• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEABSAHAN AKTA PERJANJIAN SEWA MENYEWA

C. Kedudukan Notaris Dalam Pembuatan Akta

1. Kedudukan Notaris Dalam Pembuatan Akta Sewa Menyewa

128Efendi, Bachtiar, dkk, Surat Gugat dan Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), hal. 63.

Istilah Pejabat Umum merupakan terjemahan dari istilah Openbare Amtbtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (PJN) dan Pasal 1868 KUHPdt.129Pasal 1 PJN menyatakan bahwa:

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Pasal 1868 KUHPer menyatakan bahwa: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat”.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, bahwa notaris berwenang membuat akta sepanjang dikehendaki para pihak atau menurut aturan hukum wajib dibuat dalam bentuk akta otentik. Pembuatan akta tersebut harus berdasarkan aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur pembuatan akta notaris, sehingga Jabatan Notaris sebagai Pejabat Umum tidak perlu lagi diberi sebutan lain yang berkaitan dengan kewenangan notaris. Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai peristiwa hukum.

Pemberian kualifikasi notaris sebagai Pejabat Umum berkaitan dengan wewenang notaris. Menurut Pasal 15 ayat (1) UUJN bahwa notaris berwenang

129Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan), (Bandung : CV.Mandar Maju, 2009), (Selanjutnya disebut Buku II), hal. 15.

membuat akta otentik, sepanjang pembuatan akta-akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Pemberian wewenang kepada pejabat atau instansi lain, seperti Kantor Catatan Sipil, tidak berarti memberikan kualifikasi sebagai Pejabat Umum tapi hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum saja ketika membuat akta-akta yang ditentukan oleh aturan hukum, dan kedudukan mereka tetap dalam jabatannya semula sebagai Pegawai Negeri.130

Wet op het Notarisambt yang mulai berlaku tanggal 3 April 1999, Pasal 1 huruf a menyebutkan bahwa: “Notaris: de ambtenaar”, notaris tidak lagi disebut sebagai Openbaar Ambtenaar sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Wet op het Notarisambt yang lama. Notaris sekarang ini tidak dipersoalkan apakah sebagai Pejabat Umum atau bukan, dan perlu diperhatikan bahwa istilah Openbaar Ambtenaar dalam konteks ini tidak bermakna umum, tetapi publik. Ambt pada dasarnya adalah jabatan publik, sehingga jabatan notaris adalah Jabatan Publik tanpa perlu atribut Openbaar.131

Apabila ketentuan dalam Wet op het Notarisambt tersebut di atas dijadikan rujukan untuk memberikan pengertian yang sama terhadap ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUJN, maka Pejabat Umum yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tersebut harus dibaca sebagai Pejabat Publik. Notaris sebagai Pejabat Publik tidak sama dengan pejabat publik dalam bidang pemerintahan yang dikategorikan sebagai Pejabat Tata Usaha Negara. Notaris sebagai Pejabat Publik produk akhirnya yaitu akta otentik,

130Ibid., hal. 17.

131Ibid., hal. 20

yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian.

Akta tidak memenuhi syarat sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat konkret, individual dan final132 serta tidak menimbulkan akibat hukum perdata bagi seseorang atau badan hukum perdata, karena akta merupakan formulasi keinginan para pihak yang dituangkan dalam akta notaris yang dibuat di hadapan atau oleh notaris.133

Notaris merupakan suatu Jabatan (publik) mempunyai karakteristik, yaitu:134 a. Sebagai Jabatan

UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan Notaris di Indonesia harus mengacu kepada UUJN.

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara, menempatkan notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukumnya.Sebagai batasan agar jabatannya dapat berjalan dengan baik, dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya.Apabila seseorang pejabat (notaris) melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.Wewenang notaris hanya dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3) UUJN.

c. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah

Pasal 2 UUJN menyatakan bahwa notaris diangkat dan diberhentikan oleh menteri (pemerintah), dalam hal ini menteri yang diberi tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan (Pasal 1 angka 14 UUJN). Meskipun notaris secara administratif diangkat dan diberhentikan

132 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

133Habib Adjie, Buku II, Op.Cit., hal. 21.

134Habib Adjie, Buku I, Op.Cit., hal. 15-16.

oleh pemerintah, tidak berarti notaris menjadi subordinasi (bawahan) yang mengangkatnya. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya:

1) Bersifat mandiri (autonomous), 2) Tidak memihak siapapun (impartial),

3) Tidak tergantung kepada siapapun (independent), yang berarti dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang mengangkatnya atau pihak lain.

d. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya

Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tetapi tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya (Pasal 36 ayat (1) UUJN). Notaris juga wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu (Pasal 37 UUJN).

Jabatan notaris bukan suatu jabatan yang digaji, notaris tidak menerima gajinya dari pemerintah sebagaimana halnya pegawai negeri, akan tetapi dari mereka yang meminta jasanya. Notaris adalah pegawai pemerintah tanpa gaji pemerintah, notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat pensiun dari pemerintah.135

e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat

Kehadiran notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan akta otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat, masyarakat dapat menggugat secara perdata notaris, dan menuntut biaya, ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini merupakan bentuk akuntabilitas notaris kepada masyarakat.

2. Sahnya Akta Sewa Menyewa Yang Dibuat Dihadapan Notaris

Akta notaris merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang mengikat bagi mereka yang membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi. Pasal 1868 KUH Perdata yang menentukan sebagai berikut suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,

135G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan Ketiga, (Jakarta : PT. Gelora Aksara, 1992), hal. 36.

dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.

Dalam hukum perjanjian ada akibat hukum tertentu jika syarat subjektif dan syarat objektif tidak dipenuhi. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan sepanjang ada permintaan oleh orang-orang tertentu atau yang berkepentingan. Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi ancaman untuk dibatalkan oleh para pihak yang berkepentingan dari orang tua, wali atau pengampu. Agar ancaman seperti itu tidak terjadi, maka dapat dimintakan penegasan dari mereka yang berkepentingan, bahwa perjanjian tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum, tanpa perlu ada permintaan dari para pihak, dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapapun.

Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Karena perjanjian sudah dianggap tidak ada, maka sudah tidak ada dasar lagi bagi para pihak untuk saling menuntut atau menggugat dengan cara dan bentuk apapun. Misalnya jika suatu perjanjian wajib dibuat dengan akta notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT), tapi ternyata tidak dilakukan, maka perbuatan hukum atau perjanjian tersebut batal demi hukum.

Syarat sahnya perjanjian tersebut diwujudkan dalam akta notaris. Syarat subjektif dicantumkan dalam awal akta, dan syarat objektif dicantumkan dalam badan akta sebagai isi akta. Isi akta merupakan perwujudan berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata yang menentukan sebagai berikut mengenai kebebasan berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya.

Jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan. Jika dalam isi akta tidak memenuhi syarat objektif, maka akta tersebut batal demi hukum. Berdasarkan Pasal 38 ayat (3) huruf a UUJN yang menentukan sebagai berikut syarat subjektif dan syarat objektif bagian dari badan akta, maka timbul kerancuan, antara akta yang dapat dibatalkan dengan akta yang batal demi hukum, sehingga jika diajukan untuk membatalkan akta notaris karena tidak memenuhi syarat subjektif, maka dianggap membatalkan seluruh badan akta, termasuk membatalkan syarat objektif.

Akta notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi.

Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada Hakim.

D. Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Sewa Menyewa