• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMUAN PENELITIAN

4.1. Proses Penelitian

Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti menghubungi salah seorang pengurus di P2TP2A Provinsi Aceh melalui telepon seluler untuk meminta informasi terkait dengan hal-hal yang dibutuhkan sebelum penyusunan proposal penelitian. Setelah terselesaikannya seminar proposal penelitian dan dikeluarkannya surat penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian secara langsung ke lokasi penelitian pada bulan Juli tahun 2017. Setelah menyerahkan surat izin penelitian kepada ketua P2TP2A yang menduduki jabatan Kepala Bidang Anak di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) peneliti diizinkan untuk mengambil informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Peneliti kembali mendatangi kantor P2TP2A setelah pihak bagian administrasi DP3A menyatakan bahwa surat izin penelitian telah diteruskan ke pengurus P2TP2A. Gedung P2TP2A berdiri tepat di belakang gedung kantor DP3A yang terletak di Jalan Tgk. Batee Timoh No 2 Jeulingke Banda Aceh.

Kantor tersebut memiliki area halaman dan parkir yang cukup luas dan selalu terlihat rapi dan bersih karena siapa pun yang masuk ke dalam gedung kantor tidak dibenarkan menggunakan sepatu atau sandal dari luar. Saat peneliti tiba di kantor P2TP2A, seluruh anggota pengurus sedang melangsungkan rapat di

ruangan pengurus yang memang sering dijadikan tempat pertemuan. Setelah selesai pertemuan, peneliti bertemu dengan kak Nisa, manajer kasus di P2TP2A untuk menyampaikan maksud dan tujuan dilakukannya penelitian di P2TP2A.

Kak Nisa menyambut baik maksud peneliti dan menjadwalkan waktu untuk dipertemukan dengan informan penelitian dari pihak konselor dan psikolog yang bertugas di P2TP2A karena pada hari itu informan yang dimaksud sedang tidak ada di tempat.

Peneliti kembali mendatangi kantor P2TP2A pada hari Rabu, 05 Juli 2017 pukul 09.30 WIB untuk dipertemukan dengan informan penelitian setelah manajer kasus mengkonfimasi ulang jadwal pertemuan melalui SMS. Konselor di P2TP2A tersebut berjumlah 3 (tiga) orang dan 2 (dua) orang tenaga psikolog namun manajer kasus menyampaikan bahwa yang pada hari itu bisa ditemui hanya dua orang konselor saja karena satu orang konselor mengalami cidera di bagian kaki akibat kecelakaan, sementara untuk tenaga psikolog harus membuat janji terlebih dahulu dikarenakan aktivitas mereka di luar sebagai tenaga pengajar di beberapa universitas. Peneliti diperkenalan dengan soerang konselor bernama Nanda namun pada hari itu pun peneliti tidak bisa melakukan wawancara dengan Nanda karena ia bersiap untuk pergi ke Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA). Peneliti hanya berbicara sebentar terkait dengan tujuan penelitian dan menyepakati waktu wawancara di lain hari. Peneliti kemudian menghubungi konselor yang lain lagi bernama Matan karena yang bersangkutan sedang di luar kantor. Sembari menunggu peneliti berbincang-bincang dengan pengurus lain yang ada di ruangan tersebut. Pembicaraan sampai kepada pembahasan bagaimana pengurus tersebut bisa bergabung di P2TP2A. Ia menceritakan bahwa ia dan beberapa rekan lainnya

direkrut dari Yayasan Pulih di Aceh yang awalnya berdiri dengan tujuan memberikan bantuan psikososial bagi korban gempa tsunami. Pada pukul 10.30 WIB konselor yang ditunggu tiba di kantor, ia langsung menemui peneliti, saling bersalaman dan memperkenalkan diri. Wawancara dengan konselor Matan berjalan sangat baik tanpa ada hambatan. Wawancara dilakukan di ruangan pengurus yang berukuran 6 x 4 meter selama kurang lebih satu setengah jam.

Pertemuan dengan konselor Nanda disepakati pada hari Kamis tanggal 06 Juli 2017 di kantor P2TP2A dan peneliti tiba di kantor pada pukul 09.00 WIB.

Pada hari itu ternyata seluruh pengurus sedang melangsungkan pertemuan dengan pihak dari Kementerian Sekretariat Negara untuk mengetahu informasi terkait dengan fungsi P2TP2A di seluruh kabupaten kota di provinsi Aceh. Konselor Nanda meminta peneliti untuk menunggu sampai pertemuan tersebut selesai. Pada pukul 09.15 seorang ibu yang didampingi dua orang pegawai kantor lain mendatangi kantor P2TP2A untuk membuat laporan pengaduan atas kasus anaknya yang hilang dan dugaan eksploitasi anak. Ibu tersebut kemudian diarahkan untuk masuk ke ruang pengaduan dan bertemu dengan seorang pengurus penerima laporan pengaduan. Tak berapa lama peneliti juga masuk ke ruangan pengaduan setelah diberi izin untuk melakukan observasi bagaimana proses penerimaan laporan pengaduan yang dilakukan oleh pengurus P2TP2A tersebut.

Pada pukul 10.40 pertemuan dengan pihak dari Kementerian pun selesai.

Peneliti kemudian menjumpai konselor Nanda untuk melakukan wawancara di ruangan pengurus. Setelah pengisian informed consent peneliti memulai wawancara. Pada saat dilakukan wawancara, beberapa pengurus keluar masuk

ruangan dan saling berbicara sehingga menimbulkan suara yang mengganggu hasil rekaman suara antara peneliti dan informan. Konselor Nanda kemudian meminta peneliti untuk berpindah lokasi pada menit kesepuluh karena suasana ruangan yang sudah mulai ramai. Wawancara kemudian dilaksanakan di ruangan lain yang lebih kondusif selama kurang lebih satu jam.

Paha hari Jumat peneliti kembali mendatangi kantor P2TP2A setelah diberikan informasi dari manajer kasus bahwa pada hari itu kedua psikolog hadir ke kantor P2TP2A. Peneliti tiba di kantor pukul 10.00 WIB dan berbincang dengan manajer kasus sambil menunggu kehadiran psikolog dan teman-teman konselor lainnya untuk melaksanakan rapat kasus yang dihadiri oleh psikolog, konselor dan manajer kasus. Peneliti memperkenalkan diri dengan seorang psikolog setibanya ia di kantor, menyampaikan maksud dan tujuan peneliti serta menanyakan kesediaannya untuk diwawancara. Psikolog tersebut meminta peneliti menghubunginya di lain waktu karena ia sedang ada kegiatan assessment dalam beberapa hari. Peneliti juga tidak bisa menjumpai seorang psikolog lagi karena waktu yang sangat terbatas pada hari itu.

Setelah mendapat nomor telepon seorang psikolog yang bernama bu Endang, peneliti menyampaikan maksud penelitian dan menanyakan kesediaan psikolog tersebut untuk menjadi informan penelitian, psikolog Endang kemudian memutuskan wawancara dilakukan di kantor P2TP2A pada hari Senin. Pada hari yang telah dijadwalkan tersebut, peneliti melakukan wawancara selama kurang lebih satu jam. Peneliti juga mencoba menghubungi konselor lainnya yang mengalami kecelakaan namun konselor tersebut menyatakan bahwa kondisinya sedang tidak baik dan tidak memungkinkan untuk diwawancara. Sore harinya

peneliti melakukan wawancara dengan psikolog lainnya yang dipanggil kak Haiyun di klinik tempat ia melaksanakan praktek. Wawancara dilakukan di ruangan praktek psikolog Haiyun yang tidak begitu besar dengan durasi waktu yang tidak begitu lama, di tengah proses wawancara psikolog tersebut merasa terganggu dengan suara musik yang terdengar keras dari speaker di klinik tersebut yang diputar berulangkali.

Peneliti dalam beberapa hari terus mendatangi kantor P2TP2A untuk melihat aktivitas pengurus termasuk konselor dan psikolog dan menunggu laporan kasus yang masuk ke P2TP2A. Peneliti meminta kepada konselor untuk ikut dalam sesi pendampingan jika mereka melakukan pendampingan kepada korban kekerasan guna kelengkapan data yang didapat melalui observasi, namun peneliti tidak diizinkan untuk terlibat dikarenakan proses konseling dan terapi bersifat rahasia serta kondisi korban yang lagi dalam masa pemulihan. Pada hari Senin tanggal 17 Juli 2017 seorang anak korban kekerasan mendatangi kantor P2TP2A untuk bertemu dan meluangkan waktu dengan konselor Nanda. Peneliti melakukan observasi bagaimana interaksi anak korban kekerasan dengan konselor tersebut. Ia merupakan korban yang tinggal di PSAA dan pada saat itu hanya sekedar bermain ke kantor P2TP2A.Peneliti tidak bisa melakukan wawancara dengan korban tersebut karena dilihat dari perilakunya masih tidak adaptif.

Peneliti hanya melihat keakraban antara korban tersebut dengan konselor yang menanganinya saat itu. Ia dilibatkan dalam aktivitas kantor yang saat itu sedang mempersiapkan acara kegiatan Hari Anak Nasional.