• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan mengenai imigrasi Yahudi (Aliyah)

BAB V Akhir Kekuasaan Inggris dan Tatanan Dunia Baru

B. Kebijakan mengenai imigrasi Yahudi (Aliyah)

Salah satu kebijakan Pemerintah Mandat Inggris adalah memfasilitasi migrasi etnis Yahudi ke Palestina atau yang dikenal sebagai gerakanAliyah‟87

. Aliyah ini pernah berlangsung sebelum era Mandat Inggris, yaitu sejak penindasan komunitas petani Yahudi di Russia pada tahun 1881. Namun pada masa Perang Dunia Pertama, migrasi Yahudi berhenti akibat situasi yang tidak aman.88

Didalam tubuh pemerintahan Inggris, ada faksi yang bersimpati kepada usaha masyarakat Yahudi untuk pulang ke “Tanah yang dijanjikan”, Salah satunya

adalah Arthur Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris saat itu. Pada tanggal 2 November 1917, dia mengirim surat kepada Lionel Rothschild, pemimpin gerakan Zionisme yang isinya menyatakan dukungan resmi pemerintah Inggris untuk mendirikan Jewish National Homeland di Palestina89. Janji Inggris dalam Deklarasi Balfour dan adanya Mandat Inggris di Palestina, menyebabkan Inggris

86

Ahmad Ghazali Khairi & Amin Bukhari.Air Mata Palestina, (Jakarta: Hi-Fest, 2009). Hal. 141

87Secara etimologis, kata Aliyah dalam Bahasa Ibrani artinya “naik”. Secara terminologis

dapat diartikan sebagai imigrasi orang Yahudi ke tanah air yang dahulu dijanjikan Tuhan pada keturunan Avraham, Ishak, & Yakub

88

Abba Eban, My People: History of the Jews Volume II, (New Jersey: Berman House,1979),h.127

89

harus menjamin hak-hak masyarakat Yahudi untuk membangun tanah air bagi mereka di Palestina. Inggris juga harus mendukung dan juga memudahkan migrasi Yahudi (Aliyah) ke Palestina.

Setelah Perang Dunia Pertama selesai, keadaan kaum Yahudi di negara-negara baru di Eropa Timur seperti Polandia dan Rumania tidak kunjung membaik. Pemerintah Polandia mengambil alih industri-industri yang dikuasai oleh kaum Yahudi dan memecat para pekerja Yahudi. Selain itu hampir 2.800 toko sepatu yang dikelola kaum Yahudi ditutup oleh pemerintah Polandia. Hal itu mengakibatkan kaum Yahudi putus asa dan ingin meninggalkan negara tersebut. Mengetahui bahwa Amerika Serikat memberikan peraturan ketat bagi para imigran yang berasal dari Eropa Timur, maka mereka mengalihkan tujuan migrasinya ke Palestina. Dengan datangnya pionir-pionir yang mendirikan pemukiman, komunitas, dan organisasi-organisasi di Palestina, menyebabkan orang orang Yahudi di Eropa bertambah mantap dalam merealisasikan keinginan

mereka untuk “pulang” ke “tanah air yang dijanjikan”90

Pada tahun 1925, saat masa jabatan Herbert Samuel sebagai Komisaris Besar berakhir, sekitar 34.000 Yahudi Polandia bermigrasi ke Palestina, untuk menyelamatkan diri dari kebijakan anti-semitisme Pemerintah disana. Berbeda dengan sebelum masa Mandat Inggris, dimana Imigran yang datang ke Palestina adalah rakyat kelas menengah kebawah yang sesampainya di Palestina memilih bekerja sebagai petani, imigran Yahudi yang datang karena difasilitasi oleh Pemerintah Mandat Inggris ini adalah masyarakat kelas menengah keatas dan beberapa enterpreneur yang sebelumnya bergerak di bidang perdagangan. Mereka

90

Abba Eban, My People: History of the Jews Volume II, (New Jersey: Berman House,1979),h.165

lebih memilih tinggal di daerah perkotaan, khususnya Tel Aviv, dibanding daerah pedesaan. Mereka menginvestasikan sebagian modal kecilnya di pabrik-pabrik, hotel-hotel kecil, restoran, toko-toko, dan dalam bidang konstruksi. Mereka juga mengembangkan daerah Pesisir Pantai.91

Mendekati dekade 1930an, migrasi orang Yahudi dari wilayah Eropa Barat dan Eropa Timur ke wilayah Mandat Inggris di Palestina meningkat bersamaan dengan berkuasanya Partai Nasional Sosialis di Jerman yang dipimpin oleh Adolf Hitler. Ideologi Nazisme yang diperkenalkan oleh Hitler menyatakan bahwa etnis Semit (Arab dan Yahudi) adalah ras rendahan, sedangkan ras Indo-Aryan,adalah ras paling unggul, terutama suku bangsa Jermanik adalah yang paling hebat diantara sub-ras Indo-Aryan.

Pada tanggal 10 November 1938, terjadi sebuah Peristiwa yang disebut Kristallnacht (Malam Kaca Pecah). Disebut demikian karena tentara Nazi dan rakyat sipil pendukungnya menghancurkan kaca-kaca bangunan milik orang Yahudi dengan palu godam sehingga pecahan kaca bertebaran di jalanan. Di beberapa kota di Jerman, 1.668 Synagog dihancurkan dan 267 di antaranya dibakar, sekitar 8.000 toko dan ribuan rumah milik orang Yahudi juga ikut dihancurkan. Orang-orang Yahudi banyak yang menjadi korban pembunuhan oleh tentara Nazi dan sekitar 30.000 warga Yahudi dimasukkan ke kamp konsentrasi.92

Adapun orang orang Yahudi yang dikirim ke kamp konsentrasi menerima berbagai macam penyiksaan. Kekejaman tersebut berakhir pada program genosida

yang dinamai “Final Solution of the Jews”. Prosedur pembunuhan massal tersebut

91

Cecil Roth,The Standard Jewish Encyclopedia. (Jerusalem: Madassah Publishing Company Ltd,1958),h.75

92

James M Deem. Kristallnacht: The Nazi Terror That Began the Holocaust.. (Berkeley :

adalah sebagai berikut : orang-orang Yahudi, dibariskan ke daerah yang sepi, berbaris di depan parit-parit, kemudian diberondong dengan senapan mesin, lalu mayat-mayat tersebut didorong ke dalam lubang oleh bulldozer dan ditimbun dengan tanah. Nazi Jerman dibawah kepemimpinan Adolf Hitler bertanggung jawab atas pembunuhan tidak saja bagi jutaan bangsa Yahudi, namun juga bagi bangsa Eropa lainnya.93

Pada saat orang Yahudi Eropa yang merasa tertindas ingin melarikan diri ke Palestina, Pemerintah Mandat Inggris mengeluarkan White Paper 1939, dimana salah satu pasalnya adalah melarang adanya migrasi Yahudi ke Palestina94. Pemerintah Inggris tak ingin orang Arab Palestina menyerang Inggris dari belakang saat sedang berperang melawan Jerman di Mesir & Front lain95

Sikap Inggris itu disebabkan karena gelombang protes dari orang orang Arab seperti Jamal al-Hussayni, yang merupakan elit Arab Palestina yang paling keras menolak imigrasi Yahudi dari Eropa ke Palestina, ia berkata bahwa Imigrasi Yahudi telah melipatgandakan jumlah Etnis Yahudi di Palestina dan memicu terjadinya Tirani Minoritas96

Dalam sebuah Konferensi yang diadakan di Evian Les Bains, Prancis, pada tahun sebelumnya, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa membahas mengenai nasib komunitas Yahudi di Jerman. Golda Meyer selaku perwakilan kelompok Zionis sudah mengajukan proposal agar Palestina dijadikan tujuan

93

Max I. Dimont, Kisah Hidup Bangsa Yahudi (Jakarta : Masaseni,2002),h.331-332

94

Text of White Paper 1939, avalon.law.yale.edu/20th_century/brwh1939.asp, diakses pada 13 Mei 2014

95

Peter Mansfield, History of Middle East, (Pennsylvania : Pennsylvania State University press ,2004), h.218

96

Surat Jamal al Hussayni untuk Delegasi PBB, Arab Higher Comitte Archive, 24 Mai 1948

utama dari migrasi komunitas Yahudi yang berasal dari Jerman. Namun Perwakilan Inggris malah menyingkirkan usulan tersebut dari Konferensi97.

Sikap Pemerintah Inggris tersebut memicu munculnya gelombang migrasi

ilegal ke Palestina yang disebut “Aliyah Bet”. Bet (ב ”) ialah huruf kedua dalam “

alphabet Ibrani, karena Aliyah ini bersifat ilegal atau tanpa persetujuan dari Pemerintah Mandat Inggris yang telah melarang adanya migrasi ke Palestina sejak tahun 1939, karena itu diberi kode huruf Bet ב“. Aliyah Bet berlangsung pada kurun waktu 1933-1948. Awalnya, Aliyah Bet dilakukan sebagai tuntutan atas hak masyarakat Yahudi untuk bermukim di Palestina. Pada tahun 1934, karena telah melihat kekerasan yang dilakukan Nazi terhadap Yahudi Jerman, gerakan Hehalutz98 menyewa Vellos, sebuah kapal dari Yunani yang untuk pertama kali dalam pelayarannya berhasil mengangkut 350 imigran Yahudi menuju Palestina. Kelompok Aliyah Bet yang mayoritas berasal dari Eropa Timur, mulai terjadi dalam skala besar pada 1939, terutama atas bantuan Haganah, yaitu organisasi paramiliter Yahudi yang bertugas menjaga pemukiman Yahudi di Palestina99

Sayangnya, Pemerintah Mandat Inggris tetap bersikeras mempertahankan kebijakan White Paper 1939 dan mengancam akan menindak secara keras imigran Yahudi yang tetap berusaha datang ke Palestina menggunakan kapal; kalau perlu mendeportasi mereka ke Koloni Inggris di Siprus100

97

“The Evian Conference on Refugees”. Bulletin of International News,Vol. 15, No. 14 (Jul. 16, 1938), h. 16-18

98

Gerakan Resistensi terhadap penindasan etnis Yahudi di Eropa selama perang dunia pertama dan Perang dunia kedua, tujuan utamanya adalah membantu orang Yahudi Eropa yang ingin melarikan diri ke Palestina

99

The Black Paper on The Jewish Agency and The Zionist Terrorist. Arab Higher Committee Archive, 12 Maret 1948. h.6

100Walid Khalidi, “Illegal Jewish Immigration under British Mandate”, Journal of Palestinian Studies, vol.35, h. 63-69

Salah satu tragedi yang menimpa para imigran Yahudi adalah „Tragedi Kapal Patria‟ pada tahun 1940. Sir Harold McMichael, Komisaris Besar Mandat

Inggris, menyatakan bahwa para imigran Yahudi ilegal dari Rumania yang tiba menggunakan kapal Milos dan Pasific ,yang kemudian tertangkap oleh Angkatan Laut Inggris (Royal Navy) di Pelabuhan Haifa, tak akan dideportasi kembali ke Eropa, melainkan dikirim ke Mauritius pasca Perang Dunia kedua.101

Karena Kapal Milos dan Pasific dianggap teralu kecil dan kondisi mesinnya perlu perbaikan sehingga tak mungkin berlayar sampai ke Mauritius,

Inggris menyiapkan kapal baru yang bernama “Patria”. Namun musibah terjadi, pada tanggal 24 November 1940 kapal tersebut meledak dan menenggelamkan kapal bersama 202 orang imigran Yahudi di dalamnya. Pemerintah Mandat Inggris mengumumkan bahwa Pelaku pemboman adalah Haganah102. Imigran yang selamat tetap akan dideportasi ke Mauritius. Akibat protes yang berkelanjutan dari pihak internasional, akhirnya Inggris tidak melanjutkan rencana tersebut103

Tragedi lainnya yang tak kalah mengenaskan menimpa kapal Exodus tahun 1947. Exodus tadinya adalah kapal pengangkut besi tua, namun Mossad LeAliyah Bet, cabang organisasi dalam tubuh Haganah yang bertugas mengurus imigran Yahudi, memanfaatkan kapal tersebut untuk mengangkut imigran Yahudi dari Eropa menuju Palestina104. Tanggal 18 Juli 1947, Exodus yang membawa 4554 orang pengungsi Yahudi dari Prancis, dihadang oleh skuadron Inggris yang

101

Fredd Liebreich. Britains Naval & Political Reaction to the Jewish Illegal Immigration to Israel. (London & New York : Routledge,2004), h.35

102

Menachem Begin. The Revolt: Story of the Irgun. (New York: Henry Schuman Inc,1951), h. 36.

103

Arthur Patek, Jewish on Route to Palestine 1934-1944 : History of ALiyah Bet- Clandestine Immigration. (Krakow : Jagiellonian University,2009), h.123

104

Arthur Patek, Jewish on Route to Palestine 1934-1944 : History of ALiyah Bet- Clandestine Immigration. (Krakow : Jagiellonian University,2009), h.65

terdiri atas lima kapal penghancur (destroyer) dan sebuah kapal penjelajah (cruiser). Walaupun saat itu Exodus berada di luar wilayah perairan Palestina, kapal-kapal perang Inggris tetap saja menyerang Exodus105

Sedikitnya 150 orang pengungsi terluka akibat serangan ini, namun Tentara Inggris malah menangkapi mereka lalu mendeportasi mereka kembali ke Prancis. Pemerintah Prancis yang telah berhasil terbebas dari pengaruh Nazi Jerman mengizinkan kapal Inggris yang membawa para pengungsi untuk berlabuh, namun orang orang Yahudi yang sudah lelah itu memutuskan mogok dan menuntut untuk dikembalikan saja ke Palestina. Pihak Inggris pun kehilangan kesabaran dan membawa mereka ke pelabuhan Hamburg (Bekas Wilayah Nazi Jerman) lalu memaksa mereka turun dari Kapal.106

Tragedi pengungsi Yahudi di kapal Exodus mendapat banyak simpati dari berbagai pihak. Pers melakukan blow up terhadap kasus ini sehingga memunculkan opini negatif dunia terhadap kebijakan Pemerintah Mandat Inggris yang dinilai teralu keras mengenai masalah imigrasi Yahudi ke wilayahnya, hanya karena semata mata dilandasi kepentingan untuk mengambil hati penduduk Arab Palestina107

105

Cecil Roth. The Standard Jewish Encyclopedia. (Jerusalem: Madassah Publishing Company Ltd,1958),h. 655.

106

Louis Finklestein. The Jews:Their History, Culture, and Religion. (London: Peter Owen Limited, 1961), h. 158

107

Roth, Cecil,The Standard Jewish Encyclopedia. (Jerusalem: Madassah Publishing Company Ltd,1958),h656

BAB IV