasik Pepagar Tasik Betung 15 Langkat, Lubuk Gaung Kuala Tasik Pesingin Tasik Betung 15 Langkat, Lubuk Gaung Kuala Tasik Ungus Tasik Betung 16 Langkat, Lubuk Gaung,

Tasik Betung Kuala Tasik Membalu Tasik Betung 5 Lubuk Gaung, Tasik

Betung Kuala Tasik Betung Tasik Betung 1 Tasik Betung Kuala Tasik Ketialau Tasik Tebing

Serai

18 Langkat, Lubuk Gaung, Tasik Betung

Kuala Tasik Serai Tasik Serai Timur

13 Tasik Serai Timur Kuala Tasik Mato

Songsang

Tasik Serai Timur

6 Tasik Serai Timur, Lubuk Gaung

Pangkalan Siam Tasik Serai 7 Tasik Serai, Langkat Bagan Benio Tasik Serai 50 Tasik Serai

Pulai Bungkuk Tasik Serai 24 Tasik Serai Bagan Belado Tasik Serai 9 Tasik Serai Kuala Sungai

Mengkuang

Tasik Serai Barat

2 Lubuk Gaung Empang Dusun Tasik Serai

Barat

10 Tasik Serai, Bukit Kerikil, Lubuk Gaung

Jumlah 205

Jumlah pondok nelayan Sungai Bukit Batu (Tabel 4.5) lebih sedikit dibandingkan dengan nelayan Sungai Siak Kecil (Tabel 4.4). Hal ini karena panjang Sungai Bukit Batu lebih pendek dan kecenderungan hasil tangkapan ikan semakin menurun. Menurut pengakuan warga Desa Temiang, jumlah nelayan Sungai Bukit Batu menurun drastis sejak tahun 2005 seiring dengan penurunan hasil tangkapan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat kegiatan pembangunan hutan tanaman di sekitar yang membuat kanal dan membuang air rawa gambut ke Sungai Bukit Batu. Pada saat air laut pasang, kekeruhan air menyebar ke bagian hulu sungai sehingga menggganggu kehidupan ikan.

Sebagian besar nelayan di Sungai Bukit Batu maupun di Sungai Siak Kecil menggunakan perahu bermotor untuk mengarungi sungai dan tasik. Penggunaan perahu dayung hanya terbatas untuk menangkap ikan di sekitar pondok. Pemilik

68

perahu bermotor mempunyai jarak jelajah tangkapan >5 km dari pondok, sementara jarak jelajah pemilik perahu dayung <2 km. Lokasi yang dikunjungi biasanya dekat dengan tanaman rasau (Pandanus helicopus) yang tumbuh di tepi sungai dan tasik, tempat dimana ikan banyak berkumpul. Selanjutnya, mereka akan memasang alat tangkap di sekitarnya.

Tabel 4.5 Sebaran dan jumlah pondok nelayan di Sungai Bukit Batu dan kompleks tasik di sekitarnya (dari arah hilir ke hulu sungai)

Lokasi Wilayah desa Jumlah Asal nelayan

Tasik Baru Temiang 1 Temiang

Tasik Kemenyan Temiang 2 Temiang

Tasik Terentang Temiang 1 Temiang

Tasik Anggung Temiang 2 Temiang

Tasik Rantau Panjang Temiang 1 Temiang

Tasik Pangkalan Temiang 1 Temiang

Jumlah 8

Alat tangkap ikan yang digunakan masih tradisional, yaitu: lukah, pancing, jala, jaring apung, belat dan hambat. Lukah (pot trap) merupakan alat jebak ikan, dapat dibedakan berdasarkan bahan untuk membuatnya dan jenis atau ukuran ikan yang akan ditangkap. Lukah baring dibuat dari bambu dan rotan untuk menangkap semua ikan yang berukuran sedang. Lukah tali dibuat dari kain tali, mempunyai banyak variasi ukuran tergantung besar kecilnya kerangka lukah, ukuran mata tali atau mata jaring (mesh size) yang digunakan, serta jenis dan ukuran ikan yang akan ditangkap. Lukah tali lebih banyak digunakan daripada

lukah baring karena lebih mudah dalam mendapatkan bahan baku dan pengerjaannya. Lukah tali berukuran besar biasanya digunakan untuk menangkap ikan tapah, Lukah tali dengan mata tali ukuran sedang untuk menangkap ikan baung (Mystus nemurus Cuv. & Val.), dan yang bermata rapat untuk menangkap ikan selais dan ikan-ikan kecil lainnya.

Khusus di tasik (danau), para nelayan biasanya menggunakan belat, lukah, dan hambat untuk menangkap ikan. Belat adalah rangkaian pancang kayu yang disusun membentang di muara tasik untuk mengarahkan ikan yang akan keluar dari tasik menuju sungai melalui pintu yang disediakan pada alur yang dalam. Di tasik yang kecil, pintu tersebut ditutup dengan lukah (Gambar 4.3a), sementara di tasik yang besar biasanya dipasang hambat sebagai alat jebak (Gambar 4.3b). Selain di muara tasik, hambat juga dipasang pada beberapa anak sungai yang dalam. Alat hambat di beberapa tasik di sekitar Sungai Siak Kecil berjumlah 24 unit, dengan sebaran dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Hasil tangkapan ikan di wilayah perairan Cagar Biosfer GSKBB fluktuatif, dipengaruhi oleh fluktuasi tinggi muka air dan alat tangkap yang digunakan. Di Sungai Siak Kecil, air mulai surut pada bulan Februari dan mencapai surut terendah pada Juli – Agustus. Muka air mulai naik pada bulan September dan mencapai puncaknya pada bulan Desember – Januari. Penelitian Husnah et al.

69 (2010) di 14 titik pengamatan yang tersebar di sungai dan beberapa tasik yang terhubung dengan Sungai Siak Kecil menunjukkan bahwa penggunaan lukah pada saat muka air tinggi lebih efektif dibandingkan dengan jaring (gill net), dan sebaliknya pada saat muka air rendah lebih efektif menggunakan jaring (Tabel 4.7).

a) b)

Gambar 4.3 Alat tangkap jebak yang digunakan oleh nelayan; a) Lukah untuk menutup muara tasik yang berkuran kecil, b) Nelayan sedang mengangkat hambat di Kuala Tasik Serai

Tabel 4.6 Jumlah alat hambat di beberapa tasik di sekitar Sungai Siak Kecil Tasik/sungai Jumlah Asal nelayan

Tasik Betung 1 Tasik Betung

Tasik Baru 1 Tasik Serai

Tasik Serai 9 Tasik Serai Timur Pangkalan Siam 3 Tasik Serai

Bagan Samak 1 Tasik Serai

Sungai Mengkuang 1 Tasik Serai Sungai Sigeronggang 3 Tasik Serai

Empang Dusun 1 Langkat

Puang Sembilan 4 Tasik Serai, Tasik Serai Timur, Tasik Serai Barat

Jumlah 24

Tabel 4.7 Hasil tangkapan ikan berdasarkan jenis alat tangkap dan ketinggian muka air di Sungai Siak Kecil

Alat tangkap

Ketinggian muka air

Tinggi Rendah

Lukah 5-25 kg/hari/nelayan 3-6 kg/hari/nelayan Jaring 5-16 kg/hari/nelayan 4-8 kg/hari/nelayan Sumber: Marini dan Husnah (2011)

70

Menurut pengakuan nelayan Tasik Betung dan Tasik Serai, panen raya ikan di tasik terjadi dua kali, yakni pada awal dan akhir musim hujan. Pada saat muka air tinggi, ikan menyebar sampai ke rawa-rawa yang jauh dari badan air sungai dan tasik. Ketika muka air secara gradual menurun, banyak ikan yang semula terjebak di rawa-rawa kembali memasuki badan air sungai dan tasik. Pada awal musim hujan dan permukaan air rawa mulai naik, hambat dipasang di pintu belat

untuk menangkap ikan yang akan memasuki tasik, biasanya terjadi pada bulan Oktober – November. Pada akhir musim hujan dan permukaan air rawa mulai surut, lukah dan hambat dipasang dengan arah sebaliknya untuk menangkap ikan yang akan keluar dari tasik menuju sungai, biasanya terjadi pada bulan Mei - Juni. Nelayan Sungai Siak Kecil mengaku bahwa hasil tangkapan ikan semakin menurun karena durasi banjir pada tasik dan area sekitarnya semakin pendek, yakni kurang dari 3 bulan. Mereka menduga hal ini karena pengaruh pembangunan kanal sodetan di Desa Langkat, di bagian hilir Sungai Siak Kecil, yang dibuat pada tahun 1978 untuk menghindarkan banjir kawasan transmigrasi Sungai Linau. Perubahan penggunaan lahan di sekitar tasik, dari hutan alam menjadi hutan tanaman dan perkebunan, yang disertai dengan pembuatan kanal drainase juga telah mengubah hidrologi di wilayah ini. Selain itu, penggunaan alat tangkap yang intensif juga dapat menurunkan populasi ikan. Alat hambat yang dipasang pada awal musim hujan telah mengganggu ruaya ikan yang akan masuk ke dalam tasik untuk memijah. Penggunaan lukah tali yang terlalu rapat juga dapat menangkap ikan dengan ukuran kecil, termasuk anakan, sehingga mengurangi reproduksi.

4.3.4 Relasi Kekuasaan Antar Aktor dalam Pemanfaatan Sumber Daya