• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Gubernur Dalam Rangka Pembinaan Dan Pengawasan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kewenangan Gubernur Dalam Rangka Pembinaan Dan Pengawasan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN

DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004

TESIS

Oleh

APRILLA HASLANTINI SIREGAR 087005081/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN

DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

dalam Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

APRILLA HASLANTINI SIREGAR 087005081/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004

Nama Mahasiswa : Aprilla Haslantini Siregar Nomor Pokok : 087005081

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum) Ketua

(Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS) (Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum) Anggota Anggota

Ketua Program Studi D e k a n

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 26 Januari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum

Anggota : 1. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS 2. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Pemerintah melimpahkan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Pembinaan dan Pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.

Berdasarkan kewenangan yang luas yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah perlu melakukan penelitian sejauh mana kewenangan Gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah di Sumatera Utara agar produk hukum Perda Kabuapten/Kota tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

Metode penelitian dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif. Data pokok dalam penelitian adalah data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah di Indonesia adalah dengan cara evaluasi dan klarifikasi dimana hal ini disebut dengan pengawasan preventif. Wewenang Gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Perda Kabupaten/Kota didelegasikan kepada Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara, kewenangan Gubernur dalam rangka peningkatan investasi di Sumatera Utara adalah dengan mengevaluasi Perda Kabupaten/Kota tentang pajak dan retribusi daerah yang tidak boleh menimbulkan biaya ekonomi tinggi, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi.

Banyaknya Perda bermasalah yang tidak mungkin diselesaikan dengan menerbitkan Peraturan Presiden maka Presiden dapat mendelegasikan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri untuk menetapkan pembatalan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Disarankan perlunya peningkatan peranan Biro Hukum Setda Provsu dalam rangka pembinaan dan pengawasan yaitu dengan menambah sumber daya manusia (SDM) seperti para legislative drafter dan para ahli hukum yang hendaknya dibentuk dalam sebuah tim khusus serta perlunya peningkatan pengawasan Pusat terhadap seluruh Perda Provinsi, Kabupaten/Kota secara berjenjang Kabupaten/Kota ke Provinsi dan Provinsi ke Pemerintah Pusat, sehingga tidak ada peraturan daerah Kabupaten/Kota yang langsung ke Pemerintah Pusat dan sebaiknya Pemerintah Pusat berkoordinasi terlebih dahulu kepada Pemerintah Provinsi.

(6)

ABSTRACT

The government delegated the development of the administration of District Government to the Governor as representative of the Government in accordance with legislation. Guidance and supervision is carried out by the Governor on Local Rules District reported to the President through the Minister of Home Affairs with aa copy to the the Department / Non-Departmental GovernmentInstitution concerned.

Under the broad authority that has been submitted to the Local Government needs to do research the extent to which the authority of the Governor in the framework of guidance and supervision of regulatory regions in North Sumatra for a legal product regulation Kabuapten / City does not conflict with legislation which is higher and not contrary to public interest .

Methods of research conducted with normative legal research methods. Basic data in the research is secondary data. Collecting data in this study conducted by the research literature and field research.

Guidance and supervision of local regulations in Indonesia is by way of evaluation and karifikasi where it is called preventive supervision. Powers of Governor in the framework of guidance and supervision regulation District delegated to the Bureau of Justice Secretariat of North Sumatra province, the authority of the Governor in order to increase investment in North Sumatra was to evaluate the regulation District of taxes and levies which should not cause a high economic cost, not be contrary to public interest and higher laws.

Number of law problems who can not be solved by issuing a Presidential Decree with the publication of the Local Government Act, the President may delegate authority to the Minister of Home Affairs to cancellation Provincial Laws and District.

It is suggested the need to increase the role of the Legal Bureau of the Regional Secretariat in order Provsu guidance and supervision is to increase human resources (HR) as the legislative drafter and legal experts should be established within a special team and the need for increased oversight of the entire Provincial Laws Center, District in stages District / City to Province and the Province to the central government, so there is no local regulation District directly to the Central Government and Central Government should coordinate in advance to the Provincial Government.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis Panjatkan kepada Allah S.W.T atas segala berkat dan

kasih karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada

waktunya. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar

Magister Hukum pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum

Univesitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul Tesis penelitian ini adalah: “ KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 ”. Di dalam menyelesaikan Tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa

pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang

terhormat para pembimbing : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, Dr.

Pendastaren Tarigan, SH, MS, dan Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum. Dimana

di tengah-tengah kesibukannya masih tetap meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan, petunjuk, dan mendorong semangat penulis untuk menyelesaikan

penulisan Tesis ini.

Perkenankanlah juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

(8)

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) diberikan kepada penulis untuk mengikuti

dan menyelesaikan pendidikan.

2. Dekan Fakultas Hukum Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, atas kesempatan

menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, atas

kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, sebagai Komisi Penguji, yang telah

meluangkan waktunya dan dengan penuh perhatian memberikan dorongan,

bimbingan, saran kepada penulis.

5. Dr. Mirza Nasution, SH, M.Hum, sebagai Komisi Penguji yang telah

meluangkan waktunya dan dengan penuh perhatian memberikan dorongan,

bimbingan, saran dan masukan yang sangat penting kepada penulis.

6. Kedua Orang Tua Alm. Ayahanda H. Sutan Siregar, SH dan Almh. Ibunda Hj.

Masbulan Lubis tercinta yang semasa hidupnya mendidik dengan penuh rasa

kasih sayang.

7. Suami tercinta Baginda Hasibuan, SE, MSi yang penuh rasa kasih sayang dan

senantiasa memberi semangat dan dorongan kepada penulis dalam

(9)

8. Kepada Anakku tercinta, Ariq Muflih Hasibuan, atas kesabaran dan

pengertiannya serta memberikan Doa dan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan penulisan Tesis ini.

9. Kepada Abang , Kakak dan Adik Penulis sayangi, atas kesabaran dan

pengertiannya serta memberikan Doa dan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan penulisan Tesis ini.

10.Kepada Rekan-rekan di Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera

Utara, Beserta seluruh Staff Ilmu Hukum terima kasih atas segala bantuan

selama penulis mengikuti perkuliahan, semoga Allah Membalas kebaikan

yang berlipat ganda, dan rekan-rekan kerja saya yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat memberi manfaat dan

menyampaikan permintaan yang tulus jika seandainya dalam penulisan ini terdapat

kekurangan dan kekeliruan, penulis juga menerima kritik dan saran yang bertujuan

serta bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan Tesis ini.

Medan, Januari 2011

Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Aprilla Haslantini Siregar

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 21 April 1969

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan/ Jabatan : PNS/ Kepala SUB Bagian Rancangan Produk Hukum Pada Biro Hukum SETDAPROVSU

Alamat : Jl. Kasmala No. 153 Blok A Komplek Kejaksaan Simpang Selayang Medan

Pendidikan : SD Negeri 020261 Binjai Tamat Tahun 1982

SMP Harapan 1 Medan Tamat Tahun 1985

SMA Harapan 1 Medan Tamat Tahun 1988

Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 1994

(11)

DAFTAR ISI

BAB II PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PERATURAN DAERAH DI INDONESIA ... 26

A. Hubungan Pusat dan Daerah Dalam Beberapa Perundang- Undangan ... 26

4. Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah ... 31

5. Penetapan Presiden No.6 Tahun 1959 Tentang Pemerintahan Daerah ... 34

6. Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah ... 35

(12)

8. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan

Daerah ... 38

9. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ... 42

B. Pengaturan Pengawasan Dalam Beberapa Undang-Undang Pemerintah Daerah ……… .. 44

10.Pengawasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintahan (PP)... 63

BAB III KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN PENGAWASAN PERDA KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH ... 72

A. Kewenangan Pembinaan dan Pengawasan Pada Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara ... 72

1. Kewenangan Pembinaan dan Pengawasan ... 72

2. Kewenangan Evaluasi dan Klarifikasi ... 75

2.1. Evaluasi …………..………. 81

2.2. Klarifikasi ………... 84

B. Efektivitas Pembinaan dan Pengawasan Perda Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara... 103

BAB IV KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERDA KABUPATEN/KOTA TERHADAP IKLIM INVESTASI DI SUMATERA UTARA ... 115

A. Pengawasan Terhadap Suatu Peraturan Daerah ………. 115

B. Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Bidang Pajak dan Retribusi Daerah yang Bermasalah ... 123

C. Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Perda Kabupaten/Kota Terhadap Iklim Investasi di Sumatera Utara... 149

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 152

A. Kesimpulan ……….. 152

B. Saran……….. 153

(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Daftar kinerja pemerintah provinsi terhadap peraturan Daerah Kabupaten/Kota setelah didelegasikan

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(15)

ABSTRAK

Pemerintah melimpahkan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Pembinaan dan Pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.

Berdasarkan kewenangan yang luas yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah perlu melakukan penelitian sejauh mana kewenangan Gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah di Sumatera Utara agar produk hukum Perda Kabuapten/Kota tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

Metode penelitian dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif. Data pokok dalam penelitian adalah data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah di Indonesia adalah dengan cara evaluasi dan klarifikasi dimana hal ini disebut dengan pengawasan preventif. Wewenang Gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Perda Kabupaten/Kota didelegasikan kepada Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara, kewenangan Gubernur dalam rangka peningkatan investasi di Sumatera Utara adalah dengan mengevaluasi Perda Kabupaten/Kota tentang pajak dan retribusi daerah yang tidak boleh menimbulkan biaya ekonomi tinggi, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi.

Banyaknya Perda bermasalah yang tidak mungkin diselesaikan dengan menerbitkan Peraturan Presiden maka Presiden dapat mendelegasikan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri untuk menetapkan pembatalan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Disarankan perlunya peningkatan peranan Biro Hukum Setda Provsu dalam rangka pembinaan dan pengawasan yaitu dengan menambah sumber daya manusia (SDM) seperti para legislative drafter dan para ahli hukum yang hendaknya dibentuk dalam sebuah tim khusus serta perlunya peningkatan pengawasan Pusat terhadap seluruh Perda Provinsi, Kabupaten/Kota secara berjenjang Kabupaten/Kota ke Provinsi dan Provinsi ke Pemerintah Pusat, sehingga tidak ada peraturan daerah Kabupaten/Kota yang langsung ke Pemerintah Pusat dan sebaiknya Pemerintah Pusat berkoordinasi terlebih dahulu kepada Pemerintah Provinsi.

(16)

ABSTRACT

The government delegated the development of the administration of District Government to the Governor as representative of the Government in accordance with legislation. Guidance and supervision is carried out by the Governor on Local Rules District reported to the President through the Minister of Home Affairs with aa copy to the the Department / Non-Departmental GovernmentInstitution concerned.

Under the broad authority that has been submitted to the Local Government needs to do research the extent to which the authority of the Governor in the framework of guidance and supervision of regulatory regions in North Sumatra for a legal product regulation Kabuapten / City does not conflict with legislation which is higher and not contrary to public interest .

Methods of research conducted with normative legal research methods. Basic data in the research is secondary data. Collecting data in this study conducted by the research literature and field research.

Guidance and supervision of local regulations in Indonesia is by way of evaluation and karifikasi where it is called preventive supervision. Powers of Governor in the framework of guidance and supervision regulation District delegated to the Bureau of Justice Secretariat of North Sumatra province, the authority of the Governor in order to increase investment in North Sumatra was to evaluate the regulation District of taxes and levies which should not cause a high economic cost, not be contrary to public interest and higher laws.

Number of law problems who can not be solved by issuing a Presidential Decree with the publication of the Local Government Act, the President may delegate authority to the Minister of Home Affairs to cancellation Provincial Laws and District.

It is suggested the need to increase the role of the Legal Bureau of the Regional Secretariat in order Provsu guidance and supervision is to increase human resources (HR) as the legislative drafter and legal experts should be established within a special team and the need for increased oversight of the entire Provincial Laws Center, District in stages District / City to Province and the Province to the central government, so there is no local regulation District directly to the Central Government and Central Government should coordinate in advance to the Provincial Government.

(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sesuai dengan jiwa konstitusi Undang Undang Dasar 1945, khususnya Pasal

18 ayat (2), kepada Pemerintah Daerah (Pemda) diberi wewenang untuk mengatur

dan mengurus sendiri rumah tangganya menurut asas otonomi dan tugas perbantuan.

Berbagai perundang-undangan yang mengatur pemerintahan daerah melalui asas

desentralisasi,1 dekonsentrasi2dan tugas perbantuan3 dapat dijadikan indikator besar

kecilnya wewenang daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya.

Semakin besar penerapan asas desentralisasi pada daerah, semakin luas urusan

pemerintah yang diatur masing-masing daerah, sebaliknya semakin besar penerapan

penerapan asas dekonsentrasi akan semakin kecil penerapan asas desentralisasi, maka

semakin kecil pula urusan pemerintahan yang diatur oleh masing-masing daerah.4

Pembentukan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Pasal 18

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah melahirkan berbagai

produk undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur

tentang pemerintah daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945,

1

Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan daeri pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.

2

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

3

Tugas Pembantuan ialah tugas untuk turut serta dalam melakukan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

4

(18)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957,

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, dan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Pada era reformasi telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999. Pengutamaan Pelaksanaan otonomi daerah (asas desentralisasi) nampak

pada Pasal 7 yang mengatur/menetapkan sebagai berikut: “Kewenangan dalam

bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,

agama serta kewenangan bidang lain.”

Penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintah kepada daerah, telah

menempatkan pemerintah daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional,

dalam rangka menciptakan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Dalam kaitan

ini peran dan dukungan daerah dalam rangka perundang-undangan sangat strategis,

khususnya dalam membuat peraturan daerah (Perda) dan peraturan daerah lainnya

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.5

Pada umumnya juga dapat dikatakan, bahwa pembinaan dan pengawasan

terhadap segala kegiatan Pemerintah Daerah, merupakan suatu akibat mutlak dari

adanya Negara Kesatuan. Di dalam Negara Kesatuan kita tidak mengenal bagian

yang lepas dari atau sejajar dengan negara, tidak mungkin pula ada negara di dalam

5

(19)

negara.6

Peraturan Daerah sebagai jenis Perundang-undangan nasional memiliki

landasan konstitusional dan landasan yuridis dengan diaturnya kedudukan Peraturan

Daerah dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (6), Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-undangan, Undang-Undang.

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah termasuk perundang-undangan

tentang Pemerintah Daerah termasuk perundang-undangan tentang daerah ekonomi

khusus dan daerah istimewa sebagai lex specialis dari Undang-Undang. No.32 Tahun

2004. Penting pula diperhatikan Undang-Undang. Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak dan Restribusi sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997

sebagaiman telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,

dalam rangka pengendalian Perda tentang Pajak dan Retribusi dan Undang-Undang.

Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dalam rangka keterpaduan nasional,

provinsi, kabupaten/kota.7

Akhir-akhir ini Pemerintah Pusat mempunyai perasaan yang kurang baik,

karena sebagian besar daerah tidak mau mengirimkan Peraturan Daerahnya kepada

Pemerintah Pusat. Menurut perkiraan Departemen Keuangan, dari 11.000 Peraturan

Daerah terdapat sekitar 1.366 yang dilaporkan ke pusat. 8

Peraturan Daerah yang telah dibentuk dipertanyakan dari segi kualitas.

6

Yusrin Nazief, Kewenangan Daerah Dan Fungsi Aparatur Pemerintah Daerah, Artikel, Medan: Juli 2007, hal. 13.

7

Muhammad Sapta Murti, Loc. Cit, hal. 1.

8

(20)

Pembatalan Perda menunjukkan gejala bahwa proses harmonisasi peraturan pusat

dengan peraturan daerah yang tidak berjalan dengan baik. Sesuai ketentuan Pasal 145

ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa peraturan

daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau perundang-undangan

yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah.9

Berbagai kebijakan di bidang pemerintahan yang dikeluarkan Pemerintah

Pusat dan digunakan sebagai payung hukum oleh Pemerintah Daerah didalam

menetapkan suatu Kebijakan Daerah, berulang kali mengalami perubahan yang

sangat signifikan yang ditandai dengan adanya paham sentralistik yakni lahirnya

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah,

yang kemudian berubah ke faham yang bernuansa otonomi daerah, akibat lahirnya

pemerintahan yang reformasi, sebagai wujud hancurnya kekuatan Orde Baru yang

ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, yang menghancurkan faham sentralistik menuju kebebasan

secara luas didalam mengatur rumah tangga daerahnya masing-masing yang pada

akhirnya cenderung tidak terkendali sampai memunculkan ide melepaskan hubungan

hierarki dari pemerintahan tingkat atasnya merujuk Pasal 4 Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999 dimaksud yang antara lain menegaskan bahwa tidak adanya

hubungan secara hierarki satu sama lain, sehingga masing-masing daerah berdiri

sendiri. Sebagai akibatnya muncul berbagai kebijakan daerah yang cenderung hanya

9

(21)

memikirkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (selanjutnya disingkat PAD)10

tanpa mengindahkan tatakrama birokrasi yang selama ini telah terbina sehingga tanpa

adanya pengawasan bahkan melahirkan produk-produk hukum daerah yang

cenderung semena-mena tidak pro investasi yang pada akhirnya menghambat iklim

investasi di daerah.

Munculnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, adalah implikasi dari kebijakan Pemerintahan Pusat yang mulai memikirkan

pembangunan dan perkembangan pemerintah daerah, sehingga membawa angin

segar bagi pengembangan investasi karena kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota

yang semula cenderung semaunya, ditata ulang kembali, dengan memperketat

pengawasan terhadap produk hukum daerah yang pada dasarnya lahir dari kebijakan

Kepala Daerah beserta lembaga mitranya yaitu DPRD setempat khusunya di dalam

pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum

(Rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan (machtstaat), yang harus ditempatkan

dalam suatu keseimbangan, keserasian dan keselarasan kehidupan bermasyarakat.

Mengingat beratnya beban daerah dalam rangka memenuhi amanat

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dalam rangka menyejahterakan masyarakat dalam

pembangunan nasional dan daerah maka setiap kebijakan publik yang dihasilkan

merupakan kebijakan dalam rangka mengatur rumah tangga daerah tersebut dan

materi muatan Peraturan Daerah dapat juga memuat dan menampung kondisi khusus

10

(22)

daerah yang bersangkutan.

Kemandirian itu sendiri mengandung arti bahwa daerah berhak mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan di sini mengandung arti bahwa

daerah yang bersangkutan bahwa membuat keputusan hukum berupa peraturan

perundang-undangan yang kemudian antara lain diberi nama Peraturan Daerah.

Kemudian dalam rangka otonomi daerah, Pemerintah Daerah memerlukan

sumber-sumber pendapatan guna menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan

di daerah. Idealnya sumber tersebut digali dari daerah sendiri dalam bentuk

Pendapatan Asli Daerah (PAD) disamping transfer dana yang berasal dari Pusat.

Sumber dana yang paling penting dari PAD adalah Pajak dan Retribusi. Pajak

dipungut dari masyarakat wajib pajak tanpa memperhatikan besar kecilnya

pelayanan/jasa yang telah dinikmati/diperoleh dari Pemerintah Daerah, sementara

pembayaran retribusi oleh masyarakat wajib retribusi sangat ditentukan oleh

pelayanan/jasa yang telah diberikan oleh Pemerintah Daerah.11

Sejalan dengan otonomi daerah yaitu dengan bertambahnya

kewenangan-kewenangan yang diserahkan ke daerah dalam rangka desentralisasi menimbulkan

konsekuensi dibutuhkan dana yang semakin besar bagi daerah untuk menjalankan

operasionalisasi dari kewenangan-kewenangan tersebut, Melalui kebijakan

desentralisasi fiskal, daerah memperoleh kewenangan untuk mendapatkan

sumber pendapatan yang layak diantaranya kewenangan untuk menggali

sumber-sumber pendapatan yang berasal dari daerah sendiri berupa pajak daerah dan

11

(23)

retribusi daerah. Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah hanya dapat

dilakukan apabila ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pajak daerah dan

retribusi daerah.

Sejak otonomi daerah bergulir, muncul ribuan Perda pajak dan retribusi

daerah yang memberatkan investor. Perda ini dianggap menimbulkan ekonomi biaya

tinggi yang berdampak bagi pertumbuhan ekonomi, baik lokal maupun nasional.

Banyak Pemerintah Daerah memanfaatkan peluang meningkatkan PAD melalui

perda.

Perda yang mengatur tentang pajak dan retribusi daerah merupakan sumber

persoalan utama karena bersinggungan langsung dengan kehidupan ekonomi

masyarakat dan negara. Bagi daerah sendiri, Perda pajak dan retribusi daerah

merupakan daerah hukum untuk melegalkan praktik pemungutan. Masyarakat wajib

mematuhi Perda karena merupakan bagian dari perundang-undangan, meskipun

merasa Perda membebani mereka.

Ketentuan Pasal 145 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dapat

menjadi masalah tersendiri bagi daerah, karena bisa saja pemerintah membatalkan

peraturan daerah yang telah ditetapkan dan diberlakukan kepada masyarakat. Untuk

itu pemerintah daerah harus berhati-hati dan memperhatikan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi serta kepentingan masyarakat banyak di daerahnya,

sehingga Peraturan Daerah yang telah disahkan Pemerintah Daerah tidak mudah

dibatalkan oleh Pemerintah Pusat.

(24)

sebanyak 1983 yang dibatalkan dan masih terdapat ribuan peraturan daerah yang

direkomendasikan untuk dievaluasi dan atau dibatalkan. Peraturan Daerah yang

dibatalkan pada umumnya Perda tentang pajak dan retribusi daerah. Sampai dengan

bulan juli 2009 peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah dibatalkan sudah

mencapai 1152 Peraturan Daerah. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor. 32

Tahun 2004 sudah terdapat sekitar 8000 Perda tentang pajak dan retribusi daerah

yang dibuat dan lebih dari 3000 Perda tersebut terindikasi bermasalah. Perda-Perda

yang mengatur pajak dan retribusi dan bermacam-macam pungutan lainnya

dibatalkan karena pada umumnya bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dan dinilai telah menimbulkan biaya ekonomi tinggi dan

menghambat iklim investasi.12

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, prinsip otonomi daerah yang

digunakan dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua

urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam

undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangna membuat kebijakan daerah untuk

memberikan pelayanan, peningkatan, peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.13

Berkaitan dengan keadaan tersebut di atas, untuk terciptanya harmonisasi

kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah, Pemerintah perlu melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana diamatkan

12

Muhammad Sapta Murti, Op. Cit., hal. 8.

13

(25)

dalam Pasal 217 dan 218 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah. Sebagai petunjuk pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tersebut pada bulan Desember 2005 telah ditetapkan Peraturan

Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan dimaksudkan agar kewenangan

daerah otonom dalam menyelenggarakan desentralisasi tidak mengarah kepada

kedaulatan, di samping Pemerintah Daerah merupakan subsystem dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, dan secara implisit Pembinaan dan

Pengawasan terhadap Pemerintah Daerah merupakan bagian integral dari system

penyelenggaraan Negara, maka harus sesuai dengan rencana dan ketentuan yang

berlaku dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pelaksanaan penyelenggaraan kelembagaan pemerintah daerah masih belum

berjalan secara efektif dan efisien, yang tercermin dari belum optimalnya kualitas

pelayanan umum kepada masyarakat, penegembangan ekonomi lokal, dan iklim

investasi. Hal itu disebabkan oleh masih besarnya perangkat organisasi daerah,

belum tersusunnya standar pelayanan minimal, koordinasi antar perangkat organisasi

daerah dan hubungan kerja antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(26)

baik, dan belum optimalnya kerja sama antar pemerintah daerah. 14

Oleh karena itu di perlukan juga reformasi bidang pelayanan publik yang

menyeluruh yaitu peningkatan kualitas pelaksanaan sistem pemerintahan. Bagaimana

Pemerintah menjalankan fungsinya, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan dan

kewenangan dalam bertindak merupakan kunci pokok terlaksananya pemerintahan

dengan baik. 15

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 200516, secara tegas memberikan

kewenangan kepada Pemerintah untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan

atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam rangka pembinaan

penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah

Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan kewenangan masing-masing

yang meliputi pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervise yang

dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pemerintah dapat melimpahkan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintah

Kabupaten dan Kota kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan

oleh Gubernur terhadap Peraturan daerah Kabupaten/ Kota dilaporkan kepada

Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada

14

Revitalisasi Proses Desentralisasi Dan Otonomi Daerah”,

http://www.google.co.id/#hl=Id&g=revitalisasi=proses+desentralisasi&=ag=f&al=&agl=&og=&gs_rf ai=&fp=31, diakses terakhir tanggal 28 Januari 2009.

15

Affila, Reformasi Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Jurnal Konstitusi, Volume I No. 2, November 2009, hal. 98.

16

(27)

Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.

Berdasarkan kewenangan yang luas telah diserahkan kepada Pemerintah

Daerah penulis perlu melakukan penelitian sejauh mana kewenangan Gubernur

Dalam Rangka Pembinaan dan Pengawasan Perda di Sumatera Utara supaya produk

hukum/Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan Peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum.

Bertitik tolak dari uraian-uraian dan berdasarkan permasalahan-permasalahan

di atas, penulis merasa tertarik untuk membahas dan menelitinya dengan mengambil

judul Kewenangan Gubernur Dalam Rangka Pembinaan dan Pengawasan Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas,

maka dapat dirumuskan beberapa masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana pengawasan dan pembinaan peraturan daerah di Indonesia?

2. Bagaimana wewenang Gubernur dalam pembinaan dan pengawasan peraturan

daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ?

3. Bagaimana kewenangan Gubernur dalam rangka peningkatan iklim investasi di

(28)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang menjadi fokus

penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengawasan dan pembinaan peraturan daerah di Indonesia.

2. Untuk mengetahui sejauh mana wewenang Gubernur dalam rangka pembinaan

dan pengawasan peraturan daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui sejauh mana wewenang Gubernur dalam rangka peningkatan

iklim investasi di Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini secara umum memberikan manfaat sebagai menambah dan

memperluas pengetahuan terkait Pembinaan dan Pengawasan Peraturan Daerah

terhadap iklim investasi dan dapat dipakai sebagai pedoman dalam merumuskan

suatu kebijakan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan investasi, sebagai bahan

kebijakan Gubernur, Bupati/Walikota dalam menciptakan dan meningkatkan

iklim usaha dan investasi yang kondusif

2. Manfaat praktis

Untuk memberikan pertimbangan dan masukan kepada Pemerintah Daerah baik

(29)

Peraturan Daerah yang baik agar tidak menghambat iklim investasi di Sumatera

Utara.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap

hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera

Utara, maka diketahui bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang

menjadi bidang dan ruang lingkup penelitian penulis ini, yaitu mengenai wewenang

gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota di Sumatera Utara menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Oleh karena itu penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan penulis, bahwa

tesis ini memiliki keaslian, dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus

dijunjung tinggi bagi peneliti dan akademisi. Hal ini merupakan implikasi etis dari

proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau secara akademik.

F.Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar

(30)

artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.17 Kerangka teori merupakan

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai suatu

kasus ataupun permasalahan (problem), yang bagi si pembaca menjadi bahan

perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak di setujuinya

dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.18

Oleh sebab itu langkah teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan

sebagai berikut:

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan

fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta mengmbangkan definisi-definisi;

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhstisar dari pada hal-hal yang diteliti;

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin

faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.19

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang dipergunakan

sebagai pisau analisis dalam penelitian tesis ini. Secara konseptual, teori yang dapat

dijadikan acuan dalam membahas kerja Perda adalah dengan menggunakan

pendekatan teori “ negara berdasar atas hukum” (rechtsstaat) sebagai grand theory

17

Kaelan M.S , Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum, dan Seni), (Yogyakarta: Paradigma, 2005), hal. 239.

18

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.

19

(31)

yang didukung oleh midle theory “trias politica” untuk memperkuat teori utama,

serta konsep pembaharuan hukum dan prinsip-prinsip pembuatan

perundang-undangan yang baik dan demokratis sebagai applied theory-nya.

Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam hal

ini yang dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan.

(pembagian kekuasaan secara teritorial/teritoril divison of power)

Secara Horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya, pembagian

ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat

yudikatif, eksekutif dan yudikatif (division of powers/trias politica).20

Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan pemerintah pusat mempunyai

wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan

hak otonomi (negara kesatuan dengan sistem desentralisasi) tetapi pada tahap terakhir

kekuasaan tertinggi tetaap pada pemerintah pusat. Jadi adanya kewenangan untuk

membuat peraturan bagi daerahnya sendiri tidak berarti bahwa pemerintah itu

berdaulat. Sebab, pengawasan dan kekuasaan tertinggi masih tetap pada pemeritah

pusat.

Pemerintah daerah secara internal juga melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintah daerah. Pengawasan internal ini terdiri atas:

1. Pengawasan yang bersifat self administrative regulation, yaitu pembuatan dan penetapan standar operasional dan prosedur (SOP) dan pembuatan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Kepala Daerah.

20

(32)

Pengawasan ini dilakukan oleh Kepala Daerah, dengan tujuan agar semua mekanisme dan prosedur administrasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pengawasan ini bersifat preventif.

2. Pengawasan melekat/built control. Yaitu pengawasan atasan langsung kepada bawahannya. Pengawasan ini dilakukan oleh atasan langsung dari seorang pegawai. Pengawasan ini bersifat Preventif.

3. Pengawasan layanan berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM). Pemerintah daerah harus membuat standar pelayanan minimal untuk semua jenis pelayanan yang diberikan. Setiap dinas, kantor, dan lembaga pada pemerintah daerah harus membuat SPM. SPM menjadi acuan utama untuk melakukan pelayanan. Dinas, Kantor, Biro, dan lembaga dalam pemerintah daerah yang memberikan pelayanan tidak sesuai dengan SPM yang ditetapkan berarti kinerjanya tidak baik.

4. Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan dan penilaian. Pengawasan ini bersifat refresif.21

Sebagaimana telah terjadi pengetahuan bersama, gagasan Negara Hukum

merupakan gagasan modern yang mempunyai banyak perspektif dan boleh dikatakan

selalu aktual, dalam memberikan pengertian mengenai gagasan Negara Hukum ini,

setiap orang dapat memberikan bobot penilaian yang berlebihan baik terhadap kata

“negara” maupun kata “hukum”. Setidaknya terdapat dua tradisi besar gagasan

Negara Hukum di dunia, yaitu Negara Hukum dalam tradisi Eropa Kontinental yang

disebut Rechsstaat dan Negara Hukum dalam tradisi Anglo Saxon yang disebut

dengan Rule Of Law.

Salah satu ahli yang sering dirujuk ketika membicarakan topik Negara Hukum

(Rechtsstaat) dalam tradisi Eropa kontinental adalah Freidrich Julius Stahl.

21

(33)

Pandangannya tentang Rechtsstaat merupakan perbaikan dari pandangan Immanuel

Kant. Unsur-unsur yang harus ada dalam Rechtsstaat adalah pertama, pengakuan

hak-hak asasi manusia (grondrechten); kedua, pemisahan kekuasaaan (scheiding van

machten); ketiga, pemerintahan berdasarkan Undang-Undang (wetmatigheid van het

bestuur); dan keempat, peradilan administrasi (administratieve rechtpraak).

Sedangkan unsur-unsur yang harus terdapat dalam Rule of Law adalah pertama,

supremasi hukum (supremacy of law ); kedua, persamaan didepan hukum (equality

before the law); ketiga, konstitusi berdasarkan atas hak-hak asasi manusia

(constitusion based on human rights ).

Jhon Locke (1632-1704) memperkenalkan teori pemisahan kekuasaan.

Menurutnya. Kemungkinan munculnya negara dengan konfigurasi politik totaliter

bisa dihindari dengan adanya pembatasan kekuasaan negara. Kekuasaaan negara

harus dibatasi dengan cara mencegah sentralisasi kekuasaan ke dalam satu tangan

atau lembaga. Hal ini, menurut Locke, dilakukan dengan cara memisahkan

kekuasaaan politik ke dalam tiga bentuk, yakni kekuasaan legislatif (legislative

power), kekuasaan eksekutif (executive power), dan kekuasaan federatif (federative

power).22

Ketiga cabang kekuasaan tersebut tidak boleh melampaui batas wewenang

masing-masing yang telah diberikan oleh konstitusi. Dalam kerangka inilah,

diperlukan adanya ajaran mengenai checks and balances system ( sistem pengawasan

dan keseimbangan) di antara lembaga-lembaga negara yang mengandaikan adanya

22

(34)

kesetaraan dan saling mengawasi satu sama lain, sehingga tidak ada lembaga yang

lebih powerful dari yang lain.23

Indonesia sebagai negara hukum yang menganut ajaran negara berkonstitusi

seperti negara-negara modern lainnya, memiliki konstitusi tertulis yang disebut

Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 ini ditempatkan sebagai

fundamental law sehingga menjadi hukum dasar atau sumber pembuatan hukum yang

lainnya dan sebagai higher law Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum

tertinggi dalam tata urutan Perundang-undangan Republik Indonesia.24

Sejarah memperlihatkan bahwa tata urutan Peraturan Perundang-undangan di

Indonesia sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 Tentang Bentuk

dan Jenis Peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat yang terdiri dari :

1. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

2. Peraturan Pemerintah;

3. Peraturan Menteri.

Setelah Undang-Undang tersebut pernah berlaku Surat Presiden Nomor

2262/HK/59 tentang Bentuk Peraturan–Peraturan Negara, kemudian Ketetapan

MPRS/XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR mengenai sumber Tertib

Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia.

23

Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila: Kumpulan Karangan Prof. Miriam Budiarjo, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), hal. 227.

24

(35)

Adapun tata urutan peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah

sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang- Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah yang terdiri dari Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah

Kabupaten/kota dan Peraturan Desa.

Intinya dari semua hukum positif yang berlaku menempatkan

Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar dan hukum tertinggi. Hal ini membawa

konsenkuensi teori perjenjangan norma dari Hans Kelsen menjadi berlaku. Berarti

tidak ada peraturan Perundang-Undangan yang bertentangan dengan UUD. Hans

Kelsen mengemukakan norma berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu

susunan hierarki, norma yang dibawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma

yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada

norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai akhirnya “ regressus” ini

berhenti pada suatu norma yang lebih tinggi yang disebut norma dasar (grundnorm)

yang tidak dapat lagi ditelusuri siapa pembentuknya atau dari mana asalnya. Norma

dasar ini merupakan yang tertinggi yang berlakunya tidak bersumber dan tidak

(36)

yaitu ditetapkan lebih dahulu oleh masyarakat. Berikut ini adalah gambar piramida

theorie von stufenbau der rechtsordnung: 25

Gambar 1. Piramida

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto memperkenalkan tujuh azas

Undang-undang yaitu:26

1. Undang-Undang tidak berlaku surut.

2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai

kedudukan yang lebih tinggi pula.

3. Undang- undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang

bersifat umum.

4. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan Undang-undang yang

berlaku terdahulu ( Lex posteriori derogat lex priori).

25

Maria Farida Indrati Soeprapto, IPPU Dasar-Dasar Dan Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), Hal. 38.

26

(37)

5. Undang –undang tidak dapat diganggu gugat.

6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai

kesejahteraan spiritual materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui

pembaharuan maupun pelestarian (asas welvaarstaat) .

7. Undang-undang yang dibawah tidak bertentangan dengan Undang-undang yang

diatasnya ( Lex superiore derogat lex infiriore).

2. Konsepsi

a. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah daerah adalah upaya yang dilakukan

oleh pemerintah dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah untuk

mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka

pembinaan oleh Pemerintah, Menteri, dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non

Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan

masing-masing yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk

pembinaan dan pengawasan provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan

pengawasan kabupaten/kota.27

b. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan

yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan

rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan

yang dilaksanakan oleh Pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan

pemerintahan dan utamanya terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala

27

(38)

daerah.28

c. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan/atau Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota.29

d. Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk daerah untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat.30

e. Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 31

f. Investasi (Penanaman Modal) adalah segala bentuk kegiatan menanam modal,

baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk

melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.32

G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian yuridis normatif, penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

28

Pasal 218 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.

29

Pasal 1 angka (11)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.

30

Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

31

Pasal 1 angka (64) Undang-Undang Nomor28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

32

(39)

mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin yang diterjemahkan

Bismar Nasution, yang menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian

doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum

sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by

the judge through judicial process.33 Menurut Sunaryati Hartono, Dalam Penelitian

hukum normatif dapat mencari asas hukum, teori hukum dan pembentukan asa

hukum baru. 34Namun untuk memperkuat data, penulis mempergunakan data empiris

sebagai data pendukung, yakni dengan melakukan wawancara kepada informan

Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bagian

Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara, khususnya Pendekatan yang

bersifat yuridis-normatif tersebut akan dilakukan dengan mempergunakan bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.35

Selain hal itu, penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang sengaja

menggambarkan wewenang gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan

peraturan daerah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Dikatakan bersifat

deskrifptif karena penulis berusaha mengetahui dan memaparkan informasi faktual

secara objektif dan sistematis.

33

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU,Tanggal 18 Februari 2003, hal. 1.

34

.C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), Hal. 12.

35

(40)

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian

kepustakaan (Library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,

pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan

dengan objek telaah penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan

buku, tulisan ilmiah, dan karya-karya ilmiah lainnya.

Data pokok dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang meliputi:

1. Bahan hukum primer, yaitu seperangkat peraturan yang berhubungan dengan

Pemerintahan Daerah dan investasi.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan kajian dan analisis para ahli hukum

yang bersumber dari berbagai jurnal, buku-buku, hasil-hasil penelitian dan

dokumen-dokumen terkait lainnya.

3. Bahan hukum tertier, berupa bahan-bahan yang berfungsi memberikan kejelasan

pemahaman terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

kamus-kamus Hukum, Ekonomi, dan Ensiklopedia.

3. Alat Pengumpulan Data a. Studi Dokumen

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen-dokumen yang

relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan melakukan identifikasi data. Data

yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah

guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian

(41)

sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam

penelitian ini. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara

induktif-kualitatif untuk samapi pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang

ditelaah dalam penelitian ini akan dijawab.36

b. Pedoman Wawancara

Wawancara terhadap Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara dan

Kepala Bagian Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara.

Wawancara ini dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah

disusun dengan tujuan penelitian.

4. Analisis Data

Analisis data di dalam penelitian ini, dilakukan secara kualitatif yakni

pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan pasal-pasal di dalam

undang-undang terpenting yang relevan permasalahan. Kemudian membuat

sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klarifikasi tertentu

sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis

secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula

dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data

diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga selain

menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan

solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

36

(42)

BAB II

PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PERATURAN DAERAH DI INDONESIA

A. Hubungan Pusat dan Daerah dalam Beberapa Perundang-Undangan 1. Undang-Undang Dasar 1945

Pengaturan tentang hubungan pusat dan daerah, dituangkan dalam peraturan

setingkat undang-undang. Diperlukannya peraturan setingkat undang-undang

mengenai pemerintah daerah adalah amanat lebih lanjut dari Undang-Undang Dasar

1945. Pengaturan mengenai pemerintahan daerah tersebut diatur dalam Pasal 18 UUD

1945 yang menyatakan:

”Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Namun setelah UUD 1945 diamendemen yang berkaitan dengan pemerintahan daerah berubah menjadi tujuh ayat. Ayat (1) menyebutkan ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang selanjutnya pada ayat (1) menyatakan ”Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.

Oleh karena terjadi perubahan terhadap Pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan

UUD 1945 yang selama ini turut serta menjadi acuan dalam mengatur pemerintahan

daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu-satunya sumber konstitusional

pemerintah daerah adalah Pasal 18, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B. Selain meniadakan

(43)

UUD baik dari sejarah pembuatan penjelasan maupun meniadakan “keganjilan”

bahakan “anomali” 37Selain tidak lazim UUD memilik penjelasan, juga selama ini

penjelasan dianggap sebagai sumber hukum disamping ketentuan batang tubuh UUD.

Di dalam Pasal 18 A UUD 1945 Perubahan Kedua, hubungan antara Pusat dan

Daerah hanya dirumuskan secara garis besar, sehingga belum memberikan kejelasan

tentang bagaiman hubungan antara Pusat dan Daerah itu dilaksanakan. Pasal 18A

UUD 1945 menyatakan :

1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah;

2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksankan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Ketentuan Pasal 18 UUD 1945 setelah diamandemen adanya keharusan dalam

menyelenggarakan pemerintahan menerapakan asas desentralisasi. Akan tetapi

perintah/amanat untuk melaksanakan otonomi (asas desentralisasi) pada UUD 1945

sebelum diamandemen bersifat umum; dan tidak tegas secara terinci model otonomi

yang bagaimana, maka formulasi dan penerapan otonomi pada setiap undang-undang

tentang pemerintahan daerah yang pernah ada sejak Indonesia merdeka selalu

berbeda satu sama lainnya. Perbedaan tersebut dapat terlihat pada peraturan

perundang-undangan tentang pemerintahan daerah sebagai berikut ini:

37

(44)

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 Tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah

Pengaturan yang berbeda itu menimbulkan keberatan bukan hanya pada

masalah hubungan antara pusat dan daerah, tetapi juga dalam hal timbulnya

ketidakseragaman dalam pemerintahan antara satu daerah dengan lainnya.

Undang-Undang No.1 Tahun 1945 juga tidak berhasil melaksanakan fungsinya dengan baik

maupun terlalu dominannya kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan atas

prakarsanya sendiri.

Diakui bahwa pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun

1945 dipandang kurang memuaskan karena isi Undang-Undang tersebut sangat

sederhana, banyak hal mengenai pemerintahan daerah tidak diatur dalam

Undang-Undang tersebut, sehingga pada umumnya peraturan-peraturan dari masa yang

lampau masih dijadikan pegangan.

Terlepas dari berbagai kendala tersebut, kontribusi utama dari kehadiran

Undang-Undang No.1 Tahun 1945 ini ialah, Undang-Undang ini tidak saja telah

meletakkan tiang pancang konstruksi badan legislatif lokal dan hubungan-hubungan

legislatif lokal dengan eksekutif lokal di Negara Republik Indonesia, ia juga telah

menanamkan tradisi berpemerintahan sendiri alias berotonomi kepada elit lokal kita

di daerah-daerah dengan mengutamakan kepentingan rakyat banyak daripada

kepentingan diri sendiri maupun golongan. 38

38

(45)

3. Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 Tentang Pemerintahan Daerah

Untuk menjamin agar kewenangan yang diberikan kepada daerah-daerah tidak

disalahgunakan, pemerintah pusat melakukan pengawasan terhadap daerah. Bagi

propinsi pengawasan dilakukan oleh presiden, sedang bagi tingkat-tingkat daerah

lainnya oleh daerah setingkat di atasnya, yaitu propinsi mengawasi kabupaten/kota

besar dalam lingkungan wilayahnya, sebaliknya kabupaten/kota besar mengawasi

desa/kota kecil yang berada di bawahnya. Bentuknya dapat berupa pengawasan

preventif yaitu sebelum putusan dikeluarkan oleh DPRD atau DPD, kepala daerah

selaku wakil pemerintahan berhak menahan putusan tersebut bila putusan-putusan

tersebut dinilainya bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Disamping itu, bisa pula dilakukan

pengawasan represif, yaitu putusan-putusan yang telah dikeluarkan DPRD atau DPD

jika dinilai oleh presiden bagi propinsi dan oleh DPD setingkat lebih atas bagi

lain-lain daerah bertegangan dengan kepentingan umum atau peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, dapat ditunda atau dibatalkan. 39

Meskipun semula dimaksudkan untuk mengatasi berbagai dualisme dalam

Undang-Undang No. 1 Tahun 1945, setelah berlakunya Undang-Undang No. 22

Tahun 1948, sifat dualisme dalam pemerintahan di daerah masih ada. Ada dua hal

lain yang dicatat oleh Bagir Manan yang mengantarkan kepada kesimpulan bahwa

Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya,

39

(46)

yaitu, pengisian sistem rumah tangga daerah (asas otonomi) dan keuangan daerah.

Karena dua faktor tersebut, maka kecenderungan desentralistik yang dikehendaki

oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tidak dapat terlaksana sebagaimana

mestinya. Bahkan sebaliknya, daerah menjadi tergantung pada pusat sehingga terjadi

kecenderungan sentralistik.

Sebagaimana disebutkan di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yaitu:

Pemerintah Daerah terdiri dari 2 (dua) macam yaitu:

a. Pemerintahan Daerah yang bersandar pada hak otonomi, dan b. Pemerintahan Daerah yang disandarkan pada hak medebewind

Tentang perbedaan hak otonomi dan hak medebewind adalah sebagai berikut: Pada pembentukan pemerintah daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri menurut Undang-Undang Pokok Pemerintahan Daerah in maka pemerintah pusat ditentukan kewajiban pekerjaan mana-mana saja yang dapat diserahkan kepada daerah. Penyerahan ini ada dua macam yaitu:

a.Penyerahan penuh, artinya baik tentang asasnya (prinsip-prinsipnya) maupun tentang caranya menjalankan kewajiban (pekerjaan yang diserahkan itu), diserahkan semuanya kepada daerah (hak otonomi), dan

b.Penyerahan tidak penuh, artinya penyerahan hanya mengenai caranya menjalankan saja, sedangkan prinsip-prinsipnya ditetapkan oleh pemerintah pusat sendiri (hak medebewind).

Hak medebewind ini jangan diartikan sempit, yaitu hanya menjalankan perintah

dari atas saja, sekali-kali tidak. Oleh karena pemerintah daerah berhak mengatur

caranya menjalankan menurut pendapatnya sendiri. Jadi masih mempunyai hak

otonom sekalipun hanya mengenai cara menjalankan, ini benar artinya bagi tiap-tiap

daerah.40

40

(47)

Kajian lain terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 menyimpulkan,

bahwa konstruksi desentralisasi politik dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 ini

dikatakan “overdosis” alias kebablasan atau terlalu maju, tidak sesuai dengna realitas

pertumbuhan pemerintahan kita, ini disebabkan oleh pemikiran liberal yang merasuki

perancang undang-undang waktu itu demi menampakkan kepada dunia internasional

bahwa Indonesia adalah negara yang demokratis sebagai dukungan bagi perjuangan

mempertahankan kemerdekaan.

Pokok-pokok utama dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 adalah untuk

menghapuskan perbedaan antara cara pemerintahan di pulau Jawa-Madura dengan

daerah di luar Jawa-Madura. Peraturan ini menuju persamaan cara dalam

pemerintahan daerah bagi seluruh Indonesia dan membatasi tingkatan badan-badan

pemerintahan daerah sedikit mungkin. Termasuk untuk penghapusan dualisme dalam

pemerintahan daerah, dan pemberian hak otonomi dan medebewind seluas-luasnya

pada badan-badan pemerintahan daerah yang tersusun secara demokratis atas dasar

permusyawaratan.41

4. Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

Di daerah sendiri, keberadaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 baru terasa

seelah pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disingkat

DPRD) diselenggarakan. Di beberapa daerah di Jawa, Sumatera Selatan, dan

Kalimantan. DPRD hasil pemilu segera memilih kepala daerah dan membentuk

41

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi Pengaruh Stres Kerja Dan Kepribadian Tipe B .... Devi shinta

Menurut Gunarsa (2003: 93): “Moral siswa yang baik adalah kehidupan si anak yang teratur dan mengikuti tatacara tertentu, sopan, mengetahui tata cara pergaulan, dapat

-&-&1  M enjelaskan hu*ungan antara (aerah asal+ (aerah hasil suatu .ungsi (an ekspresi sim*olik -&-&2  M enentukan masalah kontektual ,ang (in,atakan (engan

Dulu, pergantian kekuasaan di negeri-negeri Afrika Utara dan Timur-Tengah umumnya dimotori oleh kaum militer, sehingga sebagian besar dari rezim

Pengelola Curug Cimahi dalam memanajemen keuangan urusan pendapatan dan pengeluaran, memperoleh pendapatan dari tiket masuk lokasi objek Curug Cimahi yang berada di pintu

Pemetaan Kantor Polisi Wilayah Kota Pekanbaru Provinsi Riau", JUITA : Jurnal Informatika, 2018 Publication eprints.undip.ac.id Internet Source www.mrag.org Internet

Simulated results reveal that the large number of 3D points used for image orientation has very limited impact on network

This paper aims that to discuss GIS integrated 3D modelling affects in urban planning and environmental design, explain Turkish planning processes with GIS and 3D modelling, and