• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana dan Tukdana

SOSIAL EKOLOGI

4.2. Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana dan Tukdana

Gambaran khusus keadaan Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Kabupaten Indramayu tertera dalam Lampiran 4.

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu

Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Masyarakat Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang

Dari hasil pengolahan dan analisis data diperoleh gambaran responden dan/ atau faktor-faktor yang diteliti seperti tampak pada Gambar 8 dan 9.

Gambar 8. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang

Jenis kelamin dan umur responden

Jumlah responden adalah 335 orang; terdiri dari 295 orang (88,1%) laki-laki dan 40 orang (11,9%) perempuan. Umur responden termuda 22 tahun dan tertua 80 tahun, mode 46,30 tahun, dan standar deviasi 11,04 tahun.

Responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit demam berdarah dengue dalam tahun 2007/2008/2009

Jumlah responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit DBD dalam tahun 2007/2008/2009 adalah 67 orang (20% responden). Umur

penderita termuda 6 bulan dan tertua 41 tahun, median 12 tahun, mode 8 tahun, dengan standar deviasi 9,76 tahun. Lama pengobatan/perawatan penderita di Rumah Sakit minimum 2 hari dan maksimum 16 hari, dengan mean 5,67 hari,

median 5 hari, mode 5 hari, dan standar deviasi 2,69 hari. Jumlah tanggungan biaya pengobatan/perawatan per pasien, di luar subsidi/bantuan Pemerintah, berkisar antara Rp.700.000,-- dan Rp. 6.000.000,--; dengan mean Rp.1.488.060,-;

mode Rp.1.000.000,-- dan standar deviasi Rp.1.203.596,--

Gambar 9. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang (lanjutan) Rumah tangga responden

Dari 335 rumah tangga yang diteliti, ada 208 rumah (62,1%) yang masuk kategori “kurang sehat”. Penilaian kesehatan rumah didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup penilaian kelompok komponen rumah, kelompok sarana sanitasi, dan kelompok perilaku penghuni. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga yang belum memenuhi syarat kesehatan adalah 44,4%.

Gambaran lebih khusus kondisi 335 rumah responden tersebut yaitu: 95 rumah (28,4%) berdinding tidak memenuhi syarat kesehatan, 133 rumah (39,7%) tidak memiliki langit-langit, 78 rumah (23,2%) berlantai tanah atau plesteran yang sudah retak, 39 rumah (11,6%) tidak memiliki jendela kamar tidur, 71 rumah (21,2%) kurang pencahayaan, 36 rumah (10,7%) tidak memiliki kakus/WC sehat, dan 23 rumah (6,9%) dengan TPA berjentik nyamuk Aedes aegypti. Proporsi rumah tangga yang kurang sehat per kecamatan pada umumnya hampir sama, yaitu dalam kisaran 58,4%-64,2% (perincian pada Lampiran 1). Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kesehatan rumah tangga dengan kejadian penyakit DBD (p-Value=0,41). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang dan Jatibarang tidak turut dipengaruhi tingkat kesehatan rumah tangga.

Air bersih/minum

Proporsi rumah tangga yang memperoleh air bersih/minum lebih dari 100 liter per orang per hari ada 89 keluarga (26,6%); selebihnya, 246 keluarga (73,4%) memperoleh air dalam kisaran 20 sampai dengan 99,9 liter per orang per hari. Hasil ini hampir sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007), bahwa proporsi penduduk Kabupaten Indramayu yang menggunakan air bersih lebih dari 100 liter per orang per hari sebesar 48,2%; dan antara 20 hingga 99,9 liter sebesar 47,4%. Proporsi sumber air rumah tangga yaitu 1,5% dari tetangga/beli eceran; 2,4% sumur sendiri; 5,4% PDAM; dan 90,7% dari PDAM dan sumur. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian penyakit DBD dengan sumber air rumah tangga (p-Value = 0,53). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang tidak turut dipengaruhi oleh sumber air rumah tangga.

Sampah rumah tangga

Proporsi keluarga responden yang membuang sampah dengan cara sehat (memiliki tempat pembuangan sampah) sebesar 70,4%. Proporsi ini lebih besar dibandingkan dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi keluarga yang memiliki tempat pembuangan sampah memenuhi syarat kesehatan sebesar 40,9%. Dari uji statistik diperoleh

hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian DBD (p-Value = 0,00 dan OR=3,103). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak sehat; dan dapat diinterpretasikan bahwa penghuni rumah yang mengelola sampah secara tidak sehat berpeluang 3,103 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan penghuni rumah yang mengelola sampah secara sehat.

Air limbah rumah tangga

Proporsi keluarga responden yang membuang air limbahnya ke selokan terbuka dan tergenang kotor di sekitar rumah (tidak memiliki SPAL) adalah sebesar 99,4%. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinkeskab. Indramayu terhadap 168.795 rumah yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL memenuhi syarat kesehatan sebesar 37,5%. Hasil penelitian ini juga tidak sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007) yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL di Kabupaten Indramayu adalah 9,5%. Dari uji statistik, dalam Alpha 0,05 diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengelolaan air limbah rumah tangga dengan kejadian DBD tidak signifikan (p-Value = 0,19); walaupun demikian secara empiris hubungan antara keduanya sesungguhnya jelas, karena lingkungan kotor pada dasarnya cenderung mengakibatkan berkembangnya populasi kuman penyakit menular yang dapat menyerang dan melemahkan daya tahan tubuh seseorang.

Tanaman anti nyamuk Aedes aegypti

Dari 335 rumah responden yang diteliti, sebagian besar (95%) tidak ditanami tanaman anti nyamuk seperti: Zodia (Evodia suaveolens), Geranium

(Pelargonium citrosa), Lavender (Lavendula angustifolia), dan Serai wangi (Cymbopogon nardus). Faktor penyebab utama ialah kurangnya pengetahuan sebagian besar anggota keluarga mengenai manfaat tanaman itu.

Pengetahuan responden tentang demam berdarah dengue

Proporsi responden dengan kategori “berpengetahuan DBD kurang” (jumlah jawaban yang benar ≤ median seluruh pertanyaan) adalah sebesar 65,1%. Sebagian besar jawaban yang benar masih terbatas pada jawaban atas pertanyaan

mengenai tanda-tanda/gejala penyakit DBD. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengetahuan kepala keluarga tentang penyakit DBD dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-Value = 0,00 dan OR=3,788). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau pemahaman kepala keluarga tentang penyakit DBD termasuk pengendaliannya.

Sikap responden tentang demam berdarah dengue

Proporsi responden yang bersikap positif terhadap upaya pengendalian penyakit DBD sebesar 100%. Semua responden menjawab sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan yang diajukan, yaitu (1) bahwa Kabupaten Indramayu harus bebas penyakit DBD; (2) bahwa masyarakat harus jadi pelopor peningkatan PHBS; (3) bahwa masyarakat perlu meningkatkan kesehatan lingkungan; (4) bahwa masyarakat perlu meningkatkan pengembangan ikan pemakan jentik dan tanaman anti nyamuk Aedes aegypti; dan (5) bahwa masyarakat perlu memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti di rumah tangga masing-masing. Dengan proporsi tersebut secara statistik tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian DBD dengan sikap responden terhadap pengendalian DBD.

Perilaku sehat responden

Proporsi responden yang masuk dalam kategori “berperilaku kurang” dalam penyehatan rumah tangga sebesar 51%. Penilaian ini didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup perilaku/kebiasaan membuka jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, kebiasaan membersihkan rumah dan halaman, kebiasaan membuang tinja bayi dan balita, kebiasaan pengeloaan sampah rumah tangga, kebiasaan membersihkan TPA, dan kebiasaan memanfaatkan PUSKESMAS dan RS untuk berobat dan/atau konsultasi kesehatan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara perilaku sehat responden dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-Value = 0,00 dan OR=6,773); dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh perilaku tidak sehat anggota keluarga. Anggota keluarga yang tidak berperilaku sehat berpeluang 6,773 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan anggota keluarga berperilaku sehat.

Pekerjaan/mata pencaharian responden

Proporsi responden menurut pekerjaan adalah sebesar 69,3% sebagai buruh/petani/nelayan; 15,8% sebagai pedagang/ pengusaha/ wiraswastawan; dan 14,9% sebagai PNS/TNI/POLRI/Pensiunan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pekerjaan responden dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-Value = 0,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga.

Pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden

Sebagian besar responden dan keluarganya (80,9%) termasuk dalam kategori berpengeluaran uang di bawah rata-rata minimum tingkat Kabupaten Indramayu yaitu Rp.367.263,-- per kapita keluarga per bulan. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden dengan kejadian DBD (p-Value = 0,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh kurangnya tingkat pendapatan/ pengeluaran per kapita keluarga per bulan. Rendahnya tingkat pendapatan/ pengeluaran rata-rata per kapita keluarga per bulan cenderung menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penyehatan pribadi dan lingkungannya. Keadaan ini akan berdampak negatif terhadap daya tahan tubuh individu dalam masyarakat dari serangan penyakit DBD dan penyakit menular lainnya.

Pendidikan formal responden

Pendidikan formal terakhir sebagian besar responden (51,6%) adalah tamat SD dan tidak tamat SD. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha

0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal responden dengan kejadian DBD (p-Value = 0,00). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan formal kepala keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan formal masyarakat sedikit banyak akan mempengaruhi rendahnya wawasan, daya analisis dan kemampuan mereka dalam menerima perubahan-perubahan dalam rangka penyelesaian masalah yang berkaitan dan penyakit DBD.

Layanan penderita demam berdarah dengue

Berdasarkan wawancara dengan pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten dan PUSKESMAS diperoleh hasil bahwa proporsi cakupan layanan penderita DBD oleh RS dan PUSKESMAS di atas 99%, mencakup layanan rawat jalan dan rawat inap. Dengan proporsi ini, secara statistik, tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian DBD dengan layanan penderita DBD.

Layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan

Proporsi responden dengan kategori “belum pernah” mengikuti penyuluhan kelompok dan bimbingan teknis tentang penyakit DBD oleh PUSKESMAS adalah sebesar 100%. Selama ini keluarga responden pada umumnya memperoleh informasi tentang DBD dari media elektronik, terutama televisi, dari petugas kesehatan, dan dari tetangga dalam komunikasi perorangan.

Pengelolaan tempat penampungan air (TPA)

Proporsi responden dengan kategori “belum teratur ≤ satu minggu sekali” membersihkan TPA dan TPN di dalam dan di luar sekitar rumah adalah sebesar 63,3%. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha

0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara keteraturan pembersihan TPA dengan kejadian DBD (p-Value = 0,00 dan OR=5,543). Dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh tidak terpeliharanya kebersihan TPA. Anggota keluarga yang tidak teratur memelihara kebersihan TPA berpeluang terkena penyakit DBD 5,543 kali dibanding dengan anggota keluarga yang membersihkan TPA secara teratur (setiap ≤ satu minggu sekali).

Adapun kebutuhan responden dalam rangka pengendalian penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang antara lain : cakupan air bersih/air minum meningkat; layanan kesehatan semakin meningkat; status kesehatan rumah tangga meningkat; perekonomian masyarakat meningkat; pengetahuan, sikap, perilaku sehat masyarakat meningkat; serta limbah padat dan cair terkelola dengan baik/sehat.

Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Masyarakat Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana

Dari hasil pengolahan dan analisis data diperoleh gambaran responden dan/ atau faktor-faktor yang diteliti seperti tampak pada Gambar 10 dan 11.

Gambar 10. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana

Jenis kelamin dan umur responden

Jumlah responden adalah 336 orang; terdiri dari 274 orang (81,5%) laki-laki dan 62 orang (18,5%) perempuan. Umur responden termuda 18 tahun dan tertua 83 tahun, dengan median 44,69 tahun, mode 40 tahun, dan standar deviasi 11,93 tahun.

Responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit demam berdarah dengue tahun 2007/2008/2009

Jumlah responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit DBD pada tahun 2007/2008/2009 adalah 24 orang (7,1% responden). Umur penderita termuda 3 tahun dan tertua 45 tahun, median 10,5 tahun, mode 5 tahun, dengan standar deviasi 12,33 tahun. Lama pengobatan/perawatan penderita di Rumah Sakit minimum 2 hari dan maksimum 15 hari, dengan mean 5,33 hari,

median 5 hari, mode 4 hari, dengan standar deviasi 2,408 hari. Jumlah tanggungan biaya pengobatan/perawatan per pasien, di luar subsidi/bantuan Pemerintah, berkisar antara Rp.1.000.000,-- dan Rp. 1.300.000,--; dengan mean

Gambar 11. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana (lanjutan) Rumah tangga responden

Dari 336 rumah tangga yang diteliti, ada 238 rumah (70,8%) yang masuk kategori kurang sehat. Penilaian kesehatan rumah didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup penilaian kelompok komponen rumah, kelompok sarana sanitasi, dan kelompok perilaku penghuni. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga yang belum memenuhi syarat kesehatan adalah 44,4%.

Gambaran lebih khusus kondisi 336 rumah responden yaitu: 110 rumah (32,8%) berdinding tidak memenuhi syarat kesehatan, 176 rumah (52,4%) tidak memiliki langit-langit, 72 rumah (21,4%) berlantai tanah atau plesteran yang sudah retak, 39 rumah (11,5%) tidak memiliki jendela kamar tidur, 52 rumah (15,5%) kurang pencahayaan, 90 rumah (26,8%) tidak memiliki kakus/WC sehat, dan 15 rumah (4,5%) dengan TPA berjentik nyamuk Aedes aegypti. Proporsi rumah tangga yang kurang sehat per kecamatan pada umumnya hampir sama, yaitu dalam kisaran 63,7%-77,7% (perincian tertera pada Lampiran 1).

Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara kesehatan rumah tangga dengan kejadian penyakit DBD (p-Value=0,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana turut dipengaruhi oleh tingkat kesehatan rumah hunian/tangga. Selanjutnya variabel yang berhubungan signifikan dengan kesehatan rumah hunian/tangga yaitu: (1) pengetahuan responden tentang DBD (p-Value= 0,000 dan OR=5,950); (2) perilaku hidup sehat anggota keluarga responden (p-Value = 0,00 dan OR= 31,2); (3) pengeluaran per kapita keluarga responden rata-rata per bulan (p-Value = 0,00 dan OR=3,309); (4) pendidikan formal responden (p-Value = 0,00); dan (5) pekerjaan responden (p-Value= 0,00) (perincian pada Lampiran 3).

Air bersih/minum

Proporsi rumah tangga yang memperoleh air bersih/minum lebih dari 100 liter per orang per hari ada 295 keluarga (87,8%); selebihnya 41 keluarga (12,2%) memperoleh air dalam kisaran 20 sampai dengan 99,9 liter per orang per hari. Hasil ini tidak sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007), bahwa proporsi penduduk Kabupaten Indramayu yang menggunakan air bersih lebih dari 100 liter per orang per hari sebesar 48,2%; dan antara 20 hingga 99,9 liter sebesar 47,4%. Proporsi sumber air rumah tangga yaitu 5,6% dari tetangga/beli eceran; 2,7% sumur sendiri; 0,6% PDAM; dan 91,1% dari PDAM dan sumur.. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak terdapat hubungan signifikan antara kejadian penyakit DBD dengan sumber air rumah tangga (p-Value=0,47). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana tidak turut dipengaruhi oleh sumber air rumah tangga.

Sampah rumah tangga

Proporsi keluarga responden yang membuang sampah dengan cara sehat (memiliki tempat pembuangan sampah) sebesar 64,3%. Proporsi ini lebih besar dibandingkan dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi keluarga yang memiliki tempat pembuangan sampah memenuhi syarat kesehatan sebesar 40,9%. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara

pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian DBD (p-Value sebesar 0,00 dengan OR=6,176). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD turut dipengaruhi oleh pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak sehat; dan dapat diinterpretasikan bahwa penghuni rumah yang mengelola sampah secara tidak sehat berpeluang 6,176 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan penghuni rumah yang mengelola sampah secara sehat.

Air limbah rumah tangga

Proporsi keluarga responden yang membuang air limbahnya ke selokan terbuka dan tergenang kotor di sekitar rumah (tidak memiliki SPAL) adalah sebesar 97,3%. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinkeskab. Indramayu terhadap 168.795 rumah yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL memenuhi syarat kesehatan sebesar 37,5%. Hasil penelitian ini juga tidak sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007) yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL di Kabupaten Indramayu adalah 9,5%. Dari uji statistik, dalam Alpha 0,05, diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengelolaan air limbah rumah tangga dengan kejadian DBD tidak signifikan (p-Value = 0,65); walaupun demikian secara empiris hubungan antara keduanya sesungguhnya jelas, karena lingkungan kotor pada hakekatnya cenderung mengakibatkan berkembangnya populasi kuman penyakit menular yang dapat menyerang dan melemahkan daya tahan tubuh seseorang.

Tanaman anti nyamuk Aedes aegypti

Dari 336 rumah responden yang diteliti, sebagian besar (95%) tidak ditanami tanaman anti nyamuk seperti: Zodia (Evodia suaveolens), Geranium

(Pelargonium citrosa), Lavender (Lavendula angustifolia), dan Serai wangi (Cymbopogon nardus). Faktor penyebab utama ialah kurangnya pengetahuan sebagian besar anggota keluarga mengenai manfaat tanaman itu.

Pengetahuan responden tentang demam berdarah dengue

Proporsi responden dengan kategori “berpengetahuan DBD kurang” (jumlah jawaban yang benar ≤ median seluruh pertanyaan) sebesar 73,2%. Sebagian besar jawaban benar responden masih terbatas pada jawaban atas pertanyaan mengenai tanda-tanda/gejala penyakit DBD. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengetahuan kepala keluarga

tentang penyakit DBD dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-Value = 0,00). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana turut dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau pemahaman kepala keluarga tentang penyakit DBD. Dapat diinterpretasikan pula bahwa kejadian DBD berhubungan dengan frekuensi dan mutu penyuluhan kesehatan.

Sikap responden tentang demam berdarah dengue

Proporsi responden yang bersikap positif terhadap upaya pengendalian penyakit DBD sebesar 100%. Semua responden menjawab sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan yang diajukan, yaitu (1) bahwa Kabupaten Indramayu harus bebas penyakit DBD; (2) bahwa masyarakat harus jadi pelopor peningkatan PHBS; (3) bahwa masyarakat perlu meningkatkan kesehatan lingkungan; (4) bahwa masyarakat perlu meningkatkan pengembangan ikan pemakan jentik dan tanaman anti nyamuk Aedes aegypti; dan (5) bahwa masyarakat perlu memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti di rumah tangga masing-masing. Berdasarkan proporsi ini dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak tampak hubungan yang signifikan antara kejadian DBD dengan sikap responden terhadap pengendalian DBD.

Perilaku sehat responden

Proporsi responden yang masuk dalam kategori “berperilaku kurang” dalam penyehatan rumah tangga sebesar 52,1%. Penilaian ini didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup perilaku/kebiasaan membuka jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, kebiasaan membersihkan rumah dan halaman, kebiasaan membuang tinja bayi dan balita, kebiasaan pengeloaan sampah rumah tangga, kebiasaan membersihkan TPA, dan kebiasaan memanfaatkan PUSKESMAS dan RS untuk berobat dan/atau konsultasi kesehatan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara perilaku sehat responden dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-Value = 0,00 dan OR=11,431); dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh perilaku tidak sehat anggota keluarga. Anggota keluarga yang tidak berperilaku sehat berpeluang 11,431 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan anggota keluarga berperilaku sehat.

Pekerjaan/mata pencaharian responden

Proporsi responden menurut pekerjaan adalah sebesar 81,3% sebagai buruh/petani/nelayan; 9,8% sebagai pedagang/pengusaha/ wiraswastawan; dan 8,9% sebagai PNS/TNI/POLRI/Pensiunan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pekerjaan responden dengan kejadian DBD adalah tidak signifikan (p-Value = 0,89). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD tidak dipengaruhi oleh pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga.

Pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden

Sebagian besar responden dan keluarganya (82,7%) termasuk dalam kategori berpengeluaran uang di bawah rata-rata minimum tingkat Kabupaten Indramayu yaitu Rp.367.263,-- per kapita keluarga per bulan. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden dengan kejadian DBD (p-Value = 0,01). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh rendahnya pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga per bulan. Rendahnya tingkat pendapatan rata-rata per kapita keluarga per bulan cenderung menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penyehatan pribadi dan lingkungannya. Keadaan ini akan berdampak negatif terhadap daya tahan tubuh individu dalam masyarakat dari serangan penyakit DBD dan penyakit menular lainnya.

Pendidikan formal responden

Pendidikan formal terakhir sebagian besar responden (65,2%) adalah tamat SD dan tidak tamat SD. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha

0,05 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal responden dengan kejadian DBD (p-Value = 0,92). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana tidak turut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal kepala keluarga. Walaupun demikian dalam kenyataan sesungguhnya tampak bahwa rendahnya tingkat pendidikan formal masyarakat sedikit banyak mempengaruhi rendahnya kemampuan dan daya analisis mereka dalam menerima inovasi/ ide-ide konstruktif baru dalam rangka penyelesaian masalah penyakit DBD di daerahnya.

Layanan penderita demam berdarah dengue

Berdasarkan wawancara dengan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten dan PUSKESMAS diperoleh hasil bahwa proporsi cakupan layanan penderita DBD oleh RS dan PUSKESMAS di atas 99%, mencakup layanan rawat jalan dan rawat inap menurut tata laksana yang ditetapkan. Secara statistik, tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian DBD dengan layanan penderita DBD.

Layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan

Proporsi responden dengan kategori “belum pernah” mengikuti penyuluhan kelompok dan bimbingan teknis tentang penyakit DBD oleh PUSKESMAS adalah sebesar 100%. Selama ini keluarga responden pada umumnya memperoleh informasi tentang DBD dari media elektronik, terutama televisi, dari petugas kesehatan, dan dari tetangga dalam komunikasi perorangan.

Pengelolaan tempat penampungan air (TPA)

Proporsi responden dengan kategori “belum teratur ≤ satu minggu sekali” membersihkan TPA dan TPN di dalam dan di luar sekitar rumah adalah