• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMUAN PENELITIAN

4.2. Temuan Penelitian

4.2.4. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara apa yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya

terjadi pada objek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2011:270), salah satu uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif adalah uji kredibilitas. Uji kredibilitas data dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan penelitian, tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan membercheck.

Uji keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data.

Menurut Moleong (2007: 330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Jenis triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan metode. Pada triangulasi dengan metode, Patton dalam Moleong (2007: 331) menjelaskan terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Peneliti melakukan pengecekan hasil temuan penelitian dari wawancara mendalam melalui observasi non partisipan dan dokumentasi serta wawancara melalui sumber data yang berbeda yaitu dari paralegal dan manajer kasus. Keabsahan data juga didukung dengan adanya pernyataan dari masing-masing informan penelitian bahwa apa yang telah ditulis oleh peneliti sesuai dengan apa yang disampaikan oleh informan penelitian.

Beberapa hal yang peneliti observasi terkait dengan permasalahan penelitian antara lain:

1. Kegiatan rapat perkembangan kasus. Rapat ini dihadiri oleh manajer kasus, psikolog, konselor dan jika penanganan kasus menyangkut masalah hukum

diikuti juga oleh paralegal atau pengacara. Rapat ini membahas sudah sejauh mana penanganan kasus yang ditangani oleh masing-masing petugas untuk kemudian didiskusikan kendala apa yang dihadapi di lapangan sehingga bisa diputuskan tindak lanjut untuk kasus tersebut.

2. Penerimaan laporan pengaduan tindak kekerasan oleh klien kepada bagian penerima laporan. Petugas penerima laporan mendengarkan kronologis kejadian dari orangtua korban yang melaporkan anaknya sebagai korban kekerasan dan mencatat laporan tersebut di lembaran form pengaduan.

Penggalian informasi kepada klien tercatat selama lebih kurang dua jam.

3. Interaksi antara konselor dengan anak korban kekerasan yang bersama-sama melakukan aktivitas untuk persiapan dekorasi kegiatan Hari Anak Nasional.

Hasil pengumpulan data melalui dokumentasi ditemukan adanya dokumen-dokumen di P2TP2A Provinsi Aceh yang terkait dengan permasalahan penelitian antara lain:

1. Catatan data kekerasan yang masuk ke P2TP2A;

2. Dokumen ketetapan pengurus P2TP2A yang berisi nama-nama pengurus P2TP2A beserta dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing divisi;

3. Standar Operasional Prosedur yang berisi form pencatatan pengaduan, konseling dan terminasi, kompetensi pengurus, serta prosedur pelaksanaan penanganan kasus masing-masing divisi;

4. Laporan tindak lanjut perkembangan penanganan kasus;

5. Sertifikat yang dimiliki konselor untuk mengecek seberapa sering konselor mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas.

Peneliti juga mewawancarai informan tambahan dari sumber yang berbeda yaitu paralegal dan manajer kasus. Paralegal merupakan bagian dari tim P2TP2A yang membantu korban dalam penyelesaian masalah hukum, sedangkan manajer kasus merupakan orang yang mengelola arus kasus yang masuk ke P2TP2A dari awal pengaduan sampai selesai.

Manajer kasus menyatakan bahwa konselor dan psikolog yang bertugas di P2TP2A merupakan individu-individu yang memiliki kualifikasi pendidikan yang mendukung peran dan tugas mereka sebagai psikolog dan konselor yang membantu menangani anak korban kekerasan:

Berdasarkan kualifikasi. Memang mereka punya kualifikasi misalnya salah satunya mereka bisa sarjana psikologi bisa juga sarjana kesejahteraan sosial tapi yang memang terkait langsung dengan proses rehabilitasi sosial.

Selain kualifikasi, pengalaman dari konselor dan psikolog juga merupakan suatu pertimbangan bagi manajer kasus untuk menentukan disposisi kasus berdasarkan jenis kasus yang masuk. Ia mengatakan:

Yang pertama itukan sebenarnya kita melihat jenis kasusnya kemudian teman-teman ini kan mempunyai spesifikasi pengalaman yang beragam gitu kan. Jadi karena pengalaman yang beragam, yang pertama kita melihat teman-teman pendamping ini konselornya memang mereka rata-rata hampir semua sudah menangani jenis kasus yang berbeda dengan kategori yang berbeda, tetapi ada penekanan misalnya konselor A dia banyak menangani kasus pelecehan pada anak gitu, memang masing-masing kan punya kecenderungan masing-masing-masing-masing kan yang konselor B dia punya apa pengalaman yang cukup banyak menangani mediasi antara kasus rumah tangga gitu jadi itu jadi salah satu pertimbangan.

Pertimbangan kedua di sini kan diterapkan prinsip keadilan jadi maklumat P2TP2A salah satunya adalah selain responsif itu berkeadilan.

Sebelum klien bertemu dengan konselor, klien terlebih dahulu bertemu dengan bagian pengaduan untuk mengetahui informasi dasar. Tugas konselor adalah

untuk menggali informasi yang lebih dalam lagi untuk mengetahui kebutuhan klien. Paralegal Putri mengatakann:

Kalau dari pengaduan itukan informasi dasar tapi kalau konselor itu untuk informasi yang lebih mendalam lagi. Makanya harus diapakan assesmen dari konselor kan. Namanya konseling apa ya namanya kakak lupa. Biasanya setelah tahap dari pengaduan informasi dasar udah itu langsung dengan konselor setelah dari konselor baru nanti manajer kasus dilihat dulu apa kebutuhan dari korban itukan ada beberapa layanan yang ada di p2tp2a kan ada layanan psikologis, ada layanan hukum ada rehabsos macam macam ada juga yang hanya konseling aja dia nggak butuh apa missal dia cuma pengen curhat ada juga yang gitu.

Namun untuk kasus berat akan dilanjutkan kepada psikolog:

Makanya itulah butuh konselor beda lagi dengan psikolog ahli tenaga ahli kan kalau untuk kasus yang berat atau tenaga ahli di persidangan. Itu biasanya ke bu endang atau bu haiyun jadi kalau yang hak-hak dasar itu biasanya kayak konselor yang tiga orang itu. kadang misalnya kekerasan terhadap anak kita kan harus selidiki lagi kan sejauh mana itu.

Paralegal Putri juga menyatakan bahwa psikolog Endang merupakan orang yang mampu berkomunikasi dengan baik yang kata-katanya dapat memberikan efek positif bagi klien.

Bu Endang sosok yang bersahaja dari tutur katanya dan sangat cepat tanggapnya kalau untuk kasus-kasus. Kalau kalau ada gelar kasus beberapa orang yang ngomong sama klien itu kadang nggak juga didengar klien. Tapi pas bu endang yang ngomong dia klien itu jadi berfikir, mungkin karena dia juga psikolog ya jadi tahu karakter orang ini gimana

Ia juga mengatakan bahwa psikolog Endang biasa membahasakan panggilan

“Bunda” untuk dirinya kepada klien agar klien merasa dekat:

Saya lebih sering kerjasama bu Endang, kayak kasus yang kemaren ada kasus pelecehan seksual anak tapi anaknya sekarang sudah kembali ke Sabang jadi dia udah melahirkan dan udah kembali sekolah lagi sekarang.

Jadi kan beliau itu pas ngomong pertama aja kan dengan HP inisialnya, itu beliau itu bilangnya manggil aja bunda ya jadi biar terasa dekat dan saya juga setelah waktu pemeriksaan psikologis kan gak boleh ada karena emang face to face, jadi kami tunggu di luar. setelah pemeriksaan

psikologis itu saya tanya bagaimana tadi dek saya selalu tanya itu, misalnya diapain dek di dalam, ada dimarahi? Enggak.. baik kali ya bunda itu ya. Baiknya kenapa, saya gitu orangnya, apanya yang baik dia kasih uang? Ha kan seperti itu. Nggak, dia perhatian dengan HP dia tahu apa yang HP alami dia seperti bisa membaca keadaan hati saya. Kekgitu dia bilang padahal kan si anak itu baru sekali ketemu sama beliau. Jadi cara beliau ngomong berarti dia senang kan nampak anak ya, anak-anak gak bisa dibohongin.

Manajer kasus juga menyatakan bahwa untuk kasus berat yang tidak mampu ditangani oleh konselor akan diserahkan kepada psikolog atau ke lembaga lain:

Jadi misalnya kasusnya lumayan berat kadang-kadang si konselor itu cuman assesmen awal karena kan di pengaduan itu kan setelah dari pengaduan langsung dikonseling, artinya konseling di awal itu bukan sifatnya rehabsos tetapi untuk mengetahui lebih dalam membedah lebih dalam persoalannya sebenarnya apa. Jadi bukan untuk rehabsos nya bukan untuk pemulihan.

Nantikan ada rekomendasi dari psikolognya sendiri. Jadi manajer kasus itukan mendisposisikan kepada minimal dua orang untuk menangani satu kasus gitu. Nah kedua pendamping ini baik konselor maupun pendamping satunya lagi apakah itu paralegal atau pengacara mereka bekerjasama untuk menyelesaikan kasus ini. Tapi kita punya mekanisme rapat perkembangan kasus. Dari rapat perkembangan kasus itu semua pendamping mendapat masukan gitu dari teman-temannya yang lain gitu kan untuk kasus dia dan kemudian nanti ada rencana tindak lanjutnya apa gitu kan tapi tetap tanggung jawab kasus itu ditangan mereka, mereka yang melaksanakan. Nah, kalau kebutuhan terhadap terapi atau pemulihan nantikan dari konselor inikan ada semacam catatan gitu kan, ada catatannya kayaknya untuk terapi, Karena di P2TP2A terbatas dari sumber daya artinya psikolog cuma 2 konselor cuma 3 dan mereka menangani kasus reguler untuk terapi-terapi khusus itukan bisa kita rujuk ke Rumah Sakit kah Rumah Sakit Jiwa kah atau ke kampus yang mereka punya layanan psikologi atau memang layanan psikologi secara mandiri gitu.

Petikan wawancara di atas juga menyatakan bahwa ada rapat perkembangan kasus yang diikuti oleh setiap pendamping untuk membahas kasus yang sedang ditangani dan untuk kasus yang tidak bisa ditangani dapat dirujuk ke instansi terkait dikarenakan jumlah psikolog dan konselor yang masih terbatas.

Paralegal Putri mengatakan bahwa dalam proses konseling juga terdapat hambatan terutama apabila korban belum bisa terbuka atau kondisi psikologis korban yang masih terganggu, menurutnya:

Hambatannya jika korban belum bisa terbuka dengan kita terus kalau pelapornya itu bukan dirinya sendiri contohnya saudara dekatnya yang melapor nah itu harus pakai cara khusus biasanya dengan konselor itu dengan keahlian konselor. Atau liat kondisi kliennya gimana, macam-macamlah. Kayak ini ada kasus anak umur 7 tahun gitu tapi dia tinggal di panti sekarang tapi mereka merujuk kesini karena anak itu perkembangannya makin hari makin buruk. Jadi dia ke kakak nya marah aja. Dia masih ada dendam masa lalu, mamak sama ayahnya ntah bercerai. Jadi kalau misalnya ada sesuatu yang mengancam dia dia itu meludah. Misal kita bicara dengan suara gede itu dia ludah itu. dan kalau kita ngomogn kayak saya sama nanda gak mau dia jawab. Salam aja gak mau. Jadi kadang-kadang kan kita juga bingung liat anak-anak seperti itu kan. Itu biasa kita bisa juga kerjasama dengan psikolog yang ada, cuma anak-anak yang seperti itu gak bisa singkat kan itu paling ada 6 bulan itu konseling untuk dia aja itu.

Oleh karena itu pentingnya dukungan dari orang terdekat untuk membantu korban dalam proses pemulihan disampaikan oleh paralegal Putri yang mengatakan:

Dari situ (hasil tes psikologi) ketauan misalnya dia itu ternyata sangat ditekan sama ayah nya dia jadi kayak trauma liat ayah jadi ada fakta-fakta gitu jadi anak-anak yang sudah seperti itu traumanya kita harus kita cari teman buat dia keluarganya juga begitu kurang mendukung jadi faktor pendukung nya itu tidak mendukung si anak jadi lama kalau untuk anak itu lama gak bisa sekali dua kali ada beberapa kali lah.

….Sangat besar dek keluarganya kayak abang-abangnya kan pokoknya anak itu kan tumbuh kembangnya sangat dibutuhkan lingkungan sekitarnya.

….Ini biasa misal kami ke rumah korban, karna yang dikonseling sama konselor itu bukan hanya si anaknya tapi orangtuanya keluarganya juga.

kalau kk uja malah anaknya ditanya juga, sayang mama nggak? Kalau sayang coba peluk dan cium mama. Itu sampai ibunya nangis-nangis.

4.4. Kelemahan Penelitian

Peneliti meyakini bahwa terdapat kelemahan dalam penelitian ini antara lain dari:

1) Aspek teori, peneliti mendapatkan referensi tentang materi komunikasi terapeutik dari bahan bacaan kalangan perawat dan bidan sehingga ada beberapa perspektif yang berbeda jika dikaitkan dengan komunikasi terapeutik bagi pelaku professional kesehatan mental.

2) Metode pengumpulan data, peneliti tidak melakukan observasi partisipan dan wawancara kepada korban untuk menambah kelengkapan data.

BAB V PEMBAHASAN

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang psikolog ataupun konselor di lembaga layanan perempuan dan anak korban kekerasan dapat membantu anak korban kekerasan mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Komunikasi terapeutik ini direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien, dalam kasus ini komunikasi terapeutik dilakukan melalui hubungan interpersonal antara psikolog dan konselor dengan anak korban kekerasan.

Psikolog dan konselor di P2TP2A Provinsi Aceh yang juga menjadi informan dalam penelitian ini berjumlah empat orang. Psikolog dan konselor tersebut dipilih berdasarkan latar belakang pendidikan mereka yang berhubungan dengan proses rehabilitasi sosial. Hal ini menjadi pertimbangan yang perlu diperhatikan sebab tugas mereka dalam membantu memulihkan trauma anak korban kekerasan terkait dengan kompetensi yang mereka miliki. Keempatnya juga berjenis kelamin perempuan dan merupakan orang Aceh asli. Selain itu beberapa informan juga orang yang aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan dan peduli dengan kondisi perempuan dan perkembangan anak khususnya mereka yang menjadi korban kekerasan.

5.1. Tahapan Komunikasi Terapeutik dalam Pendampingan Anak Korban