KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
TESIS
Oleh
APRILLA HASLANTINI SIREGAR 087005081/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
dalam Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
APRILLA HASLANTINI SIREGAR 087005081/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
Nama Mahasiswa : Aprilla Haslantini Siregar Nomor Pokok : 087005081
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum) Ketua
(Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS) (Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum) Anggota Anggota
Ketua Program Studi D e k a n
(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)
Telah diuji pada
Tanggal 26 Januari 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum
Anggota : 1. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS 2. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
ABSTRAK
Pemerintah melimpahkan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Pembinaan dan Pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.
Berdasarkan kewenangan yang luas yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah perlu melakukan penelitian sejauh mana kewenangan Gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah di Sumatera Utara agar produk hukum Perda Kabuapten/Kota tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Metode penelitian dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif. Data pokok dalam penelitian adalah data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah di Indonesia adalah dengan cara evaluasi dan klarifikasi dimana hal ini disebut dengan pengawasan preventif. Wewenang Gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Perda Kabupaten/Kota didelegasikan kepada Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara, kewenangan Gubernur dalam rangka peningkatan investasi di Sumatera Utara adalah dengan mengevaluasi Perda Kabupaten/Kota tentang pajak dan retribusi daerah yang tidak boleh menimbulkan biaya ekonomi tinggi, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi.
Banyaknya Perda bermasalah yang tidak mungkin diselesaikan dengan menerbitkan Peraturan Presiden maka Presiden dapat mendelegasikan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri untuk menetapkan pembatalan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Disarankan perlunya peningkatan peranan Biro Hukum Setda Provsu dalam rangka pembinaan dan pengawasan yaitu dengan menambah sumber daya manusia (SDM) seperti para legislative drafter dan para ahli hukum yang hendaknya dibentuk dalam sebuah tim khusus serta perlunya peningkatan pengawasan Pusat terhadap seluruh Perda Provinsi, Kabupaten/Kota secara berjenjang Kabupaten/Kota ke Provinsi dan Provinsi ke Pemerintah Pusat, sehingga tidak ada peraturan daerah Kabupaten/Kota yang langsung ke Pemerintah Pusat dan sebaiknya Pemerintah Pusat berkoordinasi terlebih dahulu kepada Pemerintah Provinsi.
ABSTRACT
The government delegated the development of the administration of District Government to the Governor as representative of the Government in accordance with legislation. Guidance and supervision is carried out by the Governor on Local Rules District reported to the President through the Minister of Home Affairs with aa copy to the the Department / Non-Departmental GovernmentInstitution concerned.
Under the broad authority that has been submitted to the Local Government needs to do research the extent to which the authority of the Governor in the framework of guidance and supervision of regulatory regions in North Sumatra for a legal product regulation Kabuapten / City does not conflict with legislation which is higher and not contrary to public interest .
Methods of research conducted with normative legal research methods. Basic data in the research is secondary data. Collecting data in this study conducted by the research literature and field research.
Guidance and supervision of local regulations in Indonesia is by way of evaluation and karifikasi where it is called preventive supervision. Powers of Governor in the framework of guidance and supervision regulation District delegated to the Bureau of Justice Secretariat of North Sumatra province, the authority of the Governor in order to increase investment in North Sumatra was to evaluate the regulation District of taxes and levies which should not cause a high economic cost, not be contrary to public interest and higher laws.
Number of law problems who can not be solved by issuing a Presidential Decree with the publication of the Local Government Act, the President may delegate authority to the Minister of Home Affairs to cancellation Provincial Laws and District.
It is suggested the need to increase the role of the Legal Bureau of the Regional Secretariat in order Provsu guidance and supervision is to increase human resources (HR) as the legislative drafter and legal experts should be established within a special team and the need for increased oversight of the entire Provincial Laws Center, District in stages District / City to Province and the Province to the central government, so there is no local regulation District directly to the Central Government and Central Government should coordinate in advance to the Provincial Government.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis Panjatkan kepada Allah S.W.T atas segala berkat dan
kasih karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar
Magister Hukum pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Univesitas Sumatera Utara, Medan.
Adapun judul Tesis penelitian ini adalah: “ KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 ”. Di dalam menyelesaikan Tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa
pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang
terhormat para pembimbing : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, Dr.
Pendastaren Tarigan, SH, MS, dan Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum. Dimana
di tengah-tengah kesibukannya masih tetap meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, petunjuk, dan mendorong semangat penulis untuk menyelesaikan
penulisan Tesis ini.
Perkenankanlah juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) diberikan kepada penulis untuk mengikuti
dan menyelesaikan pendidikan.
2. Dekan Fakultas Hukum Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, atas kesempatan
menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, atas
kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, sebagai Komisi Penguji, yang telah
meluangkan waktunya dan dengan penuh perhatian memberikan dorongan,
bimbingan, saran kepada penulis.
5. Dr. Mirza Nasution, SH, M.Hum, sebagai Komisi Penguji yang telah
meluangkan waktunya dan dengan penuh perhatian memberikan dorongan,
bimbingan, saran dan masukan yang sangat penting kepada penulis.
6. Kedua Orang Tua Alm. Ayahanda H. Sutan Siregar, SH dan Almh. Ibunda Hj.
Masbulan Lubis tercinta yang semasa hidupnya mendidik dengan penuh rasa
kasih sayang.
7. Suami tercinta Baginda Hasibuan, SE, MSi yang penuh rasa kasih sayang dan
senantiasa memberi semangat dan dorongan kepada penulis dalam
8. Kepada Anakku tercinta, Ariq Muflih Hasibuan, atas kesabaran dan
pengertiannya serta memberikan Doa dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan Tesis ini.
9. Kepada Abang , Kakak dan Adik Penulis sayangi, atas kesabaran dan
pengertiannya serta memberikan Doa dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan Tesis ini.
10.Kepada Rekan-rekan di Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera
Utara, Beserta seluruh Staff Ilmu Hukum terima kasih atas segala bantuan
selama penulis mengikuti perkuliahan, semoga Allah Membalas kebaikan
yang berlipat ganda, dan rekan-rekan kerja saya yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat memberi manfaat dan
menyampaikan permintaan yang tulus jika seandainya dalam penulisan ini terdapat
kekurangan dan kekeliruan, penulis juga menerima kritik dan saran yang bertujuan
serta bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan Tesis ini.
Medan, Januari 2011
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Aprilla Haslantini Siregar
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 21 April 1969
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan/ Jabatan : PNS/ Kepala SUB Bagian Rancangan Produk Hukum Pada Biro Hukum SETDAPROVSU
Alamat : Jl. Kasmala No. 153 Blok A Komplek Kejaksaan Simpang Selayang Medan
Pendidikan : SD Negeri 020261 Binjai Tamat Tahun 1982
SMP Harapan 1 Medan Tamat Tahun 1985
SMA Harapan 1 Medan Tamat Tahun 1988
Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 1994
DAFTAR ISI
BAB II PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PERATURAN DAERAH DI INDONESIA ... 26
A. Hubungan Pusat dan Daerah Dalam Beberapa Perundang- Undangan ... 26
4. Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah ... 31
5. Penetapan Presiden No.6 Tahun 1959 Tentang Pemerintahan Daerah ... 34
6. Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah ... 35
8. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
Daerah ... 38
9. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ... 42
B. Pengaturan Pengawasan Dalam Beberapa Undang-Undang Pemerintah Daerah ……… .. 44
10.Pengawasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintahan (PP)... 63
BAB III KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN PENGAWASAN PERDA KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH ... 72
A. Kewenangan Pembinaan dan Pengawasan Pada Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara ... 72
1. Kewenangan Pembinaan dan Pengawasan ... 72
2. Kewenangan Evaluasi dan Klarifikasi ... 75
2.1. Evaluasi …………..………. 81
2.2. Klarifikasi ………... 84
B. Efektivitas Pembinaan dan Pengawasan Perda Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara... 103
BAB IV KEWENANGAN GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERDA KABUPATEN/KOTA TERHADAP IKLIM INVESTASI DI SUMATERA UTARA ... 115
A. Pengawasan Terhadap Suatu Peraturan Daerah ………. 115
B. Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Bidang Pajak dan Retribusi Daerah yang Bermasalah ... 123
C. Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Perda Kabupaten/Kota Terhadap Iklim Investasi di Sumatera Utara... 149
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 152
A. Kesimpulan ……….. 152
B. Saran……….. 153
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Daftar kinerja pemerintah provinsi terhadap peraturan Daerah Kabupaten/Kota setelah didelegasikan
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
ABSTRAK
Pemerintah melimpahkan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Pembinaan dan Pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.
Berdasarkan kewenangan yang luas yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah perlu melakukan penelitian sejauh mana kewenangan Gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah di Sumatera Utara agar produk hukum Perda Kabuapten/Kota tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Metode penelitian dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif. Data pokok dalam penelitian adalah data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah di Indonesia adalah dengan cara evaluasi dan klarifikasi dimana hal ini disebut dengan pengawasan preventif. Wewenang Gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Perda Kabupaten/Kota didelegasikan kepada Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara, kewenangan Gubernur dalam rangka peningkatan investasi di Sumatera Utara adalah dengan mengevaluasi Perda Kabupaten/Kota tentang pajak dan retribusi daerah yang tidak boleh menimbulkan biaya ekonomi tinggi, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi.
Banyaknya Perda bermasalah yang tidak mungkin diselesaikan dengan menerbitkan Peraturan Presiden maka Presiden dapat mendelegasikan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri untuk menetapkan pembatalan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Disarankan perlunya peningkatan peranan Biro Hukum Setda Provsu dalam rangka pembinaan dan pengawasan yaitu dengan menambah sumber daya manusia (SDM) seperti para legislative drafter dan para ahli hukum yang hendaknya dibentuk dalam sebuah tim khusus serta perlunya peningkatan pengawasan Pusat terhadap seluruh Perda Provinsi, Kabupaten/Kota secara berjenjang Kabupaten/Kota ke Provinsi dan Provinsi ke Pemerintah Pusat, sehingga tidak ada peraturan daerah Kabupaten/Kota yang langsung ke Pemerintah Pusat dan sebaiknya Pemerintah Pusat berkoordinasi terlebih dahulu kepada Pemerintah Provinsi.
ABSTRACT
The government delegated the development of the administration of District Government to the Governor as representative of the Government in accordance with legislation. Guidance and supervision is carried out by the Governor on Local Rules District reported to the President through the Minister of Home Affairs with aa copy to the the Department / Non-Departmental GovernmentInstitution concerned.
Under the broad authority that has been submitted to the Local Government needs to do research the extent to which the authority of the Governor in the framework of guidance and supervision of regulatory regions in North Sumatra for a legal product regulation Kabuapten / City does not conflict with legislation which is higher and not contrary to public interest .
Methods of research conducted with normative legal research methods. Basic data in the research is secondary data. Collecting data in this study conducted by the research literature and field research.
Guidance and supervision of local regulations in Indonesia is by way of evaluation and karifikasi where it is called preventive supervision. Powers of Governor in the framework of guidance and supervision regulation District delegated to the Bureau of Justice Secretariat of North Sumatra province, the authority of the Governor in order to increase investment in North Sumatra was to evaluate the regulation District of taxes and levies which should not cause a high economic cost, not be contrary to public interest and higher laws.
Number of law problems who can not be solved by issuing a Presidential Decree with the publication of the Local Government Act, the President may delegate authority to the Minister of Home Affairs to cancellation Provincial Laws and District.
It is suggested the need to increase the role of the Legal Bureau of the Regional Secretariat in order Provsu guidance and supervision is to increase human resources (HR) as the legislative drafter and legal experts should be established within a special team and the need for increased oversight of the entire Provincial Laws Center, District in stages District / City to Province and the Province to the central government, so there is no local regulation District directly to the Central Government and Central Government should coordinate in advance to the Provincial Government.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sesuai dengan jiwa konstitusi Undang Undang Dasar 1945, khususnya Pasal
18 ayat (2), kepada Pemerintah Daerah (Pemda) diberi wewenang untuk mengatur
dan mengurus sendiri rumah tangganya menurut asas otonomi dan tugas perbantuan.
Berbagai perundang-undangan yang mengatur pemerintahan daerah melalui asas
desentralisasi,1 dekonsentrasi2dan tugas perbantuan3 dapat dijadikan indikator besar
kecilnya wewenang daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya.
Semakin besar penerapan asas desentralisasi pada daerah, semakin luas urusan
pemerintah yang diatur masing-masing daerah, sebaliknya semakin besar penerapan
penerapan asas dekonsentrasi akan semakin kecil penerapan asas desentralisasi, maka
semakin kecil pula urusan pemerintahan yang diatur oleh masing-masing daerah.4
Pembentukan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah melahirkan berbagai
produk undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur
tentang pemerintah daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945,
1
Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan daeri pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.
2
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
3
Tugas Pembantuan ialah tugas untuk turut serta dalam melakukan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
4
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957,
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, dan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Pada era reformasi telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999. Pengutamaan Pelaksanaan otonomi daerah (asas desentralisasi) nampak
pada Pasal 7 yang mengatur/menetapkan sebagai berikut: “Kewenangan dalam
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama serta kewenangan bidang lain.”
Penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintah kepada daerah, telah
menempatkan pemerintah daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional,
dalam rangka menciptakan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Dalam kaitan
ini peran dan dukungan daerah dalam rangka perundang-undangan sangat strategis,
khususnya dalam membuat peraturan daerah (Perda) dan peraturan daerah lainnya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.5
Pada umumnya juga dapat dikatakan, bahwa pembinaan dan pengawasan
terhadap segala kegiatan Pemerintah Daerah, merupakan suatu akibat mutlak dari
adanya Negara Kesatuan. Di dalam Negara Kesatuan kita tidak mengenal bagian
yang lepas dari atau sejajar dengan negara, tidak mungkin pula ada negara di dalam
5
negara.6
Peraturan Daerah sebagai jenis Perundang-undangan nasional memiliki
landasan konstitusional dan landasan yuridis dengan diaturnya kedudukan Peraturan
Daerah dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (6), Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-undangan, Undang-Undang.
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah termasuk perundang-undangan
tentang Pemerintah Daerah termasuk perundang-undangan tentang daerah ekonomi
khusus dan daerah istimewa sebagai lex specialis dari Undang-Undang. No.32 Tahun
2004. Penting pula diperhatikan Undang-Undang. Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak dan Restribusi sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
sebagaiman telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
dalam rangka pengendalian Perda tentang Pajak dan Retribusi dan Undang-Undang.
Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dalam rangka keterpaduan nasional,
provinsi, kabupaten/kota.7
Akhir-akhir ini Pemerintah Pusat mempunyai perasaan yang kurang baik,
karena sebagian besar daerah tidak mau mengirimkan Peraturan Daerahnya kepada
Pemerintah Pusat. Menurut perkiraan Departemen Keuangan, dari 11.000 Peraturan
Daerah terdapat sekitar 1.366 yang dilaporkan ke pusat. 8
Peraturan Daerah yang telah dibentuk dipertanyakan dari segi kualitas.
6
Yusrin Nazief, Kewenangan Daerah Dan Fungsi Aparatur Pemerintah Daerah, Artikel, Medan: Juli 2007, hal. 13.
7
Muhammad Sapta Murti, Loc. Cit, hal. 1.
8
Pembatalan Perda menunjukkan gejala bahwa proses harmonisasi peraturan pusat
dengan peraturan daerah yang tidak berjalan dengan baik. Sesuai ketentuan Pasal 145
ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa peraturan
daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau perundang-undangan
yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah.9
Berbagai kebijakan di bidang pemerintahan yang dikeluarkan Pemerintah
Pusat dan digunakan sebagai payung hukum oleh Pemerintah Daerah didalam
menetapkan suatu Kebijakan Daerah, berulang kali mengalami perubahan yang
sangat signifikan yang ditandai dengan adanya paham sentralistik yakni lahirnya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah,
yang kemudian berubah ke faham yang bernuansa otonomi daerah, akibat lahirnya
pemerintahan yang reformasi, sebagai wujud hancurnya kekuatan Orde Baru yang
ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, yang menghancurkan faham sentralistik menuju kebebasan
secara luas didalam mengatur rumah tangga daerahnya masing-masing yang pada
akhirnya cenderung tidak terkendali sampai memunculkan ide melepaskan hubungan
hierarki dari pemerintahan tingkat atasnya merujuk Pasal 4 Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 dimaksud yang antara lain menegaskan bahwa tidak adanya
hubungan secara hierarki satu sama lain, sehingga masing-masing daerah berdiri
sendiri. Sebagai akibatnya muncul berbagai kebijakan daerah yang cenderung hanya
9
memikirkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (selanjutnya disingkat PAD)10
tanpa mengindahkan tatakrama birokrasi yang selama ini telah terbina sehingga tanpa
adanya pengawasan bahkan melahirkan produk-produk hukum daerah yang
cenderung semena-mena tidak pro investasi yang pada akhirnya menghambat iklim
investasi di daerah.
Munculnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, adalah implikasi dari kebijakan Pemerintahan Pusat yang mulai memikirkan
pembangunan dan perkembangan pemerintah daerah, sehingga membawa angin
segar bagi pengembangan investasi karena kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota
yang semula cenderung semaunya, ditata ulang kembali, dengan memperketat
pengawasan terhadap produk hukum daerah yang pada dasarnya lahir dari kebijakan
Kepala Daerah beserta lembaga mitranya yaitu DPRD setempat khusunya di dalam
pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum
(Rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan (machtstaat), yang harus ditempatkan
dalam suatu keseimbangan, keserasian dan keselarasan kehidupan bermasyarakat.
Mengingat beratnya beban daerah dalam rangka memenuhi amanat
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dalam rangka menyejahterakan masyarakat dalam
pembangunan nasional dan daerah maka setiap kebijakan publik yang dihasilkan
merupakan kebijakan dalam rangka mengatur rumah tangga daerah tersebut dan
materi muatan Peraturan Daerah dapat juga memuat dan menampung kondisi khusus
10
daerah yang bersangkutan.
Kemandirian itu sendiri mengandung arti bahwa daerah berhak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan di sini mengandung arti bahwa
daerah yang bersangkutan bahwa membuat keputusan hukum berupa peraturan
perundang-undangan yang kemudian antara lain diberi nama Peraturan Daerah.
Kemudian dalam rangka otonomi daerah, Pemerintah Daerah memerlukan
sumber-sumber pendapatan guna menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan
di daerah. Idealnya sumber tersebut digali dari daerah sendiri dalam bentuk
Pendapatan Asli Daerah (PAD) disamping transfer dana yang berasal dari Pusat.
Sumber dana yang paling penting dari PAD adalah Pajak dan Retribusi. Pajak
dipungut dari masyarakat wajib pajak tanpa memperhatikan besar kecilnya
pelayanan/jasa yang telah dinikmati/diperoleh dari Pemerintah Daerah, sementara
pembayaran retribusi oleh masyarakat wajib retribusi sangat ditentukan oleh
pelayanan/jasa yang telah diberikan oleh Pemerintah Daerah.11
Sejalan dengan otonomi daerah yaitu dengan bertambahnya
kewenangan-kewenangan yang diserahkan ke daerah dalam rangka desentralisasi menimbulkan
konsekuensi dibutuhkan dana yang semakin besar bagi daerah untuk menjalankan
operasionalisasi dari kewenangan-kewenangan tersebut, Melalui kebijakan
desentralisasi fiskal, daerah memperoleh kewenangan untuk mendapatkan
sumber pendapatan yang layak diantaranya kewenangan untuk menggali
sumber-sumber pendapatan yang berasal dari daerah sendiri berupa pajak daerah dan
11
retribusi daerah. Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah hanya dapat
dilakukan apabila ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pajak daerah dan
retribusi daerah.
Sejak otonomi daerah bergulir, muncul ribuan Perda pajak dan retribusi
daerah yang memberatkan investor. Perda ini dianggap menimbulkan ekonomi biaya
tinggi yang berdampak bagi pertumbuhan ekonomi, baik lokal maupun nasional.
Banyak Pemerintah Daerah memanfaatkan peluang meningkatkan PAD melalui
perda.
Perda yang mengatur tentang pajak dan retribusi daerah merupakan sumber
persoalan utama karena bersinggungan langsung dengan kehidupan ekonomi
masyarakat dan negara. Bagi daerah sendiri, Perda pajak dan retribusi daerah
merupakan daerah hukum untuk melegalkan praktik pemungutan. Masyarakat wajib
mematuhi Perda karena merupakan bagian dari perundang-undangan, meskipun
merasa Perda membebani mereka.
Ketentuan Pasal 145 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dapat
menjadi masalah tersendiri bagi daerah, karena bisa saja pemerintah membatalkan
peraturan daerah yang telah ditetapkan dan diberlakukan kepada masyarakat. Untuk
itu pemerintah daerah harus berhati-hati dan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi serta kepentingan masyarakat banyak di daerahnya,
sehingga Peraturan Daerah yang telah disahkan Pemerintah Daerah tidak mudah
dibatalkan oleh Pemerintah Pusat.
sebanyak 1983 yang dibatalkan dan masih terdapat ribuan peraturan daerah yang
direkomendasikan untuk dievaluasi dan atau dibatalkan. Peraturan Daerah yang
dibatalkan pada umumnya Perda tentang pajak dan retribusi daerah. Sampai dengan
bulan juli 2009 peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah dibatalkan sudah
mencapai 1152 Peraturan Daerah. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor. 32
Tahun 2004 sudah terdapat sekitar 8000 Perda tentang pajak dan retribusi daerah
yang dibuat dan lebih dari 3000 Perda tersebut terindikasi bermasalah. Perda-Perda
yang mengatur pajak dan retribusi dan bermacam-macam pungutan lainnya
dibatalkan karena pada umumnya bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan dinilai telah menimbulkan biaya ekonomi tinggi dan
menghambat iklim investasi.12
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, prinsip otonomi daerah yang
digunakan dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua
urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam
undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangna membuat kebijakan daerah untuk
memberikan pelayanan, peningkatan, peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.13
Berkaitan dengan keadaan tersebut di atas, untuk terciptanya harmonisasi
kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah, Pemerintah perlu melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana diamatkan
12
Muhammad Sapta Murti, Op. Cit., hal. 8.
13
dalam Pasal 217 dan 218 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Sebagai petunjuk pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tersebut pada bulan Desember 2005 telah ditetapkan Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan dimaksudkan agar kewenangan
daerah otonom dalam menyelenggarakan desentralisasi tidak mengarah kepada
kedaulatan, di samping Pemerintah Daerah merupakan subsystem dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, dan secara implisit Pembinaan dan
Pengawasan terhadap Pemerintah Daerah merupakan bagian integral dari system
penyelenggaraan Negara, maka harus sesuai dengan rencana dan ketentuan yang
berlaku dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelaksanaan penyelenggaraan kelembagaan pemerintah daerah masih belum
berjalan secara efektif dan efisien, yang tercermin dari belum optimalnya kualitas
pelayanan umum kepada masyarakat, penegembangan ekonomi lokal, dan iklim
investasi. Hal itu disebabkan oleh masih besarnya perangkat organisasi daerah,
belum tersusunnya standar pelayanan minimal, koordinasi antar perangkat organisasi
daerah dan hubungan kerja antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
baik, dan belum optimalnya kerja sama antar pemerintah daerah. 14
Oleh karena itu di perlukan juga reformasi bidang pelayanan publik yang
menyeluruh yaitu peningkatan kualitas pelaksanaan sistem pemerintahan. Bagaimana
Pemerintah menjalankan fungsinya, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan dan
kewenangan dalam bertindak merupakan kunci pokok terlaksananya pemerintahan
dengan baik. 15
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 200516, secara tegas memberikan
kewenangan kepada Pemerintah untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan
atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam rangka pembinaan
penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan kewenangan masing-masing
yang meliputi pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervise yang
dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
Pemerintah dapat melimpahkan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintah
Kabupaten dan Kota kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan
oleh Gubernur terhadap Peraturan daerah Kabupaten/ Kota dilaporkan kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada
14
“Revitalisasi Proses Desentralisasi Dan Otonomi Daerah”,
http://www.google.co.id/#hl=Id&g=revitalisasi=proses+desentralisasi&=ag=f&al=&agl=&og=&gs_rf ai=&fp=31, diakses terakhir tanggal 28 Januari 2009.
15
Affila, Reformasi Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Jurnal Konstitusi, Volume I No. 2, November 2009, hal. 98.
16
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.
Berdasarkan kewenangan yang luas telah diserahkan kepada Pemerintah
Daerah penulis perlu melakukan penelitian sejauh mana kewenangan Gubernur
Dalam Rangka Pembinaan dan Pengawasan Perda di Sumatera Utara supaya produk
hukum/Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan Peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum.
Bertitik tolak dari uraian-uraian dan berdasarkan permasalahan-permasalahan
di atas, penulis merasa tertarik untuk membahas dan menelitinya dengan mengambil
judul Kewenangan Gubernur Dalam Rangka Pembinaan dan Pengawasan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat dirumuskan beberapa masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana pengawasan dan pembinaan peraturan daerah di Indonesia?
2. Bagaimana wewenang Gubernur dalam pembinaan dan pengawasan peraturan
daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ?
3. Bagaimana kewenangan Gubernur dalam rangka peningkatan iklim investasi di
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang menjadi fokus
penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengawasan dan pembinaan peraturan daerah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui sejauh mana wewenang Gubernur dalam rangka pembinaan
dan pengawasan peraturan daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui sejauh mana wewenang Gubernur dalam rangka peningkatan
iklim investasi di Sumatera Utara.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis, yaitu:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini secara umum memberikan manfaat sebagai menambah dan
memperluas pengetahuan terkait Pembinaan dan Pengawasan Peraturan Daerah
terhadap iklim investasi dan dapat dipakai sebagai pedoman dalam merumuskan
suatu kebijakan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan investasi, sebagai bahan
kebijakan Gubernur, Bupati/Walikota dalam menciptakan dan meningkatkan
iklim usaha dan investasi yang kondusif
2. Manfaat praktis
Untuk memberikan pertimbangan dan masukan kepada Pemerintah Daerah baik
Peraturan Daerah yang baik agar tidak menghambat iklim investasi di Sumatera
Utara.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap
hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera
Utara, maka diketahui bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang
menjadi bidang dan ruang lingkup penelitian penulis ini, yaitu mengenai wewenang
gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Oleh karena itu penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan penulis, bahwa
tesis ini memiliki keaslian, dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus
dijunjung tinggi bagi peneliti dan akademisi. Hal ini merupakan implikasi etis dari
proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau secara akademik.
F.Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar
artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.17 Kerangka teori merupakan
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai suatu
kasus ataupun permasalahan (problem), yang bagi si pembaca menjadi bahan
perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak di setujuinya
dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.18
Oleh sebab itu langkah teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan
sebagai berikut:
1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan
fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;
2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta mengmbangkan definisi-definisi;
3. Teori biasanya merupakan suatu ikhstisar dari pada hal-hal yang diteliti;
4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin
faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.19
Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang dipergunakan
sebagai pisau analisis dalam penelitian tesis ini. Secara konseptual, teori yang dapat
dijadikan acuan dalam membahas kerja Perda adalah dengan menggunakan
pendekatan teori “ negara berdasar atas hukum” (rechtsstaat) sebagai grand theory
17
Kaelan M.S , Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum, dan Seni), (Yogyakarta: Paradigma, 2005), hal. 239.
18
Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.
19
yang didukung oleh midle theory “trias politica” untuk memperkuat teori utama,
serta konsep pembaharuan hukum dan prinsip-prinsip pembuatan
perundang-undangan yang baik dan demokratis sebagai applied theory-nya.
Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam hal
ini yang dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan.
(pembagian kekuasaan secara teritorial/teritoril divison of power)
Secara Horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya, pembagian
ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat
yudikatif, eksekutif dan yudikatif (division of powers/trias politica).20
Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan pemerintah pusat mempunyai
wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan
hak otonomi (negara kesatuan dengan sistem desentralisasi) tetapi pada tahap terakhir
kekuasaan tertinggi tetaap pada pemerintah pusat. Jadi adanya kewenangan untuk
membuat peraturan bagi daerahnya sendiri tidak berarti bahwa pemerintah itu
berdaulat. Sebab, pengawasan dan kekuasaan tertinggi masih tetap pada pemeritah
pusat.
Pemerintah daerah secara internal juga melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintah daerah. Pengawasan internal ini terdiri atas:
1. Pengawasan yang bersifat self administrative regulation, yaitu pembuatan dan penetapan standar operasional dan prosedur (SOP) dan pembuatan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Kepala Daerah.
20
Pengawasan ini dilakukan oleh Kepala Daerah, dengan tujuan agar semua mekanisme dan prosedur administrasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pengawasan ini bersifat preventif.
2. Pengawasan melekat/built control. Yaitu pengawasan atasan langsung kepada bawahannya. Pengawasan ini dilakukan oleh atasan langsung dari seorang pegawai. Pengawasan ini bersifat Preventif.
3. Pengawasan layanan berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM). Pemerintah daerah harus membuat standar pelayanan minimal untuk semua jenis pelayanan yang diberikan. Setiap dinas, kantor, dan lembaga pada pemerintah daerah harus membuat SPM. SPM menjadi acuan utama untuk melakukan pelayanan. Dinas, Kantor, Biro, dan lembaga dalam pemerintah daerah yang memberikan pelayanan tidak sesuai dengan SPM yang ditetapkan berarti kinerjanya tidak baik.
4. Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan dan penilaian. Pengawasan ini bersifat refresif.21
Sebagaimana telah terjadi pengetahuan bersama, gagasan Negara Hukum
merupakan gagasan modern yang mempunyai banyak perspektif dan boleh dikatakan
selalu aktual, dalam memberikan pengertian mengenai gagasan Negara Hukum ini,
setiap orang dapat memberikan bobot penilaian yang berlebihan baik terhadap kata
“negara” maupun kata “hukum”. Setidaknya terdapat dua tradisi besar gagasan
Negara Hukum di dunia, yaitu Negara Hukum dalam tradisi Eropa Kontinental yang
disebut Rechsstaat dan Negara Hukum dalam tradisi Anglo Saxon yang disebut
dengan Rule Of Law.
Salah satu ahli yang sering dirujuk ketika membicarakan topik Negara Hukum
(Rechtsstaat) dalam tradisi Eropa kontinental adalah Freidrich Julius Stahl.
21
Pandangannya tentang Rechtsstaat merupakan perbaikan dari pandangan Immanuel
Kant. Unsur-unsur yang harus ada dalam Rechtsstaat adalah pertama, pengakuan
hak-hak asasi manusia (grondrechten); kedua, pemisahan kekuasaaan (scheiding van
machten); ketiga, pemerintahan berdasarkan Undang-Undang (wetmatigheid van het
bestuur); dan keempat, peradilan administrasi (administratieve rechtpraak).
Sedangkan unsur-unsur yang harus terdapat dalam Rule of Law adalah pertama,
supremasi hukum (supremacy of law ); kedua, persamaan didepan hukum (equality
before the law); ketiga, konstitusi berdasarkan atas hak-hak asasi manusia
(constitusion based on human rights ).
Jhon Locke (1632-1704) memperkenalkan teori pemisahan kekuasaan.
Menurutnya. Kemungkinan munculnya negara dengan konfigurasi politik totaliter
bisa dihindari dengan adanya pembatasan kekuasaan negara. Kekuasaaan negara
harus dibatasi dengan cara mencegah sentralisasi kekuasaan ke dalam satu tangan
atau lembaga. Hal ini, menurut Locke, dilakukan dengan cara memisahkan
kekuasaaan politik ke dalam tiga bentuk, yakni kekuasaan legislatif (legislative
power), kekuasaan eksekutif (executive power), dan kekuasaan federatif (federative
power).22
Ketiga cabang kekuasaan tersebut tidak boleh melampaui batas wewenang
masing-masing yang telah diberikan oleh konstitusi. Dalam kerangka inilah,
diperlukan adanya ajaran mengenai checks and balances system ( sistem pengawasan
dan keseimbangan) di antara lembaga-lembaga negara yang mengandaikan adanya
22
kesetaraan dan saling mengawasi satu sama lain, sehingga tidak ada lembaga yang
lebih powerful dari yang lain.23
Indonesia sebagai negara hukum yang menganut ajaran negara berkonstitusi
seperti negara-negara modern lainnya, memiliki konstitusi tertulis yang disebut
Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 ini ditempatkan sebagai
fundamental law sehingga menjadi hukum dasar atau sumber pembuatan hukum yang
lainnya dan sebagai higher law Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum
tertinggi dalam tata urutan Perundang-undangan Republik Indonesia.24
Sejarah memperlihatkan bahwa tata urutan Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 Tentang Bentuk
dan Jenis Peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat yang terdiri dari :
1. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
2. Peraturan Pemerintah;
3. Peraturan Menteri.
Setelah Undang-Undang tersebut pernah berlaku Surat Presiden Nomor
2262/HK/59 tentang Bentuk Peraturan–Peraturan Negara, kemudian Ketetapan
MPRS/XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR mengenai sumber Tertib
Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia.
23
Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila: Kumpulan Karangan Prof. Miriam Budiarjo, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), hal. 227.
24
Adapun tata urutan peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang- Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah yang terdiri dari Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah
Kabupaten/kota dan Peraturan Desa.
Intinya dari semua hukum positif yang berlaku menempatkan
Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar dan hukum tertinggi. Hal ini membawa
konsenkuensi teori perjenjangan norma dari Hans Kelsen menjadi berlaku. Berarti
tidak ada peraturan Perundang-Undangan yang bertentangan dengan UUD. Hans
Kelsen mengemukakan norma berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu
susunan hierarki, norma yang dibawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma
yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada
norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai akhirnya “ regressus” ini
berhenti pada suatu norma yang lebih tinggi yang disebut norma dasar (grundnorm)
yang tidak dapat lagi ditelusuri siapa pembentuknya atau dari mana asalnya. Norma
dasar ini merupakan yang tertinggi yang berlakunya tidak bersumber dan tidak
yaitu ditetapkan lebih dahulu oleh masyarakat. Berikut ini adalah gambar piramida
theorie von stufenbau der rechtsordnung: 25
Gambar 1. Piramida
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto memperkenalkan tujuh azas
Undang-undang yaitu:26
1. Undang-Undang tidak berlaku surut.
2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi pula.
3. Undang- undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang
bersifat umum.
4. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan Undang-undang yang
berlaku terdahulu ( Lex posteriori derogat lex priori).
25
Maria Farida Indrati Soeprapto, IPPU Dasar-Dasar Dan Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), Hal. 38.
26
5. Undang –undang tidak dapat diganggu gugat.
6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai
kesejahteraan spiritual materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui
pembaharuan maupun pelestarian (asas welvaarstaat) .
7. Undang-undang yang dibawah tidak bertentangan dengan Undang-undang yang
diatasnya ( Lex superiore derogat lex infiriore).
2. Konsepsi
a. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah daerah adalah upaya yang dilakukan
oleh pemerintah dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah untuk
mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka
pembinaan oleh Pemerintah, Menteri, dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan
masing-masing yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk
pembinaan dan pengawasan provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan
pengawasan kabupaten/kota.27
b. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan
yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan
rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan utamanya terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala
27
daerah.28
c. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan/atau Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.29
d. Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk daerah untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.30
e. Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 31
f. Investasi (Penanaman Modal) adalah segala bentuk kegiatan menanam modal,
baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.32
G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian yuridis normatif, penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
28
Pasal 218 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
29
Pasal 1 angka (11)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
30
Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
31
Pasal 1 angka (64) Undang-Undang Nomor28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
32
mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin yang diterjemahkan
Bismar Nasution, yang menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian
doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum
sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by
the judge through judicial process.33 Menurut Sunaryati Hartono, Dalam Penelitian
hukum normatif dapat mencari asas hukum, teori hukum dan pembentukan asa
hukum baru. 34Namun untuk memperkuat data, penulis mempergunakan data empiris
sebagai data pendukung, yakni dengan melakukan wawancara kepada informan
Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bagian
Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara, khususnya Pendekatan yang
bersifat yuridis-normatif tersebut akan dilakukan dengan mempergunakan bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.35
Selain hal itu, penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang sengaja
menggambarkan wewenang gubernur dalam rangka pembinaan dan pengawasan
peraturan daerah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Dikatakan bersifat
deskrifptif karena penulis berusaha mengetahui dan memaparkan informasi faktual
secara objektif dan sistematis.
33
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU,Tanggal 18 Februari 2003, hal. 1.
34
.C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), Hal. 12.
35
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian
kepustakaan (Library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,
pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan objek telaah penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan
buku, tulisan ilmiah, dan karya-karya ilmiah lainnya.
Data pokok dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang meliputi:
1. Bahan hukum primer, yaitu seperangkat peraturan yang berhubungan dengan
Pemerintahan Daerah dan investasi.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan kajian dan analisis para ahli hukum
yang bersumber dari berbagai jurnal, buku-buku, hasil-hasil penelitian dan
dokumen-dokumen terkait lainnya.
3. Bahan hukum tertier, berupa bahan-bahan yang berfungsi memberikan kejelasan
pemahaman terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus-kamus Hukum, Ekonomi, dan Ensiklopedia.
3. Alat Pengumpulan Data a. Studi Dokumen
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen-dokumen yang
relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan melakukan identifikasi data. Data
yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah
guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian
sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam
penelitian ini. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara
induktif-kualitatif untuk samapi pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang
ditelaah dalam penelitian ini akan dijawab.36
b. Pedoman Wawancara
Wawancara terhadap Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara dan
Kepala Bagian Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara.
Wawancara ini dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah
disusun dengan tujuan penelitian.
4. Analisis Data
Analisis data di dalam penelitian ini, dilakukan secara kualitatif yakni
pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan pasal-pasal di dalam
undang-undang terpenting yang relevan permasalahan. Kemudian membuat
sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klarifikasi tertentu
sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis
secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula
dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data
diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga selain
menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan
solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.
36
BAB II
PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PERATURAN DAERAH DI INDONESIA
A. Hubungan Pusat dan Daerah dalam Beberapa Perundang-Undangan 1. Undang-Undang Dasar 1945
Pengaturan tentang hubungan pusat dan daerah, dituangkan dalam peraturan
setingkat undang-undang. Diperlukannya peraturan setingkat undang-undang
mengenai pemerintah daerah adalah amanat lebih lanjut dari Undang-Undang Dasar
1945. Pengaturan mengenai pemerintahan daerah tersebut diatur dalam Pasal 18 UUD
1945 yang menyatakan:
”Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Namun setelah UUD 1945 diamendemen yang berkaitan dengan pemerintahan daerah berubah menjadi tujuh ayat. Ayat (1) menyebutkan ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang selanjutnya pada ayat (1) menyatakan ”Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Oleh karena terjadi perubahan terhadap Pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan
UUD 1945 yang selama ini turut serta menjadi acuan dalam mengatur pemerintahan
daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu-satunya sumber konstitusional
pemerintah daerah adalah Pasal 18, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B. Selain meniadakan
UUD baik dari sejarah pembuatan penjelasan maupun meniadakan “keganjilan”
bahakan “anomali” 37Selain tidak lazim UUD memilik penjelasan, juga selama ini
penjelasan dianggap sebagai sumber hukum disamping ketentuan batang tubuh UUD.
Di dalam Pasal 18 A UUD 1945 Perubahan Kedua, hubungan antara Pusat dan
Daerah hanya dirumuskan secara garis besar, sehingga belum memberikan kejelasan
tentang bagaiman hubungan antara Pusat dan Daerah itu dilaksanakan. Pasal 18A
UUD 1945 menyatakan :
1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah;
2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksankan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Ketentuan Pasal 18 UUD 1945 setelah diamandemen adanya keharusan dalam
menyelenggarakan pemerintahan menerapakan asas desentralisasi. Akan tetapi
perintah/amanat untuk melaksanakan otonomi (asas desentralisasi) pada UUD 1945
sebelum diamandemen bersifat umum; dan tidak tegas secara terinci model otonomi
yang bagaimana, maka formulasi dan penerapan otonomi pada setiap undang-undang
tentang pemerintahan daerah yang pernah ada sejak Indonesia merdeka selalu
berbeda satu sama lainnya. Perbedaan tersebut dapat terlihat pada peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah sebagai berikut ini:
37
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 Tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah
Pengaturan yang berbeda itu menimbulkan keberatan bukan hanya pada
masalah hubungan antara pusat dan daerah, tetapi juga dalam hal timbulnya
ketidakseragaman dalam pemerintahan antara satu daerah dengan lainnya.
Undang-Undang No.1 Tahun 1945 juga tidak berhasil melaksanakan fungsinya dengan baik
maupun terlalu dominannya kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan atas
prakarsanya sendiri.
Diakui bahwa pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun
1945 dipandang kurang memuaskan karena isi Undang-Undang tersebut sangat
sederhana, banyak hal mengenai pemerintahan daerah tidak diatur dalam
Undang-Undang tersebut, sehingga pada umumnya peraturan-peraturan dari masa yang
lampau masih dijadikan pegangan.
Terlepas dari berbagai kendala tersebut, kontribusi utama dari kehadiran
Undang-Undang No.1 Tahun 1945 ini ialah, Undang-Undang ini tidak saja telah
meletakkan tiang pancang konstruksi badan legislatif lokal dan hubungan-hubungan
legislatif lokal dengan eksekutif lokal di Negara Republik Indonesia, ia juga telah
menanamkan tradisi berpemerintahan sendiri alias berotonomi kepada elit lokal kita
di daerah-daerah dengan mengutamakan kepentingan rakyat banyak daripada
kepentingan diri sendiri maupun golongan. 38
38
3. Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 Tentang Pemerintahan Daerah
Untuk menjamin agar kewenangan yang diberikan kepada daerah-daerah tidak
disalahgunakan, pemerintah pusat melakukan pengawasan terhadap daerah. Bagi
propinsi pengawasan dilakukan oleh presiden, sedang bagi tingkat-tingkat daerah
lainnya oleh daerah setingkat di atasnya, yaitu propinsi mengawasi kabupaten/kota
besar dalam lingkungan wilayahnya, sebaliknya kabupaten/kota besar mengawasi
desa/kota kecil yang berada di bawahnya. Bentuknya dapat berupa pengawasan
preventif yaitu sebelum putusan dikeluarkan oleh DPRD atau DPD, kepala daerah
selaku wakil pemerintahan berhak menahan putusan tersebut bila putusan-putusan
tersebut dinilainya bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Disamping itu, bisa pula dilakukan
pengawasan represif, yaitu putusan-putusan yang telah dikeluarkan DPRD atau DPD
jika dinilai oleh presiden bagi propinsi dan oleh DPD setingkat lebih atas bagi
lain-lain daerah bertegangan dengan kepentingan umum atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, dapat ditunda atau dibatalkan. 39
Meskipun semula dimaksudkan untuk mengatasi berbagai dualisme dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 1945, setelah berlakunya Undang-Undang No. 22
Tahun 1948, sifat dualisme dalam pemerintahan di daerah masih ada. Ada dua hal
lain yang dicatat oleh Bagir Manan yang mengantarkan kepada kesimpulan bahwa
Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya,
39
yaitu, pengisian sistem rumah tangga daerah (asas otonomi) dan keuangan daerah.
Karena dua faktor tersebut, maka kecenderungan desentralistik yang dikehendaki
oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tidak dapat terlaksana sebagaimana
mestinya. Bahkan sebaliknya, daerah menjadi tergantung pada pusat sehingga terjadi
kecenderungan sentralistik.
Sebagaimana disebutkan di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yaitu:
Pemerintah Daerah terdiri dari 2 (dua) macam yaitu:
a. Pemerintahan Daerah yang bersandar pada hak otonomi, dan b. Pemerintahan Daerah yang disandarkan pada hak medebewind
Tentang perbedaan hak otonomi dan hak medebewind adalah sebagai berikut: Pada pembentukan pemerintah daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri menurut Undang-Undang Pokok Pemerintahan Daerah in maka pemerintah pusat ditentukan kewajiban pekerjaan mana-mana saja yang dapat diserahkan kepada daerah. Penyerahan ini ada dua macam yaitu:
a.Penyerahan penuh, artinya baik tentang asasnya (prinsip-prinsipnya) maupun tentang caranya menjalankan kewajiban (pekerjaan yang diserahkan itu), diserahkan semuanya kepada daerah (hak otonomi), dan
b.Penyerahan tidak penuh, artinya penyerahan hanya mengenai caranya menjalankan saja, sedangkan prinsip-prinsipnya ditetapkan oleh pemerintah pusat sendiri (hak medebewind).
Hak medebewind ini jangan diartikan sempit, yaitu hanya menjalankan perintah
dari atas saja, sekali-kali tidak. Oleh karena pemerintah daerah berhak mengatur
caranya menjalankan menurut pendapatnya sendiri. Jadi masih mempunyai hak
otonom sekalipun hanya mengenai cara menjalankan, ini benar artinya bagi tiap-tiap
daerah.40
40
Kajian lain terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 menyimpulkan,
bahwa konstruksi desentralisasi politik dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 ini
dikatakan “overdosis” alias kebablasan atau terlalu maju, tidak sesuai dengna realitas
pertumbuhan pemerintahan kita, ini disebabkan oleh pemikiran liberal yang merasuki
perancang undang-undang waktu itu demi menampakkan kepada dunia internasional
bahwa Indonesia adalah negara yang demokratis sebagai dukungan bagi perjuangan
mempertahankan kemerdekaan.
Pokok-pokok utama dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 adalah untuk
menghapuskan perbedaan antara cara pemerintahan di pulau Jawa-Madura dengan
daerah di luar Jawa-Madura. Peraturan ini menuju persamaan cara dalam
pemerintahan daerah bagi seluruh Indonesia dan membatasi tingkatan badan-badan
pemerintahan daerah sedikit mungkin. Termasuk untuk penghapusan dualisme dalam
pemerintahan daerah, dan pemberian hak otonomi dan medebewind seluas-luasnya
pada badan-badan pemerintahan daerah yang tersusun secara demokratis atas dasar
permusyawaratan.41
4. Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
Di daerah sendiri, keberadaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 baru terasa
seelah pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disingkat
DPRD) diselenggarakan. Di beberapa daerah di Jawa, Sumatera Selatan, dan
Kalimantan. DPRD hasil pemilu segera memilih kepala daerah dan membentuk
41