• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Kebijakan Redaksional

D. Kebijakan Redaksional (Editorial Policy)

Berdasarkan, wawancara yang dilakukan oleh peneliti bersama Yunanto Hariandja, ia menjelaskan bahwa setiap calon wartawan yang baru saja menjadi bagian dari Metro TV dibekali dengan pelatihan dan juga buku pedoman khusus yang terdiri dari dua buah, yaitu Peraturan Perusahaan 2016-2018 untuk tim manajemen, serta Panduan Kebijakan dan Standar Berita untuk tim reporter yang akan selalu diperbaharui setiap beberapa tahun sekali.

“...Buku terakhir yang diterbitkan. Tentang pedoman. Semua ada disini, tentang pedoman editorialnya sampai kepada pedoman penulisannya. Lengkap ini. Jadi, setiap wartawan yang masuk Metro TV itu, yang baru, pasti akan dibekali ini...dua buku ini menjadi panduan, bagaimana dia harus bergerak disini. Soal etika, segala macam.”

Yunanto juga menjelaskan, bahwa tidak ada perbedaan antara pedoman yang dimiliki oleh Metro TV dengan pedoman pada umumnya, karena didasarkan pada aturan KPI, Dewan Pers, PWI dan sebagainya.

“Oh, engga dong. Pasti itu mengacu pada aturan PWI, Dewan Pers, segala macam. Ini semuanya acuannya kesitu. Ini kan peraturan KPI, mengacu pada peraturan nomor 32 tentang penyiaran, peraturan KPI nomor 2 tahun 2009, peraturan KPI nomor 3 tahun 2009 tentang standar penyiaran. Jadi, semua yang dibikin ini, acuannya adalah KPI,

aturan-aturan pemerintah, atura-aturan penyiaran. Ga mungkin kita berbeda. Gitu, cuma disesuaikan dengan budaya kerja di Metro gitu.”

Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti, Kabul Indrawan menjelaskan bahwa terdapat nilai-nilai tertentu yang dianut dalam pemilihan isu, yakni dilarangnya gambar-gambar kontroversial muncul dalam pemberitaan terutama yang berkaitan dengan isu SARA, kemudian gambar-gambar yang menyentuh norma-norma kesusilaan. Terakhir adalah kekerasan, berdarah dan penganiayaan.

Di sisi lain, Iswahyudi Rachmanto yang menjelaskan bahwa, dalam pemilihan isu, Metro TV memiliki karakter sendiri, yang tergambarkan melalui visinya, Knowledge to Elevate. Sehingga, Metro TV di dalam setiap pemberitaannya berusaha untuk mampu meningkatkan pengetahuan khalayaknya.

“Kita mencari berita yang memang kita anggap atau saya anggap itu mampu meningkatkan pengetahuan pemirsa terkait banyak hal, ya....politik, isu budaya, isu sosial, segala macam. Tapi kita enggak suka main di...melepas sebuah peristiwa tanpa melihat dari sisi konteksnya ya.”

Iswahyudi juga berpendapat, bahwa selain visi Metro TV tersebut, berita-berita yang memiliki pengaruh yang besar terhadap banyak orang, maupun bangsa ini juga menjadi prioritas sebagai informasi yang akan disampaikan.

Di sisi lain, Kabul Indrawan dan Iswahyudi Rachmanto juga menyinggung adanya aturan lain yang berlaku di dalam perusahaannya, yakni Editorial Policy (Kebijakan Redaksional).

“...Jadi gini, setiap media itu memiliki dewan redaksi. Tim Think-Tank. Kompas punya dewan redaksi, di dalamnya ada pak Jakob Oetama, ada siapa lagi ya, macem-macemlah. Itu pembesar-pembesar itu. Tempo juga punya, seperti Goenawan Mohamad. Mereka itu adalah orang-orang yang mengambil kebijakan strategis tentang policy editorial. Base-nya apa, mereka punya analisis. Setiap media di dunia ini, pasti memiliki dewan redaksi yang akan memikirkan hal itu.

Kenapa kita harus ke A, ke B, ke ini, ke itu. Itu ada pertimbangannya.” –Kabul Indrawan

Sehingga, dapat dikatakan bahwa penentuan sikap dari sebuah media berasal dari editorial policy yang dirumuskan oleh dewan redaksi yang wajib diketahui dan dipatuhi oleh seluruh wartawannya, dalam hal ini wartawan Metro TV.

Kabul Indrawan menyatakan, bahwa editorial policy Metro TV memihak kepada pemerintah yang saat ini sedang berjalan, yaitu periode pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla.

“...kalau Metro TV jelas, kita berpihak kepada pemerintah.

Pemerintahan yang resmi. Pemerintahan yang didukung oleh masyarakat. Yang terpilih secara konstitusional. Itu yang kita dukung.”

Dengan editorial policy yang berpihak pada pemerintahan, maka akan berpengaruh terhadap nilai-nilai tertentu yang dipegang dalam pemilihan isunya, salah satunya adalah menggunakan perspektif pemerintah dalam melihat suatu isu, dalam hal ini, Kabul memberikan contoh kasus kontroversi bendera HTI yang termasuk ke dalam isu SARA. Hal tersebut, dianggap Kabul, bahwa penggunaan perspektif pemerintah merupakan hal yang mudah untuk dipertanggungjawabkan.

Selain menunjukkan keberpihakannya kepada pemerintah, Kabul Indrawan juga mengungkapkan bahwa Metro TV menumpukan titik

berdirinya pada petahana Joko Widodo dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019.

“Kalau Jokowi sikap Metro TV jelas. Metro TV dan Jokowi itu sudah sangat – sangat loud and clear. Semua orang awam pun bisa baca, bahwa Metro TV ini mendukung pasangan ini. Pasangan Jokowi-JK, maupun pasangan Jokowi-Ma’ruf. Itu sudah jelas. Standing point-nya.”

Metro TV juga memiliki tagline pendamping saat memasuki tahun politik, yaitu Referensi Indonesia Memilih yang diharapkan, bahwa Metro TV dapat menjadi referensi bagi masyarakat Indonesia, khususnya dalam pemberitaan politik melalui program – program politik, seperti Election Talk, Election Update, Partai Bicara, dan Debat Kandidat.

Adanya tagline pendamping tersebut, dijelaskan oleh Kabul Indrawan sebagai berikut :

“Gini, itu satu, adalah tagline corporate, perusahaan ini. Semua informasi itu harus Knowledge to Elevate. Tapi kalo untuk pemilu, kita harus menjadi referensi memang. Sah aja. Semua media punya itu. Referensi Indonesia Memilih. Sah. Sah saja. Jadi, semua orang tau, gue mau milih informasi tentang pemilu dimana? Oh, Metro TV karena ada tagline-nya Referensi Indonesia Memilih. Terus kalo misalnya, ada informasi tentang pemilu. Apa informasinya harus asal-asalan? Engga, ada tagline utamanya yang jadi corporate culture untuk saat ini. Itu namanya Knowledge to Elevate. Berita pemilunya harus knowledgde. Harus memperkaya, mencerahkan.”