• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP & TEORI

B. Spasialisasi

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. (Sugiyono, 2016:1)

Menurut Pawito dalam bukunya Penelitian Komunikasi Kualitatif (2008:37),

“Metode penelitian kualitatif, tidak seperti penelitian kuantitatif, tidak mendasarkan bukti-bukti empirik pada logika matematik, prinsip-prinsip bilangan, ataupun teknik-teknik analisis statistik, tetapi lebih mendasarkan diri pada hal-hal yang bersifat diskursif, seperti transkrip dokumen, catatan lapangan, hasil wawancara, dokumen-dokumen tertulis, dan data nondiskrursif (candi, patung, diorama, monumen, arsitektur bangunan, foto, musik video, gerakan-gerakan dalam tari, fashion, dan hidangan makanan yang tersaji dalam suatu food festival. Lazimnya, dikonversikan ke dalam bentuk-bentuk narasi yang bersifat deskriptif sebelum dianalisis).”

Sedangkan, Isfironi dalam Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan (2015:209) berpendapat, “...metode kualitatif sampai hari ini masih belum menemukan sebuah pola yang baku, namun lebih banyak ditentukan oleh kecenderungan peneliti dan pilihan-pilihan teori yang digunakan.”

Oleh karena itu, menentukan metode penelitian apa yang sekiranya cocok untuk digunakan dalam suatu penelitian komunikasi kualitatif pada dasarnya mempertimbangkan kesesuaian metode dengan tujuan serta subjek penelitian. Dengan begitu, terdapat enam metode yang dikenal dalam penelitian kualitatif, yaitu studi kasus, observasi, analisis semiotika, analisis wacana (discourse), focus group interview, dan in-depth interview. Secara khusus, penelitian ini menggunakan metode studi kasus.

Patton dalam buku Penelitian Komunikasi Kualitatif (2008:141) berpendapat:

“Studi kasus merupakan upaya mengumpulkan dan kemudian mengorganisasikan serta menganalisis data tentang kasus-kasus tertentu berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian peneliti untuk kemudian data tersebut dibanding-bandingkan atau dihubung-hubungkan satu dengan lainnya (dalam hal lebih dari satu kasus) dengan tetap berpegang pada prinsip holistik dan kontekstual.”

Menurut Robert K. Yin dalam buku Studi Kasus : Desain dan Metode (2003:1), secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.

Secara sosiologis, studi kasus kerapkali diasosiasikan dengan tradisi etnografis yang dikembangkan oleh kalangan sosiolog di Universitas Chicago sampai pertengahan abad ke-20. Robert E. Park yang bergabung ke Departemen Sosiologi Universitas Chicago, merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dalam hubungan ini. Dengan studi kasus, Park memberi penekanan pada persoalan bagaimana kehidupan orang serta organisasi-organisasi komunitas dipengaruhi oleh proses-proses sosial secara umum dan juga struktur-struktur sosial yang ada. (Pawito, 2008:142)

Hal tersebut kembali ditekankan oleh Miller dalam buku Penelitian Komunikasi Kualitatif (Pawito, 2008:145) yang berpendapat :

“Dalam penerapan yang lebih lazim, studi kasus menggunakan interview yang relatif ekstensif mengenai kehidupan (misalnya perkembangan perilaku, penampilan) dari unit analisis yang diteliti, atau bahkan juga pengamatan (observation). Di samping wawancara dan pengamatan (observasi), studi kasus sering kali juga melibatkan interpretasi ideografik yang menitikberatkan pada

persoalan-persoalan tertentu, misalnya bagaimana tindakan sosial serta hubungan-hubungan sosial dipengaruhi oleh konteks sosial yang ada”.

Dikutip dalam buku Teori dan Paradigma Penelitian Sosial karya Agus Salim (2015:119-120), terdapat aspek pemilihan kasus sebagai objek penelitian, sedikitnya ada tiga macam studi kasus yang selama ini dikembangkan oleh para periset kualitatif, yaitu :

1. Intrinsic case study

Studi kasus jenis ini dilakukan untuk memahami secara lebih baik suatu kasus tertentu. Jadi, studi atas kasus dilakukan karena alasan periset ingin mengetahui secara intrinsik fenomena, keteraturan, dan kekhususan kasus, bukan untuk alasan eksternal lainnya.

2. Instrumental case study

Studi kasus instrumental merupakan studi atas kasus untuk alasan eksternal, bukan karena ingin mengetahui hakikat kasus tersebut. Kasus hanya dijadikan sebagai ‘sarana’ untuk memahami hal lain diluar kasus, seperti misalnya untuk membuktikan suatu teori yang sebelumnya sudah ada.

3. Collective case study

Studi kasus kolektif dilakukan untuk menarik kesimpulan atau generalisasi atas fenomena atau populasi dari kasus-kasus tersebut. Jadi, studi kasus jenis ini membentuk suatu suatu teori atas dasar persamaan dan keteraturan yang diperoleh dari setiap kasus yang diselidiki.

Menurut Mooney (Salim, 2015: 121), studi kasus dapat dibedakan ke dalam empat macam pengembangan yang terkait dengan model analisisnya, yaitu:

1. Kasus tunggal dengan single level analysis, digunakan untuk menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting.

2. Kasus tunggal dengan multi level analysis dimaksudkan untuk menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting.

3. Studi kasus jamak dengan single level analysis adalah studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan satu masalah penting.

4. Studi kasus jamak dengan multi level analysis adalah studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting.

Dalam buku Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Salim (2006:122) mengungkapkan keunikan kasus umumnya berkaitan dengan enam aspek sebagai berikut :

a. Hakikat kasus

b. Latar belakang historis c. Setting fisik

d. Konteks kasus, khususnya ekonomi, politik, hukum, dan estetika e. Persoalan lain disekitar kasus yang dipelajari

f. Informan atau tentang keberadaan kasus tersebut

Lincoln dan Guba dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya (2013:201-202) mengemukakan bahwa keistimewaan studi kasus meliputi hal-hal berikut :

1. Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan pandangan subjek yang diteliti.

2. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden.

4. Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga keterpercayaan (trust-worthiness).

5. Studi kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian atas transferabilitas.

6. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.

Sedangkan Salim berpendapat dalam bukunya Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (2006:125) bahwa sebagai suatu pendekatan, studi kasus memiliki sejumlah kelemahan. Persoalan yang paling banyak disorot adalah isu tentang validitas, reliabilitas, dan generalisasi temuan.

Isu validitas berkaitan dengan tingkat keabsahan objek studi dalam mewakili kelompok kasus-kasus yang lain. Objek pada studi kasus umumnya sedikit jumlahnya, bahkan tidak jarang tunggal. Akibatnya, tingkat validitas hasil penelitiannya seringkali diragukan. Isu reliabilitas berkenaan dengan tingkat kesahihan hasil yang diperoleh apabila studi yang sama diulang atau direplikasi pada kasus lain ditempat dan waktu yang lain. Sedangkan isu generalisasi bersinggungan dengan tingkat kemampuan teorisasi temuan dan penerapannya pada populasi yang serupa di tempat lain.

Dengan demikian, penelitian yang berjudul Independensi Wartawan di Bawah Dominasi Pemilik Media (Studi Kasus Wartawan Metro TV)”

menggunakan metode studi kasus. Hal ini dikarenakan studi kasus membahas persoalan bagaimana kehidupan orang serta organisasi-organisasi komunitas dipengaruhi oleh proses-proses sosial secara umum dan struktur-struktur sosial yang ada, dalam hal ini, bagaimana pengaruh yang dimiliki oleh pemilik media terhadap independensi wartawannya mengenai pemberitaan-pemberitaan yang disiarkan dalam medianya.

Selain itu, studi kasus juga bertujuan untuk menggali sesuatu yang tidak tampak menjadi sesuatu yang tampak, sehingga mendapatkan kedalaman informasi mengenai persoalan yang diteliti, namun tidak bertujuan untuk membangun teori baru yang dikategorikan sebagai intrinsic case study.