• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Permukiman

SOSIAL EKOLOGI

2.4. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Permukiman

Dalam UU 4/1992 tersebut yang dimaksud satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan dikemukakan bahwa kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman adalah kondisi fisik, kimia dan biologik, di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, sehingga memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman adalah ketentuan tehnis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di perumahan dan/atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan

kesehatan. Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman yang ditetapkan antara lain: (1) memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit; (2) tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi syarat kesehatan; (3) pengelolaan limbah rumah tangga yang memenuhi syarat kesehatan; (4) pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan; (5) memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, indeks jentik nyamuk di bawah lima persen. Adapun ketentuan persyaratan rumah tinggal antara lain : (1) lantai kedap air dan mudah dibersihkan; (2) dinding rumah memiliki ventilasi; (3) luas lubang ventilasi alamiah yang permanen ialah sepuluh persen dari luas lantai; (4) tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah; (5) limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak menimbulkan pencemaran tanah.

Persyaratan kesehatan perumahan yang meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan permukiman serta persyaratan rumah itu sendiri sangat diperlukan karena pembangunan berpengaruh besar terhadap peningkatan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat (Sanropie 1992).

Dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia, nomor 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat) dikemukakan bahwa kebutuhan ruang per orang adalah 9 meter persegi dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,80 meter. Sinar matahari langsung dapat masuk ke dalam ruangan minimum satu jam setiap hari. Lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai ruangan. Cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai jam 16.00. Lubang penghawaan minimal 5 persen dari luas lantai ruangan. Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang mengalir ke luar ruangan; dan udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar mandi.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menetapkan bahwa yang termasuk rumah sehat ialah jika total hasil perkalian ”nilai komponen rumah” dengan ”bobot” di atas 1.068; sebaliknya nilai di bawah 1.068 adalah termasuk rumah tidak sehat. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari keadaan komponen rumah (bobot 31), keadaan sarana sanitasi (bobot 25), dan perilaku penghuni (bobot 44).

Komponen rumah pertama ialah ”langit-langit”; diberi nilai 0 (nol) jika langit-langit tidak ada; diberi nilai 1 jika langit-langit ada tetapi kotor, sulit dibersihkan dan rawan kecelakaan; dan nilai 2 jika langit-langit ada, bersih dan tidak rawan kecelakaan. Komponen rumah kedua ialah ”dinding”; diberi nilai 1 jika dinding bukan tembok; diberi nilai 2 jika dinding semi permanen/setengah tembok/ pasangan bata atau batu yang tidak diplester/papan yang tidak kedap air; dan diberi nilai 3 jika dinding permanen (tembok/pasangan batu bata yang diplester) papan kedap air. Komponen rumah ketiga ialah ”lantai”; diberi nilai 0(nol) jika lantai rumah adalah tanah; diberi nilai 1 jika lantai adalah papan/ anyaman bambu dekat dengan tanah/plesteran yang retak dan berdebu; dan diberi nilai 2 jika lantai diplester/ubin/keramik/papan (rumah panggung). Komponen rumah keempat ialah ”jendela kamar tidur”; diberi nilai 0 (nol) jika tidak ada, dan diberi nilai 1 jika ada. Komponen rumah kelima ialah ”jendela ruang keluarga”; diberi nilai 0 (nol) jika tidak ada; dan diberi nilai 1 jika ada. Komponen rumah keenam ialah ”ventilasi”; diberi nilai 0 (nol) jika tidak ada; diberi nilai 1 jika ada dengan luas ventilasi permanen < 10% dari luas lantai, dan diberi nilai 2 jika ada dengan luas ventilasi permanen > 10% dari luas lantai. Komponen rumah ketujuh ialah ”lubang asap dapur”; diberi nilai 0 (nol) jika tidak ada; diberi nilai 1 jika ada dengan lubang ventilasi < 10% dari luas lantai dapur; dan diberi nilai 2 jika ada dengan lubang ventilasi > 10% dari luas lantai dapur (asap keluar dengan sempurna) atau ada exhaust fan atau ada peralatan lain yang sejenis. Komponen rumah kedelapan ialah ”pencahayaan”; diberi nilai 0 (nol) jika tidak terang, tidak dapat dipergunakan untuk membaca; diberi nilai 1 jika kurang terang, sehingga kurang jelas untuk membaca dengan normal; dan diberi nilai 2 jika terang dan tidak silau sehingga dapat dipergunakan untuk membaca dengan normal.

Sarana sanitasi pertama ialah ”sarana air bersih” berupa sumur gali/sumur pompa tangan/perpipaan/kran umum/penampungan air hujan; diberi nilai 0 (nol) jika tidak ada; diberi nilai 1 jika ada tetapi bukan milik sendiri dan tidak memenuhi syarat kesehatan; diberi nilai 2 jika ada, milik sendiri dan tidak memenuhi syarat kesehatan; diberi nilai 3 jika ada, bukan milik sendiri dan memenuhi syarat kesehatan; dan diberi nilai 4 jika ada, milik sendiri dan memenuhi syarat kesehatan. Sarana sanitasi kedua ialah ”jamban (sarana

pembuangan kotoran); diberi nilai 0 (nol) jika tidak ada; diberi nilai 1 jika ada tetapi bukan leher angsa, tidak ada tutup, dan disalurkan ke sungai/kolam; diberi nilai 2 jika ada bukan leher angsa, ada tutup dan disalurkan ke sungai/kolam; dan diberi nilai 3 jika ada tetapi bukan leher angsa dan ada tutup dan septictank; dan diberi nilai 4 jika ada dengan lehar angsa dan septictank. Sarana sanitasi ketiga ialah ”sarana pembuangan air limbah (SPAL); diberi nilai 0 (nol) jika tidak ada sehingga tergenang tidak teratur di halaman rumah; diberi nilai 1 jika ada dan diresapkan tetapi mencemari sumber air (jarak dengan sumber air < 10 meter; diberi nilai 2 jika ada dan dialirkan ke selokan terbuka; diberi nilai 3 jika ada dan diresapkan dan tidak mencemari sumber air (jarak dengan sumber air > 10 meter; dan diberi nilai 4 jika ada dan dialirkan ke selokan tertutup (selokan kota) untuk diolah lebih lanjut. Sarana sanitasi keempat ialah ”sarana pembuangan sampah”; diberi nilai 0 (nol) jika tidak ada; diberi nilai 1 jika ada tetapi tidak kedap air dan tidak ada tutup; diberi nilai 2 jika ada dan kedap air namun tidak bertutup; diberi nilai 3 jika ada, kedap air, dan bertutup.

Perilaku penghuni pertama yaitu ”membuka jendela kamar tidur”; diberi nilai 0 (nol) jika tidak pernah dibuka, diberi nilai 1 jika kadang-kadang, diberi nilai 2 jika setiap hari dibuka. Perilaku penghuni kedua yaitu ”membuka jendela ruang keluarga; diberi nilai 0 (nol) jika tidak pernah dibuka; diberi nilai 1 jika kadang-kadang; dan diberi nilai 2 jika setiap hari dibuka. Perilaku penghuni ketiga ialah ”membersihkan rumah dan halaman”; diberi nilai 0 (nol) jika tidak pernah; diberi nilai 1 jika kadang-kadang; diberi nilai 2 jika setiap hari. Perilaku penghuni keempat ialah ”membuang tinja bayi dan balita”; diberi nilai 0 (nol) jika dibuang ke sungai/kebun/kolam/sembarangan; diberi nilai 1 jika kadang-kadang ke jamban; dan diberi nilai 2 jika setiap hari dibuang ke jamban. Perilaku penghuni kelima ialah ”membuang sampah pada tempat sampah”; diberi nilai 0 (nol) jika dibuang ke sungai/kebun/kolam/sembarangan; diberi nilai 1 jika kadang-kadang dibuang ke tempat sampah; dan diberi nilai 2 jika setiap hari dibuang ke tempat sampah (Depkes. R.I. 2002b)