• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOSIAL EKOLOGI

2.6. Pendekatan Sistem

Menurut Eriyatno (1998), karena disebabkan pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antarbagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka fikir baru yang terkenal sebagai pendekatan sistem (system approach). Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin 2007). Pendekatan sistem merupakan cara pandang bersifat menyeluruh (holistik) yang memfokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar komponen (Hartrisari 2007).

Tahapan pendekatan sistem menurut Manetsch dan Park (1977) dalam Hartrisari (2007) yaitu: mulai, analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi dan validasi, implementasi dan selesai. Tahapan ini tidak banyak berbeda dengan tahapan pendekatan sistem yang dikemukakan oleh Pramudya (1989) yaitu: mulai, analisis kebutuhan, formulasi

permasalahan, identifikasi sistem (diagram lingkar sebab akibat, diagram input

-output, diagram alir), pemodelan sistem, validasi model, implementasi dan evaluasi seperti tampak pada Gambar 4.

Mulai

Analisis kebutuhan

Formulasi permasalahan

Identifikasi sistem

1. Diagram lingkar sebab akibat 2. Diagram input-output 3. Diagram alir Pemodelan sistem Validasi model 2.6.1. Analisis Kebutuhan

Analisis ini akan dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem.

Implementasi

Evaluasi Layak? Tidak

Ya

Analisis ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya (Eriyatno 1998).

Pada tahap analisis kebutuhan ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem (stakeholder). Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang dapat mempengaruhi kinerja sistem. Pelaku mengharapkan kebutuhan tersebut dapat terpenuhi jika mekanisme sistem tersebut dijalankan (Hartrisari 2007). Pada tahap analisis kebutuhan, dapat ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem. Komponen-komponen-komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada (Marimin 2005).

2.6.2.Formulasi Permasalahan

Formulasi permasalahan merupakan identifikasi dari kebutuhan

stakeholder yang kontradiktif, yang dapat menyebabkan kejadian konflik pada pencapaian tujuan. Dari hasil analisis kebutuhan akan tampak kebutuhan-kebutuhan yang sejalan (sinergis) maupun yang kontradiktif (Hartrisari 2007).

2.6.3. Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan hubungan antara pernyataan kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan-pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut (Marimin 2007). Pada tahap identifikasi sistem, pengkaji sistem mencoba memahani mekanisme yang terjadi dalam sistem. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali hubungan antara “pernyataan kebutuhan” dengan “pernyataan masalah” yang harus diselesaikan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut.

Pada tahap identifikasi sistem, salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menyusun diagram lingkar sebab-akibat ( causal-loop-diagram) atau diagram input-output (black box diagram). Diagram lingkar sebab akibat menggambarkan hubungan antar elemen yang terlibat dalam sistem yang dikaji. Diagram ini berguna untuk : (1) secara cepat memberikan gambaran sifat dinamik dari sistem yang dikaji, (2) memberikan dasar untuk pembentukan persamaan pada model dan, (3) mengidentifikasi faktor penting dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Hartrisari 2007).

Diagram simpal kausal adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat (causal relationship) ke dalam bahasa gambar tertentu. Bahasa tersebut adalah tanda-tanda panah yang saling mengait membentuk diagram simpal (causal loop) di mana hulu panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkapkan akibat. Keduanya baik unsur sebab maupun akibat harus merujuk keadaan yang terukur baik secara kualitatif untuk keadaan yang dirasakan (perceived) maupun secara kuantitatif untuk keadaan nyata (actual). Proses (rate) sebagai sebab yang menghasilkan keadaan (level) sebagai akibat. Proses penstrukturan selanjutnya adalah merangkai hubungan sebab akibat tersebut menjadi sistem tertutup, sehingga menghasilkan simpal-simpal (loops). Untuk mengetahui apakah simpal tersebut bersifat positif atau negatif harus dilihat apakah keseluruhan interaksi panah-panah dalam suatu simpal menghasilkan proses searah atau berlawanan arah. Jika searah disebut simpal positif, jika berlawanan arah disebut simpal negatif (Muhammadi et al. 2001).

Hal yang terpenting dalam mengidentifikasi sistem adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box). Para analis harus mampu mengkonstruksi diagram kotak gelap (Marimin 2005). Kotak gelap atau disebut juga diagram input-output menggambarkan hubungan antara output

yang akan dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan (Hartrisari 2007). Diuraikan lebih lanjut oleh Hartrisari (2007) bahwa output merupakan tujuan kajian sistem. Output dikategorikan sebagai output yang diinginkan (desired output) dan output yang tidak diinginkan (undesired output). Output yang tidak diinginkan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan kadang-kadang diidentifikasi sebagai pengaruh negatif bagi kinerja sistem. Seorang sistem analis harus dapat mengenali mekanisme proses yang terjadi dalam sistem agar dapat meminimumkan output yang tidak diinginkan.

Output yang tidak diinginkan perlu ditindaklanjuti melalui umpan balik. Dalam hubungan ini, input harus dimodifikasi agar menghasilkan output yang diinginkan. Input merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja sistem yang dapat digolongkan pada input langsung dan tak langsung. Input langsung adalah semua faktor yang mempengaruhi kinerja sistem secara langsung. Input langsung terdiri dari input terkendali serta input tidak terkendali. Input tidak langsung

merupakan elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan. Input ini biasanya berada di luar batasan sistem sehingga sering disebut sebagai input lingkungan. Proses merupakan transformasi dari input menjadi output. Pada diagram input-output, proses masih tersembunyi dalam kotak gelap (black box). Hal ini menunjukkan bahwa kita belum tahu apa yang terjadi dalam kotak tersebut. Pengetahuan kita baru terbatas pada output

yang dihasilkan berdasarkan input yang teridentifikasi.

2.6.4.Pemodelan Sistem

Model adalah suatu abstraksi dari keadaan yang sesungguhnya atau merupakan penyederhanaan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu system (Pramudya 1989; Ma’arif et al. 2003). Model merupakan konsepsi mental, hubungan empirik atau kumpulan pernyataan-pernyataan matematik statistik atau dapat juga diartikan sebagai representasi sederhana dari suatu sistem dapat diabstraksi dalam bentuk hubungan sebab akibat dari peubah-peubah yang ditetapkan sesuai tujuan model. Model yang baik ialah model yang dapat menggambarkan semua hal penting dari dunia nyata dalam masalah tertentu.

Model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses (Muhammadi et al. 2001). Model yang dibangun tidak akan sama persis dengan sistem sebenarnya. Semakin banyak variabel yang dimasukkan dalam model, semakin sulit untuk menjelaskan proses yang terjadi (Forrester 1965, diacu dalam Hartrisari 2007). Model merupakan penyederhanaan sistem. Karena sistem sangat kompleks tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan seluruh proses yang terjadi dalam sistem.

Muhammadi et al. (2001) mengelompokkan model menjadi tiga yakni model kuantitatif, kualitatif, dan model ikonik. Model kuantitatif adalah model yang berbentuk rumus-rumus matematik, statistik atau komputer. Model kualitatif adalah model yang berbentuk gambar, diagram, atau matriks, yang menyatakan hubungan antar unsur. Dalam model kualitatif tidak digunakan rumus-rumus matematik, statistik atau komputer. Model ikonik adalah model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan, meskipun skalanya dapat diperbesar atau diperkecil.

Menurut Pramudya (1989), ada empat keuntungan penggunaan model

dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan sistem yaitu: (1) memungkinkan melakukan penelitian yang bersifat lintas sektoral dengan

ruang lingkup yang luas, (2) dapat melakukan ekperimentasi terhadap sistem tanpa mengganggu (memberikan perlakuan) tertentu terhadap sistem, (3) mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem yang diteliti, dan (4) dapat dipakai untuk menduga (meramal) perilaku dan keadaan sistem pada masa yang akan datang.

Hartrisari (2007) mengemukakan bahwa model disusun untuk beberapa tujuan, yaitu : (1) pemahaman proses yang terjadi dalam sistem, (2) prediksi, (3) menunjang pengambilan keputusan. Selanjutnya dikemukakan bahwa pemodelan yang efektif merupakan keterkaitan antara dunia maya yang dinyatakan dalam model dengan dunia nyata sehingga tujuan model sebagai penyederhanaan sistem akan tercapai. Dalam proses penyusunan model perlu diperhatikan juga penentuan horison waktu (time horizon). Horison waktu dalam model harus “cukup panjang” agar dapat menunjukkan perubahan yang terjadi. Secara umum, horison waktu pada model didasarkan pada proses yang terjadi.

Mengenai simulasi model Muhammadi et al. (2001) mengemukakan bahwa simulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut dan membuat analisis serta peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Simulasi dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: (1) penyusunan konsep, (2) pembuatan model, (3) simulasi, dan (4) validasi hasil simulasi.

Tahap pertama simulasi adalah penyusunan konsep, yaitu menentukan unsur-unsur yang berperan dalam gejala atau proses tersebut. Unsur-unsur itu saling berinteraksi, saling berhubungan dan saling berketergantungan. Unsur-unsur tersebut bersatu dalam melakukan suatu kegiatan. Dari keterkaitan Unsur- unsur-unsur dapat disusun gagasan atau konsep mengenai gejala atau proses yang akan disimulasikan. Gagasan tersebut selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau rumus. Simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Dalam model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, di mana perhitungan

dilakukan untuk mengetahui perilaku gejala atau proses. Dalam model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan mengadakan analisis hubungan sebab akibat antar unsur dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk mengetahui perilaku gejala atau proses. Dalam model ikonik, simulasi dilakukan dengan mengadakan percobaan secara fisik dengan menggunakan model tersebut untuk mengetahui perilaku model dalam kondisi yang berbeda.

Setelah dibuat model, dilakukan validasi untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dinyatakan baik apabila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang ditirukan kecil. Hasil simulasi tersebut selanjutnya digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta mengetahui kecenderungannya di masa mendatang (Muhammadi et al. 2001).

Untuk melakukan simulasi diperlukan perangkat lunak (software) yang dapat dengan cepat melihat perilaku (behavior) model yang dibuat. Perangkat lunak yang mudah digunakan untuk membangun dan melakukan simulasi model dinamik adalah powersim. Pada perangkat lunak powersim, sistem yang menggambarkan hubungan antara variabel-variabel itu dinamakan diagram alir (flow diagram).

2.6.5.Validitas dan Sensitivitas Model

Schlesinger, et al. (1979), mengemukakan bahwa model validation is usually defined to mean “substantiation that a computerized model within its domain of applicability possesses a satisfactory range of accuracy consistent with the intended application of the model”. Model verfication is often defined as “ensuring that the computer program of the computerized model and its implementation are correct” (Schlesinger et al. 1979, di acu dalam Sargent 1998).

Hartrisari (2007) mengemukakan bahwa seseorang pengkaji sistem perlu menetapkan tolok ukur model yang baik untuk mengetahui kinerja model. Ia perlu meyakinkan pengguna bahwa model yang dibangun sesuai untuk penyelesaian permasalahan yang dihadapi sehingga hasil eksekusi model dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Pengujian model seharusnya dilakukan juga untuk mengenali keterbatasan kinerja model sehingga dapat ditentukan kesesuaian penggunaan model dalam rangka penyelesaian masalah yang dihadapi.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa secara umum pengujian model terdiri dari tahap verifikasi dan validasi. Verifikasi dan validasi model yang biasanya dilakukan hanyalah menguji kebenaran struktur model untuk menunjukkan kesalahan minimal dibandingkan dengan data aktual termasuk menggunakan berbagai teknik statistika. Validasi harus ditunjang oleh kebenaran yang bersifat obyektif (Hartrisari 2007). Tahap awal dari pengujian model difokuskan pada pertanyaan “apakah model yang disusun memang berguna”.

Muhammadi et al. (2001) mengemukakan bahwa pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif harus taat fakta. Validitas atau keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian keobyektivan dari suatu pekerjaan ilmiah. Dalam pekerjaan pemodelan, obyektif itu ditunjukkan dengan sejauh mana model dapat menirukan fakta. Model yang baik adalah model yang valid atau lulus uji validitas. Model yang telah melewati uji validitas struktur akan menghasilkan keyakinan pemodel tentang bangunan model yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (building confidence), dan model yang melewati uji validitas kinerja akan menghasilkan keyakinan pemodel tentang tingkat ketelitian metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (level of confidence). Ringkasnya model ilmiah yang baik adalah yang memenuhi kedua syarat tersebut yaitu logis-empiris (logico-empirical).

Jenis uji yang digunakan ialah uji validasi struktur atau validasi kinerja.Validasi struktur meliputi dua pengujian yaitu validitas konstruksi dan validitas kestabilan. Validitas konstruksi melihat apakah konstruksi model yang dikembangkan sesuai dengan teori. Uji validitas konstruksi ini bersifat abstrak, tetapi konstruksi model yang benar secara ilmiah berdasarkan teori yang ada akan terlihat dari konsistensi model yang dibangun. Validitas kinerja/ output model bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem nyata; caranya ialah dengan memvalidasi kinerja model denga data empiris, untuk melihat sejauh mana perilaku output

model sesuai dengan perilaku data empiris (Muhammadi et al. 2001). Untuk memverifikasi penyimpangan keluaran model dengan data empirik dilakukan dengan uji KF (Kalman Filter). Tingkat kecocokan (fitting) hasil simulasi kenyataan yang dapat diterima secara statistik adalah 47,5-52,5%. Persamaan uji

statistik KF yaitu KF = Vs/(Vs+Va); dimana Vs adalah varian nilai simulasi, dan Va adalah varian nilai aktual.

Selain uji validitas juga diperlukan uji sensitivitas model. Muhammadi et al. (2001) mengemukakan bahwa uji sensitivitas model dapat dilakukan dengan dua macam intervensi yaitu intervensi fungsional dan intervensi struktural. Intervensi fungsional ialah dengan memberikan fungsi-fungsi khusus terhadap model dengan menggunakan fasilitas, antara lain: fungsi step, pulse, graph, dan

delay. Intervensi struktural ialah dengan mempengaruhi hubungan antar unsur atau struktur model dengan cara mengubah struktur modelnya. Sensitivitas model mengungkapkan hasil-hasil intervensi terhadap unsur dan struktur sistem. di samping itu, analisis sensitivitas model juga berfungsi dalam menemukan alternatif tindakan atau kebijakan, baik untuk mengakselerasi kemungkinan pencapaian hasil positif maupun untuk mengantisipasi kemungkinan dampak negatif.