• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.3. Uraian Teori

2.3.2. Komunikasi Antarpribadi

Teori utama yang digunakan pada penelitian ini adalah teori komunikasi antarpribadi. Devito (1997: 23) menyebutkan komunikasi antarpribadi adalah peristiwa komunikasi dan interaksi dengan orang lain, untuk mengenal orang lain dan diri sendiri dan mengungkapkan diri sendiri kepada orang lain yang mengacu pada tindakan, oleh satu orang ataulebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan adakesempatan untuk melakukan umpan balik.

Pola komunikasi antarpribadi yang dikemukakan oleh Devito terlihat dalam gambar berikut ini:

Gambar 2.2 Pola komunikasi antarpribadi (Devito, 1997)

Komunikasi antarpribadi berisi elemen-elemen yang ada disetiap aktivitaskomunikasi antarpribadi. Dari bagan tersebut dapat diidentifikasi beberapa unsur dari komunikasi antarpribadi dan bagaimana suatu proses komunikasi antarpribadi terjadi. Suatu proses komunikasi antarpribadi terjadi ketikasumber (source/encoder) mengirimkan pesan (messages) melalui suatusaluran (channels) kepada penerima (receiver/decoder) yang dapat memberikanumpan balik (feedback), pada proses pengiriman pesan maupun umpan balik, terdapat gangguan atau hambatan (noise) yang dapat merusak atau merubah isi pesanyang dikirimkan.

Komunikasi antarpribadimenurut Joseph A. Devito (1997:43) harus memiliki prinsip-prinsip antara lain keterbukaan(openess), empati (emphaty), sifat mendukung (supportiveness), sikap positif(positiveness) dan kesetaraan (equality).Keterbukaan adalah kemauan menanggapi dengan senanghati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi.Empatiadalah

Konteks (lingkungan)

kemampuan seseorang untukmengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, darisudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.

Dukungan adalah situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung.Rasa Positif adalah jika seseorang memiliki perasaanpositif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi danmenciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.Kesetaraan artinya komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bilasuasananya setara. Artinya, ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belahpihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untukdisumbangkan. Kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan positiftak bersyarat kepada individu lain.

2.3.2.1.Komunikasi Terapeutik

Menurut Homby (dalam Nasir dkk, 2009: 142) terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dan penyembuhan. Hal ini menggambarkan bahwa proses komunikasi terapeutik dimulai dari pengkajian, menentukan masalah, menentukan rencana tindakan, melakukan tindakan sesuai dengan yang telah direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and give antara perawat dan klien menggambarkan hubungan memberi dan menerima.

Northouse (dalam Suryani, 2005:13) menjelaskan bahwa komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Kalthner, dkk (dalam Mundakir, 2006:115) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan.

Berdasarkan beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang direncanakan oleh seorang profesional untuk tujuan terapi atau penyembuhan atas gejala-gejala psikologis seorang klien dengan adanya keterkaitan emosional antara keduanya.

Para profesional membantu klien mengatasi masalah yangdihadapinya melalui komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannyadipusatkan untuk kesembuhan klien.

2.3.2.1.1. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik sangat penting untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif. Suryani (2005:13) menjabarkan tujuan komunikasi terapeutik sebagai berikut:

a) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Dengan melakukan komunikasi terapeutik pada klien tersebut, diharapkan perawat

dapat mengubah cara pandang klien tentang penyakitnya, dirinya, dan masa depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.

b) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya.

c) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Dalam hal ini, peran perawat adalah membimbing klien dalam membuat tujuan yang realistis dan meningkatkan kemampuan klien memenuhi kebutuhan dirinya.

d) Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri klien melalui komunikasinya dengan klien.

2.3.2.1.2. Teknik Komunikasi Terapeutik

Teknik komunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sundeen dalam Uripni (2003:46) antara lain mendengarkan dengan penuh perhatian, menunjukkan penerimaan, menanyakan pertanyaan yang berkaitan, mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri, melakukan klarifikasi atas pernyataan klien, fokus, memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, memberi tambahan informasi atas tindakan untuk klien, memberikan kesempatan kepada perawat dan pasien untuk mengorganisasi pikirannya, meringkas ide

utama yang telah dikomunikasikan, memberikan penghargaan kepada klien, menyediakan diri tanpa ada respon bersyarat atau respon yang diharapkan, memberi kesempatan klien untuk memulai pembicaraan, memberi kesempatan kepada pasien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan, menempatkan kejadian dan waktu secara berurutan,menganjurkan klien untuk menguraikan persepsi dan memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakakan dan menerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

2.3.2.1.3. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik

Adapun prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Pieter (2017: 157) antara lain:

a) Hubungan terapeutik adalah hubungan yang saling menguntungkan didasarkan pada prinsip humanity of nurses and clients. Hubungan ini tidak hanya sekadar hubungan seorang penolong dengan pasien tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat.

b) Komunikator harus menghargai keunikan komunikan (klien), menghargai perbedaan karakter, memahami perasaan dan perilaku klien.

c) Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima pesan.

d) Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara komunikator dan komunikan merupakan kunci dalam komunikasi terapeutik.

2.3.2.1.4. Tahapan Komunikasi Terapeutik

Tahapan komunikasi terapeutik, siklus atau langkah-langkah yang harus dilakukan dalam komunikasi terapeutik terdiri dari 4 tahap yaitu tahap prainteraksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi (Nasir dkk, 2009: 172-175).

Tahap prainteraksi merupakan tahap sebelum terjadi pertemuan dengan klien. Petugas terlebih dahulu menggali kemampuan yang dimiliki sebelum kontak atau berhubungan dengan klien termasuk kondisi kecemasan yang menyelimuti diri petugas sehingga terdapat dua unsur yang perlu dipersiapkan dan dipelajari pada tahap prainteraksi yaitu unsur diri sendiri dan unsur dari pasien.

Dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang dipelajari dari diri sendiri adalah pengetahuan yang dimiliki terkait dengan penyakit atau masalah klien, kecemasan diri, analisis kekuatan diri dan waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan. Hal-hal yang dipelajari dari unsur pasien adalah perilaku pasien dalam menghadapi masalahnya adat istiadat dan tingkat pengetahuan.

Tahap perkenalan atau orientasi adalah kegiatan pertemuan pertama kali dan membuat kontrak dengan klien. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien antara lain: tempat, waktu pertemuan dan topik pembicaraan. Tugas perawat dalam tahap perkenalan adalah (1) membina hubungan rasa saling percaya dengan menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka dan (2) memodifikasi lingkungan yang kondusif dengan peka terhadap respon klien dan menunjukkan penerimaan serta membantu klien mengekspresikan perasaan dan pikirannya.

Tahap yang paling lama diantara tahap lainya adalah tahap kerja. Petugas dan klien bertemu untuk menyelesaikan masalah dan membentuk hubungan yang

saling menguntungkan secara profesional, yaitu mencapai tujuan yang ditetapkan.

Pada fase ini petugas memiliki kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif klien, Memberi bantuan yang dibutuhkan klien, mendiskusikan dengan teknik untuk mencapai tujuan. Harus ada persamaan persepsi, ide dan pikiran antara klien dan petugas dalam melaksanakan tindakan untuk mencapai tujuan akhir yang dapat mempercepat proses kesembuhan klien sehingga diperlukan adanya kemandirian sikap dari klien dalam mengambil keputusan.

Tahap terminasi dimulai ketika klien dan petugas memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan klien. Pada tahap ini petugas mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan, menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan dan membuat pertemuan berikutnya kalau diperlukan.Kegiatan yang dilakukan dalam tahap terminasi adalah (1) evaluasi subjektif yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi suasana hati setelah terjadi interaksi dengan klien. Kegiatan ini penting dilakukan agar petugas tahu kondisi psikologis klien dalam rangka menghindarkan klien dari sikap defensive ataupun menarik diri, (2) evaluasi objektif yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi respon objektif terhadap hasil yang diharapkan dari keluhan yang dirasakan, (3) tindak lanjut, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan kepada klien mengenai lanjutan dari kegiatan yang telah dilakukan.

2.3.2.1.5. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Komunikasi Terapeutik Kariyoso (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2015:54) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mendukung dari komunikasi ditinjau dari komunikator

mencakup kecakapan komunikator, sikap komunikator, pengetahuan komunikator, sistem sosial, pengarah komunikasi dan diitinjau dari komunikan meliputi kecakapan, sikap, pengetahuan, sistem sosial dan saluran (pendengaran, penglihatan) dari komunikasi.

Ada beberapa hambatan yang mungkin terjadi ketika menjalin komunikasi dua arah, antara lain dari faktor bahasa, budaya, kesalahpahaman, sisi historis atau pengalaman serta adanya yang mendominasi percakapan Damaiyanti dalam Prasanti dan Fuady (2017:8). Menurut Muhammad dalam prasanti dan Fuady (2017:7), secara umum hambatan dalam komunikasi dapar diklasifikasikan menjadi tiga yaitu hambatan pribadi (psikologis), hambatan fisik dan hambatan semantik.

Hambatan pribadi adalah gangguan komunikasi yang timbul dari emisi, nilai dan kebiasaan menyimak yang tidak baik. Hambatan pribadi seringkali mencakup jarak psikologi diantaranya orang-orang yang serupa dengan jarak fisik sesungguhnya.Hambatan fisik adalah gangguan komunikasi yang terjadi di lingkungan tempat berlangsungnya komunikasi dan hambatan semantik adalah hambatan ini berasal dari keterbatasan simbol-simbol itusendiri. Ada beberapa karakteristikdari bahasa yang menyebabkan proses decoding dalam bahasa semakin sulit antara lain karena bahasa itu statis sedangkan realitasnya dinamis, bahasa itu terbatas sedangkan realitasnya tidak terbatas dan bahasa itu bersifat abstrak.

2.3.2.2. Komunikasi Verbal dan Nonverbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan kesehatan adalah dengan pertukaran infomasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka yang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seseorang akan mengomunikasikan dan menginterpretasikan kata secara verbal sehingga bahasa dapat didefenisikan sebagai sebuah perangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti dan memiliki fungsi untuk mempelajari tentang dunia sekeliling, membina hubungan yang baik antara sesama manusia dan menciptakan ikatan dalam kehidupan manusia (Cangara, 2011: 101).

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (dalam Mulyana, 2003:308), komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan pengguna lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Hal ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan.

Cangara (2011: 105) menyatakan bahwa penyampaian kode nonverbal biasa disebut juga bahasa isyarat atau bahasa diam (silent language).

Penyampaian kode nonverbal tersebut merupakan cara yang paling efektif dan meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Apabila terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan dan apa yang diperbuat, seseorang akan cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat kode noverbal daripada kode verbal.

Ada beberapa bentuk komunikasi nonverbal diantaranya:

1) Kinesics/Gerakan Tubuh; gerakan tubuh merupakan perilaku nonverbal dimana komunikasi terjadi melalui gerak tubuh seseorang atau bagian-bagian tubuh. Gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, gerak-isyarat, postur atau perawakan dan sentuhan (Budyatna & Ganiem, 2012: 125).

2) Paralanguage (Parabahasa); parabahasa atau vokalika (vocalics), merujuk pada aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi atau rendah), intensitas (volume) suara, intonasi, kualitas vokal (kejelasan), warna suara, dialek, suara serak, suara sengau, suara terputus-putus, suara yang gemetar, suitan, siulan, tawa, erangan, tangis, gerutuan, gumaman, desahan, dan sebagainya. Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita.

3) Penggunaan Ruang

a. Proksemik; proksemik merupakan studi mengenai ruang informal – ruang di sekitar tempat yang kita gunakan suatu saat. Mengelola ruang informal memerlukan pemahaman mengenai sikap terhadap ruang dan wilayah pribadi (Budyatna & Ganiem, 2012: 134). Edwadt T. Hall (dalam Budyatna & Ganiem, 2012) berpendapat bahwa budaya Amerika Serikat yang dominan empat jarak yang berbeda dianggap nyaman dan bergantung pada sifat pembicaraannya, yaitu:

(1) Jarak akrab atau intimate distance, samapi 50 cm dianggap tepat untuk pembicaraan antara dua sahabat akrab.

(2) Jarak pribadi atau personal distance, dari 50 cm sampai dengan 125cm merupakan jarak untuk pembicaraan yang terjadi secara kebetulan.

(3) Jarak sosial atau social distance, dari 125 cm – 4 m, untuk urusan bisnis seperti mewawancarai seorang calon pegawai.

(4) Jarak umum atau public distance mengenai apa saja lebih dari 4 m.

b. Wilayah; wilayah disebut juga dengan teritorial mengacu pada ruang dimana kita menuntut kepemilikan wilayah itu. Adakalanya kita tidak menyadari cara-cara kita menuntut ruang itu sebagai milik kita dan dalam hal lain kita berusaha keras menggunakan tanda-tanda yang nyata mengenai wilayah kita.

4) Penampilan Fisik; penampilan fisik meliputi bentuk tubuh, ciri-ciri fisik seperti rambut, mata dam pilihan-pilihan kita mengenai pakaian, merawat diri dan merias tubuh. Ukuran dan bentuk tubuh seseorang memancarkan pesan-pesan yang kuat dalam manusia berinteraksi. Ciri-ciri fisik seperti tinggi badan, berat badan, warna kulit, warna rambut dan gaya bersisir serta bentuk wajah mengandung pesan-pesan nonverbal. Orang memberikan kesan mengenai orang lain berdasarkan ciri-ciri semua ini.

2.3.1.3. Self Disclosure

Laurence, Pietromonaco & Breet (dalam Wei, M., Russel, & Zakalik, 2005:603) mengatakan bahwa self disclosure is an important tool that is used to get know new people. And can be used by freshmen to build friendships in e new environment. Menurut Wei, M., Russel, & Zakalik, dkk (2005:602) “Self-disclosure refers to individual’s the verbal communication of personality relevant information, thoughts, and feelings in order to let themselves be know to others”, bahwa self disclosure merupakan komunikasi verbal yang dilakukan seseorang

mengenai informasi kepribadian yang relevan, pikiran dan perasaan yang disampaikan, agar orang lain mengetahui tentang dirinya.

Teori self disclosuresering disebut teori “Johari Window” atau Jendela Johari yang merupakan sebuah teori yang diciptakan oleh Joseph Luft dan Harry Ingham pada tahun 1955. Dalam Johari Windowdiungkapkan tingkat keterbukaan dan kesadaran tentang diri yang dibagi dalam empat kuadran.

1) Kuadran satu/open area; daerah ini berisikan semua informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan, dan sebagainya yang diketahui oleh diri sendiri dan orang lain.

2) Kuadran dua/blind area; daerah ini merujuk pada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh orang lain, tetapi tidak diketahui oleh diri sendiri.

3) Kuadran tiga/hidden area; daerah ini merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri sendiri tetapi tidak oleh orang lain.

4) Kuadran empat/unknown area; daerah ini merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang tidak diketahui oleh diri sendiri maupun orang lain.

Gambar 2.3 Jendela Johari

Penggunaan terori self disclosure dalam penelitian ini menerangkan bahwa dalam pengembangan hubungan konselor dan klien terdapat empat kemungkinan sebagaimana terwakili melalui keempat jendela tersebut. Tugas seorang konselor sangatlah penting dalam menggali dan mengungkap permasalahan klien dengan memperbesar open area klien. Dengan teknik komunikasi terapeutik konselor mampu menciptakan kondisi agar klien bersikap terbuka dan memperkecil hidden areanya.