• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2. Penelitian Sejenis Terdahulu

Terdapat beberapa kajian terdahulu yang relevan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dan menjadi sumber rujukan bagi peneliti, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Mashunan, mahasiswa UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta dengan judul “Komunikasi Terapeutik Pekerja Sosial Medis Terhadap Klien Skizofrenia”. Penelitian ini ingin melihat bagaimana komunikasi terapeutik serta hambatan komunikasi terapeutik Pekerja Sosial Medis dengan klien skizofrenia sebagaimana pekerja sosial merupakan profesi yang memberikan pertolongan kepada manusia atau klien untuk menghadapi, mengatasi dan memecahkan masalahnya.

Metode yang digunakan dalam pnelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan melalui reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan oleh Miles dan Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hal-hal yang perlu dipastikan seorang pekerja sosial dalam melakukan komunikasi terapeutik antara lain keterampilan mendengarkan (yaitu perilaku attending, paraphrasing, clarifying), keterampilan berbicara (yaitu eksplorasi, directing, summarizing), keterampilan mengatasi konflik (yaitu contactingskill, reassuring skills, developing action alternative), keterampilan dalam perubahan perilaku (yaitu modelling, rewarding skills, contracting skills) serta komunikasi verbal (jelas dan sederhana, pemilihan kata-kata yang tepat, intonasi, kecepatan berbicara, humor) dan non verbal (mengatur kontak mata, ekspresi wajah, emosi, gerak isyarat, sikap badan dan sentuhan).

Penelitian selanjutnya dengan judul “Komunikasi Terapeutik antara Perawat dan Pasien Penyakit Kejiwaan akibat Perilaku Kekerasan” yang dilakukan oleh Aulia Pratiwi, mahasiswa Universitas Bina Darma. Peneliti tertarik untuk meneliti dan membahas komunikasi terapeutik yang diterapkan rumah sakit

jiwa, karena menurut peneliti, penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit jiwa lebih rumit dan menantang dari pada rumah sakit biasa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptf kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara tidak terstruktur dan dokumentasi. Teknik analisis data melalui pengolahan data mengorganisasikannya, memilih dan mengaturnya kedalam unit-unit, mengsintesiskannya, mencari pola-pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang akan dipaparkan mengenai penerapan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat Rumah Sakit Jiwa

Penelitian ini memberikan hasil bahwa dalam melakukan komunikasi terapeutik ada banyak hal yang perlu dipahami seorang perawat, Pada tahap orientasi dimulai dengan melakukan pendekatan antara perawat dengan pasien sehingga terbangun kepercayaan pasien kepada perawat. Selain itu, diperlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan perawat agar memberikan dampak terapeutik bagi pasien. Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaannya diperhatikan sikap dan teknik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

Selanjutnya penelitian yang dimuat dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah dengan judul “Proses Komunikasi Terapeutik dalam Kegiatan Rehabilitasi PecanduNarkoba” yang bertujuan untuk mengetahui proses komunikasi terapeutik yang dilakukan konselor di Yayasan Harapan Permata Hati Kita (YAKITA) Aceh dalam rangka rehabilitasi pecandu narkoba. Penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan ada 2 yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari informan yang bersangkutan dengan melakukan wawancara sementara data sekunder dilakukan dengan penelitian kepustakaandan pencatatan dokumen.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa komunikasi terapeutik menggunakan 4 (empat) tahapan komunikasi (pra-interaksi, orientasi. Kerja dan evaluasi). Tahap kerja merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Pada tahap tersebut konselor memberikan jalan keluar untuk menyelesikan masalah adiksi klien. Program pemulihan yang di berikan kepada klien YAKITA Aceh adalah dengan menggunakan metode 12 Langkah NA (Narcotics Anonymous) sebagai alat komunikasi terapeutik. NA adalah persaudaraan masyarakat yang terdiri dari pria dan wanita yang mempunyai masalah yang besar terhadap narkoba. 12 langkah secara garis besar memuat tentang prinsip-prinsip spiritual yang dapat membantu pecandu untuk menjalankan pemulihan.

Penelitian dengan judul Pola Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Hemodialisis, sebuah studi deskriptif yang termuat dalam jurnal Mediator oleh Rini Rinawati yang bertujuan untuk memperoleh gambaran atau memahami mengenai pola komunikasi terapeutik melalui perilaku verbal dan nonverbal yang dilakukan para perawat terhadap pasien penderita gagal ginjal kronik dalam proses hemodialisis (cuci darah) di rumah sakit.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yang objektif yaitu penelitian yang bernuansa kuantitatif namun data digali secara kualitatif dan sebagai konsekuensinya data yang dianalisis seluruhnya berupa data kualitatif. Metode

pengumpulan data berupa observasi, wawancara formal, wawancara informal dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik dalam pelayanan perawatan mempunyai peran yang besar terhadap peningkatan pengetahuan pasien terhadap penyakit. Interaksi perawat dan pasien memfasilitasi proses transfer pengetahuan maupun informasi tambahan yang belum dimengerti oleh pasien. Pola komunikasi terapeutik hemodialisis yang terlihat dari penelitian ini adalah dengan memaksimalkan komunikasi verbal dan nonverbal.

Penelitian yang relevan selanjutnya berjudul “Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Anak dan Orangtua” oleh Mahasiswa FISIP Universitas Diponegoro, Ilya Putri Redhian. Penelitian ini ingin melihat bagaimana komunikasi terapeutik yang diterapkan pada anak karena dalam memberikan asuhan keperawatan anak berbeda dengan komunikasi terapeutik yang diterapkan pada pasien dewasa, dibutuhkan teknik dan cara yang berbeda dalam menerapkan komunikasi terapeutik terhadap pasien anak, selain itu juga diperlukan orangtua sebagai pendamping yang bisa memberikan banyak informasi tentang si anak.

Pendampingan orangtua perlu sekali apalagi di tahap-tahap perkenalan. Jika pasien sudah bisa diajak berkomunikasi dengan baik perawat tanyakan langsung pada anak tapi jika tidak bisa, maka langsung ke orangtuanya, seringkali perawat melakukan komunikasi pada orangtua pasien anak. Teknik yang digunakan perawat adalah teknik bermain, karena ini yang dianggap paling efektif. Cara komunikasi terapeutik yang perawat terapkan seperti posisi badan, jarak interaksi, nada bicara, melakukan sentuhan dan mengalihkan aktivitas cukup sering dilakukan perawat saat menghadapi pasien anak.

John Royle Candi, mahasiswa Universitas Telkom melakukan penelitian tentang proses komunikasi terapeutik dalam hipnoterapi. Metode penelitian yang digunakan oleh penelitian dalam melaksanakan penelitian ini yaitu penelitian kualitatifdengan pendekatan deskriptif. Metode ini dilakukan berdasarkan pengalaman yang dialami oleh peneliti dalamkehidupan yang sedang dijalani saat ini.Peneltian ini menggunakan metode pengumpulan data observasi dan wawancara. Teknik analisis data dilakukan melalui empat tahap yaitu bracketing, adalah proses mengidentifikasi dengan “menunda” setiap keyakinan dan opiniyang sudah terbentuk sebelumnya tentang fenomena yang sedang diteliti.

Intuition, terjadi ketika seorang peneliti tetap terbuka untuk mengaitkan makna-maknafenomena tertentu dengan orang-orang yang telah mengalaminya.

Analysing, analisis melibatkan proses seperti coding (terbuka, axial, dan selektif), kategorisasisehingga membuat sebuah pengalaman mempunyai makna yang penting dan decribing, yakni menggambarkan. Pada tahap ini, peneliti mulai memahami dan dapatmendefinisikan fenomena menjadi “fenomenon” (fenomena yang menjadi).

Penelitian ini memberikan hasil bahwa seorang hipnoterapis dalam melakukan konseling perlu melewati beberapa fase komunikasi terapeutik, dimulai dengan fase pra-induksi, fase induksi dimana klien dibawa ke alam bawah sadar, fase prosedur terapeutik dimana terapis memberikan sugesti kepada klien agar sembuh dari permasalahan psikologisnya, fase terminasi dan terakhir fase dimana terapis memberikan terapi khusus kepada klien yang disebut fase post hypnotic. Dalam membangun hubungan interpersonal yang baik antara terapis dan klien, terapis harus masuk ke dalam permasalahan yang dialami klien agar empati

terapis dapat terbentuk serta perlu menyamakan persepsi antar keduanya agar komunikasi terapeutik berjalan lancar.

Penelitian lainnya oleh Dewi (2015) yang melakukan penelitian untuk melihat bagaimana komunikasi terapeutik konselor laktasi terhadap klien relaktasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, menggunakan teori interaksi simbolik dan self-disclosure sebagai perspektif dalam menganalisa fenomena kasusnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa proses komunikasi terapeutik konselor laktasi terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap pembinaan hubungan baik, tahap pengumpulan informasi dan tahap penyelesaian masalah. Ada sepuluh teknik komunikasi yang digunakan konselor dalam konseling relaktasi yaitu:

komunikasi nonverbal, mendengarkan, mengajukan pertanyaan, menggunakan respons sederhana, berempati, menghindari kata-kata menghakimi/menilai, menerima apa yang klien pikirkan, mengenali dan memuji, memberikan informasi yang relevan, dan terakhir memberikan saran. Hasil penelitian juga memberikan gambaran model komunikasi terapeutik antara konselor dan klien sebagai berikut:

Gambar 2.1

Model Komunikasi Terapeutik Konselor Laktasi dan Klien Relaktasi (Dewi, 2015)

Penelitian sejenis lainnya, disertasi dari UIN Sumetara Utara yang berjudul “Komunikasi Terapeutik Dokter dan Paramedis terhadap Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Bernuansa IslamiDi Kota Medan” oleh Nina Siti Salmiah Siregar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk komunikasi terapeutik yang dilakukan dokter dan paramedis pada fase orientasi, fase kerja (working) dan fase penyelesaian (termination) terhadap kepuasan pasien rawat inap pada rumah sakit bernuansa Islami di Kota Medan (Rumah Sakit Haji Medan, Rumah Sakit Islam Malahayati dan Rumah Sakit Muhammadiyah Sumatera Utara), untuk mendeskripsikan penerapan prinsip-prinsip Komunikasi Islam dalam komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh dokter dan paramedis atau perawat terhadap pasien guna untuk menemukan model komunikasi terapeutik Islami dengan penerapan prinsip Komunikasi Islam.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam, studi kepustakaan dan dokumentasi. Data diproses menggunakan model Miles dan Huberman, yaitu melalui tiga langkah, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian diketahui bahwa bentuk-bentuk komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh dokter dan paramedis atau perawat terhadap pasien pada fase orientasi, fase kerja (working) dan fase penyelesaian (termination) adalah melalui komunikasi interpersonal dengan penyampaian pesan melalui bentuk komunikasi verbal, komunikasi tertulis, dan komunikasi nonverbal. Model komunikasi terapeutik dokter dan paramedis atau perawat terhadap kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan pada rumah sakit bernuansa Islami di Kota Medan yang direkomendasikan dalam penelitian ini adalah model komunikasi

terapeutik yang berlandaskan prinsip-prinsip komunikasi Islam (Qaulan Sadida, Qaulan Ma’rufa, Qaulan Karima, Qaulan Layyina dan Qaulan Maysura) seluruh kegiatan komunikasi terapeutik baik pada fase orientasi atau tahap awal, fase kerja atau tahap working, dan pada tahap terminasi atau fase akhir.

Penelitian relevan lainnya oleh Arif Wibawa, Yenni Sri Utami dan Siti Fatonah yang termuat dalam Jurnal Aspikom yang bertujuan untuk menemukan model komunikasi efektif konselor di lapas Narkotika Kelas II A Sleman, Yogyakarta dalam merehabilitasi narapidana narkoba. Mengetahui gambaran penerapan modelkomunikasi tersebut peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian dilakukandengan metode multiangulasi yang melibatkanbeberapa metodeyaitu: studi pustaka atau literature, wawancara (indept interview), diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion)dan observasi

lapangan.

Hasil penelitian ini menemukan pola komunikasi dan pembinaan dalam rehabilitasi pengguna narkotika di lapas Klas II A Yogyakarta terdiri dari dua pola. Pertama,pola komunikasi informal dan pola komunikasi formal. Konsep kedua yang dilakukan adalahdengan konsep terapeutic community, suatu metode rehabilitasi sosial yang ditujukan kepada korban penyalahguna napza. Konsep ini masih baru dikembangkan di Lapas Klas II A Yogyakarta.Pola komunikasi yang telah berhasil diidentifikasi bertujuan membentuk warga binaan menjadimanusia yang kembali utuh setelah ketergantungannya terhadap narkoba, pembinaan kesadaranhukum, reintegrasi warga binaan dengan masyarakat, pembinaan keterampilan kerja, dan bimbingankonseling serta program rehabilitasi.

Beberapa penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dibahas dalam proposal ini. Persamaannya terdapat pada objek penelitian yaitu sama-sama mengkaji komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh petugas kesehatan baik itu fisik maupun mental (perawat, konselor, terapis) dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan perbedaannya terdapat pada aspek lain yang ingin dikaji. Penelitian ini mengkaji bagaimana komunikasi terapeutik pada anak korban kekerasan yang mengalami trauma psikis sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana proses komunikasi terapeutik yang dilakukan seorang konselor atau pendamping sesuai dengan keahlian yang mereka miliki.