• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

SOSIAL EKOLOGI

2.2. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.2.4. Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Di Indonesia nyamuk penular (vektor) penyakit DBD yang penting adalah

Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris, tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti (Depkes. R.I.

2002a). Karakteristik nyamuk Aedes aegypti, yaitu pertama, seperti umumnya nyamuk lainnya, namun morfologi tubuhnya dengan bintik-bintik putih dengan pigmen dasar coklat-kehitaman; kedua, habitatnya di sekitar rumah dan bertelur pada air jernih di bak mandi, tempayan yang terbuka, tempat minum hewan peliharaan, dan vas bunga; ketiga, menusuk mangsanya pada siang hari; keempat, nyamuk ini bersembunyi di pakaian yang digantung di ruang rumah (Soedarmo 1988). Aedes aegypti is one of the most efficient mosquito vectors for arboviruses, because it is highly anthropophilic and thrives in close proximity to humans and often lives indoors (WHO 1997).

Tempat perindukan (breeding habit) nyamuk Aedes aegypti berupa genangan-genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer dan bukan pada genangan-genangan air di tanah. Kebiasaan menggigit

Aedes aegypti ialah pada pagi dan sore hari, yaitu pada pukul 08.00 sampai pukul 12.00 dan pukul 15.00 sampai pukul 17.00. Nyamuk ini lebih banyak menggigit di dalam rumah daripada di luar rumah. Kebiasaan hinggap istirahat, lebih banyak di dalam rumah, yaitu pada benda-benda yang bergantungan, berwarna gelap dan tempat-tempat lain yang terlindung; juga di dalam sepatu. Jarak terbang diperkirakan 50 sampai 100 meter (Depkes. R.I. 2002a).

Soedarmo (1988) mengemukakan habitat, morfologi dan lingkaran hidup nyamuk Aedes aegypti bahwa nyamuk Aedes aegypti betina suka bertelur di atas permukaan air pada dinding vertikal bagian dalam tempat-tempat yang berisi sedikit air. Air harus jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air yang dipilih ialah tempat air di dalam dan dekat rumah. Larva Aedes aegypti

umumnya ditemukan di drum, tempayan, gentong atau bak mandi di rumah keluarga Indonesia yang kurang diperhatikan kebersihannya. Di daerah yang sumurnya berair asin atau persediaan air minumnya tidak terdapat secara teratur, seperti di daerah pantai, penduduk biasanya menyimpan air hujan dalam drum berkapasitas 200 liter. Tempat air yang tertutup longgar lebih disukai oleh nyamuk betina sebagai tempat bertelur, dibandingkan dengan tempat air yang terbuka. Karena tutupnya jarang dipasang secara baik dan sering dibuka mengakibatkan ruang di dalamnya relatif lebih gelap dibandingkan dengan tempat air yang terbuka. Aedes aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar

hitam. Probosis bersisik hitam, palpi pendek dengan ujung hitam bersisik putih perak. Oksiput bersisik lebar, berwarna putih terletak memanjang. Femur bersisik putih pada permukaan posterior dan setengah basal, anterior dan tengah bersisik putih memanjang, tibia semuanya hitam. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen basal kesatu sampai keempat dan segmen kelima berwarna putih. Sayap berukuran 2,5–3,0 mm bersisik hitam.

Aedes aegypti bersifat antropofilik (senang sekali kepada manusia) dan hanya nyamuk betina yang menggigit. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus dengue atau DHF di satu rumah. Telur Aedes aegypti

berwarna hitam seperti sarang tawon, diletakkan satu demi satu di permukaan atau sedikit di bawah permukaan air dalam jarak ± 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu –2 (minus dua) sampai 43 derajat Celcius. Namun bila kelembaban terlalu rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama sekirang-kurangnya 9 hari. Nyamuk betina yang mulai menghisap darah manusia, 3 hari sesudahnya sanggup bertelur sebanyak 100 butir. Dua puluh empat jam kemudian nyamuk itu menghisap darah lagi, selanjutnya kembali bertelur. Walaupun nyamuk betina berumur kira-kira 10 hari, waktu itu cukup bagi nyamuk untuk makan, bagi virus cukup untuk berkembang biak dan selanjutnya menyebarkan virus ke manusia lain. Pada saat nyamuk menghisap darah manusia, yang kebetulan menderita DBD, virus dengue masuk ke saluran pencernaan, kemudian sampai di

haemocoelom dan kelenjar ludah (Soedarmo 1988).

Nyamuk Aedes aegypti tidak ditemukan di tempat dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Nyamuk akan menjadi vektor apabila: pertama, ada virus dengue pada orang yang dihisap darahnya, yaitu orang sakit DBD, 1 sampai 2 hari sebelum demam atau 4 sampai 7 hari selama demam; kedua, nyamuk hanya akan bisa menularkan penyakit apabila umurnya lebih dari 10 hari, oleh karena masa inkubasi ekstrinsik virus di dalam tubuh nyamuk

8 sampai 10 hari. Untuk nyamuk bisa mencapai umur lebih dari 10 hari perlu tempat hinggap istirahat yang cocok dengan kelembaban tinggi. Karena nyamuk bernafas dengan spiracle dengan demikian permukaan tubuhnya luas dan menyebabkan penguapan tinggi. Bila kelembaban rendah nyamuk akan mati kering; ketiga, untuk dapat menularkan penyakit dari orang ke orang nyamuk harus menggigit orang/manusia, dengan demikian nyamuk dimusuhi oleh manusia; keempat, untuk bisa bertahan hidup maka jumlah nyamuk harus banyak karena musuhnya banyak, dimusuhi manusia dan sebagai makanan hewan lain; kelima, nyamuk juga harus tahan terhadap virus, karena virus akan memperbanyak diri di dalam tubuh nyamuk dan bergerak dari lambung, menembus dinding lambung dan kelenjar ludah nyamuk. Dari suatu populasi nyamuk yang ada, pada musim penularan hanya beberapa persen saja yang menjadi vektor, mungkin kurang dari lima persen (Depkes. R.I. 2002a).

2.2.5. Hubungan antara Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan