• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, maka diketahui bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup penelitian penulis ini, yaitu mengenai wewenang gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Oleh karena itu penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan penulis, bahwa tesis ini memiliki keaslian, dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi bagi peneliti dan akademisi. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau secara akademik.

F.Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis

artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.17 Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak di setujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.18

Oleh sebab itu langkah teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut:

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengmbangkan definisi-definisi; 3. Teori biasanya merupakan suatu ikhstisar dari pada hal-hal yang diteliti; 4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.19

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang dipergunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian tesis ini. Secara konseptual, teori yang dapat dijadikan acuan dalam membahas kerja Perda adalah dengan menggunakan pendekatan teori “ negara berdasar atas hukum” (rechtsstaat) sebagai grand theory

17

Kaelan M.S , Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum, dan Seni), (Yogyakarta: Paradigma, 2005), hal. 239.

18

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.

19

yang didukung oleh midle theory “trias politica” untuk memperkuat teori utama, serta konsep pembaharuan hukum dan prinsip-prinsip pembuatan perundang-undangan yang baik dan demokratis sebagai applied theory-nya.

Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam hal ini yang dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan. (pembagian kekuasaan secara teritorial/teritoril divison of power)

Secara Horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya, pembagian ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat yudikatif, eksekutif dan yudikatif (division of powers/trias politica).20

Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (negara kesatuan dengan sistem desentralisasi) tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi tetaap pada pemerintah pusat. Jadi adanya kewenangan untuk membuat peraturan bagi daerahnya sendiri tidak berarti bahwa pemerintah itu berdaulat. Sebab, pengawasan dan kekuasaan tertinggi masih tetap pada pemeritah pusat.

Pemerintah daerah secara internal juga melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. Pengawasan internal ini terdiri atas:

1. Pengawasan yang bersifat self administrative regulation, yaitu pembuatan dan penetapan standar operasional dan prosedur (SOP) dan pembuatan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Kepala Daerah.

20

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal. 138.

Pengawasan ini dilakukan oleh Kepala Daerah, dengan tujuan agar semua mekanisme dan prosedur administrasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pengawasan ini bersifat preventif.

2. Pengawasan melekat/built control. Yaitu pengawasan atasan langsung kepada bawahannya. Pengawasan ini dilakukan oleh atasan langsung dari seorang pegawai. Pengawasan ini bersifat Preventif.

3. Pengawasan layanan berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM). Pemerintah daerah harus membuat standar pelayanan minimal untuk semua jenis pelayanan yang diberikan. Setiap dinas, kantor, dan lembaga pada pemerintah daerah harus membuat SPM. SPM menjadi acuan utama untuk melakukan pelayanan. Dinas, Kantor, Biro, dan lembaga dalam pemerintah daerah yang memberikan pelayanan tidak sesuai dengan SPM yang ditetapkan berarti kinerjanya tidak baik.

4. Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan dan penilaian. Pengawasan ini bersifat refresif.21

Sebagaimana telah terjadi pengetahuan bersama, gagasan Negara Hukum merupakan gagasan modern yang mempunyai banyak perspektif dan boleh dikatakan selalu aktual, dalam memberikan pengertian mengenai gagasan Negara Hukum ini, setiap orang dapat memberikan bobot penilaian yang berlebihan baik terhadap kata “negara” maupun kata “hukum”. Setidaknya terdapat dua tradisi besar gagasan Negara Hukum di dunia, yaitu Negara Hukum dalam tradisi Eropa Kontinental yang disebut Rechsstaat dan Negara Hukum dalam tradisi Anglo Saxon yang disebut dengan Rule Of Law.

Salah satu ahli yang sering dirujuk ketika membicarakan topik Negara Hukum (Rechtsstaat) dalam tradisi Eropa kontinental adalah Freidrich Julius Stahl.

21

Hanif Nurcholis, “Teoridan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah”, (Jakarta: PT Grafindo, 2007, hal. 328.

Pandangannya tentang Rechtsstaat merupakan perbaikan dari pandangan Immanuel Kant. Unsur-unsur yang harus ada dalam Rechtsstaat adalah pertama, pengakuan hak-hak asasi manusia (grondrechten); kedua, pemisahan kekuasaaan (scheiding van machten); ketiga, pemerintahan berdasarkan Undang-Undang (wetmatigheid van het bestuur); dan keempat, peradilan administrasi (administratieve rechtpraak). Sedangkan unsur-unsur yang harus terdapat dalam Rule of Law adalah pertama, supremasi hukum (supremacy of law ); kedua, persamaan didepan hukum (equality before the law); ketiga, konstitusi berdasarkan atas hak-hak asasi manusia (constitusion based on human rights ).

Jhon Locke (1632-1704) memperkenalkan teori pemisahan kekuasaan. Menurutnya. Kemungkinan munculnya negara dengan konfigurasi politik totaliter bisa dihindari dengan adanya pembatasan kekuasaan negara. Kekuasaaan negara harus dibatasi dengan cara mencegah sentralisasi kekuasaan ke dalam satu tangan atau lembaga. Hal ini, menurut Locke, dilakukan dengan cara memisahkan kekuasaaan politik ke dalam tiga bentuk, yakni kekuasaan legislatif (legislative power), kekuasaan eksekutif (executive power), dan kekuasaan federatif (federative power).22

Ketiga cabang kekuasaan tersebut tidak boleh melampaui batas wewenang masing-masing yang telah diberikan oleh konstitusi. Dalam kerangka inilah, diperlukan adanya ajaran mengenai checks and balances system ( sistem pengawasan dan keseimbangan) di antara lembaga-lembaga negara yang mengandaikan adanya

22

kesetaraan dan saling mengawasi satu sama lain, sehingga tidak ada lembaga yang lebih powerful dari yang lain.23

Indonesia sebagai negara hukum yang menganut ajaran negara berkonstitusi seperti negara-negara modern lainnya, memiliki konstitusi tertulis yang disebut Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 ini ditempatkan sebagai

fundamental law sehingga menjadi hukum dasar atau sumber pembuatan hukum yang

lainnya dan sebagai higher law Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum tertinggi dalam tata urutan Perundang-undangan Republik Indonesia.24

Sejarah memperlihatkan bahwa tata urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 Tentang Bentuk dan Jenis Peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat yang terdiri dari :

1. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 2. Peraturan Pemerintah;

3. Peraturan Menteri.

Setelah Undang-Undang tersebut pernah berlaku Surat Presiden Nomor 2262/HK/59 tentang Bentuk Peraturan–Peraturan Negara, kemudian Ketetapan MPRS/XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR mengenai sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia.

23

Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila: Kumpulan Karangan Prof. Miriam Budiarjo, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), hal. 227.

24

Bagir Manan, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni, 1993), hal. 41-42.

Adapun tata urutan peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang- Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah yang terdiri dari Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/kota dan Peraturan Desa.

Intinya dari semua hukum positif yang berlaku menempatkan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar dan hukum tertinggi. Hal ini membawa konsenkuensi teori perjenjangan norma dari Hans Kelsen menjadi berlaku. Berarti tidak ada peraturan Perundang-Undangan yang bertentangan dengan UUD. Hans Kelsen mengemukakan norma berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu susunan hierarki, norma yang dibawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai akhirnya “ regressus” ini berhenti pada suatu norma yang lebih tinggi yang disebut norma dasar (grundnorm) yang tidak dapat lagi ditelusuri siapa pembentuknya atau dari mana asalnya. Norma dasar ini merupakan yang tertinggi yang berlakunya tidak bersumber dan tidak berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, tetapi berlakunya secara ‘presupposed

yaitu ditetapkan lebih dahulu oleh masyarakat. Berikut ini adalah gambar piramida

theorie von stufenbau der rechtsordnung: 25

Gambar 1. Piramida

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto memperkenalkan tujuh azas Undang-undang yaitu:26

1. Undang-Undang tidak berlaku surut.

2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

3. Undang- undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang bersifat umum.

4. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan Undang-undang yang berlaku terdahulu ( Lex posteriori derogat lex priori).

25

Maria Farida Indrati Soeprapto, IPPU Dasar-Dasar Dan Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), Hal. 38.

26

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Ikhtisar Antinomi Aliran Filsafat Sebagai Landasan Filsafat Hukum, (Jakarta: Rajawali, 1984), hal. 47.

5. Undang –undang tidak dapat diganggu gugat.

6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan maupun pelestarian (asas welvaarstaat) .

7. Undang-undang yang dibawah tidak bertentangan dengan Undang-undang yang diatasnya ( Lex superiore derogat lex infiriore).

2. Konsepsi

a. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka pembinaan oleh Pemerintah, Menteri, dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pembinaan dan pengawasan provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan kabupaten/kota.27

b. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan yang dilaksanakan oleh Pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan utamanya terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala

27

daerah.28

c. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan/atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.29

d. Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk daerah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.30

e. Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 31

f. Investasi (Penanaman Modal) adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.32

G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif, penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

28

Pasal 218 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.

29

Pasal 1 angka (11)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.

30

Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

31

Pasal 1 angka (64) Undang-Undang Nomor28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

32

mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin yang diterjemahkan Bismar Nasution, yang menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process.33 Menurut Sunaryati Hartono, Dalam Penelitian hukum normatif dapat mencari asas hukum, teori hukum dan pembentukan asa hukum baru. 34Namun untuk memperkuat data, penulis mempergunakan data empiris sebagai data pendukung, yakni dengan melakukan wawancara kepada informan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bagian Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara, khususnya Pendekatan yang bersifat yuridis-normatif tersebut akan dilakukan dengan mempergunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.35

Selain hal itu, penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang sengaja menggambarkan wewenang gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan peraturan daerah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Dikatakan bersifat deskrifptif karena penulis berusaha mengetahui dan memaparkan informasi faktual secara objektif dan sistematis.

33

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU,Tanggal 18 Februari 2003, hal. 1.

34

.C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), Hal. 12.

35

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjaun Singkat, (Jakarta: Rajawali, 1985). hal. 34-5

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan buku, tulisan ilmiah, dan karya-karya ilmiah lainnya.

Data pokok dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang meliputi: 1. Bahan hukum primer, yaitu seperangkat peraturan yang berhubungan dengan

Pemerintahan Daerah dan investasi.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan kajian dan analisis para ahli hukum yang bersumber dari berbagai jurnal, buku-buku, hasil-hasil penelitian dan dokumen-dokumen terkait lainnya.

3. Bahan hukum tertier, berupa bahan-bahan yang berfungsi memberikan kejelasan pemahaman terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus-kamus Hukum, Ekonomi, dan Ensiklopedia.

3. Alat Pengumpulan Data a. Studi Dokumen

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan melakukan identifikasi data. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematisasikan

sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif-kualitatif untuk samapi pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dijawab.36

b. Pedoman Wawancara

Wawancara terhadap Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bagian Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara. Wawancara ini dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun dengan tujuan penelitian.

4. Analisis Data

Analisis data di dalam penelitian ini, dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan pasal-pasal di dalam undang-undang terpenting yang relevan permasalahan. Kemudian membuat sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klarifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

36

Bambang Sungono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 195-196.

BAB II

PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PERATURAN DAERAH