• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

A. Kewenangan Pembinaan dan Pengawasan Pada Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara

2. Kewenangan Evaluasi dan Klarifikasi

2. Kewenangan Evaluasi dan Klarifikasi

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara objektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya. Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan berusaha untuk mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana sekaligus mengukur se-objektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung maupun yang tidak mendukung sesuatu rencana.75

Adanya hubungan antara perencanaan dengan evaluasi dapat digambarkan dengan sangat tepat dengan pernyataan sebagi berikut:

74

Ridwan, Op. Cit, Hal. 67.

75

Firman B. Aji dan S. Martin Sirait, PDE Perencanaan Dan Evaluasi (Suatu Sistem Untuk Proyek Pembangunan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), Hal. 30.

“Evaluasi yang baik dapat dilaksanakan hanya apabila didasarkan pada rencana yang baik. Sebaliknya rencana yang baik tidak akan dapat diciptakan apabila tidak didasarkan pada umpan balik yang dihasilkan oleh evaluasi yang baik.”76

Langkah-langkah evaluasi kebijakan adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tujuan tujuan program yang akan dievaluasi. 2. Analisis terhadap masalah

3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan.

4. Pengukuran terhadap tingkat perubahan yang terjadi.

5. Menentukan apakah langkah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain.

6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.77

Segala macam kegiatan dalam rangka evaluasi kebijakan memerlukan standard yang bermakna agar dapat mengukur efektifitas program-program pemerintah. Tetapi indikator-indikator yang dipergunakan, kebanyakan tidak mampu mencerminkan kualitas penampilan program. Persentase penyelesaian proyek kurang bermakna dibandingkan dengan kualitas itu sendiri. Kadang-kadang orang memalingkan perhatiannya pada kemanfaatan dan biaya sosial yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan. Jika ini yang dipersoalkan, maka cukup sulit untuk menetapkan satu standard pengukuran baru, yang secara operasional dapat diterapkan untuk mengukur penampilan program dan proyek pemerintah. 78

Sebagai suatu aktivitas fungsional, evaluasi kebijakan tidak hanya dijalankan setelah penetapan dan implementasi kebijakan. Tetapi evaluasi seharusnya dilakukan

76

Ibid, Hal. 32.

77

Pandji Santosa, Administrasi Publik (Teori dan Aplikasi Good Governance), (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), Hal. 44

78

H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara Dan Kebjakan Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa, 2009), Hal. 151.

sepanjang proses kebijakan. Evaluasi kebijakan juga diperlukan pada waktu merumuskan alternatif-alternatif kebijakan. Evaluasi dapat memberikan pedoman untuk mengubah atau menghapuskan suatu kebijakan.

Perencanaan yang baik, matang, terorganisir, karakteristik perencanaan kebijakan publik yang baik adalah:

a. Merupakan respon yang positif dan proaktif terhadap kepentingan publik; b. Merupakan hasil adari konsultasi publik, debat publik atau analisis yang

mendalam, rasional, dan ditujukan untuk kepentingan umum;

c. Merupakan hasil dari manajemen partisipatif yang tetap membuka diri terhadap masukan dan input sepanjang belum ditetapkan sebagai kebijakan. d. Akan menghasilkan rencana kebijakan yang mudah dipahami, dilakukan,

mudah dievaluasi, indikatornya jelas sehingga mekanisme akuntabilitasnya mudah pula.

e. Merupakan produk pemikiran yang panjang yang telah mempertimbangkan berbagai hal yang memperngaruhinya;

f. Merupakn perencanaan yang bervisi ke depan dan berdimensi luas karena tidak diabdikan untuk kepentingan sesaat semata-mata.79

Pada pemerintah daerah, lembaga sah yang membuat kebijakan publik adalah kepala daerah (KDH) dan DPRD. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah daerah dalam membuat rencana kebijakan :

1. Membuat agenda kebijakan 2. Melakukan identifikasi kebutuhan

3. Membahas usulan yang konkrit berdasarkan langkah kedua

4. Membahas usulan yang telah disajikan secara sistematis dan logis dalam DPRD;

5. Penetapan kebijakan dalam membentuk Peraturan Daerah

6. Melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan dalam Peraturan daerah oleh Pemerintah Daerah.80

79

Hanif Nurcholis, Op. Cit, Hal.. 266.

80

Pemerintah daerah yang terdiri atas kepala daerah dan perangkatnya menyusun strategi pelaksanaan kebijakan. Kepala daerah adalah penanggungjawab pelaksana kebijakan. Kepala daerah kemudian memberi tugas kepada perangkatnya sesuai bidang tugas dan wewenangnya. Sekretariat Daerah meyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan pokok kebijakan kepada kepala daerah. Dinas maupun lembaga teknis semuanya berada di bawah koordinasi dan tanggungjawab kepala daerah.

Sesuai dengan tuntutan reformasi pemerintah daerah harus menyelenggarakan

good governance yaitu penyelenggaraan tata pemerintahan yang berkualitas yang bermuara pada kepuasan rakyat (yang wajib dilayani dan dilindungi pemerintah) melalui pelibatan seluruh stakeholder atas dasar prinsip prinsip keadilan, keterbukaan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas.81

Untuk itu kepala daerah harus melakukan manajemen personalia modern. Dalam manajemen personalia modern, pejabat tidak menempatkan diri sebagai pejabat negara tetapi sebagai manajer publik. Karena itu, kepala daerah harus mengembangkan gaya kepemimpinan yang koperatif dan mengaktifkan. Di samping itu kepala daerah juga harus menggunakan pegawai dan sumber daya pendukung sehemat mungkin.82

Sebagai lembaga yang memunyai fungsi legislasi dan pengawasan, DPRD mengawasi pelaksanaan kebijakan daerah yang pelaksanaannya menjadi tanggung

81

Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, (Bandung: Mandar Maju, 2003), Hal. 34.

82

jawab kepala daerah dan perangkatnya. Kepala daerah akan dinilai kinerjanya oleh DPRD setiap saat, dan pada akhir tahun DPRD akan menilai kinerja kepala daerah secara keseluruhan. Jika kinerja kepala daerah tidak sesuai dengan indikator pencapaian tujuan maka kepala daerah dianggap gagal melaksanakan kebijakan daerah yang telah ditetapkan. 83

Bahwa dalam rangka menyerasikan antara kebijakan Daerah dan kebijakan Nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana meteri Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Anggara Pendapatan Belanjana Daerah (APBD) dan Rancangan Peraturan Daerah Tata Ruang Daerah yang diproduksi Pemerintah Kabupaten/Kota agar tidak bertentang dengan peraturan perundang yang lebih tinggi atau kepentingan umum perlu dilakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tersebut;

Sesuai Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Evaluasi rancangan Peraturan Daerah adalah upaya singkronisasi/harmonisasi kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Gubernur selaku wakil Pemerintah di Daerah dengan Pemerintahan Kabupaten/ Kota didalam mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka pembinaan oleh Pemerintahan, Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang

83

dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pembinaan dan pengawasan Provinsi serta oleh Gubernur untuk pembinaan dan pengawasan Kabupaten/Kota.

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan yang dilaksanakan oleh Pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan utamanya terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. 84

Di dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Pemerintah melakukan dengan 2 (dua) cara yaitu : 85

1. Pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) yaitu terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan Rencana Umum Tata Ruang sebelum disahkan oleh Kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda Provinsi dan oleh Gubernur terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai guna dan hasil guna yang optimal.

2. Pengawasan terhadap semua Peraturan Daerah diluar yang termasuk dalam angka 1, yaitu setiap Peraturan Daerah wajib disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri

84

Siswanto Sunarno, Op. Cit, Hal. 112.

85

Untuk lebih jelas lihat dalam bagian Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

untuk Provinsi dan Gubernur untuk Kabupaten/Kota untuk memperoleh klarifikasi.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Pengawasan Peraturan daerah dapat dilakukan melalui Evaluasi dan Klarifikasi, bila dilihat secara operasional evaluasi dapat digolongkan kedalam pengawasan secara preventif dan klarifikasi dapat digolongkan ke dalam pengawasan secara refresif (dalam hal pembatalan peraturan daerah).

Langkah-langkah Evaluasi dan Klarifikasi dapat diuraikan sebagai berikut:

2.1 Evaluasi

Proses Evaluasi dilakukan terhadap Rancangan Perda APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang Daerah yang dilakukan sebagai berikut :

a. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi :

1. Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama antara Gubernur dengan DPRD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi;

2. Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan daerah tersebut;

3. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan Rancangan Peraturan Daerah dimaksud menjadi Peraturan Daerah;

4. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi;

5. Apabila hasil evaluasi ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, dan Gubernur tetap menetapkan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah, Menteri Dalam Negeri membatalkan Peraturan Daerah.

b. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota :

1. Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama antara Bupati/Walikota dengan DPRD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi; 2. Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling

lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya Rancangan Peraturan Daerah tersebut;

3. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan Rancangan Peraturan Daerah dimaksud menjadi Peraturan Daerah.

4. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan

penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi;

5. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah.

c. Khusus untuk Rancangan Peraturan Daerah Pajak Daerah dan Rancangan Peraturan Daerah Retribusi Daerah harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan dan untuk Rancangan Peraturan Daera Tata Ruang Daerah harus dikoordinasikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Badan Tata Ruang Nasional.

Bentuk pengawasan represif adalah dengan evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan kata lain sebelum Peraturan Daerah ditandatangani oleh Bupati/Walikota pengawasan represif telah dilaksanakan.

Dalam hal ini terdapat kendala yaitu Peraturan Daerah Kabupaten/Kota masuk ke Biro Hukum di mana satu satu daerah kabupaten/kota mengajukan banyak perda pajak dan retribusi sehingga Biro Hukum kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengadakan eksaminasi dalam waktu 15 hari, Sehingga hanya Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (PAPBD) yang diutamakan diselesaikan dalam waktu 15 hari, jadi hal yang seperti ini tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

2.2 Klarifikasi

Proses klarifikasi dilakukan terhadap Peraturan Daerah APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang Daerah. Terhadap Peraturan Daerah ini dapat ditetapkan terlebih dahulu dan kemudian disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk Peraturan daerah Provinsi, dan kepada Gubernur untuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mekanisme sebagai berikut :

a. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan Peraturan Daerah harus disampaikan kepada Pemerintah untuk dilakukan klarifikasi;

b. Terhadap Peraturan Daerah Provinsi, Menteri Dalam Negeri (dengan Tim yang telah dibentuk) melakukan pengkajian atau proses klarifikasi dalam masa paling lama 60 (enam puluh) hari;

c. Terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, Gubernur (dengan Tim yang telah dibentuk) melakukan pengkajian atau proses klarifikasi dalam masa paling lama 60 (enam puluh) hari;

d. Apabila dalam waktu 60 (enam puluh) hari tersebut tidak ada pembatalan dari Presiden, maka Peraturan Daerah tersebut dapat untuk dilaksanakan. Proses klarifikasi terhadap Peraturan Daerah APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah ditetapkan dan disampaikan kepada Menteri dalam Negeri, kemudian disesuaikan dengan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri. Apabila telah sesuai dengan evaluasi Menteri Dalam Negeri, maka Menteri tidak dapat membatalkan Peraturan Daerah tersebut, kecuali Peraturan Daerah ditetapkan namun tidak sesuai dengan

hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri, maka Menteri Dalam Negeri dapat membatalkan Peraturan Daerah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Apabila Peraturan Daerah yang ditetapkan tersebut telah sesuai dengan evaluasi Menteri Dalam Negeri, kemudian ternyata bertentangan dengan kepentingan umum, atau dengan Peraturan Perundang-undangna yang lebih tinggi, maka Peraturan Daerah tersebut dibatalkan dengan Peraturan Presiden yang dirancangnya disiapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Proses klarifikasi terhadap Peraturan Daerah APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang Daerah Kabupaten/Kota, dilakukan setelah Peraturan Daerah ditetapkan dan disampaikan kepada gubernur, kemudian disesuaikan dengan hasil Evaluasi Gubernur. Apabila telah sesuai dengan hasil evaluasi Gubernur maka peraturan daerah dapat ditetapkan.

Apabila Peraturan Daerah yang ditetapkan tersebut telah sesuai dengan evaluasi Gubernur, kemudian ternyata bertentangan dengan kepentingan umum dan atau dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, maka peraturan daerah dibatalkan dengan peraturan presiden yang rancangannya disiapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Pengawasan pada proses klarifikasi merupakan pengawasan refresif.

Keuntungan sistem pengawasan Preventif dan Represif adalah bahwa kalaupun batas-batas waktu pengesahan Perda dan atau Keputusan Kepala Daerah dari pejabat yang berwenang sering terlambat atau melebihi batas waktu yang ditentukan, daerah tetap menunggu dan selalu melakukan koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri maupun Gubernur. Dengan demikian pada saat itu pembatalan Perda

atau Keputusan Kepala Daerah hampir tidak ada sehingga Perda tersebut tidak merugikan masyarakat. Sedangkan kelemahaannya adalah bahwa kepala daerah tidak dapat segera melaksanakan Perda sehingga program pembangunan di daerah akan terhambat.86

Pada saat setelah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diberlakukan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 diberlakukan, kewenangan Biro Hukum untuk mengadakan pembinaan dan pengawasan masih dalam transisi, sehingga rentang waktu setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sampai dengan diadakannya pembentukan struktur organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara, yaitu dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008, Perda Kabupaten/Kota masih dievaluasi dan diklarifikasi oleh Menteri Dalam Negeri. Setelah pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008, Biro Hukum efektif melakukan pembinaan dan pengawasan.

Berikut ini merupakan tabel kinerja pemerintah provinsi terhadap peraturan daerah setelah didelegasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi.

86

Hasil wawancara dengan Bapak Abdul Jalil SH, Msp, Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 8 Juli 2010.

Tabel 1

Kinerja Pemerintah Provinsi Terhadap Peraturan Daerah Setelah Didelegasikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Pusat

NO KAB/KOTA TENTANG NOMOR DAN

TANGGAL