• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Karakteristik Kurikulum SD 2013

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Kajian Pustaka

1. Karakteristik Kurikulum SD 2013

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dakir (2004: 3) kurikulum adalah suatu program pendidikan yang berisi berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan, dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku untuk dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan.

Sedangkan menurut Widyastono (2014: 11) Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari pemaparan ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana yang menjadi pedoman guru untuk menyelenggarakan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi siswa dalam mencapai tujuan pendidikan.

Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Kurikulum 2013. Fadlillah (2014: 31) menjelaskan bahwa Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang dimaksudkan untuk melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Hidayat (2013: 113) menyatakan bahwa orientasi Kurikulum 2013 yaitu peningkatan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill), dan

pengetahuan (knowledge). Sesuai dengan pendapat Hidayat tersebut, Rusman (2017: 420) menuturkan bahwa kurikulum 2013 merupakan peningkatan dan keseimbangan antara soft skills dan hard skills dari peserta didik yang meliputi aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Berdasarkan pengertian Kurikulum 2013 yang telah disampaikan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa Kurikulum 2013 adalah kurikulum penyempurna dari kurikulum sebelumnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di mana lebih menekankan soft skill dan hard skill peserta didik yang meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam proses pembelajaran.

Dalam pembelajaran Kurikulum 2013 terdapat karakteristik yang menjadi ciri khusus dibandingkan dengan kurikulum yang ada di Indonesia sebelumnya. Karakteristik Kurikulum 2013 sebagai berikut:

a. Pembelajaran Terpadu

Kurniawan (2014: 59) menjelaskan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang pembahasan materinya saling mengkaitkan berbagai bidang studi atau mata pelajaran secara terpadu dalam suatu fokus tertentu. Murfiah (2017: 21) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu yang dilaksanakan dalam Kurikulum 2013 SD/MI disebut dengan pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang mengintergrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema, dengan penekanan pada keterkaitan, dan keterpaduan antara Kompetensi Dasar (KD), materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian. Sedangkan menurut Majid dan Rochman (2014: 106) pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran intergratif (intergrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan menemukkan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik.

Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang mengkaitkan

beberapa kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam satu fokus tertentu yaitu tema. Pembelajaran melalui sebuah tema mampu memberikan kesempatan kepada siswa baik secara individu atau kelompok untuk menggali atau menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik.

Trianto (dalam Murfiah, 2017: 20-21) mengemukakan bahwa karakteristik pembelajaran terpadu, antara lain:

1) Holistik

Pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mengamati dan mengkaji suatu gejala atau peristiwa dari segala sisi tidak dari sudut pandang terkotak-kotakan.

2) Bermakna

Pembelajaran yang mengkaji suatu fenomena dari berbagai aspek akan memungkinkan terbentuknya jalinan antar konsep yang dimiliki siswa, sehingga hasil belajar akan lebih bermakna dan nyata. Kegiatan belajar mengajar yang lebih fungsional memungkinkan siswa menerapkan hasil belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata di dalam kehidupan.

3) Autentik

Pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menghubungkan atau mengkaitkan fakta dan peristiwa yang telah ditemukan secara langsung melalui hasil pemikiran sendiri bukan pemberitahuan dari guru.

4) Aktif

Pembelajaran yang menekankan siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.

b. Pendekatan Scientific

Fadlillah (2014: 175) menjelaskan bahwa pendekatan scientific adalah pendekatan yang dilakukan dalam pembelajaran melalui proses ilmiah. Apa yang dipelajari dan diperoleh siswa dilakukan dengan indra

dan akal pikiran sendiri sehingga siswa mengalami secara langsung dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan. Melalui pendekatan

scientific, siswa mampu memecahkan masalah yang dihadapi dengan

baik. Sundayana (2014: 28) mengatakan bahwa Implementasi Kurikulum 2013 memfokuskan lima tahap pembelajaran mulai dari mengamati

(observing), menanya (questioning), melakukan percobaan

(experimenting), mengumpulkan dan menghubungkan informasi

(collecting and associating), dan mengomunikasikan (communicating).

Mulyasa (2014:99) menuturkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik ini menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka untuk secara aktif mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengomunikasikan dan membangun jejaring.

Sejalan dengan pernyataan Mulyasa tersebut, Hosna (2014: 37-76) memaparkan bahwa dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik) meliputi:

a) Mengamati (Observing)

Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media untuk memberikan pembelajaran bermakna bagi siswa. Metode observasi mampu menantang siswa mengeksplorasi rasa keingintahuannya untuk mendapatkan fakta berbentuk data objektif yang kemudian dianalisis sesuai tingkat perkembangan siswa.

b) Menanya (Questioning)

Kegiatan pembelajaran dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang belum dipahami. Kompetensi yang dikembangkan dalam hal ini kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

c) Mengumpulkan informasi

Kegiatan pembelajaran dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar, dan belajar sepanjang hayat.

d) Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/ Menalar (Associating)

Kegiatan pembelajaran dengan melakukan proses bepikir secara logis dan sistematis berdasarkan fakta yang telah didapat untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur, dan kemampuan untuk menyimpulkan. Pada kegiatan ini siswa akan menalar, yaitu menghubungkan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang ada dikehidupan nyata.

e) Membentuk Jejaring (Networking)

Kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainya. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat, mengembangkan kemampuan berbahasa. Pada kegiatan ini siswa mempresentasikan kemampuan mereka mengenai apa yang telah dipelajari sementara siswa lain menanggapi.

Berdasarkan penjelasan di atas, pendekatan scientific adalah pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran yang menuntut keterlibatan aktif siswa untuk memecahkan masalah secara langsung melalui pemikiran sendiri dengan tahapan mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengomunikasikan dan membangun jejaring sehingga menimbulkan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.

c. Pendidikan Karakter

Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pendidikan karakter, khususnya pada tingkat Sekolah Dasar yang mana menjadi fondasi untuk jenjang berikutnya. Pendidikan karakter akan menjadi bekal hidup yang sukses untuk menghadapi abad 21. Barkowitz and Bier (dalam Yaumi, 2016: 9) menjelaskan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan sekolah (pusat atau daerah) untuk menanamkan nilai-nilai yang baik seperti kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, keadilan, dan penghargaan diri sendiri atau orang lain. Daryanto dan Damiatun (2013: 43) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Sedangkan Samani dan Hariyanto (2011: 46) mengatakan bahwa pendidikan karakter dapat pula dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.

Dari ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan sekolah untuk mengarahkan karakter atau perilaku peserta didik kearah yang baik seperti kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, keadilan, dan penghargaan diri sendiri atau orang lain.

d. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Rusman (2017: 5) menyatakan bahwa berkenaan dengan Implementasi Kurikulum 2013 pemerintah mengharapkan guru dapat menerapkan kegiatan berpikir tingkat tinggi ( High Order Thinking Skill) dalam kegiatan belajar dan pembelajaran mulai dari tingkat SD, SMP, sampai SMA dan SMK. Sani (2016: 53) Taksonomi belajar dalam domain kognitif yang paling umum dikenal adalah Taksonomi Bloom. Benjamin S. Bloom membagi taksonomi hasil belajar dalam enam kategori, yakni: 1) pengetahuan (knowledge); 2) pemahaman

6) evaluasi. Tingkat pemahaman peserta didik dianggap berjenjang dengan tingkat paling rendah (C1): pengetahuan atau mengingat, sampai tingkat paling tinggi (C6): evaluasi.

Palupi (2016: 107) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir merupakan kemampuan menggunakan daya pemikiran untuk memecahkan masalah. Kemampuan berpikir Taksonomi Bloom yang telah direvisi dibagi menjadi 6 tingkatan antara lain 1) mengingat, 2) memahami, 3) menerapkan, 4) menganalisis, 5) mengevaluasi, 6) menciptakan. Dari keenam tingkatan diidentifikasi ke dalam 2 jenis tingkatan berpikir yaitu berpikir tingkat rendah (low order thinking skill) dimulai dari tingkatan 1 sampai 3, sedangkan berpikir tingkat tinggi (high

order thinking skill) dimulai dari tingkatan 4 sampai 6. Sedangkan Wina

Sanjaya (dalam Prastowo 2015: 132) menyatakan pendapat dari Anderson dan Krathwohl mengenai hasil revisi Taksonomi Bloom dimulai dari 1) mengingat, 2) memahami, 3) menerapkan, 4) menganalisis, 5) mengevaluasi, 6) menciptakan.

Dari teori di atas dapat diketahui bahwa tahapan taksonomi yang dipaparkan oleh Abdullah masih merupakan Taksonomi Bloom yang lama karena tingkatan masih menggunakan kata benda yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi. Sedangkan teori yang dipaparkan oleh Palupi dan Wina merupakan Taksonomi Bloom yang telah direvisi karena semua tingkatan sudah diubah dalam domain kognitif yang asalnya dari kata benda diubah menjadi kata kerja. Selain itu, kurikulum 2013 menuntut tenaga pendidik untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa mulai tingkatan menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Supaya kompetensi yang diperoleh siswa tidak hanya sekedar mengetahui dan menguasai tetapi lebih menerapkan dan mengimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.

e. Penilaian Autentik

Proses penilaian pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan penilaian autentik (authentic assessment). Fadlillah (2014: 179) menjelaskan bahwa penilaian autentik adalah penilaian secara utuh meliputi kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar dalam mencapai kompetensi peserta didik yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sunarti dan Rahmawati (2014: 27) mengatakan bahwa penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh siswa melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Kunandar ( dalam Prastowo, 2015: 366-367) menuturkan bahwa penilaian autentik merupakan kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).

Berdasarkan penjelasan teori di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian autentik adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai pencapaian belajar siswa dari mulai kesiapan, proses, dan hasil belajar mencakup aspek sikap, pengetahuan, keterampilan sesuai dengan kompetensi yang ada di Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).