• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V Akhir Kekuasaan Inggris dan Tatanan Dunia Baru

RESPON BANGSA PALESTINA ATAS MANDAT INGGRIS

A. Kerusuhan tahun 1929

Bagi umat Yahudi, Tembok Barat, atau yang lebih dikenal dengan Tembok Ratapan, merupakan satu-satunya bagian yang tersisa dari Haikal Solomon yang dihancurkan oleh Imperium Romawi pada tahun 70 Masehi. Bangunan tersebut merupakan peninggalan Israel kuno yang sangat penting dan religius bagi umat Yahudi. Bagi umat Islam tembok tersebut merupakan batas luar kawasan Haram Al-Sharif. Kawasan tersebut merupakan kawasan suci tempat terdapatnya The Dome of the Rock (Kubat as-Sakrah) dan Masjid al-Aqsa, masjid tersuci ketiga bagi umat Islam (Thalith al-Haramain)108.

Menurut Duta Besar Palestina, Fariz al Mehdawi, Masjid al-Aqsa memiliki arti yang sangat penting bagi Umat Islam, karena merupakan Kiblat Pertama Umat Islam (Ula al-Qiblatain). Yang kedua, Masjid al-Aqsa adalah bangunan kedua yang dibangun oleh Nabi Adam selain Ka‟bah setelah dirinya

terusir dari Surga109.

Tembok Barat dikelola oleh Yayasan Maghribi Waqf110 dan tanah tempat tembok tersebut berdiri juga merupakan bagian dari Yayasan tersebut. Seiring dengan bertambahnya penduduk Yahudi di Jerusalem sejak adanya Aliyah (Imigrasi Yahudi), semakin banyak pula Yahudi yang berdoa di tembok tersebut.

108

Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan. (Jakarta : Penerbit Kompas, 2009), h.33-34

109

Wawancara Pribadi dengan Duta Besar Palestina, Fariz al Mehdawi, Jakarta 4 Juli 2014.

110

Magribi Waqf adalah Yayasan Religius yang dikelola oleh Penduduk asal Maghiribi yang tinggal di Jerussalem.

Mereka mulai membawa kursi-kursi ke sana untuk digunakan berdoa dengan maksud mendukung jamaah yang berusia lanjut dan lemah. Selanjutnya mereka mulai membuat sekat pembatas untuk membagi Yahudi wanita dan pria yang berdoa di sana. Rakyat Palestina khususnya para pemimpin-peminpinnya merasa tidak nyaman dengan kegiatan tersebut. Mereka menduga bahwa pihak Zionis akan merebut lokasi yang dimaksud, Padahal sudah jelas bahwa bangunan tersebut dimiliki oleh Yayasan Maghribi Waqf.111

Pada 25 September 1928, bertepatan dengan hari Yom Kippur112, Kaum Yahudi membawa sebuah sekat pembatas ke Tembok Barat guna memisahkan Yahudi wanita dan pria. Namun sekat tersebut merintangi sebuah jalan yang biasa dilewati oleh penduduk Arab setempat. Protes pun berdatangan dari pihak Arab dan mereka meminta pihak berwenang Inggris memindahkan sekat tersebut. Dewan Tinggi Muslim Palestina menyatakan bahwa kaum Yahudi telah melampaui haknya terhadap Tembok Barat113

`Pada 28 September 1928, pihak berwenang Inggris berhasil memindahkan sekat tersebut secara paksa dari Tembok Ratapan walaupun terjadi perlawanan dari warga Yahudi. Sejak itu ketegangan antara penduduk Arab dan Yahudi semakin meningkat, terkait dengan peristiwa tersebut. Kaum Yahudi, dari dalam dan luar Palestina, mengecam tindakan Inggris tersebut. Klaim tentang kebrutalan polisi Inggris disebarluaskan oleh sebuah media Yahudi, yang membandingkan mereka dengan orang-orang Rusia yang melakukan Pogrom

111

Charles Smith. Palestine and the Arab-Israeli Conflict. (New York: St. Martin Press,1992), h.71

112

Hari Raya Umat Yahudi yang bertepatan dengan dimulainya bulan Ramadhan bagi umat Islam

113

Rufus Learsi, Israel: A History of the Jewish People, (Ohio: Meridian Books,1966), h. 640

(Penindasan). Semakin lama, ketegangan antara kaum Yahudi dengan Arab terkait dengan Tembok Ratapan semakin bertambah. Masing-masing pihak saling menunjukkan eksistensinya di wilayah tersebut.114

Pada tanggal 15 Agustus, sejumlah anggota Betar115dibawah kepemimpinan Jeremia Halpern berbaris menuju Tembok Ratapan sambil mengibarkan bendera Zionis dan menyanyikan Hatikvah (Hymne Yahudi). Pada tanggal 23 Agustus 1929, huru-hara terjadi antara Yahudi dan Arab di Jerusalem dan dengan cepat menyebar ke wilayah lain. Kerusuhan ini berlangsung selama seminggu dan mengakibatkan jatuhnya banyak korban, baik dari pihak Yahudi maupun Arab. Pada hari terjadinya kerusuhan, sebuah rumor beredar di pihak Arab Palestina bahwa Mufti Amin al Hussayni meminta mereka untuk melidungi masjid di kawasan Haram Al-Sharif karena kaum Yahudi berencana menyerang tempat tersebut116. Amin al-Hussayni segera menuju ke tempat itu, dan diminta oleh Kepala Polisi bernama Allen Saunders untuk meredam kemarahan warga Arab. Namun, himbauan Amin al-Husayni kepada mereka agar pulang ke rumah dengan tenang tak teralu berpengaruh karena massa sudah lebih dulu terprovokasi

oleh hasutan para provokator”117

Salah satu wilayah yang terkena imbas kerusuhan ini adalah Hebron. Kota Hebron dianggap penting dalam kepercayaan Islam dan Yahudi karena tempat ini

114Mary Ellen Lundsten. “Wall Politics : Zionist & Palestinian Strategies in Jerussalem

1928:. Journal of Palestine Studies. Vol.8 no.1 (Autumn 1979). h. 3-27

115

Betar adalah Organisasi Pemuda Yahudi yang merupakan organisasi Underbow dari Partai Zionisme Revisionist yang diketuai oleh Zeev Jabotinsky

116Ilan Pape. “Haj Amin & Buraq Revolt”,Jerusalem Quarterly File vol.6, no. 18 ,h.15

117Phillip Mattar, “Mufti & Western Wall : The Role of Mufti of Jerussalem in Political Struggle over the Western Wall 1928-1929”. Middle Eastern Studies. Vol.19 no 1 (januari 1983). h.114-118

diyakini merupakan tempat tinggal Nabi Ibrahim di masa lalu118. Pada tahun 1929, populasi kota ini sebanyak 20 ribu jiwa, mayoritas adalah muslim Arab. Ada pula komunitas Yahudi sebanyak 700 orang yang tinggal di Hebron dengan menyewa rumah dari penduduk Arab.

Komunitas Yahudi di Hebron, seperti halnya di wilayah Palestina yang lain, terbagi menjadi komunitas Yahudi Azkenazi yang merupakan Imigran dari Eropa dan komunitas Yahudi Sephardim yang telah berabad-abad tinggal di Palestina. Kedua komunitas memiliki sekolah yang terpisah, sinagog yang terpisah dan tidak saling menikah. Orang-orang Yahudi Sephardim berbicara bahasa Arab, berpakaian seperti orang-orang Arab dan hidup rukun bersama komunitas Arab, sedangkan Yahudi Askenazi berpakaian seperti orang-orang Eropa dan sering disalahpahami oleh orang-orang Arab sebagai orang asing yang memiliki maksud untuk menguasai tanah air mereka. Sejak dikeluarkannya Deklarasi Balfour tahun 1917, ketegangan diantara orang Arab dan Yahudi di Palestina semakin meningkat. Walaupun sebenarnya orang-orang Islam di Hebron terkenal konservatif dalam urusan ibadah tetapi hubungan antara kedua komunitas masih berjalan normal119.

Meyer Greenberg menceritakan isi surat yang ditulis oleh kakek dari pihak ibunya, Aharon Reuvern Bernzweig yang merupakan saksi mata ketika kerusuhan menyebar ke kota Hebron120:

118

Edward Platt, The City of Abraham : History,myth & Memory, a Journey through Hebron, (London : Pan Macmillan, 2012), h.5

119

Jerold Auerbach. Hebron Jews: Memory and Conflict in the Land of Israel, (Maryland : Rowman & Littlefield Publisher,2009), h.60-61

120

Meyer Greenberg. The Hebron Massacre of 1929 : A Recently Letter of a Survivor. h.5-6

“pada tanggal 23 Agustus jumat sore, situasi semakin memburuk.

kami mendengar bahwa orang orang Arab memukuli orang orang Yahudi di jalan. Selanjutnya, toko toko Yahudi mulai tutup. Kami mengunci diri di kamar dengan penuh rasa takut. Satu jam kemudian semua jendela pecah, orang orang Arab melempari jendela rumah kami dengan batu. Ketika situasi mendadak hening, kami melihat orang orang Arab berkeliaran membawa kapak,tongkat besi dan pisau; mereka semua berteriak bahwa mereka akan pergi ke Jerussalem dan membantai semua orang Yahudi

“jam 8 pagi keesokan harinya, orang orang Arab menyerbu rumah

-rumah dan membunuhi orang orang Yahudi, terdengar teriakan teriakan minta tolong. Kami berlindung di lantai dua rumah kami yang ditempati oleh seorang dokter. Orang orang Arab lima kali menyerbu rumah kami dengan kapak. Namun akhirnya polisi datang dan mengevakuasi kami, Untuk beberapa waktu kami tinggal di kantor polisi. Sulit dipercaya bahwa orang-orang Arab yang kami anggap sebagai teman ternyata akan menjadi

orang yang mengancam nyawa kami”.

Kerusuhan di kota Hebron menyebabkan 67 orang Yahudi termasuk 23 orang mahasiswa terbunuh akibat serangan orang orang Arab yang terpengaruh oleh rumor palsu bahwa orang Yahudi telah membantai orang-orang Arab di Jerusalem dan menduduki masjid Al Aqsa. Insiden ini menimbulkan kerusakan dan luka batin yang mendalam. Rumah-rumah penduduk Yahudi dijarah dan sinagog-sinagog dirusak. Sebanyak 423 org Yahudi yang selamat bersembunyi di

rumah penduduk lokal. Tak lama kemudian, semua Yahudi di Hebron dievakuasi oleh pemerintah Inggris121.

Pada tangal 29 Agustus 1929, selain di kota Hebron, kerusuhan juga menjalar ke kota Safed dan menewaskan 18-20 orang Yahudi yang bertempat tinggal di kota tersebut. David Hacohen sebagai saksi mata menceritakan peristiwa tersebut dalam buku hariannya122:

“Kami bangun pada hari Sabtu pagi dan aku tidak mempercayai

penglihatanku. Aku bertemu dengan beberapa orang tua Yahudi yang melarikan diri. Kami pergi kejalan-jalan dan memasuki kota tua. Di sebuah rumah aku melihat beberapa tubuh yang dimutilasi dan terbakar dan tubuh seorang wanita yang juga terbakar yang terikat di jendela. Dari rumah kerumah aku melihat setidaknya ada 10 mayat yang tergeletak. Aku

tidak habis pikir bagaimana ini bisa terjadi ?”

“Orang-orang Yahudi lokal menceritakan padaku bagaimana

tragedi ini bermula. Pada hari kamis tanggal 29 Agustus , orang-orang Arab di Safed dan juga dari desa tetangga membuat kerusuhan dengan membawa senjata serta galon bensin. Mereka membakar rumah-rumah, memenggal kepala penghuninya, mereka menghempaskan seorang anak ke dinding dan memotong tangannya. Seorang lelaki Yahudi bernama Yitzhak Mamon ditikam berkali-kali hingga tewas namun pihak berwajib tidak berbuat apa-apa.”

121

Noam Arnon, Hebron 4000 years and 40 : The Story of The City of Patriarch, (New York : The Hebron Fund,2009), h.22

122

David Hacohen, Time to Tell : An Israeli Life 1898-1984.(New Jersey : Asscosciate University Press,1985), h.37-38

Menanggapi kerusuhan ini, Ilmuwan Fisika dan Tokoh Yahudi Jerman, Albert Einstein menulis artikel opini untuk Koran Filastin yang diterbitkan pada 28 Januari 1930. Dalam artikelnya, Albert Einstein mengajak rakyat Arab dan Yahudi di Palestina untuk lebih menekankan aspek kemanusiaan dibanding Nasionalisme sempit. Editor Koran Filastin, Azmi al-Nashashibi mengatakan Artikel ini sanggup meredakan ketegangan antara Arab dan Yahudi di Palestina123

Walaupun dampak kerusakan yang dilakukan orang-orang Arab sangat parah, tapi Pemerintah Mandat Inggris menuding bahwa perbuatan kelompok Betar pada tanggal 15 Agustus merupakan pemicu utama konflik tersebut. Setelah peristiwa tersebut, Pemerintah Mandat Inggris mempublikasikan peraturan Order in Council 1929 yang menetapkan bahwa umat Islam Palestina memiliki hak tunggal atas kepemilikan Tembok Ratapan dan area sekitarnya dan kaum Yahudi dilarang membunyikan Shofar di Tembok tersebut124

Pemerintah Inggris segera melakukan investigasi atas kasus ini dengan menunjuk Sir Walter Shaw sebagai Ketua Tim Investigasi, didampingi oleh 3 Anggota Parlemen Inggris, yaitu Sir Henry Betterton (Partai Konservatif), Hopkin Morris (Partai Liberal) dan Henry Snell (Partai Buruh). Mereka berempat pergi dari pintu ke pintu dan mewawancarai para saksi mata. Sir Walter Shaw dan rekan-rekannya membuat kesimpulan setelah wawancara tersebut, yaitu : Serangan ini dimulai oleh orang Arab terhadap Komunitas Yahudi, Pengaruh rumor terhadap masyarakat Arab menengah kebawah yang kurang terdidik merupakan sebab kerusuhan ini cepat menyebar, wilayah yang paling terkena dampak kerusuhan adalah Hebron dan Safed, Kerusuhan ini bukan bertujuan

123

Artikel di Koran Filastin, 28 Januari 1930

124

Menachem Begin. The Revolt: Story of the Irgun. (New York: Henry Schuman,Inc., 1959) , h. 87-88

melawan Pemerintah Mandat Inggris, Mufti Amin al-Hussayni sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendinginkan situasi125.

Pemerintah Mandat Inggris juga melakukan investigasi mengenai masalah pertanahan dan Imigrasi, karena khawatir bahwa kerusuhan tersebut merupakan dampak dari kebijakannya selama ini. Sir John Hope Simpson ditunjuk sebagai Ketua Tim Investigasi. Laporan tersebut diumumkan oleh Pemerintah pada publik tanggal 20 Oktober 1930 yang menyatakan bahwa pembelian tanah dari orang orang Arab oleh Jewish Agency dengan harga tinggi126 membuat banyak pemuda Arab Palestina yang tak menemukan lahan baru untuk bercocok tanam sehingga terjadi pengangguran yang mengakibatkan mereka mudah tersulut emosi. Selain itu, imigrasi Yahudi yang terus meningkat juga membawa kekhawatiran penduduk Palestina akan kemungkinan kolonisasi oleh pendatang Yahudi. Sir John Hope Simpson merekomendasikan agar penjualan tanah dihentikan oleh Pemerintah Mandat Inggris dan mulai diberlakukannya kuota terhadap Imigrasi Yahudi127.

Akhirnya, setelah menimbang laporan dari Sir Walter Shaw & Sir John Hope Simpson, Pemerintah Inggris mengeluarkan White Paper kedua sejak White Paper pertama tahun 1922, yaitu Passfield White Paper 1930. White Paper ini sebagai keputusan resmi Pemerintah Kerajaan Inggris yang diumumkan oleh Sekretaris Urusan Kolonial, yaitu Sydney Webb yang bergelar Lord Passfield.128 Isinya antara lain : Menegaskan bahwa Pemerintah Inggris masih memegang

125

Text Shaw Comission Report, http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/B00527FEA, diakses pada tanggal 14 Mei 2014

126

Pembelian Tanah Tanah tersebut dimodali oleh Keren Kayerment (Jewish Agency) dan Keren Hayesod (Jewish National Fund), karena banyak orang Yahudi yang kekurangan uang untuk membangun rumah dan lahan bercocok tanam setelah sampai di Palestina. dalam Muhammad Raji al-Faruqi (1980). Islam & Problem of Israel. London. h.57-58

127

Text Hope Simpson Report, http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/History/ html, diakses pada 14 mei 2014

128

Rory Miller. Britain, Palestine, and Empire: The Mandate Years. (London : Ashgate Publishing,2010), h.8

komitmen Deklarasi Balfour 1917, namun pembentukan Jewish National Homeland bukanlah kebijakan utama Kerajaan Inggris atas Palestina. Pemerintah Kerajaan Inggris akan memenuhi tugas dari Liga Bangsa Bangsa untuk melaksanakan kewajiban terhadap Bangsa Arab maupun Bangsa Yahudi, dan Pemerintah Kerajaan Inggris juga akan mulai memberlakukan kuota bagi imigran Yahudi yang ingin datang ke Palestina129.

Bagi masyarakat Yahudi, kerusuhan tahun 1929 terutama pembantaian yang terjadi di daerah Hebron & Safed membuat komunitas Yahudi di Palestina dan juga seluruh dunia terkejut. Peristiwa ini membuat orang-orang Yahudi memutuskan untuk memperkuat organisasi Paramiliter Yahudi yang disebut Haganah, yang akan menjadi cikal bakal dari Israeli Defense Force (IDF)130. Dua tahun kemudian, Haganah juga akan terpecah menjadi organisasi paramiliter yang lebih radikal yaitu Irgun Zvai Leumi.131

Bagi Masyarakat Arab, peristiwa tahun 1929 memiliki dampak buruk bagi mereka. Peristiwa ini memberikan alasan bagi orang orang Yahudi pada umumnya dan Golongan Zionis pada khususnya, bahwa koeksistensi yang damai antara kedua komunitas mustahil diwujudkan. Sebelum ini masyarakat Arab dipandang sangat toleran dan mendukung keberadaan komunitas Yahudi Sephardim di Palestina. Setelah insiden tersebut, komunitas Yahudi Sephardim lokal merapatkan barisan ke kubu Zionis dengan membawa segala pengetahuan dan pengalaman mereka mengenai budaya dan bahasa Arab yang mereka peroleh

129

Text Passfield White Paper, https://www.jewishvirtuallibrary.org/ passfield.htm, diakses pada 14 mei 2014

130

John Bowyer Bell. Terror out of Zion. (New Jersey : Transaction Publishers, 1976), h.5

131

Yehuda Bauer. “From Cooperation to Resistance : The Haganah 1948-1936”. Middle Eastern Studies, vol.2 no.3 (April 1966), h.182-210

selama hidup berdampingan dengan masyarakat Arab di Palestina. Dengan kata

lain, rakyat Arab Palestina “sukses” menggali kuburannya sendiri dengan

memperkuat musuh yang akan mengancam masa depannya kelak132.