• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. DUNIA AUDIO VISUAL DAN PEMBINAAN IMAN

A. Dunia Media dan Kaum Muda

3. Kaum Muda dan Problematikanya

• Ketika media mampu menggerakkan massa sehingga mereka terdorong untuk melakukan sesuatu, media tersebut memenuhi fungsinya untuk memobilisasi. Dengan fungsi mobilisasi ini media mengambil peran dalam menggerakkan masyarakat untuk peduli terhadap kehidupan.

• Fungsi media untuk memberikan hiburan merupakan fungsi yang paling menonjol. Kejenuhan terhadap pekerjaan dan aktivitas kehidupan menuntut seseorang untuk beristirahat dan melakukan relaksasi untuk dirinya. Saat inilah masyarakat membutuhkan media komunikasi untuk menikmati hiburan dan melepaskan kelelahan mereka. Melalui televisi, internet, video dan berbagai media lainnya kebutuhan mereka akan hiburan dapat teratasi.

3. Kaum Muda dan Problematikanya

a. Pengertian Kaum Muda

Kata “kaum”dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menunjuk pada suatu kelompok atau golongan tertentu. Jadi kata “kaum muda” menunjuk golongan yang disebut “muda” (Moeliono, 1990: 397). Sedangkan definisi “kaum muda” dalam Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda adalah “mereka yang berusia 13 s.d. 30 tahun dan belum menikah” (Komisi Kepemudaan KWI, 1993: 8).

Yosef Lalu memberikan batasan usia pada mereka yang disebut dengan “muda mudi”, yakni yang berumur 12-24 tahun. Mereka adalah generasi yang masih dalam masa pancaroba. Mereka juga masih sibuk dengan proses pencarian dan pemantapan identitas dirinya. Di usianya yang sedang berkembang ini mereka rentan dengan perubahan-perubahan (Lalu, 1986: 10-11).

36

Dilihat dari segi keadaan dan perkembangannya, kaum muda adalah mereka yang secara psikologis dan fisiologis sedang mengalami tahap-tahap perkembangan menuju pembentukan manusia yang lebih dewasa dan matang. Dalam usianya ini mereka berkembang dengan karakter tersendiri. Mereka mempunyai pola pikir dan prinsip hidup yang berbeda dengan orang-orang tua.

b. Perkembangan Kaum Muda

Kaum muda dengan segala gejolaknya merupakan makhluk yang masih dalam proses bertumbuh dan berkembang. Dari segi fisik mereka mengalami perkembangan, yakni terjadi perubahan bentuk dan ukuran tubuh. Demikian pula dari segi sosial, emosi, mental, moral, dan hidup beriman, usia yang semakin bertambah dan pergaulan yang semakin luas membuat segi-segi tersebut semakin berkembang. Dalam perkembangan tersebut mereka mengalami pergulatan hidup, mempertanyakan mana yang benar dan mana yang salah serta mempertanyakan identitas dirinya. Mangunhardjana (1986b: 12) mengemukakan pendapat yang kurang lebih sama, yakni: “kaum muda sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sebagai manusia yang mendekati masa dewasa, kaum muda sedang mengalami proses pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, emosional, sosial, moral dan religius dengan segala permasalahannya”.

Melihat fenomena yang terjadi pada kaum muda dewasa ini secara umum dan dengan didukung pendapat dari beberapa tokoh Gereja yang bergerak menangani masalah kepemudaan, perkembangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

37 1) Pertumbuhan Fisik

Gejala yang paling nampak pada kaum muda ditandai dengan pertumbuhan fisik. Ciri-ciri kaum muda sebagai laki-laki dan kaum muda perempuan semakin terlihat. Misalnya, suara pada mereka yang laki-laki semakin menggelegar, dan badan berotot. Sedangkan sebagai perempuan, mulai terlihat lekuk-lekuk pada tubuhnya (Mangunhardjana, 1986b: 12-13).

Gara-gara pertumbuhan fisik inilah mereka mengalami kegelisahan. Kegelisahan tersebut diakibatkan oleh cepatnya pertumbuhan dan tingkah laku atau sebaliknya pertumbuhan yang lambat. Mereka juga mempersoalkan baik buruknya hasil pertumbuhan fisik. Kadang pertumbuhan fisik yang diharapkan tidak sesuai dengan yang mereka terima. Tanda-tanda kewanitaan atau kepriaan mereka tidak teratur. Misalnya, pinggang terlalu lebar, tumbuh bulu pada dagu. Seiring dengan pertumbuhan tersebut mereka juga mengalami ketertarikan terhadap lawan jenis. Secara biologis mereka memang cukup matang, namun untuk bertanggungjawab atas pengalaman seksualitas ke sebuah perkawinan belum bisa (Mangunhardjana, 1986b: 12-13).

2) Perkembangan Mental

Mangunhardjana (1986b: 13) berpendapat bahwa: “perkembangan mental ditandai dengan gejala perubahan intelektual dalam cara berpikir”. Mereka mulai berpikir kritis dan banyak tumbuh idealisme-idealisme tertentu meskipun belum terarah. Hendropuspito mengatakan bahwa kaum muda berada dalam masa pancaroba yang disebut rekontruksi di mana nilai-nilai yang berarti masih perlu

38

diperhatikan atau dipelajari dan dijadikan miliknya akibat kurang pengalaman dan belum tercapainya kematangan berpikir (Hendropuspito, 1983: 67). Mereka belum berhasil mencapai keseimbangan yang ideal. Mereka membutuhkan bimbingan dari angkatan tua. Di satu pihak mereka ingin dibimbing, namun di pihak lain mereka tidak mau diikat oleh tradisi atau pemikiran orang lain.

3) Perkembangan Emosional

Perkembangan emosional mereka tampak dalam semangat yang meletup-letup. Perubahan gejolak hati yang cepat dan muncul sikap-sikap masa bodoh, keras kepala dan tingkah laku yang tidak jarang hingar-bingar. Mudah memahami perasaan-perasaan bahagia, senang, bersemangat, puas, berani, cinta, optimis, percaya diri, terharu, terdukung, bangga, sedih, takut, pesimis, cemas, bingung, marah, dan malu. Permasalahan yang mereka (kaum muda) hadapi adalah tidak bisa menilai baik buruk emosi yang dialami dan bagaimana menguasai serta mengarahkannya (Mangunhardjana, 1986b: 13-14).

4) Perkembangan Sosial

Perkembangan ini ditandai dengan perluasan jalinan hubungan dengan orang lain. Tidak lagi terbatas dalam lingkup keluarga tetapi meluas dengan teman sebaya dan orang-orang lingkungan. Masalah-masalah yang muncul sehubungan dengan perkembangan ini ialah seputar cara masuk dalam kelompok, bergaul dengan kelompok, serta sikap menghadapi pengaruh-pengaruh kelompok (Mangunhardjana, 1986b: 14).

39 5) Perkembangan Moral

Orang muda pada usia ini tahu apa dan bagaimana tindakan baik dan buruk. Mereka banyak mempertanyakan dasar-dasar mengapa hal-hal dan tindakan-tindakan itu baik atau buruk. Hal ini berakibat pada masalah pencarian patokan moral mana yang harus dipegang sebagai patokan hidup. Tidak jarang kaum muda mengalami berbagai ketegangan batin akibat situasi mereka ini (Mangunhadjana, 1986b: 14-15).

6) Perkembangan Religius

Perkembangan ini menyangkut hubungan dengan yang mutlak. Ketika usia anak-anak, kaum muda menerima segala hal yang berkaitan dengan hal-hal religius seperti teladan dari orangtua, namun sebagai orang muda mereka sering mempertanyakan untuk mendapat kejelasan mengenai kesejatian dalam hubungan dengan yang di atas (Mangunhardjana, 1986b: 15-16).

c. Problematika Kaum Muda

Selain mengalami perubahan dan perkembangan dalam hidupnya, hal lain yang mencolok dari kehidupan kaum muda adalah sehubungan dengan problematika yang dialami. Tidak jarang terjadi ketegangan yang menimbulkan reaksi keras dari kaum muda. Hal tersebut muncul karena sesuatu yang mereka harapkan atau kehendaki tidak sesuai dengan kenyataan yang mereka alami.

40

Penyebabnya dapat muncul dari bermacam-macam tempat di mana kaum muda tersebut berada. Keluarga sebagai tempat kaum muda bertumbuh dan berkembang membawa pengaruh munculnya problem dengan orangtua dan saudara. Lingkungan masyarakat sebagai tempat kaum muda berinteraksi juga menjadi tempat memungkinkan munculnya problem kaum muda, demikian pula Gereja sebagai tempat kaum muda memperkembangkan hidup rohani. Problem-problem seputar hidup rohani dan relasi dengan orang-orang di seputar Gereja menjadi bagian dari ketegangan yang dialami kaum muda. Perkembangan teknologi dan informasi juga menambah daftar problematika yang dialami oleh kaum muda. Benturan antara kebutuhan informasi dan hiburan, ketidakmampuan untuk menyeleksi dan mengkritisi perkembangan teknologi menjadi problem tersendiri bagi mereka.

Problematika dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menyimpang dan berakibat buruk bagi orang-orang yang terlibat (Tangdilintin, 1984: 24). Yosef Lalu menyatakan bahwa problem utama kaum muda adalah identitas dirinya. Mereka masih kebingungan dan berusaha untuk mencari dan memantapkan identitasnya. Siapa saya? Mau jadi apa saya? Dan banyak pertanyaan yang sebenarnya mereka tujukan untuk diri sendiri (Lalu, 1986: 22-23).

Sedangkan problem yang dialami oleh kaum muda sehubungan relasi dengan orang tua adalah seringnya orang-orang tua menyalahkan orang-orang muda perihal budaya, gaya hidup dan pola pikir yang dimiliki oleh orang-orang muda. Mereka selalu membuat perbandingan-perbandingan yang memojokkan kaum muda (Lalu, 1986: 8). Nilai perjuangan yang dimiliki di jaman dulu

41

diperbandingkan dengan realitas sekarang yang serba modern. Orang tua sering menyalahkan orang muda perihal tingkah laku yang tidak umum berlaku di antara mereka. Cara berpakaian, bertutur kata dan bersikap kaum muda menjadi sorotan orang tua pada waktu menilai mereka (Komisi Kepemudaan KAS, 2004: 14-15).

Situasi sosial dan politik masyarakat yang serba tidak menentu sebenarnya juga menjadi salah satu faktor mengapa kaum muda mengalami guncangan dan ketidaktentuan dalam bersikap dan bertingkah laku. Budaya masyarakat yang penuh dengan kekerasan, korup dan kekacauan (chaos) membuat kaum muda mau tidak mau ikut ambil bagian di dalamnya, yakni menjadi salah satu oknum tindakan tersebut.

Melihat situasi yang dialami kaum muda secara umum dan didukung pendapat dari beberapa tokoh yang bergerak dan mengamati kehidupan kaum muda, dapat dikemukakan beberapa problem mendasar yang dialami oleh kaum muda, yakni:

1) Problematika Kaum Muda dalam Keluarga

Masalah utama yang dialami anak muda dalam keluarga adalah sehubungan dengan relasi komunikasi dengan orangtua (Lalu, 1986: 16). Permasalahan ini bermula dari proses dialog yang tidak sehat. Kadang orangtua dengan idealismenya yang mengagungkan masa lalu sering memaksa anak muda untuk mengikuti apa yang orangtua inginkan dan yang telah mereka lakukan.

Dialog tidak sehat juga terjadi karena orangtua dan anak mempunyai latar belakang pendidikan yang tidak sama. Cara pandang terhadap masalah pun tentu

42

akan sangat berbeda dan menyebabkan ketegangan. Problem lain adalah karena kesibukan orangtua dalam bekerja memaksa mereka untuk acuh terhadap anak (Tangdilintin, 1984: 26-28).

2) Problematika Kaum Muda dalam Masyarakat

Modernisme yang menjadi budaya masyarakat menjadi penyebab munculnya permasalahan-permasalahan baru bagi kaum muda. Budaya baru yang dipengaruhi oleh kuasa modal ini menjadikan materi sebagai faktor penentu dalam kehidupan masyarakat. Hedonisme, konsumerisme, free sex, materialisme, dan kekerasan muncul dalam budaya kaum muda. Hal ini terjadi akibat keinginan kaum muda untuk selalu mengikuti perkembangan jaman dan mode. Sumbernya bisa melalui televisi, internet, media cetak dan media-media lainnya. Sedangkan masyarakat sebagai tempat kaum muda berinteraksi tidak mampu menawarkan nilai-nilai yang mampu dijunjung tinggi. Moral dan etika yang semakin merosot otomatis mempengaruhi gaya hidup mereka (Tangdilintin, 1984: 29-34).

3) Problematika Kaum Muda dalam Gereja

Problem kaum muda dalam Gereja berawal dari sikap orang tua yang sering mendominasi peran dalam kegiatan Gereja. Orang tua bersikap sebagai orang-orang yang lebih berpengalaman, sehingga mengatur kaum muda yang dianggapnya belum mampu apa-apa. Orang tua berusaha sekuat mungkin untuk dapat melibatkan kaum muda dalam kegiatan Gereja, namun tidak jarang mereka jatuh pada pemaksaan dan pembentukan karakter seperti apa yang diinginkan oleh

43

orang tua. Keadaan ini membuat kaum muda memilih untuk pasif saja daripada dirinya menjadi manusia lain bentukan orang tua (Tangdilintin, 1984: 34-37).

Hendropuspito menyampaikan permasalahan kaum muda dalam hal hidup religius dan beragama. Terhadap iman dan agama mereka masih menyimpan tanda tanya yang belum terjawab secara meyakinkan. “Krisis iman yang melanda seluruh dunia keagamaan dewasa ini menemukan sasaran yang luas dalam kalangan manusia dari kategori kaum muda” (Hendropuspito, 1983: 67). Hal ini terbukti dengan banyaknya mereka (kaum muda) yang meninggalkan iman kristiani. Alasan yang muncul dapat bermacam-macam. Ada yang karena jodoh, pergaulan atau juga pengalaman hidup yang kurang menyenangkan. Ada pula yang memandang bahwa ajaran agama yang diterima belum bisa menjawab kebutuhan mereka. Meninggalkan Gereja dan mencari keteduhan di tempat lain menjadi realitas kaum muda dewasa ini. Gereja menjadi tempat yang tidak strategis lagi untuk mereka. Bisa saja karena tradisi dan praktik agama yang kuno (Hendropuspito, 1983: 67). Sebagai gantinya media (televisi, internet, video film, video game, video musik) menjadi “tuhan” yang baik bagi mereka.

4) Problematika Kaum Muda dalam Bermedia

Gejolak globalisasi yang sedang melanda bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di dunia terutama dirasakan oleh kaum muda. Perubahan dan hal-hal baru yang spektakuler menjadi sesuatu yang menarik bagi kaum muda. Sebagai generasi yang masih dalam proses pembentukan pribadi, dunia media modern menjadi sangat dekat dengan kehidupan mereka. Kecenderungan mereka adalah

44

mencari dan mencoba sesuatu yang baru. Demikian pula dengan kemajuan teknologi dan informasi yang serba canggih, kaum muda merasa telah menemukan apa yang mereka cari (Hendropuspito, 1983: 67). Dunia baru mereka temukan lepas dari campur tangan pemikiran kolot orang tua. Tanpa mereka sadari modernisme yang selama ini menjadi makanan mereka sehari-hari telah mengubah gaya hidup, pola pikir serta tata nilai (Komisi Kepemudaan KAS, 2004: 14).

Banyak hal dapat dimanfaatkan dari media jika seseorang kritis dan selektif dalam menanggapi dan mempergunakannya. Seperti yang dijelaskan dalam bagian fungsi media di depan, media membuka ruang informasi dan pengetahuan yang luas bagi para peminatnya. Di sisi lain bagi mereka yang kurang kritis dampak buruk media dapat menjangkiti mereka.

Media terutama televisi ikut ambil bagian dalam perubahan tingkah laku dan emosi kaum muda. Di tangan mereka yang berjiwa bisnis dan penguasa, media dapat digunakan sebagai alat kekuasaan dan mendapatkan keuntungan, tetapi di tangan para pejuang kemanusiaan dan orang-orang yang benar media dapat digunakan sebagai tempat untuk beraspirasi dan membangun serta memperkembangkan orang lain (Iswarahadi, 2002: 20).

Televisi merupakan wajah manusia modern. Kekerasan, kebrutalan, kisah cinta yang penuh nafsu, kehidupan yang glamour, dan kebebasan adalah produk yang ditawarkan televisi. Tayangan tersebut membuat kaum muda menjadi pribadi yang kurang peka terhadap situasi di sekitar dan kurang kreatif. Sebab kebanyakan waktu mereka hanya habis di depan layar televisi dengan tayangan yang menggambarkan kemudahan dan kemewahan dunia (Tondowijoyo, 1987: 3).

45

Melihat realitas televisi seperti itu manusia kurang menyadari dan mengkritisi akibat buruk yang ditimbulkannya. Televisi membentuk segala produk siarannya sebagai sebuah hiburan yang menyenangkan. Tidak mengherankan jika perilaku, cara berpakaian, bahasa, bahkan perilaku seksual yang ditampilkan dalam budaya masyarakat Amerika (yang ditampilkan dalam televisi) menjadi bagian dari kehidupan kaum muda di Indonesia.

Situasi ini mengantar kaum muda menjadi konsumen segala macam produk hiburan yang memandang segala sesuatu sebagai hal yang mudah, tidak ada tantangan, dan enak. Akibat tayangan yang mempengaruhi indera dan otak manusia dalam waktu lama, kesadaran kritis dalam pola berpikir dan hati nurani kaum muda tidak akan tumbuh sehat (Bahan Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005, 2006a: 92).