• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

E. Berita Politik

3. Metro Hari Ini

Metro Hari Ini merupakan program berita reguler dengan jam tayang mulai dari pukul 16.30 – 18.00 WIB untuk hari Senin – Jumat, dan untuk Sabtu dan Minggu pukul 16.30 – 17.30 WIB dengan periode observasi mulai dari 20 – 27 Januari 2019.

Program Metro Hari Ini merupakan program berita terpopuler dengan rating tertinggi dari dua program yang sebelumnya dijelaskan. Selama sepekan melakukan observasi pada program tersebut, peneliti menemukan 176 item berita dalam berbagai tema, diantaranya adalah Politik (38 item), Metropolitan (3 item), Peristiwa (75 item), Nasional (1 item), Hiburan (1 item), Teknologi (1 item), Internasional (15 item), Kesehatan (6 item), Hukum (12 item), Ekonomi (10 item), dan Bola (14 item). Berikut ini adalah daftar judul pemberitaan politik dan pemilu 2019.

Tabel 4.4

Kategori Berita Politik di Metro Hari Ini

NO KATEGORI POLITIK

1 Safari politik Ma’ruf Amin

2 Konsolidasi pemenangan pemilu Nasdem 3 Caleg Nasdem kunjungi pasar Tani 4 Safari politik Ma’ruf Amin di Banten 5 Konsolidasi partai Nasdem

6 Silaturahmi KH Ma’ruf Amin

7 Komunitas Madura dukung Jokowi – Ma’ruf 8 Pilpres, saling goyang pemilih loyal

9 Saran JK untuk Jokowi – Ma’ruf

10 Silaturahmi kebangsaan (konsolidasi partai Nasdem)

11 Apel siaga pemenangan pemilu partai Nasdem 2019 (live report) 12 Apel siaga partai Nasdem

13 Safari politik Ma’ruf Amin 14 Tarik ulur kursi wagub DKI 15 Ramai-ramai dukung Jokowi 16 Perangi hoaks ditahun politik

17 Peredaran tabloid politik jelang pilpres

18 Partai Nasdem menargetkan menang di Kepulauan Riau 19 Kampanye calon wakil presiden

20 Deklarasi dukungan Jokowi – KH Ma’ruf Amin 21 Safari politik KH Ma’ruf Amin

22 Dukungan relawan Jokowi – KH Ma’ruf Amin 23 Alumni UNAND dukung Jokowi – KH Ma’ruf Amin 24 Rakornas badan hukum partai Nasdem

25 Pencetakan surat suara serentak 26 Debat kedua capres tanpa kisi-kisi 27 Pencetakan surat suara pemilu 2019 28 Rapat evaluasi debat pertama pilpres 29 Format baru debat pilpres

30 Format debat kedua pilpres 31 Menuju debat kedua pilpres 32 Survei partai politik di pilpres 33 Tabloid politik beredar di masjid 34 Menanti format debat kedua pilpres 35 Tabloid politik beredar di masjid 36 Jelang debat kedua calon presiden 37 Warga bicara Pilpres

38 Warga bicara pilpres

Berdasarkan tabel diatas, dapat ditemukan bahwa pemberitaan mengenai kegiatan partai Nasdem mencapai 7 item, dan pemberitaan mengenai pasangan calon nomor urut satu mencapai 10 item pemberitaan yang bersifat mendukung. Untuk pemberitaan permasalahan umum politik, secara keseluruhan memiliki total 21 item pemberitaan yang berfokus pada format baru debat capres, isu hoaks, dan permasalahan politik pada umumnya.

Beradasarkan tabel – tabel judul pemberitaan yang dilampirkan oleh peneliti, secara keseluruhan, jumlah berita tertinggi ditempati oleh kategori peristiwa yang mencapai 331 item berita, untuk posisi ketiga ditempati oleh kategori politik yang mencapai 102 item berita, sedangkan kategori hukum menempati urutan ketiga dengan total 50 item berita.

Peneliti melihat bahwa, isu utama yang diangkat oleh ketiga program diatas ialah, isu mengenai bencana banjir di Sulawesi Selatan, pengunduran diri Edy Rahmayadi sebagai ketua PSSI, dan pemilu 2019 mengenai debat capres.

Dengan begitu, ketiga program tersebut, menunjukkan bahwa Metro TV menyajikan beragam tema dalam pemberitaannya dan beberapa pengulangan judul berita yang juga dipakai dari satu program ke program lainnya, namun hal tersebut, sering juga digunakan untuk pendalaman berita. Meskipun, tidak dapat dipungkiri, bahwa terdapat

pemberitaan rutin mengenai kegiatan partai Nasdem yang diketuai oleh Surya Paloh, yang juga berperan sebagai pemilik Metro TV.

Total untuk pemberitaan mengenai partai Nasdem ditemukan sejumlah 19 item berita, untuk pemberitaan mengenai Jokowi – Ma’ruf sejumlah 25 item berita, dan terakhir, terdapat pemberitaan mengenai permasalahan umum politik sejumlah 58 item berita selama satu minggu penelitian (periode 20 – 27 Januari 2019).

Tingginya intensitas pemberitaan politik menjelang masa pemilihan umum, mendorong media – media televisi untuk menyajikan informasi selengkapnya mengenai perkembangan pesta demokrasi tersebut, sehingga secara tidak langsung setiap media televisi akan membentuk karakteristiknya sendiri dalam pemberitaan politiknya.

Menurut Yunanto Hariandja, perbedaan pemberitaan politik antara Metro TV dengan stasiun televisi lainnya terletak pada perspektif dalam memandang berita politik yang disajikan. Jika Metro TV, penyajian berita politiknya dilakukan secara objektif dan berdasarkan pada fakta, penjelasan fakta, serta data.

“Ya, kalo berita politik itu kan seperti apa yang ada, yang memang sedang terjadi, current issue. Kita bikin berita tentang current issue-nya. Tentu tidak ada perbedaan antara pemberitaan yang dilakukan Metro TV dengan pemberitaan yang dilakukan oleh TV lain. TV lain punya perspektif dalam pemberitaan politiknya, ya, Metro TV juga punya perspektif dalam pemberitaan politiknya.”

Pendapat Yunanto tersebut, serupa dengan pendapat Iswahyudi dan Kabul, namun dengan penggunaan bahasa yang berbeda. Bagi Kabul dan Iswahyudi, perspektif tersebut digambarkan dengan editorial policy yang

dimiliki oleh Metro TV. Kabul juga mengatakan mengenai perbedaan pemberitaan politik Metro TV, terletak pada kedalaman berita. Secara tidak langsung, Iswahyudi menjelaskan pendapat Kabul dengan makna kedalaman beritanya sebagai porsi yang sudah disepakati.

“Itu kan pilihan ya, ada yang kubu ini lebih baik dari kubu ini. Ya, dua-duanya tetap diangkat tapi memang, kita melihat porsi yang bisa dibilang, yang harus dijaga itu seperti apa. Itu intinya. Itu...lazim di televisi berita melakukan hal-hal itu. Yang penting sepanjang kita bisa mempertanggungjawabkan kenapa porsi dua kubu ini diangkat, itu masih lumrah.”

Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa yang menjadi perbedaan berita politik antara Metro TV dengan stasiun televisi lainnya adalah editorial policy atau perspektif dalam memandang isu politik dari setiap media televisi.

Di sisi lain, Iswahyudi mengatakan memang ada standar – standar tertentu dalam pemberitaan politik, khususnya unsur subjektivitas di dalam pemangku program ataupun di media itu sendiri mengenai kelaikkan suatu berita.

“...Bisa dibilang kita, kita bisa menilai mana yang menurut kita akan membuat masyarakat itu jauh lebih baik. Intinya kayak gitu. Karena goal besarnya itu ya, porsinya sih ga jauh-jauh beda, intinya kayak gitu, tapi kadang-kadang jurnalis berupaya memberikan yang terbaik atau yang sudah...bisa dibilang memang ada proses subjektifitas di pemangku program atau di media itu sendiri. Ini yang layak atau tidak layak untuk disampaikan ke pemirsa...” –Iswahyudi Rachmanto Berbeda dengan Iswahyudi, Yunanto menganggap bahwa tidak ada standar – standar tertentu dalam pemberitaan politik. Menurutnya standar pemberitaan politik sama dengan standar pemberitaan Metro TV pada

umumnya, seperti nilai berita, fakta, aktualitas, magnitude berita, dan terutama kepentingan bangsa.

“Standar itu akan selalu mengacu pada kebijakan redaksional.

Standarnya adalah fakta. Kepentingan kita adalah fakta, kepentingan kita adalah magnitude berita, kepentingan kita adalah nilai berita.

Nilai berita itu apa? Aktualitas disitu. Ada ga hal-hal aktual yang dimunculkan disitu? Itu namanya standar. Standar berita-berita politik.

Sama dengan standar berita yang lain. Ini kan, karena sekarang kan, banyak berita politik, seolah berita politik itu punya khusus, engga.

Standar beritanya Metro itu adalah standar yang berkaitan dengan nilai berita, apa? Fakta, aktualitas, magnitude berita. Terus yang terakhir itu apa? Kepentingan bangsa ini, itu lebih penting dibandingkan dengan kepentingan-kepentingan individu...”

Di sisi lain, terdapat kategori berita mengenai dukungan terhadap pasangan calon nomor urut 01 (Jokowi – Ma’ruf) sejumlah 25 item berita di dalam 3 program pemberitaan Metro TV selama satu pekan penelitian.

Terkait hal tersebut, Kabul Indrawan menjelaskan bahwa editorial policy Metro TV, salah satunya berpihak kepada Jokowi. Menurutnya, jurnalis kadang – kadang harus berdiri di satu titik agar bisa menentukan

Standing point-nya. Beberapa station tv lain juga menunjukkan sikap yang serupa. Kenapa kita begitu? Gini, jurnalis itu kadang-kadang harus berdiri di satu titik. Karena dengan cara kita berdiri di satu titik itu, kita bisa menentukan sikap kita mau seperti apa. Kalau kita ga jelas. Ke kanan engga, ke kiri engga. Itu akan jadi masalah...”

Pendapat Kabul Indrawan tersebut, tidak jauh berbeda dengan tanggapan Yunanto Hariandja sebagai berikut :

“...Ini kan kembali lagi, bahwa tidak ada satu tv pun, yang ada di dunia ini, itu dia betul-betul yang independen, netral, itu gak ada itu.

Pasti dia akan memberikan dukungan kepada seseorang, baik itu dukungan politik, maupun dukungan ekonomi...”

Menurutnya, dukungan terhadap pihak – pihak tertentu baik dalam bentuk ekonomi maupun politik pasti akan diberikan oleh media, hal tersebut dilakukan untuk memberikan perspektif kebenaran, namun tidak membabi-buta.

Berbeda dengan pasangan Jokowi – Ma’ruf yang ramai di Metro TV.

Pasangan Prabowo – Sandi nampak tidak muncul dalam layar Metro TV tersebut selama periode 20 – 27 Januari 2019, terlebih setelah mendapatkan surat pemboikotan secara terbuka dari tim Badan Pemenangan Nasional (BPN). Kabul Indrawan menyatakan bahwa :

“...Kita sudah membatasi sebetulnya, maka porsi pemberitaan itu bisa sampai pada sekitar 60:40 ketika itu...Bahkan bisa sampai 70:30 seperti itu. Tapi dulu. Jauh sebelum ini [pemboikotan]. Ketika boikot ya, silahkan lihat sendiri. Bagaimana kita kesulitan mendapatkan hasil itu kan?”

Pernyataan Kabul Indrawan tersebut secara jelas menyatakan adanya unsur membatasi bagi salah satu pasangan calon, dalam hal ini adalah pasangan Prabowo – Sandi. Meskipun begitu, mereka tetap memberikan ruang bagi pasangan Prabowo – Sandi di dalam layar mereka. Inilah yang dimaksud oleh Iswahyudi dalam wawancara sebelumnya, mengenai porsi – porsi yang perlu dipegang dalam berita politik.

Oleh karena itu, begitu keluarnya surat pemboikotan terhadap Metro TV, pembatasan porsi tersebut kian tebal, sehingga proporsi pemberitaan politik Metro TV dianggap tidak berimbang. Menurut Yunanto

Hariandja, Metro TV telah memenuhi standar jurnalistik dalam meliput pasangan Prabowo – Sandi, meskipun mendapatkan penolakan.

“Ya, boikot itukan hak mereka tapi, kami sebagai institusi media, juga punya hak untuk melakukan peliputan. Kami dilindungi oleh itu.

Dilindungi oleh undang-undang. Semua wartawan itu dilindungi oleh undang-undang untuk melakukan peliputan. Kalo mereka mengatakan gak boleh, itu hak mereka. Tapi kami hadir dilapangan. Kalo kami tidak dibenarkan untuk melakukan peliputan, ya gak apa-apa. Kami pulang. Tapi, kami sudah hadir disitu, artinya, secara standar jurnalistik, kami lakukan, gitu.” –Yunanto Hariandja

Kabul Indrawan juga memiliki pendapat yang sama dengan Yunanto mengenai liputan untuk pasangan Prabowo – Sandi tersebut, sebagai berikut :

“Kalau aktivitas mereka kita liput. Sandi ke pasar mana, ada liputannya. Kita punya kontributor, ...artinya kita tidak ikut sama mereka. Kemanapun mereka pergi dalam arti dalam satu tim itu, tidak ikut. Tapi bahwa mereka ada, misalnya di Minangkabau, ada di Padang. Kita ada kontributor disana, yasudah kontributor yang meliput aktivitas mereka...Prabowo ke Ambon kemaren, yang rame disambut orang. Kita ambil. Tapi bahwa kita ikut embeded dari Jakarta sampai Maluku, kita ga ikut. Cukup dari sana. Perbedaannya cuma disitu.”

Sehingga, dapat dikatakan bahwa liputan mengenai pasangan Prabowo – Sandi hanya dapat dilakukan melalui kontributor Metro TV yang berada di daerah – daerah. Namun, pernyataan sedikit berbeda muncul dari Iswahyudi Rachmanto sebagai berikut :

“Tetap kita liput, tapi memang dilihat dari faktor keamanan si tim peliput ya. Kalo memang...kita kan selalu menggunakan seragam kalo dalam proses peliputan, kalo seragam itu bisa dibilang akan menyulitkan untuk mendapatkan sumber berita atau informasi yang mau diberikan, ya, kita ga pake seragam.”

Pernyataan Iswahyudi menyiratkan, bahwa pemberitaan bisa dilakukan oleh reporter Metro TV, meskipun tanpa menggunakan

seragam sebagai bahan pertimbangan bagi faktor keamanan tim peliputan. Permasalahan keamanan yang dialami oleh wartawan Metro TV mencuat saat terjadinya demo 212 pada tahun 2016 lalu, dikarenakan pemberitaan Metro TV yang dianggap tendensius oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat musllim.

Selain berita mengenai Jokowi – Ma’ruf dan permasalahan umum politik, pemberitaan politik di Metro TV juga diwarnai oleh berita mengenai kegiatan partai Nasdem yang diketuai langsung oleh Surya Paloh yang juga berperan sebagai pemilik media. Menurut Kabul Indrawan, pemberitaan mengenai partai milik owner-nya tersebut dianggap sebagai inisiatif internal dengan tetap memperhatikan nilai beritanya.

“Kebanyakan inisiatif dari internal kita sendiri. Inisiatif...oiya, oke, ini news judgement cukup kuat. Beritanya cukup kuat. Dia news pack-nya juga bagus, yaudah kita naikkan.”

Kabul Indrawan juga menjelaskan, bahwa insiatif yang muncul dalam internalnya biasanya berbentuk permintaan dari seorang produser.

Penjelasan Kabul tersebut dapat dikaitkan dengan pendapat dari Iswahyudi yang merupakan seorang executive producer, sebagai berikut :

“...Karena kesamaan visi, kita merasa apa yang dilakukan oleh partai Nasdem, itu mirip dengan apa yang dilakukan atau ingin dicapai oleh Metro TV. Untuk menjadikan bangsa ini lebih baik, ya itu, makanya kesadaran yang muncul bukan perintah yang dilakukan ya.”

Iswahyudi juga menjelaskan terkait dengan informasi kegiatan partai Nasdem yang diberikan kepada redaksi Metro TV, sebagai berikut :

“Misalkan ada jadwal 10, misalkan kayak gitu. Paling kita pilih beberapa aja yang bisa dibilang cukup kuat ya, cukup kuat dari sisi news value-nya ya. Lagi-lagi tetep pada news value-nya yang ditonjolkan, apa yang mau di dorong, pesan yang akan disampaikan, hal-hal kayak gitu.”

Sehingga, menurut Iswahyudi dan Kabul menggambarkan inisiatif yang didasarkan pada news judgement (pertimbangan berita) dan news value-nya (nilai berita), sehingga redaksi tidak menerimanya secara mentah, melainkan harus melalui proses diskusi untuk memilih informasi yang dinilai cukup kuat.

Sedangkan, untuk Yunanto Hariandja, menurutnya liputan mengenai partai Nasdem, tidak dianggapnya sebagai suatu inisiatif melainkan memang didasarkan pada nilai beritanya.

Ketiga pendapat narasumber tersebut, pada dasarnya berada dalam satu perspektif yang sama, yaitu mengutamakan nilai berita dan pertimbangan beritanya dalam menerima informasi liputan partai Nasdem. Mereka pun mengungkapkan, bahwa tidak adanya instruksi atau perintah untuk melakukan liputan mengenai partai Nasdem oleh Surya Paloh, walaupun Iswahyudi mengakui, bahwa memang ada kewajiban untuk meliput kegiatan Surya Paloh maupun partai Nasdem.