• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVESTASI DI SUMATERA UTARA

A. Pengawasan Terhadap Suatu Peraturan Daerah

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan, pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah.87

Seiring dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan otonomi bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.88

87

Lihat penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pembinaan dan Pengawasan.

88

Untuk lebih jelasnya mengenai prinsip-prinsip otonomi daerah yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, lihat pada bagian penjelasannya.

Salah satu kebebasan atau kemandirian daerah adalah dalam menetapkan kebijakan daerah, baik yang dirumuskan dalam Perda, Peraturan Kepala Darah Keputusan Kepala Daerah maupun ketentuan-ketentuan daerah lainnya. Namun, dalam kebebasan untuk menetapkan kebijakan daerah tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta Perda lainnya.

Pengawasan represif dilaksanakan dalam bentuk penangguhan/penundaan

(schorsing) dan pembatalan (vernietiging). Sejak Indonesia merdeka, terdapat perkembangan dalam melaksanakan pengawasan represif. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tidak (belum) mengatur pengawasan baik represif maupun preventif. Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 menentukan wewenang pengawasan represif ada pada Presiden (bagi Keputusan DPRD dan Dewan Pemerintah Daerah Provinsi), dan Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas (bagi daerah-daerah lain). Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1957, wewenang pengawasan represif ada pada Menteri Dalam Negeri (bagi daerah tingkat I). Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1965, wewenang pengawasan represif ada pada Menteri Dalam Negeri (bagi daerah tingkat I), dan kepala daerah setingkat lebih atas (bagi daerah lain). Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tidak mengatur dengan tegas alat kelengkapan (organ) pemerintahan yang berwenang melaksanakan pengawasan represif. Secara tidak langsung Gubernur disebut sebagai pemegang wewenang represif (Pasal 70 ayat 2).89

89

Dalam rangka pemberdayaan otonomi daerah pemerintah pusat berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai amanat Pasal 217 dan 218 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pembinaan dan pengawasan dimaksudkan agar kewenangan daerah otonom dalam menyelenggarakan desentralisasi tidak mengarah kepada kedaulatan.

Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 dilakukan secara:90

a. Preventif, terhadap kebijakan Pemerintah Daerah yang menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang Daerah dan APBD;

b. Refresif, Terhadap kebijakan berupa perda dan Paerturan Kepala Daerah selain yang menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang Daerah dan APBD;

c. Fungsional, terhadap pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Daerah; d. Pengawasan Legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan daerah;

e. Pengawasan terhadap penyelengaraan Pemerintahan Daerah oleh masyarakat.

90

Sebelumnya proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah dimulai dari penjaringan isu, baik yang didapatkan melalui hasil penelitian, maupaun dalam rangka menangkap isu-isu pening yang sedang marak di masyarakat. 91

Program legislasi daerah memuat daftar judul dan permasalahan, dalam praktiknya akan dibahas bersama-sama oleh Pemerintah Daerah dengan DPRD untuk menentukan skala prioritas Rancangan Peraturan Daerah mana yang akan didahulukan untuk diproses hingga disahkan. Penentuan skala prioritas ini biasanya dilakukan berdasarkan urgensi substansi Perda yang akan dibentuk, selain itu urgensi lain juga bisa berasal dari amanat undang-undang atau peraturan di tingkat pusat.92

Mengenai pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda), yaitu terhadap Ranperda yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah dilakukan atas 2 (dua) cara, yaitu sebagai berikut:

1. Mekanisme pengawasan Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

a. Pengawasan terhadap Perda yang ditetapkan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

91

Hasil wawancara dengan Bapak Al Iksan Nasution, Kepala Bagian Perundang-undangan Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 10 Juli 2010.

b. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pengawasan Perda, dilakukan secara represif, yaitu Perda ditetapkan lebih dahulu baru dievaluasi oleh Pemerintah.

c. Dalam ketentuan tersebut Pemerintah Daerah berkewajiban menyampaikan Perda, kepada Biro Hukum Pemerintah Provinsi paling lambat 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan.

d. Menteri Keuangan memberikan pertimbangan pembatalan kepada Menteri Dalam Negeri apabila Perda tersebut bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.93

e. Perda yang masih berada di Departemen Teknis agar segera disampaikan kepada Menteri Keuangan beserta hasil telaahnya.94

2. Mekanisme pengawasan Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

a. Terhadap Ranperda yang disusun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 185, 186 dan 189.95

93

Pasal 5A Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Pasal 80 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 dan Pasal 25A Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 dan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001.

94

Mekanisme Pengawasan Perda dan Ranperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kabag Pengkajian & Evaluasi Produk Hukum Biro Hukum Departemen Dalam Negeri, 2005

95

Pasal 185 ayat (1) : “Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui bersama dan Rancangan Peraturan Gubenur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi”.

Ayat (2) : “Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud”.

b. Dari ketentuan Pasal 185, 186 dan 189 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, terlihat bahwa Ranperda Provinsi disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Sedangkan Ranperda Kabupaten/Kota disampaikan kepada Provinsi. Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah Ranperda dimaksud mendapat persetujuan dari DPRD.

tentang APBD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur, menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Gubernur”.

Ayat (4) : “Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi”.

Ayat (5) : “Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti olch Gubernur dan DPRD, dan Gubernur tetap menetapkan Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya”.

Pasal 186 ayat (1) : “Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi”.

Ayat (2) : “Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati(Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya Rancangan Perda Kabupaten/Kota dan Rancangan Peraturan Bupati/ Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pads ayat (1)”.

Ayat (3) : “Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umumdan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangandimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota”.

Ayat (4) : “Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan, umum dan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi".

Ayat (5) : "Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Peratum Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Wahkota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

Ayat (6) : "Gubemur menyampaikan hasil evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD dan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri".

Pasal 189: "Proses penetapan Rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi perda berlaku pasal 185, dan pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak daerah dan retribusi daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikordinasikan dengan Menteri yang membidangi urusan tata ruang.

c. Ranperda Provinsi dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri dan Ranperda Kabupaten/Kota dievaluasi oleh Gubernur.

d. Evaluasi terhadap Ranperda tersebut dikoordinasikan kepada Menteri Keuangan untuk mendapat pertimbangan.

e. Menteri Keuangan memberikan pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri dan Gubernur dalam jangka paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permintaan pertimbangan tersebut

f. Evaluasi terhadap Ranperda dapat berupa 1. Persetujuan untuk ditetapkan

2. Penolakan untuk ditetapkan

g. Hasil evaluasi Ranperda Provinsi disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Ranperda dimaksud.

h. Hasil Ranperda Kabupaten/Kota disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Ranperda dimaksud.

i. Perda yang telah ditetapkan disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

j. Perda Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

Perda, maka Perda Provinsi dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Perda Kabupaten/Kota dibatalkan oleh Gubernur.

Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pengawasan ini, Pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara Pemerintahan Daerah apabila ditemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara Pemerintahan Daerah tersebut. Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa penataan kembali suatu daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik Perda, Keputusan Kepala Daerah dan ketentuan lainnya yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Perda yang sudah disahkan di tingkat daerah dapat dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum. Dibatalkan berarti ketidakabsahannya berlaku sejak tanggal ada pembatalan, sedangkan pembatalan demi hukum berarti ketidakabsahannya berlaku sejak peraturan itu ditetapkan (yang berarti membatalkan pula akibat-akibat hukum yang timbul sebelum ada pembatalan). Dalam hubungan itu, pengawasan terdiri dari dua jalur, yakni pengawasan melalui jalur eksekutif (Pemerintahan Pusat) dan pengawasan melalui jalur yudikatif (Mahkamah Agung).

Berdasarkan ketentuan Pasal 145 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 di atas, terlihat bahwa akibat hukum dari pengawasan pemerintah terhadap Perda adalah berupa pembatalan Perda. Menurut Bapak Abdul Jalil SH, Msp (Kepala

Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara) pembatalan Perda dapat dibatalkan jika:

1. Apabila Bertentangan dengan kepentingan umum;

2. Apabila bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi; 3. Apabila bertentangan dengan peraturan daerah lainnya.96

Pasal 145 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah. Keputusan pembatalan Perda ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Presiden Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud.

B. Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Bidang Pajak dan Retribusi