• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. DUNIA AUDIO VISUAL DAN PEMBINAAN IMAN

B. Pewartaan Iman di Zaman Modern melalui Media Audio Visual

4. Katekese Audio Visual

Paus Yohanes Paulus II dalam anjuran apostolik Catechesi Trandendae artikel 18 memberikan pandangannya sehubungan dengan maksud katekese, yakni: “Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup kristen“ (CT, art.18).

Unsur-unsur yang terkandung dalam katekese seperti yang dikemukakan di atas adalah pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan, pengukuhan serta pendewasaan. Dengan memasukkan unsur-unsur tersebut Gereja sebagai pewaris tugas pengajaran ingin membantu umat untuk benar-benar memahami, menghayati, dan mewujudkan iman umat dalam kehidupan sehari-hari. Paus Yohanes Paulus II juga mau menegaskan bahwa katekese penting diusahakan untuk semua orang beriman kristiani demi tercapainya iman yang hidup di tengah jemaat. Dengan kata lain iman yang dijiwai oleh Roh Kudus membuat hidup umat menjadi penuh dengan kedamaian dan keseimbangan (hidup rohani dan jasmaninya), sehingga umat mencapai kepenuhan hidup (Telaumbanua, 1999: 4).

Bertolak dari Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se-Indonesia yang ke-2 (PKKI II) di Klender, katekese umat dirumuskan sebagai komunikasi iman atau tukar menukar pengalaman iman berdasarkan situasi konkret umat menurut pola hidup Yesus Kristus sebagai pusat hidup kristiani. Dalam Katekese Umat iman masing-masing umat diteguhkan dan dihayati lebih mendalam (Lalu, 2005: 5).

55

Kegiatan katekese bersifat eklesial. Artinya selalu berhubungan dengan tugas Gereja. Tugas pewartaan iman merupakan salah satu tugas tersebut. Tugas ini diwariskan Yesus Kristus kepada Gereja di masa sekarang sebagai kelanjutan dari tugas-Nya sebagai ”Guru” bagi jemaat yang digembalakan-Nya. Gereja sendiri adalah semua orang yang percaya pada Kristus. Oleh karena itu tugas mewartakan Kabar Gembira dan pengajaran iman menjadi tugas dari semua orang yang mengaku diri sebagai pengikut Kristus.

Tanpa mengesampingkan tujuan yang lain, katekese sebagai komunikasi dan pertemuan iman lebih-lebih ditujukan pada persatuan dengan Yesus Kristus. Tentu saja segi pengajaran dan dialog iman tetap dipentingkan dalam proses katekese. Katekese berusaha untuk memperkenalkan dan mendekatkan umat pada Yesus Kristus yang telah menjadi poros hidup kristiani. Umat dibawa pada kelahiran baru sebagai orang yang telah bertobat dan menyambut kehadiran Kristus yang menyelamatkan, sehingga mereka memiliki relasi mesra dengan Yesus Kristus (Komisi Kateketik KWI, 2000: 67-68).

Seiring dengan perkembangan jaman dan kebudayaan masyarakat dunia, Gereja menyadari pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi demi pewartaan sabdanya kepada masyarakat modern. Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes dalam artikel ke-4 menyampaikan tugas Gereja untuk meneliti tanda-tanda jaman supaya pewartaan yang disampaikan dapat sejalan dengan kemajuan dunia modern. Di sisi lain Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes juga menyadari perubahan yang terjadi akibat perkembangan ilmu yang semakin pesat. Gaudium et Spes berpandangan bahwa perkembangan intelektual dan teknologi yang melanda dunia modern

56

dewasa ini berpengaruh pada perubahan sosial dan spiritual seseorang bahkan sampai pada seluruh kehidupan seseorang (Komisi Kateketik KWI, 2000: 20). Contoh sederhana adalah perubahan gaya hidup masyarakat dari tradisional ke modern, bahasa sehari-hari; kaum muda begitu melihat televisi tertular bahasa gaul (seperti kata “elu”, “gue”), cara berpakaian (minimalis, seksi dan serba ketat), cara berpikir yang serba ingin praktis dan pola hidup instan.

Seiring dengan perkembangan jaman tersebut tantangan yang dialami Gereja terutama katekese pun semakin kompleks. Pertama adalah tantangan ateisme modern yang oleh Gereja menjadi tantangan paling berat. Manusia modern lebih memuja ”tuhan-tuhan” dari kemewahan, sehingga relasi dengan yang Maha Mutlak tidak lagi penting (Komisi Kateketik KWI, 2000: 21). Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes dalam artikel 20 menegaskan realitas yang sama: ”Ateisme modern membuat manusia sedemikian bebasnya, sehingga ketergantungan pada Allah merupakan suatu kesulitan” (GS, art. 20). Tantangan kedua datang dari katekese itu sendiri. Seringkali katekese jatuh pada pengajaran doktrin dan melupakan kesesuaian dengan siapa ajaran tersebut disampaikan. Kepada orang modern tentu bahasa untuk menyampaikan ajaran juga perlu disesuaikan dengan bahasa orang modern. Tantangan ketiga berkaitan dengan isi katekese. Sejauh ini sering terjadi ketidaksatuan arah mengenai pengajaran yang diberikan, baik itu sehubungan dengan ajaran sosial Gereja maupun sejarah Gereja. Masing-masing pewarta mengajar dengan “katekismus”-nya sendiri-sendiri (Komisi Kateketik KWI, 2000: 25-26).

57

Katekese memerlukan sebuah pembaharuan dalam hal metode dan sarana. Usaha pewartaan yang dulunya bersifat doktriner tidak mungkin lagi diterapkan dalam dunia modern. Oleh karena itu perlu diupayakan sebuah katekese yang mampu menyentuh kedalaman perasaan dan pribadi seseorang sesuai perkembangan dan budaya jaman modern. Salah satunya adalah katekese audio visual.

Adisusanto (2001: 4) menyampaikan gagasannya mengenai dampak perubahan bidang media sampai pada perubahan peradaban umat manusia serta dampaknya bagi pewartaan: “penyebab utama terjadinya perubahan dalam suatu peradaban tertentu ialah perubahan dalam bidang media komunikasi. Bila kita hubungkan dengan pewartaan, hal ini berarti media komunikasi berubah. Pewartaan juga berubah, sebab warta ada bersama peradaban”.

Peradaban umat manusia telah mengalami perubahan. Gereja sekarang perlu memperhatikan segi perubahan tersebut dengan ikut ambil bagian dalam perkembangan media komunikasi sebagai sarana untuk menyampaikan pewartaannya. Gereja perlu memberikan dukungan terhadap keberadaan media gambar dan suara sebagai bahasa modern yang mampu menyentuh umat. “Media audio-visual merupakan bahasa tersendiri yang mampu menyatakan realitas iman kepercayaan” (Adisusanto, 2001: 16). Untuk dapat mewartakan iman di jaman yang serba modern ini diperlukan media komunikasi audio-visual sebagai sarana.

Audio visual bukan hanya sebuah gagasan yang diungkapkan dalam gambar dan suara saja. Sarana audio visual diupayakan dapat menggugah keterbukaan hati dan getaran perasaan seseorang secara mendalam (Adisusanto,

58

2001: 7), terutama dalam usaha memperdalam iman masing-masing pribadi manusia.

Katekese audio visual yang diusahakan dewasa ini merupakan sebuah upaya penyampaian pengalaman pribadi sebagai orang kristiani. Adapun tujuan katekese audio visual ini adalah untuk mempererat dan memperdalam persaudaraan dalam kelompok orang yang percaya pada Kristus. Usaha ini bukan semata-mata untuk memperoleh pengetahuan intelektual atau doktrin-doktrin Gereja saja. Inti dari katekese ini adalah keterbukaan, saling menyapa dari hati ke hati serta timbulnya usaha pertobatan dari dalam diri seseorang (Adisusanto, 2001: 8).

Katekese audio visual memberi kesempatan besar untuk membentuk suatu kelompok orang beriman, dimana komunikasi antar anggota lebih kuat dan lebih mendalam. Dalam konteks iman Kristiani Yesus sendiri merupakan medium sekaligus message. Artinya, Yesus merupakan pembawa pesan sekaligus sebagai pesan itu sendiri. Di zaman yang serba canggih dan maju ini pewartaan Gereja ditantang untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman, sehingga pewartaan benar-benar mampu menyentuh hati banyak orang.

Dalam katekese audio visual terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, komunikasi iman yang dibangun bukanlah semata-mata pelajaran atau dokrin, melainkan sebuah pertemuan rohani. Unsur perasaan dan getaran hati peserta menjadi sasaran yang penting untuk dikomunikasikan bukan hanya untaian kata-kata. Membangun komunikasi dua arah yakni dari peserta dan pendamping, sehingga peserta saling berbagi pengalaman iman.